Anda di halaman 1dari 3

Teks Tanggapan Deskriptif

1. Teks tanggapan deskriptif adalah teks yang berisi tanggapan penulis dengan memaparkan suatu
objek/hal/keadaan sehingga pembaca seolah-olah mendengar, melihat, atau merasakan hal yang
dipaparkan tersebut. Tujuan teks tanggapan deskriptif menjelaskan hal yang berhubungan dengan
objek disertai tanggapan penulis terhadap objek tersebut, misalnya : resensi film, resensi drama,
resensi buku, kritik, dan temuan ilmiah.
Struktur isi teks tanggapan deskriptif yang berbentuk resesnsi mengandung empat unsur,
yaitu
a.
b.
c.
d.

Judul
Identitas buku/film/drama
Sinopsis
Kalimat topik berisi identifikasi sebagai pembuka wacana. Setiap paragraf dalam teks
deskriptif berupa pernyataan umum yang mampu menarik minat pembaca untuk deskripsi
lengkap, tak lupa disertai tanggapan penulis terhadap objek yang akan dideskripsikan.
e. Deskripisi objek dan simpulan. Pada bagian ini menjelaskan secara detail objek tersebut dan
berisi respon penulis terhadap semua deskripsi yang telah dipaparkan.
Bagian akhir teks tanggapan deskriptif bisa berupa kesimpulan atau hanya berupa paragraf
deskripsi objek saja. Biasanya teks tanggapan deskriptif yang tidak menggunakan kesimpulan
diakhir teksnya akan banyak merinci deskripsi-deskripsi objek tersebut.
2. Fungsi teks tanggapan deskriptif untuk
3. Klasifikasi teks tanggapan deskriptif :
a. ulasan (resensi buku, film, drama)
b. tanggapan kritis (kritik)
c. diskusi Ilmiah (temuan)
4. Contoh Teks
KEDAMAIAN DI TIMUR MATAHARI

IdentitasFilm
FilmProduser
: Nia Sihasale dan Ari Sihasale
Sutradara
: Ari Sihasale
Penulis Naskah
: Jeremias Nyangeon
Genre
: Drama
Pemeran Utama
: Simson Sikoway sebagai Mazmur
Pemeran Pembantu
: Abetnego Yogibalom sebagai Thom
as, Laura Basuki sebagai Vina Lucky Martin sebagai
Nyong, Michael Idol sebagai Michael Putri Nere sebagai
Elsye, Ringgo Agus Rahman sebagai Ucok, Ririn Ekawati
sebagai Dr. Fatimah
Pemain
: Frisca Waromi sebagai Suryani,
Maria Resubun sebagai Agnes Razz, Manobi sebagai
Yokim, dan Yullex Sawaki sebagai Jollex

Pagi itu seperti pagi hari biasanya. Matahari terbit di timur menyinari pulau ini. Papua, pulau
paling timur dari Indonesia, dimana cahaya matahari selalu meneranginya terlebih dahulu. Namun,
tidak bagi Mazmur, Thomas, dan teman-temannya. Pagi itu mereka masih menunggu kedatangan
cahayaitu, cahaya yang akan menerangi mereka dari gelapnya kebodohan, tapi seperti hari-hari
yang telah berlalu cahaya itu tak kunjung datang... GURU! Mazmur setiap hari selalu menunggu
kedatangan guru pengganti di sebuah lapangan terbang tua, satu-satunya penghubung kampung itu
dari kehidupan di luar sana, kampung mereka berada di daerah pegunungan tengah Papua, daerah
yang cukup sulit untuk dijangkau. Pagi itu ia memandang penuh harap ke langit, semoga hari itu
ada pesawat yang dating dan membawa guru pengganti karena sudah 6 bulan tak ada guru yang
mengajar, setelah Mazmur melempar pandangannya kepada Bapak Yakob,seorang pria berumur
yang masih menjaga tradisi, dan dari Bapak Yakob,Mazmur tahu guru tidak juga datang. Diapun
berlari ke sekolah dan memberi kabar kepada teman-temannya, Thomas, Yokim, Agnes dan
Suryani yang dengan setia selalu menunggu kabar itu. "Guru pengganti belum datang, kita
menyanyi saja". Kembali kalimat itu yang keluar dari mulut Mazmur. Karena guru tidak pernah
datang akhirnya kelima anak ini mencari pelajaran di alam dan lingkungan sekitar. Lewat pendeta
Samuel, ibu dokter Fatimah, om Ucok dan om Jolex mereka mendapatkan banyak pengetahuan.
Namun sebuah kejadian mengubah semua itu, Ayah Mazmur terbunuh oleh Joseph, ayah dari
Agnes, dan paman dari Yokim dan Suryani. Pertikaian antar kampung tak bisa dihindari. Kabar
kematian Blasiusayah Mazmur sampai kepada Michael, adik dari Blasius yang sejak kecil diambil
oleh mama Jawa yang tinggal dan belajar di Jakarta, Michael terpukul mendengar itu, bersama
Vina istrinya, dia memutuskan untuk kembali ke Papua dan mencoba menyelesaikan permasalahan
ini. Namun tidak segampang yang dipikirkannya, karena adik bungsunya Alex menentang semua
pemikiran modern dari Michael. Perang! Itu jalan satu-satunya bagiAlex untuk membalas kematian
Blasius. Orang dewasa bisa saja bertikai, namun tidak bagi Mazmur, Thomas, dan ketiga
sahabatnya, walaupun kampung mereka bermusuhan, ayah Mazmur terbunuh oleh ayah Agnes,
tapi mereka tetap berkawan dan berusaha mendamaikan kedua kampung ini.
Film garapan Alenia Pictures, sebuah rumah produksi bentukan Ari Sihasale dan Nia
Sihasale Zulkarnaen yang memposisikan diri sebagai rumah produksi yang berfokus kepada filmfilm bertema keluarga.
Seperti Denias yang mengambil latar kehidupan masyarakat Papua, di Timur Matahari juga
mengambil lokasi dan cerita di bagian paling timur Indonesia. Film Alenia sebelumnya,
konsentrasi untuk mengangkat isu daerah dan pendidikan anak menjadi isu utama. Di film
ini persoalan-persoalan yang terjadi di Papua dipaparkan baik melalui verbal maupun visual.
Film Di Timur Matahari mengangkat cerita tentang "kegelapan" anak-anak Papua yang masih
tertinggal dalam hal pendidikan. Jauh dari pusat pemerintahan, membuat kontrol terhadap
pendidikan di sana menjadi sangat lemah. sebuah film yang menyajikan potret kehidupan

masyarakat Papua, khususnya di daerah Tiom, Kabupaten Lani Jaya. Film ini memberikan
gambaran tentang masyarakat di sana. Bahwa kejadian di film ini memang benar-benar terjadi. Ini
bukan hanya persoalan di Papua, melainkan sudah menjadi persoalan nasional. Judul Di Timur
Matahari adalah refleksi ironis dari keadaan masyarakatdi Papua. Timur sebagai tempat pertama
kali matahari terbut, ternyata menyimpan kegelapan bagi masyarakat sana dari segi aspek sosial
budaya. Namun, Alenia Pictures mengemas film ini dalam tema keluarga.Film ini film keluarga,
film yang bisa dinikmati oleh semua anggota keluarga. Di saat menonton film di bioskop, biasanya
tercipta quality time dimana anak bisa berdiskusi dengan orang tuanya. Film ini memberi amanat
agar para orang tua memahami bahwa anak-anak juga punya andil dalam menciptakan sebuah
kondisi baru dan juga bisa berpartisipasi dalam mewujudkan sebuah perdamaian. Kita diajak untuk
tidak menghakimi begitu saja. Tapi melihat dengan jelas karena film ini seperti memaparkan
persoalan dengan alami, tanpa dramatisasi. Bagaimana pergolakan hati warga pendatang melihat
hukum adat di Papua juga digambarkan. Banyaknya isu yang diangkat tanpa adanya fokus yang
jelas bias membuat penonton sedikit bosan dan bingung dengan cerita. Namun, meski
didominasi oleh pemain lokal, namun Ari Sihasale benar-benar mampu
membuat mereka berakting natural. Mengalir dengan mulus. Keindahan lanskap Papua, tentu saja
sayang untuk dilewatkan. Penonton dimanjakan dengan pemandangan yang indah di sepanjang
film ini.

Anda mungkin juga menyukai