Anda di halaman 1dari 30

PENGAMATAN JAMUR , MIKROALGAE , DAN PROTOZOA

I. Tujuan
1. Mengidentifikasi jenis jamur pada sampel I VIII serta pada sampel keju
2. Mengidentifikasi jenis protozoa pada sampel air selokan ITB Kampus Jatinangor dan air
danau UNPAD
3. Mengidentifikasi jenis mikroalgae pada media KNOP yang telah disediakan
II.Prinsip
Bentuk sel eukariotik antara lain

jamur, mikroalgae, dan protozoa. Eukariotik merupakan

organel dengan struktur sel yang lebih komplek dan memiliki inti sel (sebagai pengontrol
aktifitas sel ), apparatus golgi ( untuk ekskresi sel), serta mitokondria ( untuk respirasi sel). Sel
eukariotik memiliki morfologi yang lebih besar (makroskopis) dan struktur selnya terdeferensiasi
lebih jelas dibandingkan dengan sel prokariotik. Pengamatan sel eukariotik tidak memerlukan zat
kimia pembantu atau pun proses- proses seperti pemanasan. Sampel yang akan diteliti dapat
langsung diteteskan pada kaca objek lalu diamati dengan mikroskop. Bentuk sel yang lebih
makoskopis membutuhkan sedikit perbesaran, digunakan perbesaran total 400x

untuk

mengamati sel eukariotik.


III. Teori Dasar
Jamur merupakan jasad non fotosintetik ( tidak memiliki klorofil ) , heterotrof ( mengambil
makanan dari organisme lain ) ,terdiri dari uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari
benang- benang hifa ( hifa yang membentuk anyaman disebut miselium ). Hifa digunakan untuk
menyerap zat organik dari lingkungan. Zat organik yang didapat disimpan dalam bentuk
glikogen ( polosakarida). Jamur tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Jamur uniseluler
bereproduksi secara aseksual (dengan tunas dan spora) dan seksual (dengan spora askus). Jamur
multiseluler bereproduksi secara aseksual (dengan memutuskan benang hifa atau fragmentasi
membentuk spora aseksual yaitu zoospora, endospora,dan konidia) dan seksual (melalui
peleburan inti jantan dan inti bentina sehingga terbentuk spora askus). Jamur diklasifikasikan
menjadi beberapa bagian berdasarkan cara reproduksi dan struktur tubuhnya, yaitu:

1. Zygomycota
Jamur ini memiliki hifa senositik tidak bersekat ( sekat hanya pada alat
perkembangbiakan ). Terdapat 3 jenis hifa pada zygomycota; stolon ( menjalar di
permukaan substrat ), rizoid ( menembus substrat ), sporangiospor ( menjulang tegak di
atas permukaan substrat dan membentuk sporangium ). Dinding sel zygomycota
mengandung kitin. Reproduksi generatifnya dengan peleburan gamet dan membentuk
zigospora, sedangkan reproduksi vegetatifnya dengan membentuk sporangium. Contoh
jamur ini adalah jamur pada tempe, selain itu ada jamur yang tumbuh secara saprofiy
pada roti, nasi , dll.
2. Ascomycota
Tubuh tersusun dari miselium dengan hifa yang bersekat. Hidup di lingkungan berair.
Sebagai parasit pada tumbuhan dan saprofit pada sampah. Ciri khusus dari ascomycota
dapat menghasilkan spora askus berjumlah delapan spora yang tersimpan dalam kotak
spora ( askus ). Reproduksi vegetatifnya dnegn membentuk konidium, tunas, dan
fragmentasi, sedangkan reproduksi generatifnya dengan membentuk askorkap. Beberapa
bentuk askorkap pada ascomycota ; kleistotesium ( bulat tertutup), peritesium ( botol ),
apotesium ( cawan atau mangkuk ), dan askus telanjang.
3. Basidiomycota
Memilliki hiaf bersekat, setiap sel memiliki inti sel yang berpasangan. Berbentuk
makroskopis dan basidiokarp ( seperti paying terdapat batang dan tudung ). Reproduksi
vegetatifnya dengan membentuk konidium, sedangkan reproduksi generatifnya dengan
pembelahan basidiospora. Salah satu contoh jamur basidiomycota adalah jamur merang.
4. Deuteromycota
Jamur ini belum dapat diklasifikasikan dengan jelas dan biasanya hidup sebagai parasit.
Mikroalgae merupakan jasad fotosintetik, uniseluler, membentuk filament atau koloni sederhana,
dan mempunyai kloroplas ( pigmen ). Pigmen yang berbeda- beda pada mikroalgaedan flagella
yang dimiliki merupakan ciri morfologi dari beberapa klasifikasi mikroalgae. Mikroalgae dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Chlorophyta

Alga hijau ( memiliki pigmen klorofil ) ,

uniseluler atau multiseluler, berkoloni,

berfilamen, dan biasanya ditemukan di freshwater dan laut. Chloropyta memiliki DNA
yang berada di dalam nukleus. Beberapa alga hijau ada yang memiliki flagella. Dinding
sel alga hijau sebgaian besar berupa sellulosa, meskipun ada beberapa yang tidak
memiliki dinding sel. Alga hijau biasanya menyimpan zat tepung sebagai cadangan
makanan, beberapa menyimpannya dalam bentuk lemak. Contoh chlorophyta antara lain :
Tetraselmis memiliki flagella ( ditemukan di air tawar atau air laut), Chlorella tidak
memiliki flgella( pada air tawar atau air laut ).
2. Phaeophyta
Alga coklat ( memiliki pigmen fucoxanthin ), ultiseluler , dan biasanya ditemukan di laut.
Semua spesiesnya memiliki flagel , bersifat motil, dan memiliki satu atau dua kloroplast
serta memiliki krolofil a dan c , phycocyanin dn phycoeretrin serta beberapa carotenoid
pada tubuhnya. Contohnya , Chryptomonas yang di temukan di air tawar atau air laut.
3. Rhodophyta
Alga merah ( memiliki pigmen phycobilins ) , multiseluler, dan biasanya ditemukan di
laut. Selain pigmen merah , alga merah ini juga memiliki pigmen biru ( phycocyanin) dan
memiliki klorofil a. alga ini terkadang uga dapat berwarna hijau kebiruan hingga ungu.
Alga merah tidak memiliki flagell dan tidak motil. Contohnya Phorphyridium di temukan
di laut.
4. Chrysophyta
Alga emas , diatome, uniseluler, berbentuk rantai, dinding selnya mengandung sislika,
ditemukan di freshwater dan laut. Beberapa anggota kelompok alga ini memiliki flagell
dan bersifat motil. Semua memiliki DNA yang terdapat dalam nukleus. Alga ini memiliki
klorofil a dan c serta beberapa carotenoid seperti fucoxanthin yang memberikan warna
coklat keemasan. Contohnya Isochrysis yang di temukan di air laut dan air tawar.
5. Phyrrophyta
Dinoflagellata ( memiliki dua flagella ), tidak memiliki dinding sel namun ada beberapa
yang memiliki dinding sel yang terbuat dari lapisan selulosa, uniseluler, memiliki 2
flagella, ditemukan di air tawar atau air laut. Sebagian besar bersifat motil, memiliki
pigmen klorofil a dan c, dan meyimpan zat tepung sebagai cadangan makanan. Memiliki

trichocyst yaitu struktur protein yang dapat dikeluarkan dari permukaan sel untuk
melindungi diri dari predator. Contoh Ceratium yang di temukan di air tawar.
6. Euglenophyta
Euglenoid, tidak memiliki dinding sel, memiliki 1-2 flagella, terdapat dua atau lebih
kloroplast, ditemukan di freshwater. Memiliki sifat sebagai tanaman sekaligus hewan
serta terdapat kerongkongan sehingga dapat memasukkan partikel kedalam tubuhnya.
Memiliki satu flagella yang panjang, lapisan luar yang keras yang tersusun dari protein
yang memiliki fungsi sama seperti dinding sel. Berwarna hijau dan bersifat motil.
Protozoa merupakan hewan mikroskopik berbentuk uniseluler, heterotrof, berukuran sekitar 1150 m, tidak berdinding sel tetapi diselubingi membran sitoplasma. Beberapa jenis mempunyai
membran sitoplasma yang tipis dan lentur sehingga menyebabkan protozoa bisa bergerak. Hidup
bebas sebagai saprofit atau parasit. Protozoa juga dapat membentuk kista untuk bertahan hidup.
Protozoa memiliki alat gerak yang berbeda-beda sesuai dengan bentuk dan sifatnya. Berdasarkan
alat geraknya, protozoa dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu:
1. Sarcodina
Bergerak menggunakan pseudopodia (kaki semu), selain sebagaialat gerak pseudopodia
ini juga digunakan untuk menangkap mangsa. Kaki semu tersebut merupakan penjuluran
dari protoplasma sel. Sacodina dapat ditemukan di air tawar atau air laut, biasanya hidup
sebagai parasit dalam tubuh hewan atau manusia. Contohnya, Entamoeba hystolitica
2. Mastigophora
Bergerak dengan flagella atau bulu cambuk yang juga digunakan sebagai alat indra dan
alat bantu untuk menangkap makanan. Dapat dibedakan menjadi dua :

Fitoflagellata (autotofik / berkloroplas ) dan dapat berfotosintesis. Contohnya :


Nocticulla milliaris, Volvox globator, Euglena viridis.

Flagellata heterotrofik

( tidak berkloroplas ). Contohnya : Trypanosoma

gambiens, Leishmania.
3. Ciliophora
Alat gerak berupa ciliata (kaki getar) namun pada suatu fase bulu getar ini juga di
gunakan untuk mencari makan. Ukuran cilia lebih pendek dari flagel. Memiliki dua inti
sel yaitu, makronukleus ( inti besar ) yang berguna untuk sintesis RNA, reproduksi

aseksual, sedangkan mikronukleus ( inti kecil ) yang di pertukarkan pada saat konjugasi
untuk proses reproduksi seksual. Terdapat pula vakuola kontraktil yang berfungsi untuk
menjaga keseimbangan air dalam tubuh. Ditemukan di air tawar atau air laut. Contohnya,
Paramecium caudatum, Balantidium coli.
4. Sporozoa

: tidak memiliki alat gerak pada fase dewasa, menghasilkan spora (

sporozoid ) sebagai cara perkembangbiakannya. Sporozoid memiliki organel- organel


kompleks pada salah satu ujung selnya yang dikhususkan untuk menembus sel dan
jaringan inang Contohnya, Plasmodium, Toxoplasma.

IV. ALAT DAN BAHAN


NO

ALAT

BAHAN

1.

Mikroskop

Jamur : Sampel keju,

2.

Kaca Objek

Sampel Air Selokan di ITB


Kampus Jatinangor

3.

Pembakar Bunsen

4.

Gelas Ukur

V. HASIL PENGAMATAN
No Gambar
1.

Hasil Pengamatan
Biakan Jamur Kelompok 6
Jenis Jamur :
Klasifikasi
Zygomycota
Bagian-bagian :
Terlihat bagian jamur
hanya hifa saja ( hifa
tidak bersekat )
Warna :
Transparan
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Kultur Jamur :

Tanggal Pengamatan
30 September 2014

2.

3.

Agar
Ukuran Hifa :
P : 100 m
L : 4 m
Biakan Jamur Kelompok 6
Jenis Jamur :
Klasifikasi
Zygomycota
Mucor mucedo
Bagian-bagian :
Terlihat bagian jamur
hifa tidak bersekat
yang tegak pada
permukaan substrat (
sporangiosfor )
Pada ujungnya
terdapat sporangium
globuler
Didalam sporangium
terdapat spora
Warna :
Coklat
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Kultur Jamur :
Keju
Ukuran Hifa :
P : 80-90 m
L : 4 m
Ukuran Sporangium :
P : 25 m
L : 20 m
Ukuran Spora :
P : 2 m
L : 2 m
Biakan Jamur Kelompok 1
Jenis Jamur :
Ascomycota,
Aspergillus sp.
Bagian-bagian :
Terlihat hifa jamur
Pada ujungnya

30 September 2014

30 September 2014

terdapat kotak spora.


Warna :
Hitam
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Kultur Jamur :
Agar
Ukuran Hifa :
P : 90- 100 m
L : 2- 3 m
Ukuran Sporangium :
P : 10 m
L : 10 m
4.

Biakan Jamur Kelompok 2


Jenis Jamur :
Zygomycota,
menyerupai Rhizopus
Bagian-bagian :
Terlihat bagian hifa
tidak bersekat dengan
sporangium di kedua
ujungnya.
Ujung yang satu
membentuk
sporangium globuler,
sedangkan ujung
lainnya terlihat sora
yang menempel pada
hifa.
Warna :
Coklat
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Kultur Jamur :
Agar
Ukuran Hifa :
P : 120 m
L : 3- 4 m
Ukuran Sporangium :
P : 25 m

30 September 2014

L : 30 m
Ukuran Spora :
P : 2 m
L : 2 m
5.

Biakan Jamur Kelompok 3


Jenis Jamur :
Kaasifikasi
Zygomycota
Bagian-bagian :
Jenis hifa stolon yaitu
menjalar pada
permukaan substrat
dan berkoloni
Pada ujungnya
terdapat sporangium.
Warna :
Coklat
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Kultur Jamur :
Agar
Ukuran Hifa :
P : 50 m
L : 1,25 m
Ukuran Sporangium :
P : 10 m
L : 7,5 m

30 September 2014

6.

Biakan Jamur Kelompok 4


Jenis Jamur :
Zygomycota,
menyerupai Rhizopus
Bagian-bagian :
Terlihat hifa tidak
bersekat dan
menembus substrat,
hifa juga bercabang
Pada ujungnya
terdapat sporangium.
Warna :
Transparan

30 September 2014

Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Kultur Jamur :
Agar
Ukuran Hifa :
P : m
L : m
Ukuran Sporangium :
P : m
L : m
7.

8.

Biakan Jamur Kelompok 5


Jenis Jamur :
Klasifikasi
Zygomycota
Bagian-bagian :
Terlihat hifa yang
menjalar di
permukaan substrat,
dan berkoloni
Warna :
Transparan
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Kultur Jamur :
Agar
Ukuran Hifa :
P : 80 m
L : 4 m
Biakan Jamur Kelompok 7
Jenis Jamur :
Klasifikasi
Zygomycota
Bagian-bagian :
Terlihat bagian jamur
hifa tidak bersekat
yang tegak pada
permukaan substrat (
sporangiosfor )
Pada ujungnya
terdapat sporangium

30 September 2014

30 September 2014

globuler.

9.

Warna :
Coklat
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Kultur Jamur :
Agar
Ukuran Hifa :
P : 90- 100 m
L : 10 m
Ukuran Sporangium :
P : 60 m
L : 30 m
Ukuran Spora :
P : 10 m
L : 10 m
Biakan Jamur Kelompok 7
Jenis Jamur :
Klasifikasi
Zygomycota
Bagian-bagian :
Terlihat bagian hifa
tidak bersekat dan
menjalar di
permukaan substrat
Terdapat sporangium
pada ujungnya
Warna :
Coklat
Perbesaran :
L Ob : 10x
L Ok : 10x
Total : 100x
Kultur Jamur :
Padat
Ukuran Hifa :
P : 1000 m
L : 30 m
Ukuran Sporangium :
P : 110 m
L : 60 m
Ukuran Spora :

30 September 2014

P : 10 m
L : 10 m
10.

Biakan Jamur Kelompok 8


Jenis Jamur :
Klasifikasi
Zygomycota
Bagian-bagian :
Terlihat hifa yang
tidak bersekat
Tidak terlihat
miselium
Teramati adanya
spora dengan struktur
tubuh yang kurang
sempurna
Teramati spora
berwarna hijau
kekuningan.
Warna :
Coklat
Perbesaran :
L Ob : 100x
L Ok : 10x
Total : 100x
Kultur Jamur :
Agar
Ukuran Hifa :
P : 1000 m
L : 30 m
Ukuran Sporangium :
P : 110 m
L : 60 m
Ukuran Spora :
P : 10 m
L : 10 m

30 September 2014

11.

Protozoa Kelompok 6
Sumber : Air selokan yang
diambil dari selokan utama
asrama ITB jatinangor pada
tanggal 29 September 2014
pukul 14.00 WIB.
Jenis :
Termasuk dalam
klasifikasi

30 September 2014

Mastigospora
Menyerupai bentuk
Ceratium hirudinella
Bagian- bagian :
Bentuknya tidak
teratur, dan memiliki
lengan ( atau seperti
tanduk pada
tubuhnya)
Terdapat pelapis pada
dinding selnya
Warna :
Transparan
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Ukuran Protozoa :
P : 13 m
L : 13- 14 m

12.

Protozoa Kelompok 6
Sumber : Air selokan yang
diambil dari selokan utama
asrama ITB jatinangor pada
tanggal 29 September 2014
pukul 14.00 WIB.
Jenis :
Termasuk dalam
klasifikasi Ciliophora
Paramecium sp
Bagian- bagian :
Bentuk seperti sepatu,
bentuk ini menyerupai
paramecium
Terdapat rambut getar
di sekelilingnya
Warna :
Transparan
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x

30 September 2014

Total : 400x
Ukuran Protozoa :
P : 7- 8 m
L : 16 m
13.

Protozoa Kelompok 1
Sumber :
Jenis :
Termasuk dalam
klasifikasi Ciliophora
Di identifikasi
protozoa tersebut
adalah Vorticella sp
Bagian- bagian :
Terlihat alat gerak berupa
cilia atau rambut getar
Warna :
Transparan
Perbesaran :
L Ob : 100x
L Ok : 10x
Total : 1000x
Ukuran Protozoa :
P : 110 m
L : 40 m

30 September 2014

14.

Protozoa Kelompok 2
Sumber : Air Got Jl. GKPN ,
Jatinangor
Jenis :
Termasuk dalam
klasifikasi Sacrodina,
menyerupai bentuk
Entamoeba histolitica
Bagian- bagian :
Bentuk tubuh lonjong,
dan terdapat rambutrambut halus
disekelilingnya,
identifikasi alat gerak
berupa kaki semu atau
pseudopodia.
Warna :
Transparan
Perbesaran :

30 September 2014

L Ob : 100x
L Ok : 10x
Total : 1000x
Ukuran Protozoa :
P : 9 m
L : 5 m
15.

Protozoa Kelompok 3
Sumber :
Jenis :
Termasuk dalam
klasifikasi ciliophora
Bagian- bagian :
Bentuk lonjong
Terlihat ada rambut
getar di sekelilingnya
Bentuk bulat memanjang
Warna :
Transparan
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Ukuran Protozoa :
P : 13 m
L : 6 m

30 September 2014

16.

Protozoa Kelompok 4
Sumber : Air selokan
Jenis :
Termasuk dalam
klasifikasi Sacrodina
Bagian- bagian :
Alat geraknya berupa kaki
semu atau pseudopodia
Warna :
Transparan
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Ukuran Protozoa :
P : m
L : m

30 September 2014

17.

Protozoa Kelompok 5
Sumber : Air selokan
Jenis :
Termasuk dalam
klasifikasi Ciliophora

30 September 2014

Bagian- bagian :

Berbentuk seperti
sepatu, terdapat
rambut- rambut getra
disekelilingnya
Warna :
Transparan
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Ukuran Protozoa :
P : m
L : m
18.

19.

Protozoa Kelompok 7
Sumber : Air selokan yang
diambil dari selokan utama
asrama ITB jatinangor
Jenis :
Termasuk dalam klasifikasi
Ciliophora
Bagian- bagian :
Berbentuk lonjong, bergerak
dengan cilia atau rambut
getar
Warna :
Transparan
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Ukuran Protozoa :
P : 20 m
L : 10 m

30 September 2014

Protozoa Kelompok 8

30 September 2014

20.

Sumber : Air selokan yang


diambil dari selokan utama
asrama ITB jatinangor
Jenis :
Termasuk dalam klasifikasi
Ciliophora
Bagian- bagian :
Dapat diamati adanya sebuah
protozoa yang memiliki alat
gerak berupa bulu getar dan
bulu cambuk.
Protozoa ini menggunakan
bulu getarnya saat bergerak
dalam arah lurus, kemudian
menghentakkan bulu
cambuknya ketika dia akan
berbalik arah atau membelok
Warna :
Transparan
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Ukuran Protozoa :
P : m
L : m
Mikroalgae Kelompok 1
Sumber : Media KNOP
Jenis :
Klasifikasi
Chlorophyta,
Closterium leibleinii
Kutz
Bagian- bagian :

Bentuk lonjong
memanjang, seperti
kacang kapri
Terdapat bulatangbulatan di tengahnya,
identifikasi bulatan
tersebut merupakan
pyrenoid

30 September 2014

Terdapat nukleus di
tengah

Warna :
Hijau
Perbesaran :
L Ob : 40x
L Ok : 10x
Total : 400x
Ukuran Mikroalgae :
P : 75 m
L : 15 m

VI. ANALISIS
Pada pengamatan jamur digunakan dua media biakan yang berbeda. Biakan yang pertama
menggunakan kultur media agar dan biakan yang kedua adalah jamur yang tumbuh pada keju.
Dalam proses mengidentifikasi jamur pada sampel yang telah disediakan , hal pertama yang
harus dilakukan adalah menyiapkan kaca objek. Kaca objek yang dipilih adalah kaca objek
cekung. Terlebih dahulu kaca objek dibersihkan dari lemak dan dikeringkan. Lemak atau air
pada kaca objek yang tidak benar- benar kering dapat menambah ketebalan dari kaca objek
tersebut.. Hal ini memungkinkan kaca objek tersebut memiliki cekungan yang lebih dangkal bila
dibandingkan dengan kaca objek yang benar- benar bersih. Pemilihan kaca objek cekung
dikarenakan media yang diamati merupakan zat cair , sehingga jika digunakan kaca objek datar
zat cair tersebut akan meluber ke seluruh permukaan kaca. Kaca objek yang telah bersih dan
kering kemudian diberi satu tetes air pada cekungannya. Selanjutnya pengambilan jamur dari
sampel media agar. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara inokulasi. Pertama- tama jarum
disterilkan terlebih dahulu, kemudian cawan tempat media tersebut di buka sedikit di dekat
pembakar bunsen. Hal ini bertujuan untuk sterilisasi dan menghindari sampel tersebut
terkontaminasi dari bakteri luar. Sampel jamur diambil perlahan, pengambilan sampel
diusahakan untuk mengambil serabut dan mengenai sedikit permukaan agar. Jika terlalu dalam ,
yang terambil adalah agarnya bukan biakan jamur, sehingga akan menghalangi pengamatan.
Selanjutnya biakan tersebut di letakkan pada kaca objek yang telah diberi setetes air. Karena

pmenggunakan kaca objek cekung , maka diperlukan pula kaca penutup. Meletakkan kaca
penutup harus dengan perlahan, hal ini untuk menghindari adanya gelembung udara didalamnya.
Gelembung udara menyerupai spora sehingga akan mengecoh pada saat pengamatan. Pinggir
kaca penutup diletakkan pada pinggir cekungan, sisi yang lain ditahan dengan jarum lalu
diturunkan secara perlahan. Kaca penutup bertujuan untuk meratakan dan mengunci zat cair pada
kaca objek. Selanjutnya kaca diletakkan pada meja mikroskop dan diamati menggunakan
perbesaran total 400x. Hal yang sama dilakukan pada media kedua yaitu jamur pada keju.
Pengambilan jamur pada sampel keju dilakukan dengan jarum inokulasi yang telah disterilkan
terlebih dahulu dan diambil tipis pada permukaan keju.
Hasil pengamatan sampel jamur dari media agar hanya terlihat hifa saja. Struktur jamur yang
terlihat tidak utuh. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain ; pada saat pengambilan jamur
pada media agar terlalu dalam, sehingga yang terbawa hanya bagian jamur yang melekat pada
agar saja sedangkan serabut- serabut atau bagian jamur yang ada di permukaan agar tidak ikut
terbawa. Hal ini menyebabkan hasil yang di dapat struktur jamur terpotong hanya pada bagian
hifa saja. Kemungkinan kedua pada saat pengambilan jamur dari media agar, jarum inokulasi di
apus secara berulang pada permukaan agar. Hal ini menyebabkan struktur jamur rusak dan tidak
utuh membentuk satu sel jamur, sehingga yang didapat hanya bagian atau struktur jamur yang
terpotong pada bagian hifa. Hal ini menyebabkan jamur tersebut belum dapat diklasifikasikan
dengan jelas dan belum diketahui jenisnya.
Hasil pengamatan jamur dari sampel keju terlihat hifa tidak bersekat yang menjulang tegak lurus
pada permukaan substrat. Diujung hifa tersebut terdapat pula sporangium globuler. Berdasarkan
referensi jamur seperti ini termasuk dalam klasifikasi zygomycota dan jenis hifanya
sporangiospor. Didalam sporangium globuler tersebut terdapat spora yang memiliki diameter
2m. Pada pengamatan tersebut struktur jamur yang berhasil diambil adalah hifa dan
sporangium, sedangkan miselium tidak terlihat atau bagian yang didapat dari hasil pengamatan
terpotong pada miselium jamur. Hal ini dapat disebabkan pada saat pengambilan jamur dari
media keju terlalu tipis diatas permukaan keju, sehingga substrat yang berada dibawah
permukaan keju tidak terambil. Substrat dibawah permukaan keju kemungkinan adalah miselium
dari jamur tersebut.

Pengamatan jamur pada sampel I. Bagian yang terlihat pada saat pengamatan mikroskop adalah
hifa dan kotak spora yang berbentuk seperti kipas. Jamur berwarna hitam , kotak sepora yang
melebar seperti kipas menyerupai kotak spora yang dimiliki oleh ascomycota. Hifa yang terlihat
pada pengamatan belum jelas bersekat atau tidak. Dari ciri kotak spora ( askus ) tersebut jamur
ini di identifikasi dari jenis ascomycota.
Pengamatan jamur pada sampel II. Bagian jamur yang terlihat pada saat pengamatan mikroskop
adalah hifa yang tegak pada permukaan substrat , hifa yang tidak bersekat serta terdapat
sporangium globuler di ujungnya, dan berwarna coklat. Hasil pengamatan yang di dapat
menyerupai ciri- ciri jamur dari zygomycota. Dari referensi yang didapat jenis jamur
zygomycota yang menyerupai jamur dari hasil pengamatan adalah sejenis rhizopus. Hasil
identifikasi yang diambil pada jamur sampel II adalah jenis jamur zygomycota , rhizopus.
Pengamatan jamur pada sampel III. Bagian jamur yang terlihat pada pengamatan mikroskop
adalah jenis hifa stolon yang menjalar dan berkoloni. Jamur berwarna coklat dan terdapat
sporangium globuler di ujung hifanya. Berdasarkan ciri- cirri dari hasil pengamatan dan di
bandingkan dengan referensi jamur seperti ini termasuk jenis zygomycota.
Pengamatan jamur pada sampel IV. Terlihat hifa yang tidak bersekat , menembus substrat ,dan
tidak bercabang. Pada ujungnya terdapat sporangium dan warnanya transparan. Bagian jamur
yang terlihat pada pengamatan mikroskop tidak seluruhnya terlihat hifa dengan sporangium di
ujungnya. Terdapat hifa yang telah terpotong dan sudah tidak utuh, hal ini dapat disebabkan
kesalahan pada saat pengambilan jamur dari medianya. Berdasarkan bentuk morfologi yang
didapat pada saat pengamatan, jamur ini di identifikasi dalam zygomycota.
Pengamatan jamur pada sampel V. Pada pengamatan dengan mikroskop bagian yang terhilat
hanya hifa saja dengan warna transparan. Hifa berada pada permukaan substrat namun posisinya
sudah tidak tegak lagi dan lebih tidak beraturan. Hal ini dapat disebabkan pada saat pengambilan
jamur pada media yang kurang menyeluruh atau terlalu dalam sehingga hanya bagian jamur pada
agar yang dapat teramati , yaitu hifa. Berdasarkan hifa pada pengamatan mikroskop dan denga
referensi jamur ini di identifikasi dalam zygomycota.
Pengamatan jamur pada sampel VII. Terdapat dua sampel yang diamati dari media yang berbeda,
satu medianya berupa agar dan satu medianya berupa padat. Hasil pengamatan yang didapat dari

media agar adalah terlihat hifa tidak bersekat yang tegak pada permukaan substrat (
sporangiospor ). Pada ujungnya terdapat sporangium globuler dan berwarna coklat. Jamur ini di
identifikasi dalam zygomycota. Hasil pengamatan yang didapat dari media padat adalah terlihat
bagian hifa yang tidak bersekat dan menjalar di prmukaan substrat. Berwarna coklat dan terdapat
sporangium globuler di ujungnya. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dan sesuai dengan
referensi jamur ini diidentifikasi dalam zygomycota.
Pengamatan jamur pada sampel VIII. Terlihat pada saat pengamatan dengan mikroskop hifa ada
jmur tidak bersekat dan berwarna coklat. Tidak terlihat adanya miselium. Teramati adanya spora
dengan struktur tubuh yang kurang sempurna yang bewarna hijau kekuningan. Identifikasi jamur
ini dalam zygomycota.
Pengamatan selanjutnya adalah pengamatan protozoa pada sampel air selokan. Hal pertama yang
dilakukan adalah menyiapkan kaca objek. prosedur pengerjaan sama dengan prosedur
pengamatan keju, namun karena sampel yang digunakan sudah berupa zat cair maka tidak perlu
ditambahkan setetes air pada kaca objek. Sampel air dalam botol mula- mula di kocok, setelah tu
diambil 1 ml dengan menggunakan pipet khusus. Jarum pipet yang digunakan harus steril dan
hanya sekali pakai walaupun untuk media yang sama. Hal ini bertujuan agar tidak ada
kontaminasi dari luar yang akan mempengaruhi jenis protozoa dari sampel air. Kaca objek
kemudian ditutup dengan kaca tutup dengan perlahan agar tidak ada gelembung udara. Dari hasil
pengamatan didapat terdapat 2 bentuk protozoa . Hasil yang pertama didapatkan bahwa protozoa
berbentuk abstrak tanpa pola tertentu namun dari referensi yang ada bentuknya menyerupai
ceratium hirudinella, dengan klasifikasi bentuk yang tidak teratur dan memiliki lengan atau
seperti tanduk pada bagian tubuhnya.
Hasil yang kedua didapatkan protozoa berbentuk seperti sepatu. Berdasarkan referensi bentuk
protozoa seperti ini menyerupai Paramecium caudatum, dengan klasifikasi ciliophora dan alat
gerak berupa ciliata atau rambut getar.
Pada hasil pengamatan yang ke III (nomor 13 pada tabel hasil) protozoa yang ditemukan
merupakan golongan ciliophora karena ditemukannya alat gerak berupa rambut getar. Dari
referensi penulis menyimpulkan bahwa sampel berasal dari jenis Vorticella sp.

Hasil protozoa ke IV masuk pada golongan sarcodina karena teridentifikasi bahwa alat geraknya
berupa pseudopodia dan memiliki rambut-rambut halus disekelilingnya. Penulis menyimpulkan
bahwa protozoa ini berasal dari jenis Entamoeba histolittica.
Pada hasil pengamatan ke V teramati bahwa protozoa memiliki rambut-rambut halus
disekelilingnya sehingga penulis menyimpulkan bahwa protozoa tersebut berasal dari golongan
ciliophora, namun karena bentuk yang teramati tidak terlalu jelas penulis belum dapat
menyimpulkan jenis protozoa tersebut.
Pada hasil pengamatna ke VI teramati bahwa protozoa memiliki alat gerak berupa pesudopodia
atau kaki semu, sehingga penulis menyimpulkan bahwa protozoa tersebut berasal dari golongan
sarcodina, penulis belum dapat menyimpulkan jenisnya dikarenakan bentuk yang teramati tidak
teralu jelas.
Hasil protozoa ke VII teramati bahwa protozoa berasal dari golongan ciliophora dikarenakan
terlihatnya rambut-rambut getar disekeliling protozoa, penulis menyimpulkan bahwa protozoa
yang teramati bersal dari jenis paramecium caudatum.
Pada hasil pengamatan protozoa ke VIII teramati bahwa protoza berasal dari golongan ciliphora
namun jenisnya tidak dapat dipastikan dikarenakan bentuknya yang abstrak walaupun teramati
bahwa sampel memiliki alat gerak berupa rambut getar.
Pengamatan protozoa terakhir (IX) teridentifikasi bahwa alat gerak protozoa berupa buluh
cambuk dan bulu getar, protozoa ini menggunakan bulu getarnya untuk bergerak lurus dan akan
menggunakan buluh cambuknya seperti dayung perahu untuk berbelok atau berbalik
arah.Pengamatan terakhir adalah pengamatn mikroalgae pada media KNOP. Pengamatan ini
dilakukan oleh kelompok 1. Prosedur pengamatan sama dengan prosedur pengamatan pada
protozoa karena media yang digunakan sudah media cair. Dari hasil pengamatan didapat
mikroalgae

VII. Kesimpulan
Identifikasi jamur :
Sampel I

: Ascomycota

Sampel VI

: Zygomycota,

Sampel II

: Zygomycota, Rhizopus

Sampel VII

: Zygomycota,

Sampel III : Zygomycota,

Sampel VIII

: Zygomycota,

Sampel IV : Zygomycota,

Sampel Keju
mucedo

: Zygomycota, Mucor

Sampel V

: Zygomycota,

Identifikasi protozoa yang di dapat dari sampel air selokan ITB Kampus Jatinangor :
Kelompok I : Ciliophora, Vorticella
sp

Kelompok VI: Mastigospora , Ceratium


hicudinella

Kelompok II : Sarodina, Entamoeba


histolitica
Kelompok III : Ciliophora

Ciliophora, Paramecium sp
Kelompok VII : Ciliophora
Kelompok VIII : Ciliophora

Kelompok IV : Sacrodina
Kelompok V : Ciliophora

Identifikasi mikroalgae yang di dapat dari media KNOP

Klasifikasi Chlorophyta, Closterium leibleinii Kutz

VIII. Daftar Pustaka

Madigan, Michael T. 2012. Brock Biology of Microorganism Thirteenth Edition. San


Fransisco : Pearson Education, Inc Benjamin Cummings. Pages 585- 607

MENGHITUNG JUMLAH SEL RAGI DALAM BILIK HITUNG


I.

TUJUAN

Menghitung jumlah sel ragi (yeast) pada lima kotak yang berukuran medium dalam
hemasitometer.

II.

PRINSIP DASAR

Perhitungan jumlah sel ragi dari kultur media cair yang dilakukan dengan hemasitometer
merupakan metode perhitungan secara langsung dengan Total Plate Count (TPC). Total Plate
Count (TPC) merupakan perhitungan sel ragi dalam 1 ml sampel kultur media yang dituang ke
atas hemasitometer, kemudian ditutup dengan kaca tutup dan dilakukan pengulangan sebanyak
tiga kali. Sel ragi yang ditempatkan pada hemasitometer dihitung berdasarkan jumlah sel yang
mengisi kotak-kotak yang akan digunakan pada hemasitometer. Pada praktikum menghitung
jumlah sel ragi digunakan kotak dengan ukuran medium, yaitu kotak yeng memiliki panjang dan
lebar 0,02 mm dan kedalaman 0,1mm.

III.

TEORI DASAR

Terdapat dua macam pengukuran yang digunakan untuk menghitung secara kuantitatif populasi
mikroorganisme yang paling umum, yaitu pengukuran jumlah sel dan masa sel. Pertumbuhan sel
juga dapat ditentukan dengan mengukur jumlah kehadiran beberapa konstituen penting seperti
RNA, DNA, atau protein. Untuk mengukur secara kuantitatif populasi mikroorganisme
digunakan dua metode, yaitu metode langsung dan tidak langsung.
I.
a.

Metode Langsung
Perhitungan Mikroskopis Langsung

Pada Perhitungan Mikroskopis Langsung sampel ditaruh di suatu ruang hitung dan jumlah sel
dapat dihitung langsung dengan bantuan mikroskop. Keuntungan metode ini adalah
pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan banyak peralatan. Namun, kelemahan metode ini
adalah tidak dapat membedakan sel-sel yang hidup dan sel yang mati. Selain itu ada kesulitan
dalam menghitung sel yang berukuran sangat kecil, kecenderungan sel bakteri yang bergerombol
juga menyulitkan dalam perhitungan.

b.

Jumlah Perkiraan Terdekat

Pada metode ini, jumlah bakteri dalam sampel ditentukan dengan suatu hubungan parameter
pertumbuhan dengan probability statistik.

c.

Standard Plate Count/Total Plate Count (SPC/TPC)

Metode ini yang paling umum digunakan untuk menentukan jumlah bakteri dalam suatu sampel.
Sampel bakteri diencerkan dan ditanamkan pada media pertumbuhan cawan petri, dimana jumlah
koloni dihitung setelah diinkubasi selama 24-48 jam. Asumsi yang digunakan adalah sel bakteri
diencerkan sampai titik dimana pembelahan sel tunggal akan menghasilkan koloni tampak pada
cawan petri. Jumlah bakteri pada sampel asli dihitung dengan mengalikan faktor pengenceran
dengan jumlah koloni yang dihitung. Hal ini mengasumsikan bahwa satu koloni terbentuk dari
satu sel tunggal. Keuntungan metode ini adalah sel yang terhitung adalah sel hidup, sedangkan
kerugian metode ini adalah tidak semua koloni yang terbentuk merupakan hasil pembelahan dari
sati sel tunggal.

1.

Metode Tidak Langsung

a.

Metode Kimia

Metode kimia digunakan untuk mengukur masa sel dan jumlah sel. Masa sel diestimasi dengan
menentukan berat kering kultur sel. Pertumbuhan sel diukur dengan peningkatan konsentrasi
protein atau produksi DNA. Selain itu, pertumbuhan sel juga dapat dihitung dari proses
metabolik sel. Konsumsi oksigen proporsional dengan peningkatan jumlah pertumbuhan sel-sel
aerob. Laju produksi karbon dioksida berhubungan dengan peningkatan pertumbuhan sel-sel
anaerob.

b.

Analisa Spektrofotometer

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur turbiditas atau kekeruhan yang dijadikan indikasi
adanya pertumbuhan pada kultur yang diukur melalui absorbansi. Kekurangan dari metode ini
adalah kekeruhan tidak hanya ditimbulkan dari sel hidup, sel mati pun dapat menimbulkan
kekeruhan. Untuk itu, biasanya metode ini digabungkan dengan metode SPC.

Salah satu penerapan dari metode perhitungan langsung adalah untuk menghitung sel ragi
dengan menggunakan bilik hitung yang berupa hemasitometer. Hemasitometer merupakan kaca
objektif tebal, diatasnya terdapat suatu dataran yang dalamnya 0,1 mm. Hemasitometer terdiri
dari sembilan kotak empat persegi besar dengan luas 1 mm2, sehingga volumenya 0,1 mm3 yang
setara dengan 10-4 ml. Pada kotak besar terdapat 25 kotak medium dengan luas 0,04 mm2 dan
kedalaman 0,1 mm sehingga volumenya 0,004 mm3. Setiap kotak medium terdiri dari 16 kotak
kecil dengan luas 0,0025 mm2 dan kedalaman 0,1 mm sehingga volumenya 25x10-5.

VI. ALAT DAN BAHAN


NO

ALAT

BAHAN

Mikroskop

Suspensi ragi

Mikro pipet

Aquades

Hemasitometer

Kaca Tutup

5.

V.HASIL PENGAMATAN
NO GAMBAR

DESKRIPSI

TANGGAL
PENGAMATAN

1.

Kotak 1

30 September 2014

Perbesaran :

L Ob : 40x

L Ok : 10x

Total : 400x

Dalam kotak medium 1


tersebut terdapat : 136 sel

2.

Kotak 2

30 September 2014

Perbesaran :

L Ob : 100x

L Ok : 10x

Total : 1000x

Dalam kotak medium 2


tersebut terdapat : 249 sel

3.

Kotak 3

30 September 2014

Perbesaran :

L Ob : 100x

L Ok : 10x

Total : 1000x

Dalam kotak medium 3


tersebut terdapat : 280 sel

4.

Kotak 4

30 September 2014

Perbesaran :

L Ob : 100x

L Ok : 10x

Total : 1000x

Dalam kotak medium 4


tersebut terdapat : 315 sel

5.

Kotak 5
Perbesaran :

L Ob : 100x

L Ok : 10x

Total : 1000x

Dalam kotak medium 5


tersebut terdapat : 389 sel

30 September 2014

VI. ANALISIS
Dalam melakukan percobaan perhitungan jumlah sel ragi dengan hemasitometer, hal pertama
yang harus dilakukan adalah membersihkan terlebih dahulu hamasitometer dengan mengelapnya
menggunakan kain yang lembut atau tisu. Tujuan pembersihan ini agar hemasitometer dipastikan
benar-benar kering sehingga ketinggian sampel tepat 0,1 mm. Jika hemasitometer dalam keadaan
tidak benar-benar kering akan mempengaruhi volume perhitungan sampel ragi sehingga tinggi
cairan melebihi 0,1 mm yang dapat menyebabkan sampel suspensi ragi meluap dari tinggi kotakkotak segi empat pada hemasitometer. Pembersihan juga dilakukan untuk menghilangkan debu
atau kotoran yang menempel pada hemasitometer yang dapat menyebabkan kesalahan dalam
perhitungan. Karena jika ada kotoran yang menempel pada hemasitometer dapat teramati di
mikroskop dan terhitung sebagai sel bakteri. Selain itu, pembersihan dilakukan dengan kain yang
lembut atau tisu bertujuan agar ketika dilakukan pembersihan tidak terjadi goresan pada alat ini,
karena jika ada goresan pada hemasitometer akan terlihat saat mengamati di mikroskop. Setelah
proses pembersihan hemasitometer, cover glass atau kaca tutup diletakkan di atas
hemasitometer. Peletakkan ini beguna untuk menjaga sel ragi yang akan dihitung pada ruang
kotak-kotak hemasitometer tetap bentuknya, volumenya dan tidak terkontaminasi. Setelah
hemasitometer dan kaca penutup diletakkan sedemikian rupa, sampel suspensi ragi yang akan
diambil sampelnya dikocok terlebih dahulu. Pengocokan suspensi ragi dilakukan untuk
mencampur suspensi ragi dengan merata, agar konsentrasi pada keseluruhan suspensi tersebut
sama. Suspensi ragi yang merata atau memiliki konsentrasi yang sama setelah di kocok
diperlukan agar pengambilan sampel dari suspensi ragi mengandung sel-sel ragi yang merata
juga sehingga ketika sampel suspensi ragi sebanyak 0,1 ml diambil, jumlah sel dalam sampel
suspensi itu menggambarkan jumlah sel keseluruhan. Sampel suspensi ragi dituangkan dengan
mikro pipet sebanyak 0,1 ml ke saluran yang berada pada hemasitometer. Penggunaan mikro
pipet dalam mengambil sampel suspensi ragi dimaksudnkan agar volume yang terambil benarbenar tepat 0,1 ml. Tepatnya pengambilan volume sebanyak 0,1 ml dikarenakan mikro pipet
merupakan pipet yang dapat di atur ukuran pengambilan volumenya. Sampel suspensi ragi yang
dialirkan pada saluran hemasitometer ini akan bergerak mengalir ke permukaan hemasitometer

dan akan mengisi ruang hemasitometer. Setelah sampel suspensi ragi siap untuk dihitung,
hemasitometer diletakkan di atas meja mikroskop kemudian lampu mikroskop dinyalakan dan
diafragma mikroskop yang tertutup. Diafragma mikroskop ditutup agar cahaya dari lampu
mikroskop tidak dapat diteruskan melalui celah yang berada di meja mikroskop sehingga cahaya
yang mengenai hemasitometer sedikit redup. Cahaya yang redup digunakan dalam pencahayaan
pada perhitungan sel ragi dengan hemasitometer agar garis-garis tipis segi empat dan transparan
pada hemasitometer dapat terlihat. Karena jika diafragma mikroskop dibuka cahaya yang
dihasilkan terlalu terang yang mengakibatkan garis-garis yang transparan pada hemasitometer
tidak akan terlihat sehingga perhitungan tidak dapat dilakukan.
Ruang hemasitometer yang terisi dengan suspensi ragi dapat langsung dihitung jumlah sel-sel
raginya. Perhitungan dimulai dengan mengambil 1 kotak medium yang berisi 16 kotak kecil.
Dari tiap- tiap kotak kecil dihitung jumlah sel ragi yang terlihat. Dalam pengamatan yang
dilakukan sel ragi dapat terlihat seperti bintik- bintik yang memebuhi kotak. Perhitungan ditiap
kotak dilakukan secara manual, hal ini menyebabkan jumlah sel yang ada di dalam kotak bersifat
subjektif. Oleh karena itu perhitungan harusnya dilakukan perseorangan saja atau maksimal 2
orang penghitung. Setelah masing- masing kotak kecil dihitung, di jumlahkan. Hasilnya akan
menjadi jumlah sel dalam 1 kotak medium. Perhitungan ini diulang kembali dengan pengambilan
kotak medium yang lain tetap dalam 1 kali pengamatan. Hasil dari perhitungan sel tiap kotak
medium kemudian di jumlahkan. Jumlah ini kemudian dibagi dengan volume kotak medium
yang telah dikalikan dengan jumlah pengambilan kotak medium pada pengamatan. Hasilnya
adalah jumlah sel per volume. Dalam pecobaan ini satuan yang didapat sel/mm 3.. Bagi sel ragi
yang bersinggungan dengan sisi kotak, jika bersinggungan dengan sisi atas maka sel ragi tersebut
dimasukkan ke kotak yang berada di bawah garis, jika sel ragi bersinggungan dengan garis sisi
kotak samping maka sel ragi dimasukkan ke kotak yang berada di sebelah kanan garis.
Penetapan perhitungan itu dilakukan agar tidak terjadi perhitungan yang berulang pada sel ragi
yang bersinggungan dengan sisi kotak.
Jumlah sel =
Dimana c merupakan jumlah sel yang dihitung pada tiap- tiap kotak medium.

Jumlah yang di dapat dari hasil pengamatan sebagai berikut ;


Jumlah sel =
Jumlah sel =
Jumlah sel =
Jumlah sel = 68450 sel/mm3

VII. KESIMPULAN
Jadi, jumlah sel bakteri pada 80 kotak kecil adalah 68450 sel/mm3
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Madigan, Michael T. 2012. Brock Biology of Microorganism Thirteenth Edition. San


Fransisco : Pearson Education, Inc Benjamin Cummings. Pages 126-132.

Anda mungkin juga menyukai