Anda di halaman 1dari 7

PEMANFAATAN CITRA SATELIT MODIS UNTUK IDENTIFIKASI

SEBARAN TITIK PANAS KAWASAN HUTAN JATI


(STUDI KASUS : KABUPATEN BLORA)

Resiyana Hanifatuzzulfah

Jurusan Teknik Geodesi S-1, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Malang,
Jalan Bendungan Sigura-gura No. 2 Lowokwaru, Kecamatan Sumbersari, Kota Malang - resiyana96@gmail.com

KATA KUNCI : Penginderaan Jauh, Citra Satelit, MODIS, Threshold, Kebakaran Hutan, Titik Panas.

ABSTRAK :

Sampai sekarang penanganan kebakaran hutan di Kabupaten Blora masih dilakukan secara tradisional sehingga membutuhkan waktu
yang lebih lama. Padahal saat ini telah berkembang teknologi penginderaan jauh (remote sensing) yang bisa menangani kebakaran
hutan secara lebih cepat. Oleh karena itu dalam penulisan ini bertujuan untuk mengetahui persebaran titik-titik panas kebakaran hutan
dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh citra satelit dan mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
memanfaatkan teknologi tersebut. Teknologi penginderaan jauh yang digunakan untuk mendeteksi persebaran titik panas kebakaran
hutan adalah citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). Penentuan persebaran titik panas tersebut
menggunakan nilai threshold dengan menghitung nilai NBR (Normalized Burn Ration). Sedangkan cara mengidentifikasi area yang
terbakar menggunakan rumus rata-rata dan standar deviasi. Adapun tingkat akurasi data hasil perhitungan dan pengolahan dapat
diketahui dengan menghitung nilai ICSI (Individual Classification Success Index).

1. PENDAHULUAN objek yang diamati. Data citra satelit yang dapat digunakan
dalam mendeteksi kebakaran hutan yaitu MODIS, NOAA-
1.1. Latar Belakang AVHRR, Landsat, Ikonos dll. Mengingat ada berbagai
keterbatasan yang ada dan agar pembahasannya lebih fokus maka
Kabupaten Blora merupakan salah satu daerah yang memiliki penelitian ini akan memanfaatkan data citra satelit MODIS
kawasan hutan terbesar di pulau Jawa. Daerah ini memiliki luas (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dalam
hutan sebesar 74.296,8 hektar. Vegetasi terbesar pada area hutan mengidentifikasi persebaran titik-titik panas (hotspot) kebakan
Kabupaten Blora berupa pohon jati. Pohon ini menjadi aset yang hutan. Citra ini mengamati permukaan bumi selama 1 sampai 2
berharga karena kualitas pohon yang sangat baik. Hal ini hari dengan whisk-broom scanning imaging radiometer yang
menjadikan produk jati diminati baik dalam negeri maupun luar memiliki resolusi spasial berkisar 250 sampai 1000 meter
negeri. Oleh karena itu keberadaan pohon ini harus dilestarikan. (Janseen & Hurneeman, 2001).
Salah satu cara melestarikan pohon jati tersebut dapat dilakukan
dengan meminimalisasikan kebakaran hutan. Gambaran yang telah diuraian di atas, mendorong Peneliti untuk
mengetahui persebaran titik-titik api (hotspot) pada kasus
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.12/Menhut-II/2009 kebakan hutan dengan memanfaatkan data citra satelit MODIS.
tentang pengendalian kebakaran hutan menjelaskan bahwa Adapun objek penelitian ini dipilih dilakukan di kawasan hutan
kebakaran hutan merupakan suatu keadaan dimana hutan dilanda jati Kabupaten Blora. yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil pemerintah dalam melakukan penanggulangan dan upaya
hutan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai terpadu sehingga diharapkan dapat meminimalisasikan dampak
lingkungan. Kebakaran hutan terjadi karena beberapa faktor kebakaran hutan yang terjadi.
seperti faktor alam dan manusia. Faktor alam tersebut disebabkan
karena daun-daun kering pohon jati yang meranggas disertai suhu 1.2. Rumusan Masalah
yang tinggi, sedangkan faktor manusia disebabkan karena
masyarakat secara sengaja membakar hutan untuk kepentingan Berdasakan uraian pada latar belakang yang telah dijelaskan
pribadi, seperti mengubah fungsi hutan menjadi area pertanian, sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
mengambil kayu untuk memenuhi kebutuhan. 1). Bagaimana cara memanfaatkan citra satelit MODIS untuk
mengidentifikasi persebaran titik-titik panas kebakaran hutan di
Kebakaran hutan menjadi perhatian masyarakat karena dapat kawasan hutan jati Kabupaten Blora? 2). Hal apa saja yang
mengganggu ekosistem hutan, kerugian material, bahkan diperhatikan untuk memanfaatkan metode ini?
berdampak terhadap kesehatan. Kebakaran yang terjadi setiap
tahunnya menandakan perlu diadakan upaya pencegahan dan 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
upaya terpadu sehingga dapat meminimalisasikan dampak
terjadinya kebakaran hutan. Oleh karena itu, diperlukan 1.3.1. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk 1).
teknologi yang dapat mengetahui persebaran titik-titik api pada Mengidentifikasi persebaran titik-titik panas kebakaran hutan di
area yang luas dan dapat dilakukan dengan waktu yang relatif kawasan hutan jati yang berada di Kabupaten Blora dengan
lebih cepat. Pendekteksian kebakaran hutan dapat dilakukan menggunakan teknologi citra satelit MODIS dan 2). Mengetahui
menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing). faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar dapat memanfaatkan
teknologi citra satelit MODIS dalam mengidentifikasi persebaran
Teknologi penginderaan jauh memanfaatkan data citra satelit titik-titik panas kebakaran hutan.
untuk melakukan akuisisi data tanpa kontak langsung dengan
1.3.2. Manfaat Penelitian: Manfaat penelitian ini yaitu: 1). menjadi format yang siap dipakai, diantaranya berupa citra. Citra
Bagi pihak peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah ini kemudian diinterpretasikan untuk menyarikan informasi
wawasan dan pengalaman terkait pemanfaatan teknologi mengenai target (Puntodewo, dkk., 2003).
penginderaan jauh dalam mengidentifikasi titik-titik panas
kebakaran hutan. 2). Bagi pihak kampus, penelitian dapat 2.1.1. Sistem Satelit: Sistem satelit dalam penginderaan
digunakan sebagai referensi dalam melakukan penelitian- jauh tersusun dari penyiam (scanner) dengan dilengkapi sensor
penelitian selanjutnya. 3). Bagi pihak pemerintah Kabupaten pada wahana (platform) satelit. Sensor tersebut dilengkapi oleh
Blora, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam detektor (Chrisnawati, 2008). Untuk lebih jelasnya dapat
mengambil kebijakan guna melakukan upaya penanggulangan diuraikan sebagai berikut: 1) Penyiam merupakan sistem
bencana akibat kebakaran hutan, sehingga dapat meminimalisasi perolehan data secara keseluruhan termasuk sensor dan detektor.
kerugian yang ditimbulkan. 2) Sensor dipergunakan untuk menangkap energi dan
mengubahnya dalam bentuk sinyal dan menyajikannya ke dalam
1.4. Batasan Masalah bentuk yang sesuai dengan informasi yang diinginkan. 3)
Detektor merupakan alat pada sistem sensor yang merekam
Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1). radiasi elektromagnetik.
Penelitian ini menggunakan data citra satelit MODIS. 2).
Penelitian ini mengidentifikasi titik-titik panas pada kebakaran 2.1.2. Radiasi Elektromagnetik: Energi elektromagnetik
hutan di kawasan hutan jati kabupaten Blora. adalah sebuah komponen utama dari kebanyakan sistem
penginderaan jauh untuk lingkungan hidup yaitu sebagai medium
1.5. Sistematika Penulisan untuk pengirim informasi dari target kepada sensor (Puntodewo,
dkk., 2003). Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang
Bab I Pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang, dengan beberapa karakter yang bisa diukur yaitu panjang
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan gelombang (wavelength), frekuensi, amplitudo. Semakin panjang
masalah, dan sistematika penulisan. Bab II Dasar Teori yang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan semakin
menjelaskan tentang teori-teori yang berhubungan dengan topik pendek suatu gelombang semakin tinggi frekuensinya.
penelitian yang dilakukan, seperti penginderaan jauh, citra satelit
MODIS, titik panas (hotspot), kebakaran hutan. Bab III Susunan semua bentuk gelombang elektromagetik berdasarkan
Metodologi Penelitian yang menguraikan tetang bahan dan alat panjang gelombang dan frekuensinya disebut spektrum
yang digunakan dalam melakukan penelitian, tahapan penelitian, elektromagnetik. Spektrum elektromagnetik disusun berdasarkan
jadwal penelitian, dan diagram alir proses penelitian. panjang gelombang yang mencakup kisaran energi yang sangat
rendah dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah
(seperti gelombang radio) sampai ke energi yang sangat tinggi
2. DASAR TEORI dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi (seperti
radiasi X-Ray dan Gamma).
2.1. Penginderaan Jauh
2.1.3. Sensor: Sensor merupakan piranti untuk mendeteksi
Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh dan/atau merekam tenaga elektromagnetik (Sutanto, 1994).
informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan Tenaga yang datang dari obyek di permukaan bumi diterima dan
meganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa direkam oleh sensor. Tiap sensor mempunyai kepekaan tersendiri
kontak langsung (sensor) terhadap obyek, daerah, atau gejala terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Disamping itu juga
yang dikaji (Sutanto, 1994). Pada umumnya sensor dipasang kepekaannya berbeda dalam merekam obyek terkecil yang masih
pada wahana yang berupa pesawat terbang, satelit, pesawat dapat dikenali dan dibedakan terhadap obyek lain atau terhadap
ulang-alik, atau wahana lainnya. lingkungan sekitarnya. Kemampuan sensor untuk menyajikan
gambaran obyek terkecil ini disebut resolusi spasial. Semakin
Penginderaan jauh adalah pengambilan atau pengukuran data kecil obyek yang direkam olehnya, semakin baik kualitas
atau informasi mengenai sifat dari sebuah fenomena, objek, atau sensornya.
benda dengan menggunakan sebuah alat perekam tanpa
berhubungan langsung dengan objek atau benda tersebut Berdasarkan atas proses perekamannya, sensor dibedakan atas
(Puntodewo, dkk., 2003). Empat komponen dasar dari sistem sensor fotografik dan sensor elektronik. Pada sensor fotografik,
penginderaan jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi, proses perekamannya berlangsung dengan cara kimiawi. Tenaga
dan sensor yang dapat dilihat pada gambar 1. elektromagnetik diterima dan direkam pada lapisan emulsi film
yang apabila diproses akan menghasilkan foto.
Transmisi Berbeda dengan sensor fotografik, sensor elektromagnetik
Target menggunakan tenaga elektrik dalam bentuk sinyal elektrik. Alat
Sensor
penerima dan perekamannya berupa pita magnetik atau detektor
lainnya, bukan film. Pemrosesan menjadi citra dapat dilakukan
dengan 2 (dua) cara yaitu memotret data yang direkam oleh pita
Sumber Energi magnetik yang telah diwujudkan secara visual pada sejenis layar
televisi, atau menggunakan film perekam khusus.
Gambar 1. Komponen Dasar Penginderaan Jauh
2.1.4. Resolusi Sensor: Setiap aplikasi penginderaan jauh
Sumber energi yang memancarkan energi elektromagnetik pada mempunyai kebutuhan khusus mengenai luas cakupan area,
target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan frekuensi pengukuran, dan tipe energi yang akan dideteksi.
sekaligs berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi Berdasarkan resolusi yang digunakan, citra hasil penginderaan
dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang jarak jauh bisa dibedakan atas (Jaya, 2002) : 1). Resolusi spasial,
mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature)
dicatat, data akan dikirim ke stasiun penerima dan diproses permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan
disekitarnya, atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. 2).
Resolusi spektral, merupakan dimensi dan jumlah daerah
panjang gelombang yang sensitif terhadap sensor. 3). Resolusi
radiometrik, merupakan ukuran sensitifitas sensor untuk
membedakan aliran radiasi (radiation flux) yang dipantulkan atau
diemisikan suatu objek oleh permukaan bumi. 4). Resolusi
temporal, merupakan frekuensi suatu sistem sensor merekam
suatu areal yang sama (revisit).

2.1.5. Karakteristik Citra: Setelah data dikumpulkan dan


dikirimkan ke stasiun penerima, data tersebut harus diproses dan
diubah ke dalam format yang bisa diinterpretasi. Untuk itu data
harus diproses ditajamkan, dan dimanipulasi. Teknik-teknik
tersebut disebut pengolah citra (Puntodewo, dkk., 2003).
Gambar 2. Ilustrasi Kebakaran Lahan Menggunakan Data Citra
Data citra satelit dikirm ke stasiun penerima dalam bentuk format Satelit Penginderaan Jauh (Giglio et al, 2003)
digital mentah merupakan sekumpulan data numerik. Unit
terkecil dari data digital adalah bit, yaitu angka biner 0 atau 1. 2.3. Citra Satelit MODIS
Kumpulan dari data sejumlah 8 bit data adalah sebuah unit data
yang disebut byte, dengan nilai dari 0 – 255. Dalam hal citra MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer)
digital nilai level energi dituliskan dalam satuan byte. Kumpulan mengamati seluruh permukaan bumi setiap 1-2 hari dengan
byte ini dengan struktur tertentu bisa dibaca oleh software dan whisk-broom scanning imaging radiometer. MODIS dengan
disebut citra digital 8 bit. lebar view/tampilan (lebih 2300 km) menyediakan citra radiasi
matahari yang direfleksikan pada siang hari dan emisi termal 13
Piksel (picture element) adalah titik yang merupakan elemen siang/malam diseluruh penjuru bumi. Resolusi spasial MODIS
paling kecil pada citra satelit. Angka numerik (1 byte) dari piksel berkisar dari 250-1000 m (Janssen & Huurneman, 2001).
disebut digital number (DN). DN bisa ditampilkan dalam wahana
kelabu, berkisar antara putih dan hitam (grayscale) tergantung MODIS mengorbit bumi secara polar (arah utara-selatan) pada
level energi yang terdeteksi. Piksel yang disusun dalam order ketinggian 705 km dan melewati garis khatulistiwa pada jam
yang benar akan mebentuk sebuah citra. 10:30 waktu lokal. Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi
setiap putarannya sekitar 2330 km. Pantulan gelombang
2.2. Hotspot (Titik Panas) elektromagnetik yang diterima sensor MODIS sebanyak 36 band
(36 interval panjang gelombang). Data terkirim dari satelit
Hotspot secara definisi dapat diartikan sebagai daerah yang dengan kecepatan 11 mega bytes setiap detik dengan resolusi
memiliki suhu permukaan relatif lebih tinggi dibandingkan radiometrik 12 bit, artinya obyek dapat dideteksi dan dibedakan
daerah di sekitarnya berdasarkan ambang batas suhu tertentu sampai 212 (= 4.096) derajat keabuan (grey levels). Satu elemen
yang terpantau oleh satelit penginderaan jauh. Tipologinya citranya (piksel) berukuran 250 m (band 1-2), 500 m (band 3-7)
adalah titik dan dihitung sebagai jumlah bukan suatu luasan. dan 1.000 m (band 8-36). Di dalam dunia penginderaan jauh
Hotspot adalah hasil deteksi kebakaran hutan/lahan pada ukuran (remote sensing), ini dikenal dengan resolusi spasial. MODIS
piksel tertentu (misal 1 km x 1 km) yang kemungkinan terbakar dapat mengamati tempat yang sama di permukaan bumi setiap
pada saat satelit melintas pada kondisi relatif bebas awan dengan hari, untuk kawasan di atas lintang 30, dan setiap 2 hari, untuk
menggunakan algoritma tertentu (Giglio et al, 2003). kawasan di bawah lintang 30, termasuk Indonesia.

Hotspot biasanya digunakan sebagai indikator kebakaran lahan Produk MODIS dikatagorikan menjadi tiga bagian yaitu: produk
dan hutan di suatu wilayah, sehingga semakin banyak titik pengamatan vegetasi, radiasi permukaan bumi, dan tutupan
hotspot, maka semakin banyak potensi kejadian kebakaran lahan lahan. Diantara capaian riset adalah pendeteksian kebakaran
di suatu wilayah. Secara lengkap bagaimana satelit penginderaan hutan, pendeteksian perubahan tutupan lahan dan pengukuran
jauh memantau kebakaran lahan/hutan di suatu wilayah suhu permukaan bumi. Suhu permukaan bumi dipadukan dengan
diilustrasikan dalam gambar 2. Pada gambar 2. menjelaskan data albedo (fraksi cahaya yang dipantulkan permukaan bumi)
bahwa jika terjadi kebakaran lahan/hutan di suatu lokasi maka dimanfaatkan untuk pemodelan iklim. Dengan resolusi spasial
bisa di deteksi oleh satelit dalam satu titik hotspot (kiri), dua yang semakin tinggi, dimungkinkan riset tentang prakiraan,
kejadian kebakaran masih dalam radius 500 m dapat dideteksi dampak serta adaptasi regional yang diperlukan dalam
hanya satu titik hotspot (tengah), sebaliknya kejadian kebakaran menghadap perubahan lingkungan.
yang sangat besar dapat dideteksi sebagai 4 atau lebih. Ilustrasi
ini menggambarkan bahwa titik hotspot tidak sama dengan 2.4. Koreksi Citra
jumlah titik hotspot kejadian kebakaran lahan dan hutan di
lapangan. Data penginderaan jauh digital merupakan data yang dapat
diperoleh, disimpan, dimanipulasi, dan ditampilkan dengan baris
Selain itu yang perlu juga diperhatikan terkait hotspot adalah logika biner (Danoedoro, 2012). Sensor yang terdapat pada satelit
koordinat hotspot. Koordinat lokasi hotspot yang diekstraksi dari pengindraan jauh merekam energi matahari yang dipancarkan
data satelit tidak selalu tepat dengan koordinat lokasi di lapangan. oleh objek tertentu yang melewati atmosfir, sehingga energi yang
Salah satu penyebabnya adalah karena posisi koordinat lokasi terekam oleh sensor merupakan energi pantulan dan bias
hotspot dari data satelit diekstrak pada posisi tengah piksel atmosfir. Energi yang direkam tersebut dijadikan sebagai sinyal
(center of pixel). Oleh karena itu jika ada kejadian kebakaran energi analog kemudian dikonversi menjadi digital number
hutan di lapangan yang berada di lokasi pinggir piksel maka yang (DN).
koordinat yang akan diekstrak oleh satelit adalah posisi tengah
piksel.
2.4.1. Koreksi Geometrik: Koreksi geometrik (Mather, 2004) (𝒙′ −𝒙)𝟐 +(𝒚′−𝒚)𝟐
merupakan transformasi citra penginderaan jauh sehingga citra 𝑅𝑀𝑆𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 =√ (3)
𝒏
tesebut memiliki sifat, bentuk, skala, dan proyeksi peta. Koreksi
geometrik dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu: 1). Koreksi
Dimana x’, y’= koordinat citra hasil koreksi geometrik
geometrik sistematik, merupakan koreksi pada kesalahan
x, y = koordinat titik kontrol tanah pada bidang referensi
geometrik yang disebabkan karena kesalahan sensor sehingga
n = Jumlah titik referensi (GCP)
diperlukan informasi mengenai sensor dan data ephemeris saat
dilakukan pemotretan untuk mengkoreksi kesalahan tersebut.
2.6. Klasifikasi Digital
Dilakukan Transformasi ini diterapkan pada raw data dan dapat
mengubah bentuk kerangka. 2). Koreksi geometrik non- Berdasarkan tingkat otomatisnya, klasifikasi citra multispektral
sistematik, mrupakan koreksi pada kesalahan geometrik yang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu: klasifikasi terkontrol
disebabkan karena orbit, perilaku satelit, dan efek rotasi bumi. (supervised classification) dan klasifikasi tidak terkontrol
Diperlukan titik kontrol tanah atau GCP (Ground Control Point) (unsupervised classification). Klasifikasi digital termasuk
yang permanen dan tersebar merata untuk mengkoreksinya. klasifikasi terkontrol (supervised classification) yang membagi
Berdasarkan titik-titik GCP tersebut, sistem proyeksi citra kelas objek berdasarkan nilai piksel sampel dari tiap kelas.
mengikuti sistem proyeksi koordinat referensi. Kegiatan yang Metode klasifikasi terkontol dapat dilakukan menggunakan
dilakukan untuk menghasilkan citra yang terkoreksi geometrik persamaan maximum likelihood. Algoritma maximum likelihood
memerlukan tahapan berikut: (1). Transformasi koordinat, memperhitungkan kemiripan setiap piksel dengan asumsi bahwa
koreksi geometrik menggunakan persamaan polinomial untuk objek homogen selalu menampilkan histogram yang terdistribusi
melakukan transformasi 2D. Transformasi polinomial dapat normal. Piksel diklasifikasikan sebagai kelas tertentu seperti
dilihat pada rumus berikut ini: bentuk, ukuran, dan orientasi sampel yberupa elipsoida. Ukuran
elipsoida ditentukan oleh variansi pada tiap saluran, sedangkan
Xc = a0 + a1. Xp + a2.Yp (1) bentuk dan orientasi elipsoida ditentukan oleh kovariannya
Yc = b0 + b1. Xp + b2.Yp (2) (Danoedoro, 2012).
Dimana Xp, Yp = posisi objek koordinat peta 2.7. Pengolahan Data Hotspot pada Citra MODIS
Xc, Yc = posisi objek koordinat citra
a0,a1,a2,b0,b1,b2 = parameter transformasi Satelit penginderaan jauh memotret informasi permukaan bumi
seperti kebakaran lahan dan hutan yang dikirimkan melalui
(2). Resampling merupakan proses penentuan kembali nilai antena pada stasiun bumi dan disimpan dalam media penyimpan
piksel sehubungan dengan koordinat baru setelah transformasi data yang baik. Data tersebut kemudian diproses secara otomatis
koordinat. Terdapat 3 (tiga) metode dalam melakukan dengan menggunakan algoritma tertentu sehingga menghasilkan
resampling yaitu: nearest neighbour, bilinear, dan bicubic. informasi hotspot. Terdapat 7 (tujuh) spektrum gelombang
elektromagnetik yang digunakan dalam menganalisis hotspot
Pengecekan ketepatan pada titik GCP perlu dilakukan untuk dari data MODIS (Giglio et al,2016) yaitu: spektrum thermal 4
mengetahui tingkat akurasinya. Pengecekan akurasi ini dilakukan µm, 11 µm, dan 12 µm, serta reflektansi spektrum 0,65 µm, 0,86
dengan menghitung kesalahan RMSE (Root Mean Square Error) µm, dan 2,1 µm yang digunakan untuk meminimalisasikan
dari titik kontrol yang dipilih. Nilai RMSE diusahakan tidak lebih gangguan awan, pantulan sinar matahari terhadap lautan (sun
dari 1 piksel. Semakin kecil nilai RMSE maka semakin teliti glint), pesisir, serta pembukaan hutan. Secara lebih lengkap dapat
dalam menentuan titik GCP pada citra. dilihat ada Tabel 3.

2.4.2. Koreksi Radiometrik: Koreksi radiometrik bertujuan Central


untuk memperbaiki nilai piksel dengan mempertimbangkan No.
Wavelength Kegunaan
faktor gangguan atmosfir sebagai sumber kesalahan utama Kanal
(µm)
(Istiarni, 2013). Koreksi radiometrik diperlukan untuk 1 0.65 Meminimalisir kesalahan deteksi
memperbaiki kualitas visual citra dan memperbaiki nilai piksel akibat pantulan sinar matahari
yang tidak sesuai dengan nilai pantulan objek yang sebenarnya. terhadap lautan (sun glint), pesisir,
Salah satu koreksi radiometrik adalah penyesuaian histogram dan awan
(histogram adjustment). Metode ini mengasumsikan bahwa 2 0.86 Meminimalisir kesalahan deteksi
dalam proses loading digital diperoleh respon spektral yang akan akibat sun glint dan pesisir
memberikan nilai 0 (null value) pada respon yang paling lemah. 7 21 Meminimalisir kesalahan deteksi
Apabila hasilnya lebih dari 0 maka nilai tersebut dihitung sebagai akibat sun glint dan pesisir
offset dan koreksinya dilakukan pada seluruh nilai pada saluran 21 4.0 Merupakan kanal yang
tersebut. Besarnya nilai offset diaggap sebagai pengaruh mempunyai kisaran tinggi untuk
gangguan atmosfer (Danoedoro, 2012). deteksi kebakaran
22 4.0 Merupakan kanal yang
2.5. RMSE (Root Mean Square Error) mempunyai kisaran rendah untuk
Root Mean Square error (RMSE) merupakan parameter yang deteksi kebakaran
digunakan untuk mengevaluasi nilai hasil
31 11.0 Mendeteksi kebakaran serta
pengamatan/pengukuran terhadap nilai sebenarnya atau nilai
meminimalisir kesalahan deteksi
yang dianggap benar (Alfurqon, 2007). RMSE ini dihitung
dari awan dan pembukaan hutan
setelah dilakukan transformasi koordinat. Cara mengkoreksinya
(forest clearing
yaitu menguji beberapa titik citra hasil koreksi geometrik
32 12.0 Meminimalisir kesalahan deteksi
terhadap titik kontrol tanah yang sudah tereferensi dengan sistem
akibat awan
koreksi tertentu. Persamaan untuk menghitung besarnya RMSE
Tabel 3. Kanal MODIS yang Digunakan untuk Menganalisis
dalam bidang 2D sebagai berikut (Alfurqon, 2007) :
Hotspot (Giglio et al, 2016)
Urutan proses deteksi hotspot meliputi: 1). Pengolahan hotspot terjadi berulang, dimungkinkan adanya kebakaran di
pemisahan darat dan air. 2). Pengolahan pemisahan awan. 3). wilayah tersebut.
Pengolahan identifikasi piksel yang berpotensi terdapat
kebakaran. 4). Pengolahan analisis piksel sekitarnya (dimensi 21 Jumlah titik hotspot bukan merupakan jumlah kejadian
piksel x 21 piksel). 5) Pengolahan uji nilai ambang batas kebakaran lahan dan hutan yang terjadi melainkan indikator
(threshold). 6). Pengolahan uji kesalahan deteksi (sun glint, adanya kebakaran lahan dan hutan.
gurun, pesisir, pembukaan hutan). 7). Pengolahan analisis tingkat
kepercayaan hotspot. 3. METODOLOGI PENELITIAN

Sensor MODIS menerapkan algoritma yang berbeda untuk 3.1. Setting Penelitian
mendapatkan sebaran titik panas dari suatu citra. Algoritma
tersebut dijelaskan pada Tabel 4. 3.1.1. Waktu penelitian: Perencanaan jadwal penelitian
digunakan sebagai estimasi waktu dalam melakukan penelitian
Siang Hari Malam Hari sehingga seuatu penelitian dapat selesai sesuai dengan waktu
Contextual Absolute Contextual Absolute yang direncakan. Adapun rencana tersebut dapat dilihat pada
Algorithm Algorithm Algorithm Algorithm Tabel 6 sebagai berikut :
T4 > T4b + T4 > 320°K T4 > T4b + T4 > 330°K
4δT4b atau 4δT4b atau Bulan
T4 > 320°K T4 > 315°K No. Kegiatan
Januari Februari
∆T41 > ∆T41 > 2018 2018
∆T41b + ∆T41b + 1 Tahap persiapan v
4δ∆T41b 4δ∆T41b Pengumpulan data v
2
atau ∆T41 > atau ∆T41 > penelitian
20°K 10°K Pengolahan data citra v
3
Tabel 4. Algoritma Mendapatkan Titik Panas Citra MODIS satelit
(LAPAN, 2007) Uji akurasi data dengan v
melakukan pengecekan
4
Dimana T41 = T4 – T11 hasil pengolahan data di
T4b = Suhu kenampakan latar belakang (background lapangan
temperature) kanal 4 μm, yaitu suhu kenampakan 5
Finishing visualisasi peta v
dari piksel-piksel sekitarnya (21 x 21 piksel) sebaran titik panas
δT4b = Standard deviasi suhu kenampakan latar 6 Penyusunan laporan v
belakang kanal 4 μm Tabel 6. Rencana Jadwal Penelitian
∆T41b = T4b – T11b
3.1.2. Lokasi Penelitian: Penelitian ini dilakukan di daerah
Selang kepercayaan atau confidence level menunjukkan tingkat Kabupaten Blora. Berdasarkan letak geografis, daerah
kepercayaan bahwa hotspot yang dipantau dari data satelit Kabupaten Blora terletak pada 111°15’48” sampai 111°35’21”
penginderaan jauh merupakan benar-benar kejadian kebakaran BT dan 6°51’20” sampai 6°54’38” LS. Wilayah ini memiliki luas
yang sebenarnya di lapangan. Semakin tinggi selang wilayah sebesar 1.821,59 km2. Pemilihan lokasi ini didasari
kepercayaan, maka semakin tinggi pula potensi bahwa hotspot pertimbangan bahwa: 1). Kabupaten Blora merupakan salah satu
tersebut adalah benar-benar kebakaran lahan atau hutan yang wilayah yang memiliki luas hutan terbesar di pulau Jawa dengan
terjadi. Menurut Giglio (2015) dalam MODIS Active Fire luas hutan sebesar 74.296,8 hektar. 3). Dominasi vegetasi pohon
Product User's Guide membagi tiga kelas tingkat kepercayaan jati di wilayah Kabupaten Blora dan terjadinya musim kemarau
yang dijelaskan pada Tabel 5. panjang menyebabkan kebakaran di beberapa titik hutan.

Tingkat Kepercayaan 3.2. Alat dan Bahan Penelitian


Kelas Tindakan
(C)
Perlu Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan
0% ≤ C ≤ 30% Rendah penelitian mengidentifikasi sebaran titik panas menggunakan
diperhatikan
citra MODIS yaitu:
30% ≤ C ≤ 80% Normal Waspada
Segera 3.2.1. Alat: Peralatan yang digunakan dalam melakukan
80% ≤ C ≤ 100% Tinggi penelitian ini yaitu: laptop, software ENVI 4.8, Microsoft office
penaggulangan
Tabel 5. Makna Selang Kepercayaan dalam Informasi Hotspot 2016, software ArcGIS 10.3.
(Giglio, 2015)
3.2.2. Bahan: Bahan yang dibutuhkan dalam melakukan
penelitian ini yaitu: data citra satelit Aqua MODIS bulan Agustus
Selain informasi selang kepercayaan sebagai penanda adanya
2017, data kebakaran hutan Kabupaten Blora, peta administrasi
kebakaran lahan dan hutan, berikut adalah ciri-ciri hotspot yang
Kabupaten Blora skala 1 : 1.000.000.
benar-benar terjadi kebakaran lahan atau hutan antara lain: 1).
Hotspot bergerombol, biasanya kebakaran lahan yang cukup
besar tidak dideteksi hanya sebagai satu hotspot karena efek 3.3. Tahapan Penelitian
panasnya menyebar ke lingkungannya. 2). Hotspot disertai Penelitian tentang mengidentifikasi sebaran titik panas di daerah
dengan asap, dalam menganalisa titik api sebagai penanda kawasan hutan jati Kabupaten Blora dengan citra MODIS dapat
kebakaran lahan/hutan, maka perlu juga dilihat RGB (red, green, digambarkan pada diagram alir 7.
blue) citra yang bersangkutan, sehingga dapat diketahui apakah
titik hotspot tersebut terdapat asap atau tidak dalam citra. 3). Titik
3.3.2. Koreksi geometrik: Koreksi geomterik terdiri dari dua
Mulai proses yaitu registrasi dan rektifikasi citra dengan menggunakan
minimal 3 (tiga) GCP (Ground Control Point). Registrasi
merupakan proses menyamakan koordinat suatu citra dengan
mengacu terhadap koordinat sistem proyeksi tertentu, sedangkan
Peta RBI Citra Aqua MODIS Peta rektifikasi merupakan proses transformasi suatu sistem grid ke
Administrasi sistem grid yang lain menggunakan persamaan tertentu. Apabila
hasil koreksi ini didapatkan nilai RMSE < 1 piksel, maka citra
memiliki spesifikasi sebagai citra yang terkoreksi geometrik.
Koreksi Geometrik
Koreksi ini juga menggunakan peta administrasi sebagai acuan
dalam melakukan koreksi. Peta administrasi dan hasil citra yang
Koreksi Radiometrik sudah terkoreksi geometrik dilakukan proses overlay.

3.3.3. Koreksi radiometrik: Koreksi radiometrik dilakukan


untuk memperbaiki kualitas visual suatu citra dan memperbaiki
RMSE < 1 piksel nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau
Tidak pancaran spektral objek sebenarnya. Proses ini menggunakan
software ENVI 4.8.
Ya
3.3.4. Perhitungan nilai NBR (Normalized Burn Ratio):
Citra MODIS terkoreksi
Proses perhitungan NBR dilakukan untuk melakukan klasifikasi
geometrik dan radiometrik area terbakar. Penentuan area terbakar menggunakan nilai
threshold (t) dengan rumus (Eidenshink et al, 2007):
𝑁𝐼𝑅 − 𝑆𝑊𝐼𝑅
Perhitungan Nilai NBR NBR = (4)
𝑁𝐼𝑅+𝑆𝑊𝐼𝑅
𝐵2 − 𝐵7
NBR = (5)
𝐵2+𝐵7
Identifikasi Area Terbakar
Dimana NIR = nilai reflektan band NIR (Near infrared)
SWIR = nilai reflektan band SWIR (Short wave
infrared)
Cropping Area B2 = reflektansi kanal 2
B7 = reflektansi kanal 7

Kartografi 3.3.5. Identifikasi area terbakar: Area terbakar


Tidak diidentifikasi berdasarkan model ambang batas (treshold). Nilai
ini menentukan tingkat akurasi area terbakar. Perhitungan ini
dilakukan menggunakan rumus rata-rata (μ) dan standar deviasi
Peta Sebaran (σ) yang masing-masing nilai diperoleh dari citra MODIS.
Titik-titik Panas Rumus yang digunakan untuk menentukan area terbakar yaitu
(Herwanda & Sukojo, 2016):

μ = 1σ (6)
Uji Akurasi
Identifikasi area terbakar dinyatakan sebagai area terbakar
Memenuhi apabila nilainya lebih kecil dari nilai threshold.

3.3.6. Cropping citra: Cropping citra dilakukan untuk


Analisis Data mengambil area tertentu agar dapat menghemat memori yang
digunakan dalam pengolahan data sehingga proses dapat
dilakukan lebih cepat (Wiyantoko, 2005). Proses ini dilakukan
menggunakan software ArcGIS 10.3.
Selesai
3.3.7. Kartografi: Kartografi merupakan ilmu dan teknik
pembuatan peta (Prihandito, 1989). Proses ini menggunakan
Gambar 7. Diagram Alir Tahapan Penelitian
software ArcGIS 10.3 untuk menyajikan area yang terbakar
menjadi peta 2D.
3.3.1. Data citra Aqua MODIS: Data citra Aqua MODIS
didapatkan dari hasil download data melalui website 3.4. Analisis Data
https://ladsweb.modaps.eosdis.nasa.gov/ dengan memasukkan
Analisis data dilakukan dengan melakukan uji akurasi data. Cara
waktu pengamatan dan lokasi yang diinginkan. Data citra yang
melakukan uji akurasi tersebut dengan membandingkan hasil
digunakan yaitu reflektansi kanal 1 sampai 7, dengan resolusi
pengolahan data citra satelit MODIS dengan data acuan. Tingkat
spasial 250 meter untuk kanal 1 dan 2 dan resolusi 500 meter
akurasi area yang terbakar dapat diketahui dengan nilai ICSI
untuk kanal 3 sampai 7. Sedangkan data kebakaran hutan
(Koukoulas & Blackburn, 2001):
diperoleh dari dinas kehutanan Kabupaten Blora dan peta
administrasi diperoleh dari BAPPEDA.
ICSI = 1 – error of omm % + errror of comm % (7) Mather, P.M., 2004. Computer Processing of Remotely Sensed
Data: An Introduction, 3rd edition. Brisbane: John Wiley and
Dimana ICSI = Individual Classification Success Index Sons.
Omm = Ommision yaitu area terbakar yang masuk ke
kelas lain NASA. The Level-1 and Atmosphere Archive & Distribution
Comm = Commision yaitu area terbakar tambahan dari System (LAADS) Distributed Active Archive Center (DAAC).
kelas lain Maryland. URL : https://ladsweb.modaps.eosdis.nasa.gov/.

DAFTAR PUSTAKA Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 12 Tahun 2009 tentang


Pengendalian Kebakaran Hutan.
Alfurqon. 2007. Analisis kerapatan vegetasi menggunakan forest
canopy density (FCD) dan radar backscattering JERS-1 SAR. Prihandito, Aryono. 1989. Kartografi. Yogyakarta : Mitra Gama
Bandung: Jurusan Teknik Geodesi Institut Teknologi Bandung. Widya.
Chrisnawati, Giatika. 2008. Analisa Sebaran Titik Panas dan Puntodewo, A., Sonya Dewi, dan Jusupta Tarigan. 2003. Sistem
Suhu Permukaan Daratan Sebagai Penduga Terjadinya Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam.
Kebakaran Hutan Menggunakan Sensor Satelit NOAA/AVHRR Bogor : CIFOR.
dan EOS AQUA-TERRA/MODIS. Tugas Akhir. Departemen
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital.
Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Wiyantoko, Madya. 2005. Identifikasi Perubahan Objek
Bangunan Memanfaatkan Citra Quicbird untuk Pemeliharaan
Eidenshink, J et al. 2007. A Project for Monitoring Trends in Data Objek Pajak Bumi dan Bangunan (Studi kasus : Di
Burn Saverity. Fire Ecology Special Issues, 3(1) : 3-21. Kelurahan Sarijadi Kota Bandung). Pertemuan Ilmiah MAPIN,
14 : 238-247.
Giglio, L. 2015. MODIS Collection 6 Active Fire Product User's
Guide Revision A. Department of Geographical Sciences
University of Maryland.

Giglio, L., J. Descloitres, C.O. Justice, dan Y.J. Kaufman. 2003.


An enhanced contextual fire detection algorithm for MODIS.
Remote Sensing of Environment, 87:273-282.

Giglio, L., W. Schroeder, dan C.O. Justice. 2016. The collection


6 MODIS active fire detection algorithm and fire products.
Remote Sensing of Environment, 178: 31-41.

Herwanda, Agita Setya dan Bangun Muljo Sukojo. 2016. Studi


Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area
Terbakar (Studi Kasus : Provinsi Riau). Jurnal Teknik ITS Vol.
5, 2337-3539.

Istiarni, Y. 2013. Koreksi radiometrik top of atmoshphere (TOA)


pada citra SPOT 5 sebagian propinsi Sulawesi Tenggara.
Yogyakarta: Jurusan penginderaan jauh dan sistem informasi
geografi. Universitas Gadjah Mada.

Janssen, L.F.L and G.C. Huurneman. 2001. Principles of Remote


Sensing. ITC Educational Textbooks Series. Netherlands.

Jaya, I Nengah Surati. 2002. Penginderaan Jauh Satelit untuk


Kehutanan. Laboratorium Invetarisasi Hutan. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Koukoulas, S. Dan G.A. Blackburn. 2001. Introducing New


Indices for Accuracy Evaluation of Classified Images
Representatif Semi-Nat ural Woodland Environment.
Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, 64(4) : 499-
510.

LAPAN. 2007. Laporan Pemantauan Bencana Alam


(Kebakaran Hutan/Lahan) Bulan Agustus 2007. URL :
http://www.pirba.ristek.go.id./str/perpus/
LaporanBencanaAlam_ Kebakaran_
Hutan_Lahan_Agustus2007.pdf.

Anda mungkin juga menyukai