Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA DENGAN PENEBALAN PLEURA


(PLEUROPNEUMONIA)

Disusun Oleh :
Elbert Wiradarma
030.10.091

Pembimbing :
Dr. Sukaenah BT Shebubakar, Sp.P.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD BUDHI ASIH JAKARTA
PERIODE 18 AGUSTUS 25 OKTOBER 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
CAWANG, JAKARTA TIMUR

Nama Koass : Elbert Wiradarma


NIM

: 030.10.091

Pembimbing : Dr. Sukaenah BT Shebubakar, Sp.P.

I. IDENTITAS PASIEN

Nomor RM

: 91.60.53

Nama

: Ny. Cicik Indra Sari

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 29 tahun

Alamat

: Cipinang Bali, Jatinegara

Pekerjaan

: Wiraswasta

Status Pernikahan : Menikah


Ruang Perawatan : Lantai 5 Barat (R.508)
Tanggal Masuk

: 28 Agustus 2014

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien sendiri pada hari Kamis, 28
Agustus 2014 di ruang perawatan lantai 5 Barat RSUD Budhi Asih.

1.

Keluhan Utama :
Batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

2.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan utama batuk sejak 1 minggu SMRS. Batuk yang
dirasakan pasien terkadang mengeluarkan dahak berwarna putih berbusa dengan
konsistensi kental seperti lendir, namun tidak terdapat darah. Batuk terjadi terutama
saat malam hari sehingga mengganggu waktu tidur pasien. Sebelumnya, pasien
mengaku sudah pernah batuk-batuk juga 3 minggu yang lalu SMRS, sudah berobat
ke klinik dan minum obat, lalu sembuh, namun 1 minggu yang lalu SMRS timbul
batuk-batuk lagi.

Batuk yang timbul 1 minggu SMRS tersebut disertai juga dengan demam secara
bersamaan. Demam dirasakan hilang timbul disertai rasa panas dingin dan
menggigil. Pasien mengaku demam timbul terutama saat batuk-batuk di malam hari.
Demam yang terjadi naik turun dan dapat mencapai suhu yang cukup tinggi, pernah
paling tinggi mencapai suhu 40oC, namun saat turun pernah mencapai suhu normal.

Selain batuk dan demam, pasien juga merasa pusing, mual, dan napsu makannya
agak menurun, kadang-kadang disertai dengan sesak napas. Pasien mengaku pernah
menjalani pengobatan paru selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh pada tahun
2008. Pasien menyangkal adanya nyeri dada, mencret-mencret, kembung, sakit
perut, ataupun penurunan berat badan yang drastis. BAB dan BAK pasien lancar,
tidak terdapat masalah. Riwayat bepergian ke luar negeri dalam 10 hari terakhir ini
disangkal oleh pasien, namun 3 minggu SMRS pasien sempat pulang ke
kampungnya di Jombang dan menetap beberapa hari di sana.

3.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat asma, hipertensi, serta kencing manis disangkal oleh pasien. Riwayat TB
(+).

4.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat asma, hipertensi, kencing manis, keganasan, serta riwayat alergi dalam
anggota keluarga pasien disangkal.

5.

Riwayat Kehidupan Pribadi, Sosial, dan Kebiasaan :


Pasien adalah seorang wiraswasta yang membuka warung kecil di rumahnya. Pasien
tidak merokok dan tidak memiliki riwayat minum minuman beralkohol.

6.

Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah minum obat batuk dari klinik 3 minggu yang lalu, sempat sembuh
namun 1 minggu SMRS timbul batuk-batuk lagi disertai demam. Pasien juga sudah
pernah menjalani pengobatan OAT selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh
oleh dokter pada tahun 2008.

7.

Riwayat Alergi :
Riwayat alergi obat ataupun jenis makanan tertentu disangkal oleh pasien.

8.

Riwayat Lingkungan :
Pasien tinggal di rumah padat penduduk, pencahayaan baik tidak perlu memakai
lampu pada pagi hari, ventilasi cukup baik.

9.

Anamnesis menurut sistem :


Umum : lemas, demam.
Kulit : tidak ada keluhan.
Kepala : pusing. Mata, telinga, hidung, mulut, tenggorokan tidak ada keluhan.
Leher : tidak ada keluhan.
Dada : batuk berdahak, sesak napas.
Abdomen : mual-muntah, napsu makan menurun.
Saluran kemih : tidak ada keluhan.
Genital : tidak ada keluhan.
Ekstremitas : tidak ada keluhan.

III. PEMERIKSAAN FISIK (28/8/14)


Keadaan Umum
-

Kesadaran

: Compos mentis

Kesan sakit

: Tampak sakit sedang

Kesan gizi

: Gizi lebih
3

Tanda-tanda Vital :
-

TD : 90/70 mmHg

RR : 20 x/menit

Antropometri : BB : 59 kg, TB : 153 cm BMI : 25,2 (gizi lebih)

: 100 x/menit (isi cukup, reguler, simetris kiri-kanan)


: 39 oC

Status Generalis :
KULIT
Warna kulit sawo matang, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik, efloresensi
bermakna (-).

KEPALA
Normochepali, deformitas (-), rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflex cahaya langsung
dan tidak langsung (+/+), ptosis (-), palpebra oedem (-).
Telinga : Normotia, nyeri tarik/ nyeri tekan (-/-), liang telinga lapang (+/+), serumen (-/-)
Hidung : Deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), kavum nasi lapang (+/+)
Mulut : sianosis (-), bibir dan mukosa mulut tidak kering, tidak ada efloresensi yang
bermakna, oral hygine baik, uvula letak di tengah, tidak hiperemis, arkus faring tidak
hiperemis dan tidak tampak detritus, tonsil T1/T1.

LEHER
Inspeksi : KGB dan kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar.
JVP : 5+2 cmH2O
4

THORAKS
Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, gerak pernafasan simetris, tidak
tampak pergerakan nafas yang tertinggal, tulang iga tidak terlalu vertikal maupun
horizontal, retraksi otot-otot pernapasan (-).
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan. Ictus cordis teraba setinggi ICS 5 1 cm
dari garis midclavicula kiri.
Perkusi : Didapatkan perkusi sonor pada kedua lapang paru.
-

batas paru dengan hepar : setinggi ICS 5 linea midclavicula kanan dengan suara
redup

batas paru dengan jantung kanan : setinggi ICS 3 hingga 5 linea sternalis kanan
dengan suara redup

batas paru dengan jantung kiri : setinggi ICS 5, 1 cm linea midclavicula kiri
dengan suara redup

batas atas jantung : setinggi ICS 3 linea parasternal kiri dengan suara redup

Auskultasi :
-

Jantung : Bunyi jantung I & II regular, murmur (-) gallop (-).

Paru : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronki (-/-).

ABDOMEN
Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, smiling umbilicus (-), hernia
umbilikalis (-), pulsasi abnormal (-), spider navy (-).
Auskultasi : BU (+) normal.
Perkusi : Didapatkan timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-).
Palpasi : Tidak teraba massa , defence muscular (-), NTE (-). Hepar, lien tidak teraba
membesar, ballotement (-).

EKSTREMITAS
Inspeksi : Simetris, tidak tampak efloresensi yang bermakna, oedem (-) pada keempat
ekstremitas, palmar eritema (-/-).
Palpasi : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium (27/8/14)


JENIS PEMERIKSAAN

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

Leukosit

17.2

ribu/uL

3.6 11

Eritrosit

3.9

juta/uL

3.8 5.2

Hemoglobin

11.4

g/dL

11.7 15.5

Hematokrit

33

35 47

Trombosit

328

ribu/uL

150 440

MCV

84

fL

80 100

MCH

29.3

pg

26 43

MCHC

34.8

g/dL

32 36

RDW

12.9

< 14

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

AST/SGOT

91

mU/dL

< 27

ALT/SGPT

107

mU/dL

< 34

212

mg/dL

< 110

13

mg/dL

13 43

0.69

mg/dL

< 1.1

133

mmol/L

135 155

Pemeriksaan laboratorium (28/8/14)


JENIS PEMERIKSAAN
KIMIA KLINIK HATI

METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa darah jam 16.00
GINJAL
Ureum
Kreatinin
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na)

Kalium (K)

3.1

mmol/L

3.6 5.5

Klorida (Cl)

97

mmol/L

98 109

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

103

mg/dL

< 110

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

6.4

Pemeriksaan laboratorium (29/8/14)


JENIS PEMERIKSAAN
Glukosa darah jam 16.00

Pemeriksaan laboratorium (30/8/14)


JENIS PEMERIKSAAN
Hb-A1c

< 6.5

= baik

6.5 8 = sedang
>8

= buruk

Glukosa darah jam 06.00

113

mg/dL

< 110

Glukosa darah jam 09.00

123

mg/dL

< 110

Pemeriksaan laboratorium (1/9/14)


PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI

HASIL

NILAI NORMAL

BTA 1

Negatif

Negatif

BTA 2

Negatif

Negatif

(Sediaan BTA 3x sputum)

Catatan : BTA 3 tidak ada

Pemeriksaan laboratorium (2/9/14)


JENIS PEMERIKSAAN

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

Leukosit

11.6

ribu/uL

3.6 11

Eritrosit

3.7

juta/uL

3.8 5.2

Hemoglobin

10.1

g/dL

11.7 15.5

Hematokrit

31

35 47

Trombosit

515

ribu/uL

150 440

MCV

82.9

fL

80 100

MCH

27.4

Pg

26 43

MCHC

33.1

g/dL

32 36

RDW

11.8

< 14
7

Eosinofil

174

103/uL

50 300

Pemeriksaan Spirometri (2/9/14)


Pre bronkodilator
Actual

Prediksi

VC

3.15

3.10

102

TV

2.10

IRV

0.89

ERV

0.17

IC

2.99

FVC

1.37

3.13

44

FEV1

1.37

2.72

50

FEV1%

100

PEFR

4.01

6.44

62

Actual

Prediksi

VC

2.77

3.10

90

TV

1.89

IRV

0.67

ERV

0.22

IC

2.56

FVC

1.45

3.13

46

FEV1

1.45

2.72

53

FEV1%

100

PEFR

3.81

6.44

59

Post bronkodilator

Kesan pemeriksaan spirometri : Normal

Pemeriksaan Foto Rontgen Thoraks PA (27/8/14)

Interpretasi :

CTR < 50%

Terdapat bercak-bercak kesuraman mengawan (konsolidasi) di basal paru kanan

Terdapat penebalan pleura

Kesan : Pleuropneumonia

V. RINGKASAN

Pasien seorang perempuan berusia 29 tahun datang ke RSUD Budhi Asih dengan keluhan
batuk berdahak putih kental sejak 1 minggu SMRS. Batuk disertai dengan demam
menggigil yang hilang timbul dan bisa mencapai suhu 40oC. Pasien juga merasa pusing,
mual, kadang disertai sesak napas dan napsu makannya agak menurun. Riwayat OAT 6
bulan (+) dan sudah dinyatakan sembuh tahun 2008. Hasil pemeriksaan laboratorium :
leukosit 17.2 ribu/uL (leukositosis), Hb 11.4 g/dL, Ht 33 %, SGOT/PT : 91/107 mU/dL,
GDS 212103113123 mg/dL, Hb-A1c 6.4 %. Na 133 mmol/L, K 3.1 mmol/L, Cl
9

9.7 mmol/L. BTA sputum (-). Hasil spirometri dalam batas normal. Eosinofil normal.
Dari hasil foto rontgen thoraks didapatkan kesan pneumonia dengan penebalan pleura
(pleuropneumonia).

VI. DAFTAR MASALAH

1.

Community acquired pneumonia (CAP)

2.

Penebalan pleura

3.

DD : Severe acute respiratory infection (SARI)

VII. ANALISA MASALAH

1.

CAP
Pada kasus ini, community acquired pneumonia (CAP) atau pneumonia komunitas
dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, yaitu adanya demam dengan suhu
tubuh 38 oC disertai menggigil, batuk berdahak dengan dahak mukoid berwarna
putih, dan sesak napas. Semua keluhan tersebut sudah dirasakan pasien sebelum
pasien dirawat di rumah sakit (1 minggu SMRS). Pada pemeriksaan fisik juga
didapatkan suhu yang 38 oC bahkan pernah mencapai suhu 40 oC. Pada
pemeriksaan penunjang juga didapatkan data yang mendukung, yaitu pemeriksaan
darah dimana hitung jumlah leukosit pada pasien ini > 10.000/uL (17.000/uL saat
pertama masuk) dan pada foto thoraks didapatkan gambaran konsolidasi pada bagian
basal paru kanan disertai penebalan pleura.

2.

Penebalan pleura
Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan hasil gambaran rontgen thoraks.

3.

SARI
Pada pasien ini, juga dipikirkan diagnosis banding yaitu severe acute respiratory
infection (SARI), karena ada beberapa gejala pada pasien yang masuk dalam kriteria
SARI, yaitu demam > 38 oC disertai dengan batuk-batuk yang terjadi secara akut (<
10 hari) atau kronis eksaserbasi akut, kesulitan bernafas, dan hasil pemeriksaan
radiologik yang menunjukkan adanya konsolidasi (pneumonia). Namun menurut

10

keterangan dari pasien, ia tidak pernah bepergian ke negara-negara endemis SARI


seperti Arab dan sekitarnya dalam 10 hari terakhir.

VIII. RENCANA DIAGNOSTIK

1.

Hematologi lengkap + LED

2.

Foto thoraks PA

3.

Analisa gas darah dan elektrolit

4.

Sputum gram, bila perlu dilakukan kultur sputum

5.

CRP

6.

Pemeriksaan gula darah (atas indikasi)

IX. PENATALAKSANAAN

- Farmakologis
- IVFD NaCl + KCl / 8 jam
- Ampicilin sulbactam (pycin) 2 x 1 gr
- Lefofloxacin 1 x 750 mg
- Lasal syr 3 x Cth
- BK III 3 x 1
- Ambroxol syr 3 x 1
- Paracetamol 3 x 1
- Bisolvon 2 x 1
- Aspar K 3 x 1
- Vistein 2 x 1
- Hidonal drip 2 x 100 mg
- Zystic 1 x 500 mg
- Inhalasi Combiven + Flexotide 4 x 1

- Non-farmakologis
- Istirahat yang cukup (bed rest)
- Intake nutrisi yang adekuat
- Posisi kepala dengan tempat tidur diatur 30 derajat, posisi miring kanan miring
kiri
11

X. PROGNOSIS

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

Ad fungtionam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP HARIAN
Tgl

Subjektif

Objektif

Analisis

Perencanaan

28/8/14

- Demam &

- Kesadaran

- Pleuropneumonia

- IVFD RD :

batuk-batuk
- Kepala
pusing

CM
- TD 110/70
mmHg
- N 80 x/m

- CAP

NaCl (2 : 1) +

- Penebalan pleura

lasal 2cc/ 12

- DD : SARI

jam
- Ampisilin

- RR 20 x/m

sulbactam

- S 38 C

(pycin) 2x1gr

- CA -/- SI -/-

- BK III 3x1

- Pulmo : SN

- Ambroxol syr

ves +/+, Rh /-, Wh -/-

3x1
- Pct 3x1 k/p

- Cor : S1&2
reguler, M -,
G
- Abdomen :
supel, datar,
NT -, BU +
Normal
- Ekstremitas :
akral hangat
+/+/+/+,
edema -/-/-/- Lab (27/8) :
leuko 17,2

12

rb/ uL . Hb
11,4 g/dL. Ht
33 %
29/8/14

- Semalam tak
bisa tidur

- Kesadaran
CM

- Pleuropneumonia

- IVFD RD :

- CAP

NaCl (2 : 1)

- Penebalan pleura

+ lasal 2cc/

- DD : SARI

12 jam

karena batuk-

- TD 100/60

batuk, demam

mmHg

menggigil, &

- N 112 x/m

muntah-

- RR 22 x/m

sulbactam

muntah

- S 39,1 C

(pycin) 2x1gr

- CA -/- SI /- Pulmo : SN

- Suspek DMT 2

- Ampisilin

- BK III 3x1
- Ambroxol
syr 3x1

ves +/+, Rh

- Pct 3x1 k/p

-/-, Wh -/-

- (cek HBA1C

- Cor : S1&2

& GDNPP)

reguler, M ,G
- Abdomen :
supel, datar,
NT -, BU +
Normal
- Ekstremitas
: akral
hangat
+/+/+/+,
edema -/-//- Lab (28/8) :
SGOT/PT
91/107,
GDS 212,
Na 133, K

13

31, Cl 97
30/8/14

- Batuk
berdahak
putih kentel

- Kesadaran
CM
- TD 90/60

- Pleuropneumonia
- CAP
- Penebalan pleura

KCl/ 8 jam
- Ampisilin

seperti

mmHg

lendir

- N 76 x/m

malam hari

- RR 21 x/m

- BK III 3x1

- S 37,9 C

- Ambroxol syr

- Tenggoroka
n gatal
- Batuk +
demam,

- DD : SARI

- IVFD NaCl +

sulbactam
(pycin) 2x1gr

- CA -/- SI -

3x1

/-

- Pct 3x1 k/p

- Pulmo : SN

- Bisolvon 2x1

mata panas,

ves +/+, Rh

- Aspar K 3x1

kadang

-/-, Wh -/-

- Vistein 2x1

- Cor : S1&2

- Hidonal drip

muntah isi
makanan
- Kalau
tiduran,
batuk-batuk

reguler, M -,

2x100

G-

- Levofloxacin

- Abdomen :

1x750

supel, datar,

- (cek BTA

NT -, BU +

sputum)

Normal
- Ekstremitas
: akral
hangat
+/+/+/+,
edema -/-/-/- Lab (29/8) :
GDS 103
Normal
1/9/14

- Batuk + tapi
sudah lebih
baik

- Kesadaran
CM
- TD 100/70
mmHg
- N 80 x/m

- Pleuropneumonia
- CAP
- Penebalan pleura
- DD : SARI

- IVFD NaCl +
KCl/ 8 jam
- Ampisilin
sulbactam
(pycin) 2x1gr

14

- RR 20 x/m

- BK III 3x1

- S 36 C N

- Ambroxol syr

- CA -/- SI -

3x1

/-

- Pct 3x1 k/p

- Pulmo : SN

- Bisolvon 2x1

ves +/+, Rh

- Aspar K 3x1

-/-, Wh -/-

- Vistein 2x1

- Cor : S1&2

- Hidonal drip

reguler, M -

2x100

,G

- Levofloxacin
1x750 stop

- Abdomen :
supel, datar,

- Zystic 1x500

NT -, BU +

- Inhalasi

Normal

combiven +

- Ekstremitas

flexotide 4x1

: akral
hangat
+/+/+/+,
edema -/-//- Lab (30/8) :
HbA1c
6.4% N.
GDS 113
123
2/9/14

Batuk +

- TD 100/60

- Pleuropneumonia

- N 90

- CAP

KCl/ 8 jam

- S 38

- Penebalan pleura

stop

- RR 20

- DD : SARI

- Status
generalis
dbn

- IVFD NaCl +

- Ampisilin
sulbactam
(pycin) 2x1gr
- BK III 3x1
- Ambroxol syr

15

3x1
- Pct 3x1 k/p
- Bisolvon 2x1
- Aspar K 3x1
- Vistein 2x1
- Hidonal drip
2x100
- Zystic 1x500
- Inhalasi
combiven +
flexotide 4x1
- Lasal syr
3x1/2 Cth
- (cek
spirometri &
eosinofil)

3/9/14

- TD 100/70

- Pleuropneumonia

- N 88

- CAP

sulbactam

- S 36,6

- Penebalan pleura

(pycin) 2x1gr

- RR 19

- DD : SARI

- Status
generalis
dbn

- Ampisilin

- BK III 3x1
- Ambroxol syr
3x1
- Pct 3x1 k/p

- Lab (2/9) :

- Bisolvon 2x1

leuko 11,6

- Aspar K 3x1

rb/ uL, eri

- Vistein 2x1

3,7 jt. Hb

- Hidonal drip

10,1 g/dL,

2x100

Ht 31 %.

- Zystic 1x500

Eosinofil

- Inhalasi

174 x 103

combiven +

flexotide 4x1

16

- Lasal syr
3x1/2 Cth
- (BLPL)

17

TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMONIA KOMUNITAS (CAP)

DEFINISI
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan
oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lainlain) disebut pneumonitis.

ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat
luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit
banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan
oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan
bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri Gram negatif.

PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko
infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan
merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi
terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan
bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol
dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
18

orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %)
juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse).Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga
aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri
yang tinggi dan terjadi pneumonia.Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara
inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di
temukan jenis mikroorganisme yang sama.

PATOLOGI
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN
mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui
psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu
terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik
terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah
PMN yang banyak.
4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit
dan alveolar makrofag.
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization'
ialah konsolodasi yang luas.

KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a.Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b.Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c.Pneumonia aspirasi
d.Pneumonia pada penderita Immunocompromised
19

Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

2. Berdasarkan bakteri penyebab


a.Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b.Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c.Pneumonia virus
d.Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita
dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi


a.Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh
obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
b.Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan
dengan obstruksi bronkus
c.Pneumonia interstisial

DIAGNOSIS
1. Gambaran klinis
a.Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat
melebihi 40oC, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak
napas dan nyeri dada.
b.Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat
bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium
resolusi.
20

2. Pemeriksaan penunjang
a.Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke
arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b.Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 2025% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

PENGOBATAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi :
Efusi pleura.
Empiema.
Abses Paru.

21

Pneumotoraks.
Gagal napas.
Sepsis

PNEUMONIA KOMUNITI
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia komuniti ini
merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia.
1. Etiologi
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram positif
dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri Gram negatif.
Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta,
Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan
mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut :
o Klebsiella pneumoniae 45,18%
o Streptococcus pneumoniae 14,04%
o Streptococcus viridans 9,21%
o Staphylococcus aureus 9%
o Pseudomonas aeruginosa 8,56%
o Steptococcus hemolyticus 7,89%
o Enterobacter 5,26%
o Pseudomonas spp 0,9%

2. Diagnosis
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis,
foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto
toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di
bawah ini :
Batuk-batuk bertambah

22

Perubahan karakteristik dahak / purulen


Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penilaian derajat Keparahan penyakit


Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research
Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :

23

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah
ini.
Kriteria minor:
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor adalah sebagai berikut :


Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah > 50%
Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit
ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia
komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah
satu dari kriteria dibawah ini.
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
24

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Kriteria perawatan intensif


Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang
mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik
dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu
(Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan
tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi
untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.

PENATALAKSANAAN
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan
ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan
mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang resisten penisilin.
Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
a.Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam


b.Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

25

Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam


c.Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat
simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila
dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory
distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif.

PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan
penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat
mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita
pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang
dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA
) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1%
dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V
29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia
komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka
kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr.
Soetomo angka kematian 20 -35%.

PENCEGAHAN
Pola hidup sebut termasuk tidak merokok
Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza)
Sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin
tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik ,
diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan
setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi
yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3

26

DAFTAR PUSTAKA

1. American thoracic society. Guidelines for management of adults with communityacquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and
prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.
2. American thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults. Diagnosis,
assessment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategis. Am J
Respir Crit Care Med 1995; 153: 1711-25
3. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice
guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect
Dis 2000; 31: 347-82
4. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995;
108: 1 S-16S
5. Christian J et al; Alveolar macrophage function is selectively altered after
endotoxemia in rats; Infect Immun 56; 1254-9; 1988
6. Craven DE, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new
perspectives on an old disease. Chest 1995; 108 : I S-16S
7. Crompton GK. Diagnosis and Management of respiratory disease. Oxford: -Black
Scientific Publications. 1980 : 73-89
8. Ewig S, Ruiz M, Mensa J, Marcos MA, Martinez JA, Aranbica F, Niederman MS.
Severe community-acquired pneumonia assessment of severity criteria. Am J
Respir Crit Care Med 1998; 158: 1102-08
9. Gerberding JL, Sande MA. Infection Diseases of the lung dalam Murray JF, Nadel
JA ed . Texbook of respiratory Mdecine, Philadelphia, Tokyo: WB Saunders Co,
2000: 73 5 -45
10. Green G et al; Defense mechanism in respiratory membrane; Am Rev Resp Dis
115; 479-503; 1977
11. Guidelines for the management of hospitalised adults patients with pneumonia in
the Asia Pacific region. 2nd Concensus Workshop. Phuker, Thailand 1998.
12. Hadiarto M, Anwar Y, Priyanti ZS, Zubedah T.Protekt study an International
antimikrobial survailance study in community acquired respiratory tract (Carti)
pathogens.2000-2001
13. Hadiarto M, Wibowo S, Sardikin G, Sianturi. Peran sparfloksasin pada
pengobatan infeksi saluran napas bawah di komuniti. Journal Respirologi
Indonesia 2000: 20; 156-60
14. Hadiarto M. A multinational, multicentre, prospective, randomized, double blind,
study to compare the efficacy and safety of two dosis of bay 12-8039 oral tablets
to klaritromisin oral tablets in the treatment of patients with community acquired
pneumonia.Jakarta Region, 1997
15. Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya. Simposium
konsep baru. dalam terapi antibiotik, program pendidikan ilmu kedokteran
berkelanjutan FKUI, Jakarta 1995
27

Anda mungkin juga menyukai