Abstract - Forest is a natural resource with huge sekelompok pengguna untuk mendapatkan manfaat
potential to be utilized for national development. yang sebesar-besarnya pada pengambilan keputusan
However threats and disturbances on forests and untuk memecahkan masalah keputusan spasial yang
land that is hindering conservation efforts are very semi terstrukur. Jumlah alternatif keputusan yang
common. One form of the disorder and the threat is sangat banyak merupakan salah satu karakteristik
forest fires. Causes of forest fires in West utama dari masalah keputusan spasial sehingga tiap
Kalimantan are intentional, fire causes burning and alternatif dievaluasi berdasarkan banyak kriteria. Jadi
indirect influence. Intentional reason that dampak atau konsekuensi dari alternatif keputusan
conducted on sufficient consideration, for example tersebut dijadikan variabel spasial [2].
to the traditional land clearance, but due to Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat
uncontrolled fires spread to other areas. potensial untuk dimanfaatkan bagi pembangunan
Management activities and geographical mapping Nasional. Kendati demikian hutan dan lahan sering
are useful as a way of prevention must be planned terjadi ancaman dan gangguan sehingga menghambat
and carried out continuously to help decision upaya-upaya pelestariannya. Salah satu bentuk
makers in determining the priority areas that are ancaman dan gangguan tersebut adalah kebakaran
prone to forest fires. This research aims to map the hutan. Kebakaran hutan dan lahan mempunyai dampak
existing fire-prone areas in Kubu Raya district and buruk terhadap tumbuhan/tanaman, sosial ekonomi dan
analyze the indicators that have been determined lingkungan hidup, sehingga kebakaran hutan dan
are hotspots, rainfall, peat thickness, fire-prone lahannya bukan saja berakibat buruk terhadap hutan
areas and residential distance, so it can produce a dan lahannya sendiri, tetapi lebih jauh akan
priority of districts in the determining forest fire- mengakibatkan terganggunya proses pembangunan.
prone areas. Analysis of composite prioritization is Sementara ini kebakaran hutan dan lahan masih
done by using Principal Component Analysis (PCA) dianggap sebagai suatu bencana alam seperti halnya
and analysis of clusters to reduce the decisive gempa bumi dan angin topan, padahal kebakaran hutan
indicator priorities and group the results of the dan lahan berbeda dengan kejadian-kejadian bencana
PCA analysis so it can determine the priority of alam tersebut. Kebakaran hutan dan lahan dapat
each district. The system can manage spatial data dicegah atau dikendalikan, karena kita telah
and indicators tabular data and displayed in the mengetahui bahwa apabila musim kemarau atau daerah
form of maps and tables to generate reports and rawan kebakaran hutan tidak diadakan pencegahan
graphs of forest fire-prone areas. Based on the test sudah dapat dipastikan akan terjadi kebakaran
results show an average accreditation forms hutan/lahan. Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa
responders need to respond to the application by pengendalian kebakaran hutan dan lahan tidak hanya
the percentage of 48,2%. tertuju pada pemadaman saat kebakaran hutan musim
kemarau, tetapi hal-hal lain yang bersifat pencegahan
Keywords: forest fires, mapping, PCA method, harus direncanakan dan dilakukan berkelanjutan baik
clustering, composites, priorities. pada musim kemarau maupun pada musim penghujan
[1].
1. Pendahuluan Menurut Chokkalingan (2004), penyebab
Perkembangan teknologi yang sangat cepat telah kebakaran hutan di Kalimantan Barat adalah
membawa manusia memasuki kehidupan yang kesengajaan, api pembakaran dan sebab-sebab tidak
berdampingan dengan informasi dan teknologi itu langsung yang mempengaruhinya. Kesengajaan
sendiri. Yang berdampak pada sebagian orang untuk dilakukan atas pertimbangan yang cukup, misalnya
meninggalkan proses penelusuran informasi secara untuk pembukaan lahan tradisional, namun karena
manual yang membutuhkan waktu lebih lama untuk tidak terkendali kebakaran meluas ke areal lain. Api
mendapatkan atau menemukan informasi yang pembakaran biasanya berasal dari penebang kayu,
diinginkan. perusahaan perkebunan, petani dan lain-lain. Sebab
Spatial Decision Support Systems (SDSS) adalah tidak langsung antara lain konflik lahan, kegiatan
suatu sistem interaktif berbasis komputer yang logging yang instensif, intensif ekonomi yang
dirancang untuk mendukung pengguna atau
meningkatkan konversi lahan dengan api, perubahan terkendali dan kebakaran hutan dan lahan alami oleh
vegetasi yang rentan kebakaran. deposit batu bara di kawasan hutan Bukit Soeharto [3].
Pada tahun 2009, jumlah titik panas di
Kalimantan Barat yang tercatat, menurut data Satelit 2.2 Spatial Decision Support System (SDSS)
NOAA-18 sebanyak 9.788. Jumlah titik panas ini Secara definitif Malczewski (1997) menjelaskan
mencapai puncaknya pada bulan Agustus sebanyak bahwa spatial decision support systems (SDSS) adalah
6.090, kemudian September 1.269. Dalam periode suatu sistem interaktif berbasis komputer yang
tersebut, Kabupaten Kubu Raya merupakan salah satu dirancang untuk mendukung pengguna atau
kabupaten yang mempunyai titik panas dengan jumlah sekelompok pengguna untuk mendapatkan manfaat
banyak (Dinas Kehutanan Kota Pontianak). yang sebesar-besarnya pada pengambilan keputusan
Memperhatikan banyaknya lahan yang setiap untuk memecahkan masalah keputusan spasial yang
tahun menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan semi terstruktur.
maka pemanfaatan teknologi komputer dengan Spatial Karakteristik utama dari masalah keputusan
Decision Support System (SDSS) untuk inventarisasi spasial mencakup:
daerah rawan kebakaran hutan mempunyai peranan a) Jumlah alternatif keputusan yang sangat banyak.
yang sangat penting dalam menghasilkan informasi b) Dampak atau konsekuensi dari alternatif keputusan
spasial lahan kritis yang akurat dan obyektif. Dengan merupakan variabel spasial.
pendekatan metode Principal Component Analysis c) Tiap alternatif dievaluasi berdasarkan banyak
(PCA) dapat membangun variabel-variabel baru yang kriteria (multiple criteria).
merupakan komponen linier dari variabel-variabel asli, d) Beberapa kriteria mungkin bersifat kualitatif
sehingga dapat memfasilitasi dalam pengambilan sementara yang lainnya kuantitatif.
keputusan untuk mengidentifikasi serta menentukan e) Melibatkan lebih dari satu orang pembuat
wilayah rawan kebakaran hutan dari beberapa kriteria keputusan atau kelompok kepentingan yang terlibat
yang digunakan untuk melakukan penilaian wilayah langsung dalam pengambilan keputusan.
yang rawan akan kebakaran hutan. Oleh sebab itu, f) Pembuat keputusan mempunyai preferensi yang
maka SDSS untuk menentukan daerah rawan berbeda terkait dengan kepentingan relatif dari
kebakaran hutan dengan metode PCA dianggap cocok kriteria evaluasi dan konsekuensi keputusan.
untuk membangun aplikasi ini. g) Keputusan yang dibuat mungkin dipengaruhi
Diharapkan dengan penggunaan Spatial Decision kondisi yang tidak pasti.
Support System (SDSS) dapat menghasilkan informasi
spasial untuk peringatan dini mengenai tingkat rawan 2.3 Metode PCA
terjadinya kebakaran hutan dan penyebaran api, PCA adalah sebuah teknik untuk membangun
sehingga dapat dimanfaatkan oleh instansi terkait variabel-variabel baru yang merupakan kombinasi
dalam mengambil tindakan pencegahan dini kebakaran linear dari variabel-variabel asli (Soemartini, 2008).
hutan khususnya Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Metode ini salah satunya bertujuan untuk mereduksi p
Barat. indikator yang saling berkorelasi menjadi q komponen
PCA yang saling bebas. Jika p indikator asal saling
2. Teori Dasar berkorelasi mungkin kita bisa mendapatkan q < p
2.1 Kebakaran Hutan komponen PCA yang tidak berkorelasi dan tidak
Kebakaran hutan dibedakan dengan kebakaran menyebabkan hilangnya informasi terlalu besar dari
lahan. Kebakaran hutan yaitu kebakaran yang terjadi di indikator asal p. Keunggulan metode ini selain
dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan menghasilkan banyaknya komponen PCA yang lebih
adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan. sedikit namun memberikan informasi yang hampir
Kebakaran hutan dan lahan biasa terjadi baik disengaja sama besar dengan indikator asal, juga menghasilkan
maupun tanpa sengaja. Dengan kata lain terjadinya komponen PCA yang tidak saling berkorelasi yang
kebakaran hutan dan lahan diakibatkan oleh faktor umumnya diperlukan pada tahap berikutnya, yaitu
kesengajaan manusia oleh beberapa kegiatan, seperti penggerombolan [4].
kegiatan ladang, Pekebunan Inti Rakyat (PIR), HTI, Secara umum skor komponen utama (PCj)
penyiapan lahan untuk ternak sapi, dan sebagainya. didefinisikan sebagai kombinasi linear terboboti dari
Faktor kebakaran hutan dan lahan karena kesengajaan peubah asal.
ini merupakan faktor utama dan 90% kebakaran hutan PCj = a1jX1 + a2jX2 + … + apjXp
dan lahan yang terjadi saat ini banyak disebabkan Banyak komponen PCA terpilih tergantung dari
karena faktor ini. besarnya persentase keragaman kumulatif komponen
Kebakaran hutan juga bisa disebabkan oleh faktor PCA tersebut. Persentase keragaman yang dianggap
alami ataupun karena kelalaian manusia. Contoh cukup mewakili total keragaman data jika 75%
kebakaran hutan karena kelalaian manusia seperti (Morrison, 1976).
akibat membuang puntung rokok sembarangan, Untuk melihat indikator apa yang diwakili oleh
pembakaran sampah atau sisa-sisa perkemahan dan komponen PCj, bisa ditempuh melalui pengamatan
pembakaran dari pembukaan lahan yang tidak terhadap nilai koefisien (bobot) (aij). Jika a1j bernilai
tinggi maka komponen PCj mewakili X1. Atau bisa
juga menilai komponen PCj sebagai nilai aij yang 4. Menentukan urutan prioritas. Sistem dapat
positif lawan aij yang negatif. mengolah data cluster centroid dan cluster
Keuntungan penggunaan Principal Component kecamatan hasil analisis komposit dari Minitab
Analysis (PCA) dibandingkan metode lain [5]: dengan mengurutkan nilai cluster untuk
a) Dapat menghilangkan korelasi secara bersih menentukan prioritas 1-4 berdasarkan tingkat status
(korelasi = 0) sehingga masalah multikolinearitas rawan kebakaran hutan, yaitu ekstrim, tinggi,
dapat benar-benar teratasi secara bersih. sedang, dan rendah.
b) Dapat digunakan untuk segala kondisi 5. Menentukan indikator berpengaruh. Sistem akan
data/penelitian. melakukan pengurutan bobot dari nilai terbesar
c) Dapat dipergunakan tanpa mengurangi jumlah hingga nilai terkecil yang didapat dari menganalisis
variabel asal. tiap prioritas dengan melihat nilai cluster centroid
d) Walaupun metode Regresi dengan PCA ini dari cluster berdasarkan perhitungan dengan
memiliki tingkat kesulitan yang tinggi akan tetapi Minitab. Kemudian dilihat komponen PCA mana
kesimpulan yang diberikan lebih akurat saja yang paling berpengaruh dengan mengurutkan
dibandingkan dengan penggunaan metode lain. nilainya dari yang besar ke yang kecil dari cluster.
Referensi
[1] Departemen Kehutanan. 2007. Pedoman
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Gambar 10 Hasil clustering dalam Minitab. Lahan Dati I Sumatera Utara.
[2] Malczewski, J. 1997. Spatial Decision Support
Proses penentuan urutan prioritas kecamatan yang Systems. The NCGIA UCSB Core Curriculum
rawan kebakaran hutan diperoleh dari nilai masing- in GIScience.
masing cluster pada PC1, dimana nilai cluster paling [3] Purbowaseso, B. 2004. Pengendalian Kebakaran
tinggi merupakan cluster yang masuk ke dalam Hutan. Jakarta: Rineka Cipta.
prioritas satu. Berdasarkan cluster centroid yang [4] Pusat Ketersediaan Dan Kerawanan Pangan.
dihasilkan dalam analisis gerombol, nilai cluster 1, 2012. Pedoman Penyusunan Peta Ketahanan
cluster 2, cluster 3 dan cluster 4 diurutkan dari yang dan Kerentanan Pangan Kabupaten.
terbesar hingga yang terkecil sebagai berikut:
Kementerian Pertanian.
Tabel 2 Prioritas Masing-Masing Cluster [5] Soemartini. 2008. Principal Component Analysis
(PCA) sebagai salah satu Metode untuk
Mengatasi Masalah Multikolinearitas. Unpad,
Jatinangor: Skripsi Jurusan Statistika, Fak.
MIPA.
http://resources.unpad.ac.id/unpad-
content/uploads/publikasi_dosen/PCA%20(PR
CPL%20COMP%20ANLS).pdf
5. Kesimpulan Biografi
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian terhadap Made Liya Elysa lahir di Ketapang, Kalimantan Barat,
Spatial Decision Support System Untuk Pencegahan tanggal 14 Oktober 1990. Memperoleh gelar Sarjana dari
Kebakaran Hutan, dapat disimpulkan bahwa: Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura Pontianak,
Indonesia, 2014.