Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Neuritis optikus adalah merujuk kepada peradangan atau dimeilinisasi saraf
optik7,9. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab umum kehilangan
penglihatan11. Berdasarkan kategori klinik dan pemeriksaan opthalmoskopis
terbagi menjadi papilitis dan neuritis retrobulbaris10. Papilitis merupakan
peradangan papil saraf optik yang dapat terlihat dengan pemeriksaan fundoskopi
sedangkan pada neuritis retrobulbaris merupakan radang saraf optik yang terletak
di belakang bola mata dan tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan
fundoskopi6,7.
Neuritis retrobulbaris biasanya berjalan akut yang mengenai satu atau kedua mata.
Ia dapat disebabkan oleh sklerosis multipel, penyakit mielin saraf, anemia
pernisiosa, diabetes melitus, dan intoksikasi6.
Gejala yang ditimbulkan dari penyakit neuritis retrobulbaris sama seperti neuritis
optikus yaitu akan terdapat kehilangan penglihatan dalam beberapa jam sampai
hari yang mengenai satu atau kedua mata, dengan usia yang khusus 18-45 tahun,
sakit pada rongga orbita terutama pada pergerakkan mata, penglihatan warna
terganggu, tanda Uhthoff (penglihatan turun setelah olah raga atau suhu tubuh
naik), dan gangguan lapangan pandang sentral atau sekosentral, akan tetapi pada
neuritis retrobulbaris gambaran fundus sama sekali normal6.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Neuritis retrobulbaris adalah suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di
belakang diskus optikus sehingga perubahan-perubahan dini di diskus optikus
tidak tampak dengan oftalmoskop; namun ketajaman penglihatan sangat
menurun. (Pasien tidak melihat apa-apa, dan dokter juga tidak melihat apaapa)11. Sementara neuritis optikus adalah suatu peradangan, infeksi atau
dimielinisasi saraf optikus akibat berbagai macam penyakit10,11.

2.2. Etiologi
Klasifikasi etiologik penyakit pada saraf optikus1,11:
1.

Neuritis optikus idiopatik

2.

Penyakit demielinisasi
a) Sklerosis multipel
b) Sindrom demielinisasi jarang lainnya, misalnya neuromielitis optika
(penyakit Devic)

3.

Infeksi virus
a) Neuritis optikus virus (morbili, mumps, cacar air, influenza)
b) Ensefalomielitis pascainfeksi
c) Poliradikuloneuronitis (sindrom Guillain-Barre)
d) Mononukleosis infeksiosa
e) Herpes zozter

4.

Perluasan lokal penyakit peradangan


a) Sinusitis
b) Penyakit intrakranium: meningitis, ensefalitis
c) Penyakit orbita: selulitis, vaskulitis
d) Penyakit intraokular: korioretinitis, endolfalmitis, iridosiklitis.

5.

Infeksi dan peradangan sistemik


a) Sifilis
b) Tuberkulosis
c) Triptokokosis
d) Koksidiodomikosis
e) Endokarditis infektif
f) Sarkoidosis

6.

Nutrisi dan metabolik


a) Diabetes melitus
b) Difisiensi vitamin: difisiensi vitamin B12, beriberi, pelagra

7.

Toksik
a) Ambliopia tembakau-alkohol
b) Logam berat: arsen, timbal, talium
c) Obat: etambutol, isoniazid, streptomisin, disulfiram, digitalis,
kloramfenikol, klorokuin, klorpropamid, hidroksikuinolin berhalogen
(mis. iodoklor-hidroksikuin)
d) Metanol

8.

Atrofi optikus herediter


a) Penyakit Leber
b) Atrofi optikus dominan (juvenilis)
c) Atrofi optikus resesif (infantilis)
d) Penyakit heredodegeneratif
e) Anomali saraf optikus

9.

Panyakit vaskular
a) Arteritis temporalis
b) Arteriosklerosis (neuropati optikus iskemik anterior): diabetes melitus,
hipertensi
c) Poliarteritis nodosa
d) Penyakit Takayasu

10. Penyakit neoplastik


a) Infiltrasi langsung saraf optikus, leukimik atau maligna
b) Neuropati tekanan: tumor, panyakit mata tiroid

c) Sindrom paraneoplastik
11. Trauma
12. Neuropati radiasi
2.3. Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi neuritis optikus dan sklerosis multipel (MS) adalah
identik. MS dan neuritis optikus diperkirakan memiliki mekanisme autoimun
dicetuskan oleh faktor lingkungan (seperti virus) pada orang yang rentan. Sel Thelper (CD4 +) adalah sel efektor utama. Ini diaktifkan di perifer oleh faktor
lingkungan dan melintasi barier saraf aliran darah otak atau aliran darah optik. Di
dalam SSP yang mereka hadapi saraf otomatis-antigen, berkembang biak,
mengaktifkan dan merekrut sel-sel inflamasi lainnya, dan merangsang sel-sel
kekebalan tubuh dan parenkim lokal seperti mikroglia dan astrosit untuk
memproduksi sitokin pro-inflamasi. Kerusakan saraf melibatkan jalur kompleks
juga melibatkan sel-sel CD8 +, sel B, antibodi, dan komplemen. Hal ini
menyebabkan fitur patologis kunci dari MS / neuritis optikus: peradangan,
demielinasi, kehilangan aksonal, dan gliosis. Sinyal untuk resolusi peradangan
tidak dikenal. Pemulihan saraf merupakan kombinasi resolusi peradangan,
kembali mielinasi, dan plastisitas saraf. Hilangnya akson, neuron, dan mielin
dapat dinilai dengan menggunakan MRI kuantitatif dan teknik tomografi
koherensi optik. Kerusakan radikal bebas dan eksisotisiti glutamat diperkirakan
memainkan peran penting dalam kerusakan aksonal dan mielin, dan telah
dikaitkan dengan disfungsi mitokondria2.

2.4. Faktor Risiko


Faktor risiko untuk neuritis optik yang timbul dari gangguan autoimun termasuk3:
1. Usia: neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun;
usia rata-rata terkena sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat
terkena juga tetapi frekuensinya lebih sedikit.

2. Jenis kelamin: wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada
laki-laki.
3. Ras: neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada ras
yang lain
4. Mutasi ginetik: Mutasi genetik tertentu dapat meningkatkan resiko terkena
neuritis optikus atau sklerosis multipel.

2.5. Epidemiologi
Studi dari Swedia dan Denmark telah melaporkan kejadian dari neuritis optikus
sekitar 4-5 per 100.000 kasus per tahun. Pasien yang tinggal di daerah beriklim
sedang lebih cenderung untuk menghidap neuritis optikus5.
The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) memastikan sebagian ciri demografik
papilitis dan neuritis optikus akut. Lebih dari 77% pasien adalah wanita; 85%
berkulit putih; dan usia rerata adalah 32 tahun. Di berbagai kelompok populasi di
dunia, neuritis retrobulbaris berkaitan dengan sklerosis multipel pada 13-85%
pasien. Persentase perkembangan menjadi sklerosis multipel setelah suatu episode
neuritis optikus cenderung lebih tinggi seiring dengan peningkatan lama tindak
lanjut pasien11.

2.6. Gejala Klinis


Neuritis retrobulbaris mempunyai gejala seperti neuritis akan tetapi dengan
gambaran fundus yang sama sekali normal6. Keluhan utama pada neuritis optikus
yaitu:
1.

Hilangnya penglihatan:
Kehilangan penglihatan akan terjadi secara akut, terjadi dalam beberapa jam
sampai hari yang mengenai satu atau kedua mata (biasanya pada anakanak)6,8. Tajam penglihatan akan turun maksimal dalam 2 minggu. Pada

sebagian besar neuritis optikus tajam penglihatan akan kembali normal


sesudah beberapa minggu6.
2.

Penglihatan warna akan terganggu (Diskromatopsia):


Hal ini sering terjadi terutama terhadap warna merah, dan lebih menonjol dari
penurunan penglihatan1,5.

3.

Nyeri di sekitar mata:


Nyeri bisa diperburuk dengan pergerakan mata tertentu. Rasa sakit mungkin
mendahului hilangnya penglihatan5.

4.

Defek lapangan pandang sentral atau sekosentral6,8.

5.

Tanda Uhthoff:
Penglihatan turun setelah olah raga atau suhu tubuh naik6.

6.

Fenomena Pulfrich:
Benda bergerak dalam garis lurus mungkin tampak memiliki lintasan
melengkung, diasumsi akibat konduksi asimetris antara saraf optik5.

Gambar 2-1. Defek lapangan pandang akibat berbagai lesi jalur optikus.

2.7. Diagnosis
1. Anamnesis5
Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur,
kesulitanmembaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya
cahaya, persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya
visus untuk sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman

penglihatan mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa,


neuritis optik seringkali unilateral.
Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung
diagnosis. Pada orang dewasa, terdapat faktor risiko sklerosis multipel yang
lebih besar. Rasa sakit pada mata, terutama ketika mata bergerak.

2. Pemeriksaan Fisik5

Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan ( 20 / 30), sedang (


20 / 60),maupun berat ( 20 / 70).

Pemeriksaan lapang pandang. Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat


berupa:skotoma sentrosecal, kerusakan gelendong saraf parasentral,
kerusakan gelendongsaraf yang meluas ke perifer, kerusakan gelendong
saraf yang melibatkan fiksasidan perifer saja.

Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung
yangmenurun atau hilang.

Penglihatan warna.

3. Pemeriksaan Penunjang

Neuritis retrobulbar adalah suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di
belakang diskus optikus sehingga perubahan-perubahan dini di diskus optikus
tidak tampak dengan oftalmoskop; namun ketajaman penglihatan sangat
menurun11.

Pada neuritis retrobulbar, diskus optikus dapat tetap tampak normal selama 4-6
minggu. Walaupun pada permulaan tidak terlihat kelainan fundus, lama kelamaan
akan terlihat kekaburan batas papil syaraf optik dan degenerasi syaraf optik akibat
degenerasi serabut syaraf, disertai atrofi descenden (secondary optic atrophy) akan
terlihat papil pucat dengan batas yang tegas.

Tes diagnostik seperti MRI, analisis cairan serebrospinal dan serologi, umumnya
dipakai dengan alasan sebagai berikut4:
1) Untuk menentukan penyebabnya apakah suatu proses inflamasi atau non
inflamasi, nonidiopathi, dan infeksi.
2) Untuk menentukan prognosisnya, apakah akan berkembang secara klinis
menjadi multipel sklerosis.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)1,4


MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan
myelin, yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel.
MRI juga dapat membantu menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain.
Pada pasien yang dicurigai menderita neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan
orbita dengan fat suppression dan gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan
untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi white matter. MRI dilakukan dalam
dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan
fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan pelebaran nervus
optikus. Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan
apakah terdapat lesi ke arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke
sklerosis multipel adalah terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih,
bulat, lokasinya di area periventrikular dan menyebar ke ruangan ventrikular.

Pemeriksaan cairan serebrospinal4


Protein ologinal banding pada cairan serebrospinal merupakan penentu sklerosis
multipel. Terutama dilakukan terhadap pasien-pasien dengan pemeriksaan MRI
normal.

Visually Evoked Potentials Test3


Visually evoked potentials test adalah suatu test yang merekam sistem visual,
auditorius dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Visually evoked
potentials test menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi

konduksi sinyal elektrik yang lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus.

Pemeriksaan darah3
Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis optica.
Pasien dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksaan ini untuk
mendeteksi apakah berkembang menjadi neuromyelitis optica. Pemeriksaan
tingkat sedimen eritrosit (erythrocyte sedimentation rate (ESR) dipakai untuk
mendeteksi inflamasi pada tubuh, tes ini dapat menentukan apakah neuritis
optikus disebabkan oleh inflamasi arteri kranialis.
2.8. Diagnosa Banding1,4

1. Papilitis
Papilitis adalah inflamasi yang mengenai nervus optikus di dalam bola mata,
merupakan salah satu tipe neuritis optikus yang sering terjadi pada anak-anak,
memiliki gejala yang sama dengan neuritis retrobulbar tetapi pada pemeriksaan
dengan opthalmoskopis dapat ditemukan pembengkakan pada diskus optikus,
hiperemi, tepi kabur dan semua pembuluh darah dilatasi.

2. Compressive optic neuropathy


Terdapat kehilangan penglihatan akut. Pola kehilangan lapang pandang
menunjukkan penyebabnya non inflamasi, misalnya ditemukan kehilangan
penglihatan pada mata lainnya. CT Scan atau MRI dapat mengidentifikasi lesi
kompresif pada orbita dan khiasma. Pada compressive optic neuropathy tidak
terdapat pemulihan penglihatan.

3. Nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy


Terdapatnya nyeri terutama pada pergerakan mata (meskipun tidak mutlak) secara

10

klinis dapat membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic


optic neuropathy.

4. Sindrom viral dan post viral


Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-3
minggu, tetapi dapat juga sebagai phenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai
anak-anak daripada dewasa dan terjadi karena proses imunologi yang
menghasilkan demielinisasi nervus optikus. Post viral atau parainfeksius neuritis
optikus dapat terjadi unilateral tetapi sering bilateral. Diskus optikus dapat normal
atau terjadi pembengkakan.
2.7. Penatalaksanaan4

1. Terapi jangka pendek


The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara komprehensif
tentang penatalaksanaan neuritis optikus dengan menggunakan steroid. Dalam
penelitiannya ONTT melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-46 tahun dengan
neuritis optikus akut unilateral. Data follow up didapatkan dari kohort ONTT
(Longitudinal Optic Neuritis Study [LONS]) menghasilkan informasi yang
penting tentang gejala klinis, penglihatan jangka panjang, penglihatan yang
berkaitan dengan kualitas hidup dan peranan MRI otak dalam memutuskan resiko
berkembang menjadi CDMS (Clinically definite Multiple Sclerosis). Pasien yang
terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan terapi, yaitu:
a) Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari
dengan 4 hari taper ( 20 mg hari 1, 10 mg hari ke 2 dan 4) (kelompok terapi
oral).
b) Mendapatkan terapi dengan metilprednisolon sodium suksinat IV 250 mg tiap
6 jam selama 3 hari, diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/ hari) selama
11 hari dengan 4 hari taper (kelompok terapi dengan metilprednisolon IV).

11

c) Mendapatkan terapi dengan placebo selama 14 hari.

Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas
terhadap kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua
yang dinilai. MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah
dilakukan untuk semua pasien. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
a) Terapi dengan menggunakan metil prednisolon IV mempercepat pulihnya
penglihatan tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai
dengan 5 tahun bila dibandingkan dengan terapi menggunakan placebo
atau prednison oral, keuntungan terapi dengan menggunakan metil
prednisolon IV ini baik dalam 15 hari pertama saja.
b) Pasien yang mendapatkan terapi dengan menggunakan prednison oral saja
didapatkan terjadi resiko rekurensi neuritis optiknya (30% setelah 2 tahun
dibandingkan dengan kelompok placebo 16% dan kelompok yang
mendapatkan steroid IV 13%) sampai dengan follow up 5 tahun.
c) Pasien dengan monosymptomatik yang mendapatkan terapi dengan
menggunakan metilprednisolon intra vena didapatkan penurunan tingkat
perkembangan ke arah CDMS selama 2 tahun pertama follow up, tetapi
tidak bermanfaat setelah 2 tahun karena persentase perkembangan menjadi
CDMS hampir sama dengan kelompok prednison oral dan placebo.

2. Terapi jangka panjang

Diantara pasien dengan resiko tinggi berkembang menjadi CDMS yang ditetapkan
dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih lesi white matter), telah
dilakukan penelitian 383 pasien oleh (the Controlled High-Risk Avonex MS
Prevention Study [CHAMPS]) menunjukkan terapi dengan interferon -1a pada
pasien acute monosymptomatic demyelinating optic neuritis berkurang secara
signifikan dalam 3 tahun dibandingkan dengan kelompok placebo, juga terdapat

12

pengurangan tingkat lesi baru pada MRI otak. Hasil yang sama juga didapatkan
pada pasien dengan neuritis optikus. Semua pasien kelompok terapi dengan
interferon -1a dan kelompok placebo juga mendapatkan terapi dengan metil
prednisolon IV selama 3 hari diikuti dengan prednison oral selama 11 hari sesuai
dengan protokol ONTT. Meskipun terapi dengan interferon -1a pada pasien
neuritis optikus dan pada pasien yang beresiko menurut pemeriksaan MRI
manfaat jangka panjangnya tidak diketahui, tetapi hasil dari CHAMPS
memberikan suatu terapi awal yang rasional. Ini didukung oleh hasil penelitian
dari Early Treatment of Multiple Sclerosis Study [ETOMS]) yang menghasilkan
selama 2 tahun follow up terjadi penurunan yang signifikan jumlah pasien yang
berkembang menjadi CDMS dengan terapi awal interferon -1a (34%) bila
dibandingkan dengan kelompok placebo (45%).

Pada model eksperimen sklerosis multipel, terapi dengan immunoglobulin


intravena telah ditunjukkan terjadi remielinisasi pada sistem syaraf sentral.
Penelitian lain (1992) menyarankan bahwa terapi dengan immunoglobulin
bermanfaat pada pasien neuritis optikus dengan penurunan penglihatan yang jelas.
Akan tetapi dalam penelitian terbaru tentang immunoglobulin intravena dengan
placebo pada 55 pasien sklerosis multipel dengan kehilangan penglihatan tetap
(20/ 40 atau lebih rendah) yang disertai neuritis optikus tidak menunjukkan
pemulihan yang signifikan terhadap tajam penglihatan.

Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua atau lebih
(diameter 3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari ONTT, CHAMPS,
dan ETOMS, yaitu:
a) Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama
3 hari) diikuti dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari selama 11 hari
kemudian 4 hari taper).
b) Interferon -1a (30 Avonex g intramuskular satu kali seminggu).
Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI kurang

13

dari 2, dan yang telah didiagnosis CDMS, diberikan terapi


metilprednisolon (diikuti prednison oral) dapat dipertimbangkan untuk
memulihkan penglihatan, tetapi ini tidak memperbaiki untuk jangka
panjang. Berdasarkan hasil penelitian dari ONTT, penggunaan prednison
oral saja (sebelumnya tidak diterapi dengan metilprednisolon IV ) dapat
meningkatkan resiko rekurensi.

2.9. Prognosis

Prognosis dari penglihatan baik. Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau
mendekati sempurna setelah 6-12 minggu, sebanyak 95% pasien pulih
penglihatannya menjadi visus 20/ 40 atau lebih baik. Begitu proses pemulihan
dimulai, sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan,
meskipun pemulihan dalam 1 tahun juga memungkinan. Derajat keparahan
kehilangan penglihatan awal menjadi penentu terhadap prognosis penglihatan.
Meskipun penglihatan dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak
pasien dengan acute demyelinating optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada
penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian dan kualitas hidupnya. Kelainan
tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna
(33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89
100%), reaksi pupil afferent (5592%), diskus optikus (6080%), dan visualevoked potential (63100%). Rekurensi dapat terjadi pada mata yang lain, kirakira 30% dari partisipan ONNT terdapat episode ke 2 pada mata yang lain dalam
5 tahun4.

14

BAB 3
KESIMPULAN
Neuritis retrobulbaris adalah suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di
belakang diskus optikus sehingga perubahan-perubahan dini di diskus optikus
tidak tampak dengan oftalmoskop; namun ketajaman penglihatan sangat
menurun. (Pasien tidak melihat apa-apa, dan dokter juga tidak melihat apaapa)11. Neuritis retrobulbaris biasanya berjalan akut yang mengenai satu atau
kedua mata. Ia dapat disebabkan oleh sklerosis multipel, penyakit mielin saraf,
anemia pernisiosa, diabetes melitus, dan intoksikasi6.
Gejala yang ditimbulkan dari penyakit neuritis retrobulbaris sama seperti neuritis
optikus yaitu akan terdapat kehilangan penglihatan dalam beberapa jam sampai
hari yang mengenai satu atau kedua mata, dengan usia yang khusus 18-45 tahun,
sakit pada rongga orbita terutama pada pergerakkan mata, penglihatan warna
terganggu, tanda Uhthoff (penglihatan turun setelah olah raga atau suhu tubuh
naik), dan gangguan lapangan pandang sentral atau sekosentral, akan tetapi pada
neuritis retrobulbaris gambaran fundus sama sekali normal6.
Pengobatan dibahagi dua yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Secara umum
pengobatan neuritis retrobulbaris adalah dengan kortikosteroid4.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology, Section 5 Neuro-Opthalmology.


San Fransisco: LEO. 2008-2009, 141-144
2. Anonim, Pathophysiology of optic Neuritis,Best Practice, dalam
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/966/basics/pathophysiology.html
3. Anonim, Optic Neuritis, mayo Clinic, dalam
http://www.mayoclinic.com/health/opticneuritis/DS00882/DSECTION=risk-factors
4. Balcer, L., R., Beck, R., W., Inflamatory Optic Neuropathies and
Neuroretinitis, dalam Opthalmology second edition, Hal 1263-1267,
Penerbit Mosby, St Louis, 2003, dalam
http://medtextfree.wordpress.com/2011/02/10/chapter-190-inflammatoryoptic-neuropathies-and-neuroretinitis/
5. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1217083 tanggal 29 maret 2011.
6. Ilyas S., Penglihatan Turun mendadak tanpa Mata Merah, Ilmu Penyakit
Mata edisi 3, Fakultas Kedokteran universitas Indonesia, 178-183
7. James B., Chew C., Bron A., Neuritis Optik, Lecture Notes Oftalmologi
edisi 9, Penerbit Erlangga, 151-152
8. Kline L.B., bajandas F.K., The Swollen Optic Disc, Neuro-Ophthalmology
Review Manual 5th Edition, Slack Incorporated, 143-145
9. Kaiser P.K., Pineda II R., Optic Neuritis, The Massachusetts Eye and Ear
Infirmary Illustrated Manual of Ophthalmology 3rd Edition, Sauders
Elsevier, 486-487
10. Kanski J.J., Optic Neuritis, Clinical Ophthalmology 6th Edition, Elsevier,
788-792
11. Vaughan

D.G.,

Asbury

T.,

Riordan-Eva

P.,

Neuro-Oftalmologi,

Oftalmologi Umum edisi 14, widya Medika, 272-283

16

17

Anda mungkin juga menyukai