Neuritis Retrobulbar Wansu
Neuritis Retrobulbar Wansu
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Neuritis retrobulbaris adalah suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di
belakang diskus optikus sehingga perubahan-perubahan dini di diskus optikus
tidak tampak dengan oftalmoskop; namun ketajaman penglihatan sangat
menurun. (Pasien tidak melihat apa-apa, dan dokter juga tidak melihat apaapa)11. Sementara neuritis optikus adalah suatu peradangan, infeksi atau
dimielinisasi saraf optikus akibat berbagai macam penyakit10,11.
2.2. Etiologi
Klasifikasi etiologik penyakit pada saraf optikus1,11:
1.
2.
Penyakit demielinisasi
a) Sklerosis multipel
b) Sindrom demielinisasi jarang lainnya, misalnya neuromielitis optika
(penyakit Devic)
3.
Infeksi virus
a) Neuritis optikus virus (morbili, mumps, cacar air, influenza)
b) Ensefalomielitis pascainfeksi
c) Poliradikuloneuronitis (sindrom Guillain-Barre)
d) Mononukleosis infeksiosa
e) Herpes zozter
4.
5.
6.
7.
Toksik
a) Ambliopia tembakau-alkohol
b) Logam berat: arsen, timbal, talium
c) Obat: etambutol, isoniazid, streptomisin, disulfiram, digitalis,
kloramfenikol, klorokuin, klorpropamid, hidroksikuinolin berhalogen
(mis. iodoklor-hidroksikuin)
d) Metanol
8.
9.
Panyakit vaskular
a) Arteritis temporalis
b) Arteriosklerosis (neuropati optikus iskemik anterior): diabetes melitus,
hipertensi
c) Poliarteritis nodosa
d) Penyakit Takayasu
c) Sindrom paraneoplastik
11. Trauma
12. Neuropati radiasi
2.3. Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi neuritis optikus dan sklerosis multipel (MS) adalah
identik. MS dan neuritis optikus diperkirakan memiliki mekanisme autoimun
dicetuskan oleh faktor lingkungan (seperti virus) pada orang yang rentan. Sel Thelper (CD4 +) adalah sel efektor utama. Ini diaktifkan di perifer oleh faktor
lingkungan dan melintasi barier saraf aliran darah otak atau aliran darah optik. Di
dalam SSP yang mereka hadapi saraf otomatis-antigen, berkembang biak,
mengaktifkan dan merekrut sel-sel inflamasi lainnya, dan merangsang sel-sel
kekebalan tubuh dan parenkim lokal seperti mikroglia dan astrosit untuk
memproduksi sitokin pro-inflamasi. Kerusakan saraf melibatkan jalur kompleks
juga melibatkan sel-sel CD8 +, sel B, antibodi, dan komplemen. Hal ini
menyebabkan fitur patologis kunci dari MS / neuritis optikus: peradangan,
demielinasi, kehilangan aksonal, dan gliosis. Sinyal untuk resolusi peradangan
tidak dikenal. Pemulihan saraf merupakan kombinasi resolusi peradangan,
kembali mielinasi, dan plastisitas saraf. Hilangnya akson, neuron, dan mielin
dapat dinilai dengan menggunakan MRI kuantitatif dan teknik tomografi
koherensi optik. Kerusakan radikal bebas dan eksisotisiti glutamat diperkirakan
memainkan peran penting dalam kerusakan aksonal dan mielin, dan telah
dikaitkan dengan disfungsi mitokondria2.
2. Jenis kelamin: wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada
laki-laki.
3. Ras: neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada ras
yang lain
4. Mutasi ginetik: Mutasi genetik tertentu dapat meningkatkan resiko terkena
neuritis optikus atau sklerosis multipel.
2.5. Epidemiologi
Studi dari Swedia dan Denmark telah melaporkan kejadian dari neuritis optikus
sekitar 4-5 per 100.000 kasus per tahun. Pasien yang tinggal di daerah beriklim
sedang lebih cenderung untuk menghidap neuritis optikus5.
The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) memastikan sebagian ciri demografik
papilitis dan neuritis optikus akut. Lebih dari 77% pasien adalah wanita; 85%
berkulit putih; dan usia rerata adalah 32 tahun. Di berbagai kelompok populasi di
dunia, neuritis retrobulbaris berkaitan dengan sklerosis multipel pada 13-85%
pasien. Persentase perkembangan menjadi sklerosis multipel setelah suatu episode
neuritis optikus cenderung lebih tinggi seiring dengan peningkatan lama tindak
lanjut pasien11.
Hilangnya penglihatan:
Kehilangan penglihatan akan terjadi secara akut, terjadi dalam beberapa jam
sampai hari yang mengenai satu atau kedua mata (biasanya pada anakanak)6,8. Tajam penglihatan akan turun maksimal dalam 2 minggu. Pada
3.
4.
5.
Tanda Uhthoff:
Penglihatan turun setelah olah raga atau suhu tubuh naik6.
6.
Fenomena Pulfrich:
Benda bergerak dalam garis lurus mungkin tampak memiliki lintasan
melengkung, diasumsi akibat konduksi asimetris antara saraf optik5.
Gambar 2-1. Defek lapangan pandang akibat berbagai lesi jalur optikus.
2.7. Diagnosis
1. Anamnesis5
Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur,
kesulitanmembaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya
cahaya, persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya
visus untuk sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman
2. Pemeriksaan Fisik5
Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung
yangmenurun atau hilang.
Penglihatan warna.
3. Pemeriksaan Penunjang
Neuritis retrobulbar adalah suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di
belakang diskus optikus sehingga perubahan-perubahan dini di diskus optikus
tidak tampak dengan oftalmoskop; namun ketajaman penglihatan sangat
menurun11.
Pada neuritis retrobulbar, diskus optikus dapat tetap tampak normal selama 4-6
minggu. Walaupun pada permulaan tidak terlihat kelainan fundus, lama kelamaan
akan terlihat kekaburan batas papil syaraf optik dan degenerasi syaraf optik akibat
degenerasi serabut syaraf, disertai atrofi descenden (secondary optic atrophy) akan
terlihat papil pucat dengan batas yang tegas.
Tes diagnostik seperti MRI, analisis cairan serebrospinal dan serologi, umumnya
dipakai dengan alasan sebagai berikut4:
1) Untuk menentukan penyebabnya apakah suatu proses inflamasi atau non
inflamasi, nonidiopathi, dan infeksi.
2) Untuk menentukan prognosisnya, apakah akan berkembang secara klinis
menjadi multipel sklerosis.
konduksi sinyal elektrik yang lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus.
Pemeriksaan darah3
Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis optica.
Pasien dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksaan ini untuk
mendeteksi apakah berkembang menjadi neuromyelitis optica. Pemeriksaan
tingkat sedimen eritrosit (erythrocyte sedimentation rate (ESR) dipakai untuk
mendeteksi inflamasi pada tubuh, tes ini dapat menentukan apakah neuritis
optikus disebabkan oleh inflamasi arteri kranialis.
2.8. Diagnosa Banding1,4
1. Papilitis
Papilitis adalah inflamasi yang mengenai nervus optikus di dalam bola mata,
merupakan salah satu tipe neuritis optikus yang sering terjadi pada anak-anak,
memiliki gejala yang sama dengan neuritis retrobulbar tetapi pada pemeriksaan
dengan opthalmoskopis dapat ditemukan pembengkakan pada diskus optikus,
hiperemi, tepi kabur dan semua pembuluh darah dilatasi.
10
11
Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas
terhadap kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua
yang dinilai. MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah
dilakukan untuk semua pasien. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
a) Terapi dengan menggunakan metil prednisolon IV mempercepat pulihnya
penglihatan tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai
dengan 5 tahun bila dibandingkan dengan terapi menggunakan placebo
atau prednison oral, keuntungan terapi dengan menggunakan metil
prednisolon IV ini baik dalam 15 hari pertama saja.
b) Pasien yang mendapatkan terapi dengan menggunakan prednison oral saja
didapatkan terjadi resiko rekurensi neuritis optiknya (30% setelah 2 tahun
dibandingkan dengan kelompok placebo 16% dan kelompok yang
mendapatkan steroid IV 13%) sampai dengan follow up 5 tahun.
c) Pasien dengan monosymptomatik yang mendapatkan terapi dengan
menggunakan metilprednisolon intra vena didapatkan penurunan tingkat
perkembangan ke arah CDMS selama 2 tahun pertama follow up, tetapi
tidak bermanfaat setelah 2 tahun karena persentase perkembangan menjadi
CDMS hampir sama dengan kelompok prednison oral dan placebo.
Diantara pasien dengan resiko tinggi berkembang menjadi CDMS yang ditetapkan
dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih lesi white matter), telah
dilakukan penelitian 383 pasien oleh (the Controlled High-Risk Avonex MS
Prevention Study [CHAMPS]) menunjukkan terapi dengan interferon -1a pada
pasien acute monosymptomatic demyelinating optic neuritis berkurang secara
signifikan dalam 3 tahun dibandingkan dengan kelompok placebo, juga terdapat
12
pengurangan tingkat lesi baru pada MRI otak. Hasil yang sama juga didapatkan
pada pasien dengan neuritis optikus. Semua pasien kelompok terapi dengan
interferon -1a dan kelompok placebo juga mendapatkan terapi dengan metil
prednisolon IV selama 3 hari diikuti dengan prednison oral selama 11 hari sesuai
dengan protokol ONTT. Meskipun terapi dengan interferon -1a pada pasien
neuritis optikus dan pada pasien yang beresiko menurut pemeriksaan MRI
manfaat jangka panjangnya tidak diketahui, tetapi hasil dari CHAMPS
memberikan suatu terapi awal yang rasional. Ini didukung oleh hasil penelitian
dari Early Treatment of Multiple Sclerosis Study [ETOMS]) yang menghasilkan
selama 2 tahun follow up terjadi penurunan yang signifikan jumlah pasien yang
berkembang menjadi CDMS dengan terapi awal interferon -1a (34%) bila
dibandingkan dengan kelompok placebo (45%).
Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua atau lebih
(diameter 3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari ONTT, CHAMPS,
dan ETOMS, yaitu:
a) Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama
3 hari) diikuti dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari selama 11 hari
kemudian 4 hari taper).
b) Interferon -1a (30 Avonex g intramuskular satu kali seminggu).
Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI kurang
13
2.9. Prognosis
Prognosis dari penglihatan baik. Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau
mendekati sempurna setelah 6-12 minggu, sebanyak 95% pasien pulih
penglihatannya menjadi visus 20/ 40 atau lebih baik. Begitu proses pemulihan
dimulai, sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan,
meskipun pemulihan dalam 1 tahun juga memungkinan. Derajat keparahan
kehilangan penglihatan awal menjadi penentu terhadap prognosis penglihatan.
Meskipun penglihatan dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak
pasien dengan acute demyelinating optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada
penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian dan kualitas hidupnya. Kelainan
tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna
(33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89
100%), reaksi pupil afferent (5592%), diskus optikus (6080%), dan visualevoked potential (63100%). Rekurensi dapat terjadi pada mata yang lain, kirakira 30% dari partisipan ONNT terdapat episode ke 2 pada mata yang lain dalam
5 tahun4.
14
BAB 3
KESIMPULAN
Neuritis retrobulbaris adalah suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di
belakang diskus optikus sehingga perubahan-perubahan dini di diskus optikus
tidak tampak dengan oftalmoskop; namun ketajaman penglihatan sangat
menurun. (Pasien tidak melihat apa-apa, dan dokter juga tidak melihat apaapa)11. Neuritis retrobulbaris biasanya berjalan akut yang mengenai satu atau
kedua mata. Ia dapat disebabkan oleh sklerosis multipel, penyakit mielin saraf,
anemia pernisiosa, diabetes melitus, dan intoksikasi6.
Gejala yang ditimbulkan dari penyakit neuritis retrobulbaris sama seperti neuritis
optikus yaitu akan terdapat kehilangan penglihatan dalam beberapa jam sampai
hari yang mengenai satu atau kedua mata, dengan usia yang khusus 18-45 tahun,
sakit pada rongga orbita terutama pada pergerakkan mata, penglihatan warna
terganggu, tanda Uhthoff (penglihatan turun setelah olah raga atau suhu tubuh
naik), dan gangguan lapangan pandang sentral atau sekosentral, akan tetapi pada
neuritis retrobulbaris gambaran fundus sama sekali normal6.
Pengobatan dibahagi dua yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Secara umum
pengobatan neuritis retrobulbaris adalah dengan kortikosteroid4.
15
DAFTAR PUSTAKA
D.G.,
Asbury
T.,
Riordan-Eva
P.,
Neuro-Oftalmologi,
16
17