Case Paru Elbert (CAP)
Case Paru Elbert (CAP)
Disusun Oleh :
Elbert Wiradarma
030.10.091
Pembimbing :
Dr. Sukaenah BT Shebubakar, Sp.P.
: 030.10.091
I. IDENTITAS PASIEN
Nomor RM
: 91.60.53
Nama
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 29 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Wiraswasta
: 28 Agustus 2014
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien sendiri pada hari Kamis, 28
Agustus 2014 di ruang perawatan lantai 5 Barat RSUD Budhi Asih.
1.
Keluhan Utama :
Batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
2.
Batuk yang timbul 1 minggu SMRS tersebut disertai juga dengan demam secara
bersamaan. Demam dirasakan hilang timbul disertai rasa panas dingin dan
menggigil. Pasien mengaku demam timbul terutama saat batuk-batuk di malam hari.
Demam yang terjadi naik turun dan dapat mencapai suhu yang cukup tinggi, pernah
paling tinggi mencapai suhu 40oC, namun saat turun pernah mencapai suhu normal.
Selain batuk dan demam, pasien juga merasa pusing, mual, dan napsu makannya
agak menurun, kadang-kadang disertai dengan sesak napas. Pasien mengaku pernah
menjalani pengobatan paru selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh pada tahun
2008. Pasien menyangkal adanya nyeri dada, mencret-mencret, kembung, sakit
perut, ataupun penurunan berat badan yang drastis. BAB dan BAK pasien lancar,
tidak terdapat masalah. Riwayat bepergian ke luar negeri dalam 10 hari terakhir ini
disangkal oleh pasien, namun 3 minggu SMRS pasien sempat pulang ke
kampungnya di Jombang dan menetap beberapa hari di sana.
3.
4.
5.
6.
Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah minum obat batuk dari klinik 3 minggu yang lalu, sempat sembuh
namun 1 minggu SMRS timbul batuk-batuk lagi disertai demam. Pasien juga sudah
pernah menjalani pengobatan OAT selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh
oleh dokter pada tahun 2008.
7.
Riwayat Alergi :
Riwayat alergi obat ataupun jenis makanan tertentu disangkal oleh pasien.
8.
Riwayat Lingkungan :
Pasien tinggal di rumah padat penduduk, pencahayaan baik tidak perlu memakai
lampu pada pagi hari, ventilasi cukup baik.
9.
Kesadaran
: Compos mentis
Kesan sakit
Kesan gizi
: Gizi lebih
3
Tanda-tanda Vital :
-
TD : 90/70 mmHg
RR : 20 x/menit
Status Generalis :
KULIT
Warna kulit sawo matang, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik, efloresensi
bermakna (-).
KEPALA
Normochepali, deformitas (-), rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflex cahaya langsung
dan tidak langsung (+/+), ptosis (-), palpebra oedem (-).
Telinga : Normotia, nyeri tarik/ nyeri tekan (-/-), liang telinga lapang (+/+), serumen (-/-)
Hidung : Deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), kavum nasi lapang (+/+)
Mulut : sianosis (-), bibir dan mukosa mulut tidak kering, tidak ada efloresensi yang
bermakna, oral hygine baik, uvula letak di tengah, tidak hiperemis, arkus faring tidak
hiperemis dan tidak tampak detritus, tonsil T1/T1.
LEHER
Inspeksi : KGB dan kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar.
JVP : 5+2 cmH2O
4
THORAKS
Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, gerak pernafasan simetris, tidak
tampak pergerakan nafas yang tertinggal, tulang iga tidak terlalu vertikal maupun
horizontal, retraksi otot-otot pernapasan (-).
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan. Ictus cordis teraba setinggi ICS 5 1 cm
dari garis midclavicula kiri.
Perkusi : Didapatkan perkusi sonor pada kedua lapang paru.
-
batas paru dengan hepar : setinggi ICS 5 linea midclavicula kanan dengan suara
redup
batas paru dengan jantung kanan : setinggi ICS 3 hingga 5 linea sternalis kanan
dengan suara redup
batas paru dengan jantung kiri : setinggi ICS 5, 1 cm linea midclavicula kiri
dengan suara redup
batas atas jantung : setinggi ICS 3 linea parasternal kiri dengan suara redup
Auskultasi :
-
ABDOMEN
Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, smiling umbilicus (-), hernia
umbilikalis (-), pulsasi abnormal (-), spider navy (-).
Auskultasi : BU (+) normal.
Perkusi : Didapatkan timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-).
Palpasi : Tidak teraba massa , defence muscular (-), NTE (-). Hepar, lien tidak teraba
membesar, ballotement (-).
EKSTREMITAS
Inspeksi : Simetris, tidak tampak efloresensi yang bermakna, oedem (-) pada keempat
ekstremitas, palmar eritema (-/-).
Palpasi : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik.
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
Leukosit
17.2
ribu/uL
3.6 11
Eritrosit
3.9
juta/uL
3.8 5.2
Hemoglobin
11.4
g/dL
11.7 15.5
Hematokrit
33
35 47
Trombosit
328
ribu/uL
150 440
MCV
84
fL
80 100
MCH
29.3
pg
26 43
MCHC
34.8
g/dL
32 36
RDW
12.9
< 14
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
AST/SGOT
91
mU/dL
< 27
ALT/SGPT
107
mU/dL
< 34
212
mg/dL
< 110
13
mg/dL
13 43
0.69
mg/dL
< 1.1
133
mmol/L
135 155
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa darah jam 16.00
GINJAL
Ureum
Kreatinin
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na)
Kalium (K)
3.1
mmol/L
3.6 5.5
Klorida (Cl)
97
mmol/L
98 109
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
103
mg/dL
< 110
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
6.4
< 6.5
= baik
6.5 8 = sedang
>8
= buruk
113
mg/dL
< 110
123
mg/dL
< 110
HASIL
NILAI NORMAL
BTA 1
Negatif
Negatif
BTA 2
Negatif
Negatif
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
Leukosit
11.6
ribu/uL
3.6 11
Eritrosit
3.7
juta/uL
3.8 5.2
Hemoglobin
10.1
g/dL
11.7 15.5
Hematokrit
31
35 47
Trombosit
515
ribu/uL
150 440
MCV
82.9
fL
80 100
MCH
27.4
Pg
26 43
MCHC
33.1
g/dL
32 36
RDW
11.8
< 14
7
Eosinofil
174
103/uL
50 300
Prediksi
VC
3.15
3.10
102
TV
2.10
IRV
0.89
ERV
0.17
IC
2.99
FVC
1.37
3.13
44
FEV1
1.37
2.72
50
FEV1%
100
PEFR
4.01
6.44
62
Actual
Prediksi
VC
2.77
3.10
90
TV
1.89
IRV
0.67
ERV
0.22
IC
2.56
FVC
1.45
3.13
46
FEV1
1.45
2.72
53
FEV1%
100
PEFR
3.81
6.44
59
Post bronkodilator
Interpretasi :
Kesan : Pleuropneumonia
V. RINGKASAN
Pasien seorang perempuan berusia 29 tahun datang ke RSUD Budhi Asih dengan keluhan
batuk berdahak putih kental sejak 1 minggu SMRS. Batuk disertai dengan demam
menggigil yang hilang timbul dan bisa mencapai suhu 40oC. Pasien juga merasa pusing,
mual, kadang disertai sesak napas dan napsu makannya agak menurun. Riwayat OAT 6
bulan (+) dan sudah dinyatakan sembuh tahun 2008. Hasil pemeriksaan laboratorium :
leukosit 17.2 ribu/uL (leukositosis), Hb 11.4 g/dL, Ht 33 %, SGOT/PT : 91/107 mU/dL,
GDS 212103113123 mg/dL, Hb-A1c 6.4 %. Na 133 mmol/L, K 3.1 mmol/L, Cl
9
9.7 mmol/L. BTA sputum (-). Hasil spirometri dalam batas normal. Eosinofil normal.
Dari hasil foto rontgen thoraks didapatkan kesan pneumonia dengan penebalan pleura
(pleuropneumonia).
1.
2.
Penebalan pleura
3.
1.
CAP
Pada kasus ini, community acquired pneumonia (CAP) atau pneumonia komunitas
dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, yaitu adanya demam dengan suhu
tubuh 38 oC disertai menggigil, batuk berdahak dengan dahak mukoid berwarna
putih, dan sesak napas. Semua keluhan tersebut sudah dirasakan pasien sebelum
pasien dirawat di rumah sakit (1 minggu SMRS). Pada pemeriksaan fisik juga
didapatkan suhu yang 38 oC bahkan pernah mencapai suhu 40 oC. Pada
pemeriksaan penunjang juga didapatkan data yang mendukung, yaitu pemeriksaan
darah dimana hitung jumlah leukosit pada pasien ini > 10.000/uL (17.000/uL saat
pertama masuk) dan pada foto thoraks didapatkan gambaran konsolidasi pada bagian
basal paru kanan disertai penebalan pleura.
2.
Penebalan pleura
Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan hasil gambaran rontgen thoraks.
3.
SARI
Pada pasien ini, juga dipikirkan diagnosis banding yaitu severe acute respiratory
infection (SARI), karena ada beberapa gejala pada pasien yang masuk dalam kriteria
SARI, yaitu demam > 38 oC disertai dengan batuk-batuk yang terjadi secara akut (<
10 hari) atau kronis eksaserbasi akut, kesulitan bernafas, dan hasil pemeriksaan
radiologik yang menunjukkan adanya konsolidasi (pneumonia). Namun menurut
10
1.
2.
Foto thoraks PA
3.
4.
5.
CRP
6.
IX. PENATALAKSANAAN
- Farmakologis
- IVFD NaCl + KCl / 8 jam
- Ampicilin sulbactam (pycin) 2 x 1 gr
- Lefofloxacin 1 x 750 mg
- Lasal syr 3 x Cth
- BK III 3 x 1
- Ambroxol syr 3 x 1
- Paracetamol 3 x 1
- Bisolvon 2 x 1
- Aspar K 3 x 1
- Vistein 2 x 1
- Hidonal drip 2 x 100 mg
- Zystic 1 x 500 mg
- Inhalasi Combiven + Flexotide 4 x 1
- Non-farmakologis
- Istirahat yang cukup (bed rest)
- Intake nutrisi yang adekuat
- Posisi kepala dengan tempat tidur diatur 30 derajat, posisi miring kanan miring
kiri
11
X. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
Ad fungtionam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP HARIAN
Tgl
Subjektif
Objektif
Analisis
Perencanaan
28/8/14
- Demam &
- Kesadaran
- Pleuropneumonia
- IVFD RD :
batuk-batuk
- Kepala
pusing
CM
- TD 110/70
mmHg
- N 80 x/m
- CAP
NaCl (2 : 1) +
- Penebalan pleura
lasal 2cc/ 12
- DD : SARI
jam
- Ampisilin
- RR 20 x/m
sulbactam
- S 38 C
(pycin) 2x1gr
- CA -/- SI -/-
- BK III 3x1
- Pulmo : SN
- Ambroxol syr
3x1
- Pct 3x1 k/p
- Cor : S1&2
reguler, M -,
G
- Abdomen :
supel, datar,
NT -, BU +
Normal
- Ekstremitas :
akral hangat
+/+/+/+,
edema -/-/-/- Lab (27/8) :
leuko 17,2
12
rb/ uL . Hb
11,4 g/dL. Ht
33 %
29/8/14
- Semalam tak
bisa tidur
- Kesadaran
CM
- Pleuropneumonia
- IVFD RD :
- CAP
NaCl (2 : 1)
- Penebalan pleura
+ lasal 2cc/
- DD : SARI
12 jam
karena batuk-
- TD 100/60
batuk, demam
mmHg
menggigil, &
- N 112 x/m
muntah-
- RR 22 x/m
sulbactam
muntah
- S 39,1 C
(pycin) 2x1gr
- CA -/- SI /- Pulmo : SN
- Suspek DMT 2
- Ampisilin
- BK III 3x1
- Ambroxol
syr 3x1
ves +/+, Rh
-/-, Wh -/-
- (cek HBA1C
- Cor : S1&2
& GDNPP)
reguler, M ,G
- Abdomen :
supel, datar,
NT -, BU +
Normal
- Ekstremitas
: akral
hangat
+/+/+/+,
edema -/-//- Lab (28/8) :
SGOT/PT
91/107,
GDS 212,
Na 133, K
13
31, Cl 97
30/8/14
- Batuk
berdahak
putih kentel
- Kesadaran
CM
- TD 90/60
- Pleuropneumonia
- CAP
- Penebalan pleura
KCl/ 8 jam
- Ampisilin
seperti
mmHg
lendir
- N 76 x/m
malam hari
- RR 21 x/m
- BK III 3x1
- S 37,9 C
- Ambroxol syr
- Tenggoroka
n gatal
- Batuk +
demam,
- DD : SARI
- IVFD NaCl +
sulbactam
(pycin) 2x1gr
- CA -/- SI -
3x1
/-
- Pulmo : SN
- Bisolvon 2x1
mata panas,
ves +/+, Rh
- Aspar K 3x1
kadang
-/-, Wh -/-
- Vistein 2x1
- Cor : S1&2
- Hidonal drip
muntah isi
makanan
- Kalau
tiduran,
batuk-batuk
reguler, M -,
2x100
G-
- Levofloxacin
- Abdomen :
1x750
supel, datar,
- (cek BTA
NT -, BU +
sputum)
Normal
- Ekstremitas
: akral
hangat
+/+/+/+,
edema -/-/-/- Lab (29/8) :
GDS 103
Normal
1/9/14
- Batuk + tapi
sudah lebih
baik
- Kesadaran
CM
- TD 100/70
mmHg
- N 80 x/m
- Pleuropneumonia
- CAP
- Penebalan pleura
- DD : SARI
- IVFD NaCl +
KCl/ 8 jam
- Ampisilin
sulbactam
(pycin) 2x1gr
14
- RR 20 x/m
- BK III 3x1
- S 36 C N
- Ambroxol syr
- CA -/- SI -
3x1
/-
- Pulmo : SN
- Bisolvon 2x1
ves +/+, Rh
- Aspar K 3x1
-/-, Wh -/-
- Vistein 2x1
- Cor : S1&2
- Hidonal drip
reguler, M -
2x100
,G
- Levofloxacin
1x750 stop
- Abdomen :
supel, datar,
- Zystic 1x500
NT -, BU +
- Inhalasi
Normal
combiven +
- Ekstremitas
flexotide 4x1
: akral
hangat
+/+/+/+,
edema -/-//- Lab (30/8) :
HbA1c
6.4% N.
GDS 113
123
2/9/14
Batuk +
- TD 100/60
- Pleuropneumonia
- N 90
- CAP
KCl/ 8 jam
- S 38
- Penebalan pleura
stop
- RR 20
- DD : SARI
- Status
generalis
dbn
- IVFD NaCl +
- Ampisilin
sulbactam
(pycin) 2x1gr
- BK III 3x1
- Ambroxol syr
15
3x1
- Pct 3x1 k/p
- Bisolvon 2x1
- Aspar K 3x1
- Vistein 2x1
- Hidonal drip
2x100
- Zystic 1x500
- Inhalasi
combiven +
flexotide 4x1
- Lasal syr
3x1/2 Cth
- (cek
spirometri &
eosinofil)
3/9/14
- TD 100/70
- Pleuropneumonia
- N 88
- CAP
sulbactam
- S 36,6
- Penebalan pleura
(pycin) 2x1gr
- RR 19
- DD : SARI
- Status
generalis
dbn
- Ampisilin
- BK III 3x1
- Ambroxol syr
3x1
- Pct 3x1 k/p
- Lab (2/9) :
- Bisolvon 2x1
leuko 11,6
- Aspar K 3x1
- Vistein 2x1
3,7 jt. Hb
- Hidonal drip
10,1 g/dL,
2x100
Ht 31 %.
- Zystic 1x500
Eosinofil
- Inhalasi
174 x 103
combiven +
flexotide 4x1
16
- Lasal syr
3x1/2 Cth
- (BLPL)
17
TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMONIA KOMUNITAS (CAP)
DEFINISI
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan
oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lainlain) disebut pneumonitis.
ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat
luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit
banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan
oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan
bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri Gram negatif.
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko
infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan
merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi
terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan
bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol
dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
18
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %)
juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse).Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga
aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri
yang tinggi dan terjadi pneumonia.Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara
inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di
temukan jenis mikroorganisme yang sama.
PATOLOGI
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN
mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui
psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu
terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik
terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah
PMN yang banyak.
4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit
dan alveolar makrofag.
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization'
ialah konsolodasi yang luas.
KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a.Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b.Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c.Pneumonia aspirasi
d.Pneumonia pada penderita Immunocompromised
19
DIAGNOSIS
1. Gambaran klinis
a.Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat
melebihi 40oC, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak
napas dan nyeri dada.
b.Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat
bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium
resolusi.
20
2. Pemeriksaan penunjang
a.Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke
arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b.Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 2025% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
PENGOBATAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi :
Efusi pleura.
Empiema.
Abses Paru.
21
Pneumotoraks.
Gagal napas.
Sepsis
PNEUMONIA KOMUNITI
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia komuniti ini
merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia.
1. Etiologi
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram positif
dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri Gram negatif.
Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta,
Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan
mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut :
o Klebsiella pneumoniae 45,18%
o Streptococcus pneumoniae 14,04%
o Streptococcus viridans 9,21%
o Staphylococcus aureus 9%
o Pseudomonas aeruginosa 8,56%
o Steptococcus hemolyticus 7,89%
o Enterobacter 5,26%
o Pseudomonas spp 0,9%
2. Diagnosis
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis,
foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto
toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di
bawah ini :
Batuk-batuk bertambah
22
23
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah
ini.
Kriteria minor:
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia
komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah
satu dari kriteria dibawah ini.
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
24
PENATALAKSANAAN
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan
ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan
mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang resisten penisilin.
Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
a.Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
25
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan
penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat
mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita
pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang
dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA
) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1%
dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V
29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia
komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka
kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr.
Soetomo angka kematian 20 -35%.
PENCEGAHAN
Pola hidup sebut termasuk tidak merokok
Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza)
Sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin
tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik ,
diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan
setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi
yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3
26
DAFTAR PUSTAKA
1. American thoracic society. Guidelines for management of adults with communityacquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and
prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.
2. American thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults. Diagnosis,
assessment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategis. Am J
Respir Crit Care Med 1995; 153: 1711-25
3. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice
guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect
Dis 2000; 31: 347-82
4. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995;
108: 1 S-16S
5. Christian J et al; Alveolar macrophage function is selectively altered after
endotoxemia in rats; Infect Immun 56; 1254-9; 1988
6. Craven DE, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new
perspectives on an old disease. Chest 1995; 108 : I S-16S
7. Crompton GK. Diagnosis and Management of respiratory disease. Oxford: -Black
Scientific Publications. 1980 : 73-89
8. Ewig S, Ruiz M, Mensa J, Marcos MA, Martinez JA, Aranbica F, Niederman MS.
Severe community-acquired pneumonia assessment of severity criteria. Am J
Respir Crit Care Med 1998; 158: 1102-08
9. Gerberding JL, Sande MA. Infection Diseases of the lung dalam Murray JF, Nadel
JA ed . Texbook of respiratory Mdecine, Philadelphia, Tokyo: WB Saunders Co,
2000: 73 5 -45
10. Green G et al; Defense mechanism in respiratory membrane; Am Rev Resp Dis
115; 479-503; 1977
11. Guidelines for the management of hospitalised adults patients with pneumonia in
the Asia Pacific region. 2nd Concensus Workshop. Phuker, Thailand 1998.
12. Hadiarto M, Anwar Y, Priyanti ZS, Zubedah T.Protekt study an International
antimikrobial survailance study in community acquired respiratory tract (Carti)
pathogens.2000-2001
13. Hadiarto M, Wibowo S, Sardikin G, Sianturi. Peran sparfloksasin pada
pengobatan infeksi saluran napas bawah di komuniti. Journal Respirologi
Indonesia 2000: 20; 156-60
14. Hadiarto M. A multinational, multicentre, prospective, randomized, double blind,
study to compare the efficacy and safety of two dosis of bay 12-8039 oral tablets
to klaritromisin oral tablets in the treatment of patients with community acquired
pneumonia.Jakarta Region, 1997
15. Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya. Simposium
konsep baru. dalam terapi antibiotik, program pendidikan ilmu kedokteran
berkelanjutan FKUI, Jakarta 1995
27