Makalah Tetanus
Makalah Tetanus
Oleh:
SGD 8
(1002105009)
(1002105012)
(1002105017)
(1002105031)
(1002105044)
(1002105045)
(1002105054)
(1002105069)
(1002105071)
(1002105075)
(1002105087)
UNIVERSITAS UDAYANA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2011
Learning Task
An. D berusia 10 tahun dibawa ke RS dengan keluhan kejang berulang, demam, dan tidak
sadarkan diri. Dari anamnesa didapatkan riwayat tertusuk paku di halaman rumah, dan tidak
dilakukan perawatan luka secara adekuat. Riwayat imunisasi tetanus (-), Tax: 39 0C, TD:
80/50 mmHg, HR: 50x/menit, hyperhidrosis (+), RR: 40x/menit, penggunaan otot bantu nafas
(+), PCH (+), trimus, risus sardonikus, opistotonus, kaku kuduk (+).
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
ini!
Jelaskan komplikasi yang mungkin terjadi dan memperberat prognosis klien!
Apakah pengkajian yang harus dilakukan pada An. D?
Apakah masalah keperawatan yang dihadapi klien?
Susunlah tujuan, criteria hasil, intervensi terhadap masalah keperawatan yang dialami
An. D!
Pembahasan
1. Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan oleh pelepasan
neurotoksin (tetanospasmin) oleh Clostridium tetani. Tetanus dapat terjadi pada orang
yang belum diimunisasi, orang yang diimunisasi sebagian, atau telah diimunisasi
lengkap tetapi tidak memperoleh imunitas yang cukup karena tidak melakukan
booster secara berkala. (Tolan, 2008)
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran yang disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Gejala ini
bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin
(tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan
sumsum tulang belakang, sambungan neuromuskular (neuromuscular junction) dan
saraf otonom. (Pusponegoro, 2004)
2. Etiologi : Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridium tetani, kuman
berbentuk batang dengan sifat :
Basil Gram-positif dengan spora pada ujungnya sehingga berbentuk seperti
pemukul genderang
Obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkungan
rate adalah dengan cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port dentree tak
selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui :
Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar
yang luas.
Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat
dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan
merupakan penyebab utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang
menyebabkan terjadinya kasus tetanus neonatorum. (Sumarmo, 2008)
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam
tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob),
sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini
tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin
yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua
eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis
tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan oleh
tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1)
motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa
kasus, pada sistem saraf simpatis. Diperkirakan dosis letal minimum pada manusia
sebesar 2,5 nanogram per kilogram berat badan (satu nanogram = satu milyar gram),
atau 175 nanogram pada orang dengan berat badan 70 kg. (Cherry, 2004)
Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor end
plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan
menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe
dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motorik.
Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel
erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah
sel secara ektra aksional dan menimbulkan perubahan potensial membran dan
gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar
asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan
blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot
Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida
serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.
ditemukan oleh dokter gigi dan dokter bedah mulut. Gambaran klinis lainnya
meliputi iritabilitas, gelisah, hiperhidrosis dan disfagia dengan hidrofobia,
hipersalivasi dan spasme otot punggung. Manifestasi dini ini merefleksikan
otot bulbar dan paraspinal, mungkin karena dipersarafi oleh akson pendek.
Spasme dapat terjadi berulang kali dan berlangsung hingga beberapa menit.
Spasme dapat berlangsung hingga 3-4 minggu. Pemulihan sempurna
menyebabkan kematian.
Cephalic tetanus (Tetanus sefalik) : Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah
trauma kepala atau terjadi setelah infeksi telinga tengah. Gejala terdiri dari
disfungsi saraf kranialis motorik (seringkali pada saraf fasialis). Gejala dapat
berupa tetanus lokal hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki masa
3. Penatalaksanaan meliputi :
1) Anti Tetanus Serum (ATS).
Dewasa 50.000 U/hari, selama 2 hari berturut-turut, hari I diberikan dalam
infus glukosa 5 % 100 ml, hari II diberikan secara IM lakukan uji kulit
sebelum pemberian.
Anak 20.000 U/hari, selama 2 hari. Pemberian secara drip infus 40.000 U
2008)
c. Pemberian ATS dan HTIG profilaksis
Profilaksis dengan pemberian ATS hanya efektif pada luka baru (< 6 jam) dan
harus segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif. Dosis ATS profilaksis 3000
IU. HTIG juga dapat diberikan sebagai profilaksis luka. Dosis untuk anak < 7
tahun : 4 U/kg IM dosis tunggal, sedangkan dosis untuk anak 7 tahun : 250
U IM dosis tunggal. (Sumarmo, 2008)
5. Komplikasi yang mungkin terjadi:
a. Pada saluran pernapasan
Oleh karena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya
kejang menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta
sukarnya menelan air liur dan makanan atau minuman sehingga sering terjadi
aspirasi pneumoni, atelektasis akibat obstruksi oleh sekret. Pneumotoraks dan
mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.
b. Pada kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antar lain berupa takikardi,
hipertensi, vasokontriksi perifer dan rangsangan miokardium.
c. Pada tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot.
Pada tulang dapat terjadi fraktura columna vertebralis akibat kejang yang terusmenerus terutama pada anak dan orang dewasa. Beberapa peneliti melaporkan
juga dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.
d. Komplikasi yang lain:
Laserasi lidah akibat kejang
Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja
Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas
dan menggagu pusat pengatur suhu.
Penyebab kematian penderita tetanus
akibat
komplikasi
yaitu:
Umur : 10 tahun
Jenis kelamin : pria
Alamat : Jalan tukad yeh aye no.3, denpasar
b. Identitas orang tua:
Ayah : Nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.
Ibu : Nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
2) Keluhan utama/alasan masuk RS : klien mengalami kejang berulang, demam dan
tidak sadarkan diri
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Suhu tubuh klien 39
Riwayat imunisasi
4) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien
Klien tidak sadarkan diri, demam, kejang berulang, trismus, kaku kuduk,
opistotonus, dan risus sardonikus
b. Tanda-tanda vital
Tax = 390C, TD =80/50 mmHg HR = 50 x / menit, RR = 40 x / menit
Pengkajian Khusus
System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output
tidak ada/oliguria)
Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik,
fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen
Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.
( Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)
DAFTAR PUSTAKA
1. Tolan Jr RW. Tetanus. Available in: www.emedicine.com Last updated Feb 1,
2008. [Tingkat Pembuktian IV].
2. Pusponegoro HD, Hadinegoro ARS, Firmanda D, Tridjaja AAP, et al. Tetanus.
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I 2004. hal 99-108.
3. Sumarmo SPS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan
penyakit Tropis : Tetanus. Edisi 2. IDAI. 2008
4. Cherry JD, Harrison RE. Tetanus in Textbook of Pediatric Infections Diseases, 5th
ed., Vol.2. Sauders. 2004;1766-76.
5. CDC. Tetanus
6. Miranda-Filho DB, Ximenes RA, Barone AA, Vaz LV, et al. Randomised
controlled trial of tetanus treatment with antitetanus immunoglobulin by the
intrathecal or intramuscular route BMJ 2004;328:615. [Tingkat Pembuktian Ib].
7. Tetanus neonatorum. Departemen Kesehatan RI Subdirektoraat Surveilans
Epidemiologi Diunduh dari http://www.surveilans.org/general.php?tpl=en&id=12
tanggal 16 Februari 2009.
8. Roper MH, Vandelaer JH, Gasse FL. Maternal and neonatal tetanus. Lancet 2007;
370:1947-59.
9. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Revisi 2008. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta 2008;126.
10. Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997,
1205-1207.
11. Fair E, Murphy TV, Golaz A, Wharton M. Philosophic Objection to Vaccination as
a Risk for Tetanus Among Children Younger Than 15 Years. Pediatrics 109
(1)2002,pp.e2.
12. Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I
Made, EGC, Jakarta
13. Munttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: salemba medika.