Resiyana Hanifatuzzulfah
Jurusan Teknik Geodesi S-1, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Malang,
Jalan Bendungan Sigura-gura No. 2 Lowokwaru, Kecamatan Sumbersari, Kota Malang - resiyana96@gmail.com
KATA KUNCI : Penginderaan Jauh, Citra Satelit, MODIS, Threshold, Kebakaran Hutan, Titik Panas.
ABSTRAK :
Sampai sekarang penanganan kebakaran hutan di Kabupaten Blora masih dilakukan secara tradisional sehingga membutuhkan waktu
yang lebih lama. Padahal saat ini telah berkembang teknologi penginderaan jauh (remote sensing) yang bisa menangani kebakaran
hutan secara lebih cepat. Oleh karena itu dalam penulisan ini bertujuan untuk mengetahui persebaran titik-titik panas kebakaran hutan
dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh citra satelit dan mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
memanfaatkan teknologi tersebut. Teknologi penginderaan jauh yang digunakan untuk mendeteksi persebaran titik panas kebakaran
hutan adalah citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). Penentuan persebaran titik panas tersebut
menggunakan nilai threshold dengan menghitung nilai NBR (Normalized Burn Ration). Sedangkan cara mengidentifikasi area yang
terbakar menggunakan rumus rata-rata dan standar deviasi. Adapun tingkat akurasi data hasil perhitungan dan pengolahan dapat
diketahui dengan menghitung nilai ICSI (Individual Classification Success Index).
1. PENDAHULUAN objek yang diamati. Data citra satelit yang dapat digunakan
dalam mendeteksi kebakaran hutan yaitu MODIS, NOAA-
1.1. Latar Belakang AVHRR, Landsat, Ikonos dll. Mengingat ada berbagai
keterbatasan yang ada dan agar pembahasannya lebih fokus maka
Kabupaten Blora merupakan salah satu daerah yang memiliki penelitian ini akan memanfaatkan data citra satelit MODIS
kawasan hutan terbesar di pulau Jawa. Daerah ini memiliki luas (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dalam
hutan sebesar 74.296,8 hektar. Vegetasi terbesar pada area hutan mengidentifikasi persebaran titik-titik panas (hotspot) kebakan
Kabupaten Blora berupa pohon jati. Pohon ini menjadi aset yang hutan. Citra ini mengamati permukaan bumi selama 1 sampai 2
berharga karena kualitas pohon yang sangat baik. Hal ini hari dengan whisk-broom scanning imaging radiometer yang
menjadikan produk jati diminati baik dalam negeri maupun luar memiliki resolusi spasial berkisar 250 sampai 1000 meter
negeri. Oleh karena itu keberadaan pohon ini harus dilestarikan. (Janseen & Hurneeman, 2001).
Salah satu cara melestarikan pohon jati tersebut dapat dilakukan
dengan meminimalisasikan kebakaran hutan. Gambaran yang telah diuraian di atas, mendorong Peneliti untuk
mengetahui persebaran titik-titik api (hotspot) pada kasus
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.12/Menhut-II/2009 kebakan hutan dengan memanfaatkan data citra satelit MODIS.
tentang pengendalian kebakaran hutan menjelaskan bahwa Adapun objek penelitian ini dipilih dilakukan di kawasan hutan
kebakaran hutan merupakan suatu keadaan dimana hutan dilanda jati Kabupaten Blora. yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil pemerintah dalam melakukan penanggulangan dan upaya
hutan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai terpadu sehingga diharapkan dapat meminimalisasikan dampak
lingkungan. Kebakaran hutan terjadi karena beberapa faktor kebakaran hutan yang terjadi.
seperti faktor alam dan manusia. Faktor alam tersebut disebabkan
karena daun-daun kering pohon jati yang meranggas disertai suhu 1.2. Rumusan Masalah
yang tinggi, sedangkan faktor manusia disebabkan karena
masyarakat secara sengaja membakar hutan untuk kepentingan Berdasakan uraian pada latar belakang yang telah dijelaskan
pribadi, seperti mengubah fungsi hutan menjadi area pertanian, sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
mengambil kayu untuk memenuhi kebutuhan. 1). Bagaimana cara memanfaatkan citra satelit MODIS untuk
mengidentifikasi persebaran titik-titik panas kebakaran hutan di
Kebakaran hutan menjadi perhatian masyarakat karena dapat kawasan hutan jati Kabupaten Blora? 2). Hal apa saja yang
mengganggu ekosistem hutan, kerugian material, bahkan diperhatikan untuk memanfaatkan metode ini?
berdampak terhadap kesehatan. Kebakaran yang terjadi setiap
tahunnya menandakan perlu diadakan upaya pencegahan dan 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
upaya terpadu sehingga dapat meminimalisasikan dampak
terjadinya kebakaran hutan. Oleh karena itu, diperlukan 1.3.1. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk 1).
teknologi yang dapat mengetahui persebaran titik-titik api pada Mengidentifikasi persebaran titik-titik panas kebakaran hutan di
area yang luas dan dapat dilakukan dengan waktu yang relatif kawasan hutan jati yang berada di Kabupaten Blora dengan
lebih cepat. Pendekteksian kebakaran hutan dapat dilakukan menggunakan teknologi citra satelit MODIS dan 2). Mengetahui
menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing). faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar dapat memanfaatkan
teknologi citra satelit MODIS dalam mengidentifikasi persebaran
Teknologi penginderaan jauh memanfaatkan data citra satelit titik-titik panas kebakaran hutan.
untuk melakukan akuisisi data tanpa kontak langsung dengan
1.3.2. Manfaat Penelitian: Manfaat penelitian ini yaitu: 1). menjadi format yang siap dipakai, diantaranya berupa citra. Citra
Bagi pihak peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah ini kemudian diinterpretasikan untuk menyarikan informasi
wawasan dan pengalaman terkait pemanfaatan teknologi mengenai target (Puntodewo, dkk., 2003).
penginderaan jauh dalam mengidentifikasi titik-titik panas
kebakaran hutan. 2). Bagi pihak kampus, penelitian dapat 2.1.1. Sistem Satelit: Sistem satelit dalam penginderaan
digunakan sebagai referensi dalam melakukan penelitian- jauh tersusun dari penyiam (scanner) dengan dilengkapi sensor
penelitian selanjutnya. 3). Bagi pihak pemerintah Kabupaten pada wahana (platform) satelit. Sensor tersebut dilengkapi oleh
Blora, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam detektor (Chrisnawati, 2008). Untuk lebih jelasnya dapat
mengambil kebijakan guna melakukan upaya penanggulangan diuraikan sebagai berikut: 1) Penyiam merupakan sistem
bencana akibat kebakaran hutan, sehingga dapat meminimalisasi perolehan data secara keseluruhan termasuk sensor dan detektor.
kerugian yang ditimbulkan. 2) Sensor dipergunakan untuk menangkap energi dan
mengubahnya dalam bentuk sinyal dan menyajikannya ke dalam
1.4. Batasan Masalah bentuk yang sesuai dengan informasi yang diinginkan. 3)
Detektor merupakan alat pada sistem sensor yang merekam
Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1). radiasi elektromagnetik.
Penelitian ini menggunakan data citra satelit MODIS. 2).
Penelitian ini mengidentifikasi titik-titik panas pada kebakaran 2.1.2. Radiasi Elektromagnetik: Energi elektromagnetik
hutan di kawasan hutan jati kabupaten Blora. adalah sebuah komponen utama dari kebanyakan sistem
penginderaan jauh untuk lingkungan hidup yaitu sebagai medium
1.5. Sistematika Penulisan untuk pengirim informasi dari target kepada sensor (Puntodewo,
dkk., 2003). Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang
Bab I Pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang, dengan beberapa karakter yang bisa diukur yaitu panjang
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan gelombang (wavelength), frekuensi, amplitudo. Semakin panjang
masalah, dan sistematika penulisan. Bab II Dasar Teori yang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan semakin
menjelaskan tentang teori-teori yang berhubungan dengan topik pendek suatu gelombang semakin tinggi frekuensinya.
penelitian yang dilakukan, seperti penginderaan jauh, citra satelit
MODIS, titik panas (hotspot), kebakaran hutan. Bab III Susunan semua bentuk gelombang elektromagetik berdasarkan
Metodologi Penelitian yang menguraikan tetang bahan dan alat panjang gelombang dan frekuensinya disebut spektrum
yang digunakan dalam melakukan penelitian, tahapan penelitian, elektromagnetik. Spektrum elektromagnetik disusun berdasarkan
jadwal penelitian, dan diagram alir proses penelitian. panjang gelombang yang mencakup kisaran energi yang sangat
rendah dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah
(seperti gelombang radio) sampai ke energi yang sangat tinggi
2. DASAR TEORI dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi (seperti
radiasi X-Ray dan Gamma).
2.1. Penginderaan Jauh
2.1.3. Sensor: Sensor merupakan piranti untuk mendeteksi
Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh dan/atau merekam tenaga elektromagnetik (Sutanto, 1994).
informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan Tenaga yang datang dari obyek di permukaan bumi diterima dan
meganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa direkam oleh sensor. Tiap sensor mempunyai kepekaan tersendiri
kontak langsung (sensor) terhadap obyek, daerah, atau gejala terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Disamping itu juga
yang dikaji (Sutanto, 1994). Pada umumnya sensor dipasang kepekaannya berbeda dalam merekam obyek terkecil yang masih
pada wahana yang berupa pesawat terbang, satelit, pesawat dapat dikenali dan dibedakan terhadap obyek lain atau terhadap
ulang-alik, atau wahana lainnya. lingkungan sekitarnya. Kemampuan sensor untuk menyajikan
gambaran obyek terkecil ini disebut resolusi spasial. Semakin
Penginderaan jauh adalah pengambilan atau pengukuran data kecil obyek yang direkam olehnya, semakin baik kualitas
atau informasi mengenai sifat dari sebuah fenomena, objek, atau sensornya.
benda dengan menggunakan sebuah alat perekam tanpa
berhubungan langsung dengan objek atau benda tersebut Berdasarkan atas proses perekamannya, sensor dibedakan atas
(Puntodewo, dkk., 2003). Empat komponen dasar dari sistem sensor fotografik dan sensor elektronik. Pada sensor fotografik,
penginderaan jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi, proses perekamannya berlangsung dengan cara kimiawi. Tenaga
dan sensor yang dapat dilihat pada gambar 1. elektromagnetik diterima dan direkam pada lapisan emulsi film
yang apabila diproses akan menghasilkan foto.
Transmisi Berbeda dengan sensor fotografik, sensor elektromagnetik
Target menggunakan tenaga elektrik dalam bentuk sinyal elektrik. Alat
Sensor
penerima dan perekamannya berupa pita magnetik atau detektor
lainnya, bukan film. Pemrosesan menjadi citra dapat dilakukan
dengan 2 (dua) cara yaitu memotret data yang direkam oleh pita
Sumber Energi magnetik yang telah diwujudkan secara visual pada sejenis layar
televisi, atau menggunakan film perekam khusus.
Gambar 1. Komponen Dasar Penginderaan Jauh
2.1.4. Resolusi Sensor: Setiap aplikasi penginderaan jauh
Sumber energi yang memancarkan energi elektromagnetik pada mempunyai kebutuhan khusus mengenai luas cakupan area,
target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan frekuensi pengukuran, dan tipe energi yang akan dideteksi.
sekaligs berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi Berdasarkan resolusi yang digunakan, citra hasil penginderaan
dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang jarak jauh bisa dibedakan atas (Jaya, 2002) : 1). Resolusi spasial,
mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature)
dicatat, data akan dikirim ke stasiun penerima dan diproses permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan
disekitarnya, atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. 2).
Resolusi spektral, merupakan dimensi dan jumlah daerah
panjang gelombang yang sensitif terhadap sensor. 3). Resolusi
radiometrik, merupakan ukuran sensitifitas sensor untuk
membedakan aliran radiasi (radiation flux) yang dipantulkan atau
diemisikan suatu objek oleh permukaan bumi. 4). Resolusi
temporal, merupakan frekuensi suatu sistem sensor merekam
suatu areal yang sama (revisit).
Hotspot biasanya digunakan sebagai indikator kebakaran lahan Produk MODIS dikatagorikan menjadi tiga bagian yaitu: produk
dan hutan di suatu wilayah, sehingga semakin banyak titik pengamatan vegetasi, radiasi permukaan bumi, dan tutupan
hotspot, maka semakin banyak potensi kejadian kebakaran lahan lahan. Diantara capaian riset adalah pendeteksian kebakaran
di suatu wilayah. Secara lengkap bagaimana satelit penginderaan hutan, pendeteksian perubahan tutupan lahan dan pengukuran
jauh memantau kebakaran lahan/hutan di suatu wilayah suhu permukaan bumi. Suhu permukaan bumi dipadukan dengan
diilustrasikan dalam gambar 2. Pada gambar 2. menjelaskan data albedo (fraksi cahaya yang dipantulkan permukaan bumi)
bahwa jika terjadi kebakaran lahan/hutan di suatu lokasi maka dimanfaatkan untuk pemodelan iklim. Dengan resolusi spasial
bisa di deteksi oleh satelit dalam satu titik hotspot (kiri), dua yang semakin tinggi, dimungkinkan riset tentang prakiraan,
kejadian kebakaran masih dalam radius 500 m dapat dideteksi dampak serta adaptasi regional yang diperlukan dalam
hanya satu titik hotspot (tengah), sebaliknya kejadian kebakaran menghadap perubahan lingkungan.
yang sangat besar dapat dideteksi sebagai 4 atau lebih. Ilustrasi
ini menggambarkan bahwa titik hotspot tidak sama dengan 2.4. Koreksi Citra
jumlah titik hotspot kejadian kebakaran lahan dan hutan di
lapangan. Data penginderaan jauh digital merupakan data yang dapat
diperoleh, disimpan, dimanipulasi, dan ditampilkan dengan baris
Selain itu yang perlu juga diperhatikan terkait hotspot adalah logika biner (Danoedoro, 2012). Sensor yang terdapat pada satelit
koordinat hotspot. Koordinat lokasi hotspot yang diekstraksi dari pengindraan jauh merekam energi matahari yang dipancarkan
data satelit tidak selalu tepat dengan koordinat lokasi di lapangan. oleh objek tertentu yang melewati atmosfir, sehingga energi yang
Salah satu penyebabnya adalah karena posisi koordinat lokasi terekam oleh sensor merupakan energi pantulan dan bias
hotspot dari data satelit diekstrak pada posisi tengah piksel atmosfir. Energi yang direkam tersebut dijadikan sebagai sinyal
(center of pixel). Oleh karena itu jika ada kejadian kebakaran energi analog kemudian dikonversi menjadi digital number
hutan di lapangan yang berada di lokasi pinggir piksel maka yang (DN).
koordinat yang akan diekstrak oleh satelit adalah posisi tengah
piksel.
2.4.1. Koreksi Geometrik: Koreksi geometrik (Mather, 2004) (𝒙′ −𝒙)𝟐 +(𝒚′−𝒚)𝟐
merupakan transformasi citra penginderaan jauh sehingga citra 𝑅𝑀𝑆𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 =√ (3)
𝒏
tesebut memiliki sifat, bentuk, skala, dan proyeksi peta. Koreksi
geometrik dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu: 1). Koreksi
Dimana x’, y’= koordinat citra hasil koreksi geometrik
geometrik sistematik, merupakan koreksi pada kesalahan
x, y = koordinat titik kontrol tanah pada bidang referensi
geometrik yang disebabkan karena kesalahan sensor sehingga
n = Jumlah titik referensi (GCP)
diperlukan informasi mengenai sensor dan data ephemeris saat
dilakukan pemotretan untuk mengkoreksi kesalahan tersebut.
2.6. Klasifikasi Digital
Dilakukan Transformasi ini diterapkan pada raw data dan dapat
mengubah bentuk kerangka. 2). Koreksi geometrik non- Berdasarkan tingkat otomatisnya, klasifikasi citra multispektral
sistematik, mrupakan koreksi pada kesalahan geometrik yang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu: klasifikasi terkontrol
disebabkan karena orbit, perilaku satelit, dan efek rotasi bumi. (supervised classification) dan klasifikasi tidak terkontrol
Diperlukan titik kontrol tanah atau GCP (Ground Control Point) (unsupervised classification). Klasifikasi digital termasuk
yang permanen dan tersebar merata untuk mengkoreksinya. klasifikasi terkontrol (supervised classification) yang membagi
Berdasarkan titik-titik GCP tersebut, sistem proyeksi citra kelas objek berdasarkan nilai piksel sampel dari tiap kelas.
mengikuti sistem proyeksi koordinat referensi. Kegiatan yang Metode klasifikasi terkontol dapat dilakukan menggunakan
dilakukan untuk menghasilkan citra yang terkoreksi geometrik persamaan maximum likelihood. Algoritma maximum likelihood
memerlukan tahapan berikut: (1). Transformasi koordinat, memperhitungkan kemiripan setiap piksel dengan asumsi bahwa
koreksi geometrik menggunakan persamaan polinomial untuk objek homogen selalu menampilkan histogram yang terdistribusi
melakukan transformasi 2D. Transformasi polinomial dapat normal. Piksel diklasifikasikan sebagai kelas tertentu seperti
dilihat pada rumus berikut ini: bentuk, ukuran, dan orientasi sampel yberupa elipsoida. Ukuran
elipsoida ditentukan oleh variansi pada tiap saluran, sedangkan
Xc = a0 + a1. Xp + a2.Yp (1) bentuk dan orientasi elipsoida ditentukan oleh kovariannya
Yc = b0 + b1. Xp + b2.Yp (2) (Danoedoro, 2012).
Dimana Xp, Yp = posisi objek koordinat peta 2.7. Pengolahan Data Hotspot pada Citra MODIS
Xc, Yc = posisi objek koordinat citra
a0,a1,a2,b0,b1,b2 = parameter transformasi Satelit penginderaan jauh memotret informasi permukaan bumi
seperti kebakaran lahan dan hutan yang dikirimkan melalui
(2). Resampling merupakan proses penentuan kembali nilai antena pada stasiun bumi dan disimpan dalam media penyimpan
piksel sehubungan dengan koordinat baru setelah transformasi data yang baik. Data tersebut kemudian diproses secara otomatis
koordinat. Terdapat 3 (tiga) metode dalam melakukan dengan menggunakan algoritma tertentu sehingga menghasilkan
resampling yaitu: nearest neighbour, bilinear, dan bicubic. informasi hotspot. Terdapat 7 (tujuh) spektrum gelombang
elektromagnetik yang digunakan dalam menganalisis hotspot
Pengecekan ketepatan pada titik GCP perlu dilakukan untuk dari data MODIS (Giglio et al,2016) yaitu: spektrum thermal 4
mengetahui tingkat akurasinya. Pengecekan akurasi ini dilakukan µm, 11 µm, dan 12 µm, serta reflektansi spektrum 0,65 µm, 0,86
dengan menghitung kesalahan RMSE (Root Mean Square Error) µm, dan 2,1 µm yang digunakan untuk meminimalisasikan
dari titik kontrol yang dipilih. Nilai RMSE diusahakan tidak lebih gangguan awan, pantulan sinar matahari terhadap lautan (sun
dari 1 piksel. Semakin kecil nilai RMSE maka semakin teliti glint), pesisir, serta pembukaan hutan. Secara lebih lengkap dapat
dalam menentuan titik GCP pada citra. dilihat ada Tabel 3.
Sensor MODIS menerapkan algoritma yang berbeda untuk 3.1. Setting Penelitian
mendapatkan sebaran titik panas dari suatu citra. Algoritma
tersebut dijelaskan pada Tabel 4. 3.1.1. Waktu penelitian: Perencanaan jadwal penelitian
digunakan sebagai estimasi waktu dalam melakukan penelitian
Siang Hari Malam Hari sehingga seuatu penelitian dapat selesai sesuai dengan waktu
Contextual Absolute Contextual Absolute yang direncakan. Adapun rencana tersebut dapat dilihat pada
Algorithm Algorithm Algorithm Algorithm Tabel 6 sebagai berikut :
T4 > T4b + T4 > 320°K T4 > T4b + T4 > 330°K
4δT4b atau 4δT4b atau Bulan
T4 > 320°K T4 > 315°K No. Kegiatan
Januari Februari
∆T41 > ∆T41 > 2018 2018
∆T41b + ∆T41b + 1 Tahap persiapan v
4δ∆T41b 4δ∆T41b Pengumpulan data v
2
atau ∆T41 > atau ∆T41 > penelitian
20°K 10°K Pengolahan data citra v
3
Tabel 4. Algoritma Mendapatkan Titik Panas Citra MODIS satelit
(LAPAN, 2007) Uji akurasi data dengan v
melakukan pengecekan
4
Dimana T41 = T4 – T11 hasil pengolahan data di
T4b = Suhu kenampakan latar belakang (background lapangan
temperature) kanal 4 μm, yaitu suhu kenampakan 5
Finishing visualisasi peta v
dari piksel-piksel sekitarnya (21 x 21 piksel) sebaran titik panas
δT4b = Standard deviasi suhu kenampakan latar 6 Penyusunan laporan v
belakang kanal 4 μm Tabel 6. Rencana Jadwal Penelitian
∆T41b = T4b – T11b
3.1.2. Lokasi Penelitian: Penelitian ini dilakukan di daerah
Selang kepercayaan atau confidence level menunjukkan tingkat Kabupaten Blora. Berdasarkan letak geografis, daerah
kepercayaan bahwa hotspot yang dipantau dari data satelit Kabupaten Blora terletak pada 111°15’48” sampai 111°35’21”
penginderaan jauh merupakan benar-benar kejadian kebakaran BT dan 6°51’20” sampai 6°54’38” LS. Wilayah ini memiliki luas
yang sebenarnya di lapangan. Semakin tinggi selang wilayah sebesar 1.821,59 km2. Pemilihan lokasi ini didasari
kepercayaan, maka semakin tinggi pula potensi bahwa hotspot pertimbangan bahwa: 1). Kabupaten Blora merupakan salah satu
tersebut adalah benar-benar kebakaran lahan atau hutan yang wilayah yang memiliki luas hutan terbesar di pulau Jawa dengan
terjadi. Menurut Giglio (2015) dalam MODIS Active Fire luas hutan sebesar 74.296,8 hektar. 3). Dominasi vegetasi pohon
Product User's Guide membagi tiga kelas tingkat kepercayaan jati di wilayah Kabupaten Blora dan terjadinya musim kemarau
yang dijelaskan pada Tabel 5. panjang menyebabkan kebakaran di beberapa titik hutan.
μ = 1σ (6)
Uji Akurasi
Identifikasi area terbakar dinyatakan sebagai area terbakar
Memenuhi apabila nilainya lebih kecil dari nilai threshold.