KTT ke-12 ASEAN di Cebu bulan Januari 2007 telah menyepakati Declaration
on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015. Dalam
konteks tersebut, para Menteri Ekonomi ASEAN telah menginstruksikan Sekretariat
ASEAN untuk menyusun Cetak Biru ASEAN Economic Community (AEC). Cetak
Biru AEC tersebut berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah
dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN,
yaitu :
a. Menuju single market dan production base (arus perdagangan bebas untuk
sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal);
dibahas dan dipelajari lebih lanjut oleh pihak Depnaker serta Kementerian
Lingkungan Hidup.
Perundingan FTA ASEAN Australia dan Selandia Baru telah berhasil
diselesaikan, dan kesepakatan FTA dimaksud telah ditandatangani pada
KTT ASEAN ke-14 di Thailand pada Februari 2009. Diharapkan negara
anggota ASEAN segera meratifikasi perjanjian tersebut sehingga perjanjian
dapat diimplementasikan per 1 Januari 2010.
ambisi tinggi baik dalam hal cakupan isu-isu yang dirundingkan maupun
ambisi yang cukup tinggi di masing-masing isu, dan normal track yang
dilakukan dengan negara anggota ASEAN lainnya yang tingkat ambisinya
lebih rendah.
Berkenaan dengan proposal tersebut, Viet Nam juga mengusulkan
pendekatan yang hampir sama dengan UE, namun sifatnya sukarela. Di
samping traditional issues (trade in goods, services dan investment)
kelompok pertama dapat merundingkan non-traditional issues (seperti
competition policy, sustainable development dan government procurement),
namun sifatnya sukarela. Sedangkan kelompok kedua hanya merundingkan
traditional issues.
f) ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership
Landasan perundingan ASEAN-Japan Comprehensive Economic
Partnership adalah Joint Declaration of the Leaders on Comprehensive
Economic Partnership between ASEAN and Japan yang telah ditandatangani
pada tanggal 5 November 2002. Kemitraan ini juga kemudian diperkuat
dengan penandatanganan Framework for Comprehensive Economic
Cooperation between ASEAN and Japan pada tanggal 8 Oktober 2003.
Saat ini perjanjian AJCEP telah ditandatangani secara ad-referendum
pada bulan Maret 2008. Sedangkan pihak Jepang telah meratifikasi
perjanjian tersebut pada tanggal 21 Juni 2008. Saat ini masing-masing
negara ASEAN sedang melaksanakan prosedur legal nasional guna dapat
menerapkan perjanjian ini.
Kerjasama di Sektor Jasa
a. Perkembangan Liberalisasi Jasa ASEAN
1) Peranan Sektor Jasa ASEAN
Sektor Jasa memegang peranan penting di ASEAN dengan rata-rata 4050% GDP negara ASEAN berasal dari sektor jasa. Jasa juga berperan
penting dalam perekonomian Indonesia dengan porsi 46% total GDP pada
tahun 2007.
Dalam upaya meningkatkan kerjasama ekonomi melalui liberalisasi
perdagangan di bidang jasa, Negara-negara ASEAN telah menyepakati dan
mengesahkan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) pada
tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand. Selanjutnya untuk
menindaklanjuti kesepakatan tersebut, telah dibentuk
Coordinating
Committee on Services (CCS) yang memiliki tugas menyusun modalitas
untuk mengelola negosiasi liberalisasi jasa dalam kerangka AFAS yang
mencakup 8 (delapan) sektor, yaitu: Jasa Angkutan Udara dan Laut, Jasa
Bisnis, Jasa Konstruksi, Jasa Telekomunikasi, Jasa Pariwisata,
Jasa
Keuangan, Jasa Kesehatan dan Jasa Logistik.
pada saat ASEAN Tourism Forum (ATF) 2009 di Ha Noi, Viet Nam,
tanggal 5-12 Januari 2009.
Dalam kerangka ASEAN Tourism Resource Management and
Development Network (ATMR) telah direncanakan untuk mengadakan
beberapa kegiatan antara lain: Training on eco tourism di Thailand,
Pelatihan Tourism Heritage di Indonesia, ATMR Cruise di Singapura,
Workshop tentang Home stay di Malaysia.
Guna lebih meningkatkan promosi ASEAN sebagai destinasi tunggal
telah dibahas beberapa kegiatan promosi bersama, yaitu: ASEAN
Promotional Chapter for Tourism, ASEAN Tourism Area in
International tourism Fairs dan Joint Promotion Activities with ASEAN
Airlines.
Terkait dengan NTO/VAC Fund dinyatakan bahwa Balance of
NTO/VAC Fund hingga bulan Mei 2008 adalah USD 58,791.25.
menjadikan ASEAN menjadi wilayah yang sangat kompetitif untuk menarik Foreign
Direct Investment (FDI) serta mendukung realisasi ASEAN Economic Community.
Kerjasama Perikanan
ASEAN Network of Fisheries Post-Harvest Technology Center melanjutkan
kerjasamanya dengan Departemen Penelitian Perikanan Laut dari Southeast Asia
Fisheries Development Center (SEAFDEC) untuk mengimplementasi kegiatankegiatan: (i) HACCP Training Programmes, (ii) Regional Code of Conduct on PostHarvest Practices and Trade, dan (iii) ASEAN-Australia Development and
Cooperation Programme (AADCP) mengenai Quality Assurance and Safety of
ASEAN Fish and Fishery Products. Kesuksesan kolaborasi dengan SEAFDEC juga
mendorong pengembangan inisiatif baru berupa: Seafood Safety Information
Network dan Chloramphenicol, and Nitrofuran Residues in Aquaculture Fish and
Fish Products.
ASEAN terus melanjutkan kolaborasi dengan SEAFDEC dan telah menyetujui
kerja sama untuk memperkuat mekanisme dan implementasi program perikanan
kawasan melalui pembentukan ASEAN-SEAFDEC Strategic Partnership (ASSP).
Dalam AMAF ke-29, telah ditandatangani Letter of Understanding (LoU) ASSP oleh
Sekjen ASEAN dan Sekjen SEAFDEC.
Dengan bantuan dari Australia, ASEAN telah menyelesaikan Hazard Guide-A
Guide to the Indentification and Control of Food Safety Hazard in the Production of
Fish and Fisheries Products in the ASEAN Region, dan Guidelines on Development
of Standard Operating Procedures (SOP) for Health Certification and Quarantine
Measures for the Responsible Movement of Live Food Finfish.
Negara-negara Anggota ASEAN juga telah menyetujui inisiatif untuk
membentuk ASEAN Shrimp Alliance (ASA) dan ASEAN Network on Aquatic Animal
Health Centres (ANAAHC).
Kerjasama Kehutanan
Pengembangan kriteria nasional dan indikator untuk pengelolaan hutan
berkelanjutan (sustainable forest management/SFM), termasuk pengkajian
kebijakan, dan penanaman hutan telah mengalami kemajuan di masing-masing
Negara Anggota ASEAN. Pada tingkat regional, pengembangan inisiatif Pan ASEAN
Timber Certification telah menggunakan kriteria yang diakui secara internasional
untuk memastikan diterimanya produk kayu ASEAN yang bersertifikat di pasar
internasional. Sesuai dengan persyaratan pelaporan kehutanan internasional, AMAF
ke-29 telah menyetujui sebagai berikut:
i. ASEAN Criteria and Indicators for Sustainable Management of Tropical Forests;
ii. Monitoring, Asssesment and Reporting Format for Sustainable Forest
Management in ASEAN; dan
iii. ASEAN Guidelines for the Implementation of IPF/IFF proposals for Action
Isu illegal logging untuk dikerjasamakan di ASEAN telah diperjuangkan oleh
Indonesia lebih dari 3 (tiga) tahun lalu. Pada awalnya, Malaysia sangat resisten
terhadap isu dimaksud. Namun akhirnya, Malaysia dapat menerima illegal logging
dikerjasamakan di ASEAN mengingat hal tersebut telah mendapatkan dukungan
dari anggota ASEAN lainnya. Akhirnya disepakati ASEAN Ministerial Statement on
Strengthening Forest Law Enforcement and Governance (FLEG) in ASEAN yang
memuat mengenai kerja sama ASEAN untuk memberantas illegal logging and its
associated trade. FLEG tersebut telah didukung dengan Work Plan for
Strengthening FLEG in ASEAN 2008 2015.
Di bawah program ASEAN-German Regional Forest Program, ASEAN
Forestry Clearing House Mechanism (CHM) telah dibentuk untuk memberikan
landasan informasi di antara Negara-negara Anggota ASEAN terkait diskusi
mengenai hal-hal yang menjadi kepentingan bersama.
Volume pertama dari Database on ASEAN Herbal and Medicinal Plants, yang
terdiri dari 64 species tanaman telah diselesaikan dan diterbitkan. Saat ini ASEAN
tengah menyelesaikan volume kedua Database yang berisikan 50 species.
ASEAN juga telah setuju untuk bekerjasama secara lebih proaktif dan intensif
dalam implementasi CITES. Menteri-menteri ASEAN yang bertanggungjawab untuk
CITES telah mendeklarasikan Framework Agreement on Comprehensive Economic
Cooperation between ASEAN and India pada tanggal 8 Oktober 2003 pada tanggal
2-14 Oktober di Bangkok. ASEAN pun menunjukkan komitmennya pada bidang ini
dengan mengembangkan dan mengadopsi ASEAN Regional Action Plan on Trade in
Wild Fauna and Flora 2005-2010. ASEAN Wildlife Enforcement Network (ASEANWEN) telah dibentuk pada Desember 2005 untuk menyediakan mekanisme
koordinasi dan pertukaran informasi yang efektif di antara badan-badan penegak
21ubli pada level nasional dan regional untuk memberantas perdagangan flora dan
fauna liar secara illegal.
Perkembangan Kerjasama di Bidang Energi
ASEAN telah menetapkan rencana aksi ASEAN yang disebut ASEAN Plan of
Action for Energy Cooperation (APAEC) 2004-2009, yang meliputi langkah-langkah:
memperkuat ketahanan energi regional; meningkatkan integrasi infrastruktur energi
regional; menciptakan kebijakan energi regional yang responsif yang secara
bertahap mendorong reformasi pasar, liberalisasi dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan; melibatkan sektor swasta dalam upaya mengamankan cadangan
energi regional.
Adapun ruang lingkup kerjasama ASEAN di bidang energi mencakup isu-isu: (i).
Ketahanan energi (Energy Security); ii). Pembangunan jaringan kelistrikan (Power
Interconnection); iii). Efisiensi energi (Energy Efficiency); (iv). Kebijakan regional di
bidang energi (Regional Energy Policy); (v). Penelitian dan pengembangan energi
terbarukan (Research and Energy, and Renewable Energy).
Berkaitan dengan kerjasama energi ASEAN, terdapat 3 (tiga) dasar hukum yang
menjadi rujukan, yaitu MoU on Trans ASEAN Gas Pipeline (MoU on TAGP),
ditandatangani tahun 2002 dan MOU on ASEAN Power Grid (MoU on APG), yang
ditandatangani pada tahun 2007 dan saat ini masih menunggu proses ratifikasinya.
Disamping itu juga akan ditandatangani New ASEAN Petroleum Security Agreement
(APSA), yang akan ditandatangani pada KTT ke-14 ASEAN mendatang.
Proyek-proyek yang tercakup dalam kerjasama TAGP terdiri dari 8 (delapan)
yaitu : Duri, Indonesia Melaka, Malaysia; West Natuna, Indonesia Duyong,
Malaysia; East Natuna, Indonesia JDA Erawan, Thailand; East Natuna West
Natuna Kerteh, Malaysia; East Natuna West Natuna Singapura; East Natuna,
Indonesia Brunei Darrusalam Sabah, Malaysia Palawan-Luzon, Philippina;
Malaysia Thailand JDA Blok B Viet Nam; Pauh, Malaysia Arun, Sumatera,
Indonesia; East Kalimantan Sabah Philippines.
Untuk proyek interkoneksi ASEAN, sejauh ini terdapat 14 proyek interkoneksi
ASEAN. Proyek yang terkait dengan Indonesia, yaitu Peninsular Malaysia
Sumatra (Medium term TNB dan PLN); Batam Bintan Singapura Johor (Long
term PLN, SPPG dan TNB); Sarawak West Kalimantan (Medium term Sesco
dan PLN);
1) Kerjasama Energi ASEAN + 3
Kerjasama keamanan energi ASEAN+3 muncul sebagai akibat semakin
meningkatnya kebutuhan energi baik di tingkat regional maupun tingkat dunia.
Pertemuan pertama ASEAN Ministers on Energy Meeting
(AMEM) + 3
berlangsung pada tanggal 9 Juni 2004 di Manila, Filipina dan mensahkan
program kegiatan Energy Security Forum, Natural Gas Forum, Oil Market Forum,
Oil Stockpiling Forum dan Renewable Energy Forum dan upaya bersama untuk
mengatasi isu-isu di pasaran minyak regional termasuk Asian Premium. Selain
itu, disetujui untuk mendorong penetapan harga spot minyak berorientasi pasar
dan diimplementasikan di bursa berjangka untuk produk minyak mentah (crude
oil) dan produk-produk bahan bakar lainnya.
Pada pertemuan ke-5 AMEM + 3 di Bangkok, 2007, telah disepakati
kerjasama energi ASEAN + 3, yaitu energy security, oil market, oil stockpiling,
natural gas serta New Renewable Energy (NRE) dan Energy Efficiency and
Conservation (EE&C). Sidang juga sepakat untuk memperluas kerjasama
regional dengan memasukkan kerjasama civilian nuclear energy. Dalam kaitan
ini juga telah disepakati Work Plan untuk Oil Stockpiling Roadmap yang akan
didasarkan kepada 4 (empat) prinsip, yaitu voluntary dan tidak mengikat, saling
menguntungkan, saling menghormati, pendekatan tahap demi tahap dengan
perspektif jangka panjang.
Terkait dengan pengembangan kerjasama Energy Efficiency and
Conservation (EE & C) disepakati bahwa kerjasama dapat dilakukan melalui
peningkatan dialog, pengembangan networking serta sharing informasi.
Disepakati Proposal Korea mengenai kerjasama Clean Development
Mechanism (CDM) untuk memperluas kesempatan bagi proyek-proyek CDM
guna membantu mengurangi greenhouses gas emission (GHG) serta
meningkatkan sustainable development melalui kegiatan capacity building. Para
Menteri meminta ASEAN Center for Energy dan Korea Energy Management
Cooperation dapat menindaklanjuti proposal tersebut.
Para Menteri menyambut baik proposal Korea mengenai kerjasama civilian
nuclear energy sesuai dengan ASEAN + 3 Cooperation Work Plan (2007
2017), dengan kegiatan antara lain capacity building seperti training
staff/personnel untuk civilian nuclear development di kawasan. Korea diharapkan
dapat bekerjasama dengan ACE untuk meneruskan inisiatif tersebut.
Mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kebijakan yang efektif, dengan
tujuan untuk berkontribusi mengurangi dampak perubahan iklim global;
KTT ke-2 EAS juga menyambut baik berbagai proposal kerjasama di bidang
energy security, termasuk inisiatif empat pilar yang diajukan oleh Jepang yang
berjudul Fueling Asia Japans Cooperation Initiative for Clean Energy and
Sustainable Growth dan kesediaan Jepang untuk memberikan bantuan dana
energy-related ODA sebesar US$ 2 Milyar untuk tiga tahun ke depan. Para
Pemimpin juga sepakat untuk membentuk suatu EAS Energy Cooperation Task
Force (EAS ECTF), berdasarkan mekanisme sektoral di bidang energi yang telah
ada di ASEAN untuk menindaklanjuti kesepakatan yang telah diambil para
Pemimpin EAS mengenai energy security dan melaporkan rekomendasinya
pada KTT EAS mendatang.
Pada Pertemuan pertama East Asia Summit Energy Ministerial Meeting (1st
EAS EMM) di Singapura, tanggal 23 Agustus 2007, Sidang sepakat bahwa 3
(tiga) work stream yaitu energy efficiency and conservation (EE & C); energy
market integration; biofuels for transport and other purposes sebagai langkah
awal untuk mengembangkan kerjasama dalam rangka energy security negaranegara anggota EAS. Sidang juga sepakat untuk terus mengembangkan
kemungkinan kerjasama teknologi baru untuk biofuels serta melakukan upayaupaya konkrit untuk merealisasikan kerjasama energy efficiency and
conservation berdasarkan voluntary basis dan menyambut baik pembentukan
Asia Biomass Research Core dan Asia Biomass Energy Cooperation Promotion
Office di Jepang;
Pada Pertemuan Kedua Asia Summit Energy Ministerial Meeting (2nd EAS
EMM), Agustus 2008, para Menteri mendukung upaya-upaya yang
berkesinambungan dari EAS Energy Cooperation Task Force (ECTF) untuk
mengembangkan kerjasama melalui 3 (tiga) Work Streams kerjasama energi,
yaitu Energy Efficiency and Conservation (EE & C), Energy Market Integration
(EMI) dan Biofuels untuk transportasi dan tujuan-tujuan lainnya. Disamping itu
Para Menteri menyambut baik EAS Energy Outlook yang dipersiapkan oleh
Economic Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Dalam kaitan ini, para
Menteri mengharapkan agar ERIA dapat memperdalam analisisnya dan
memberikan masukan agar kerjasama dalam hal energy effisiency and
conservation lebih efektif.
Para Menteri juga sepakat bahwa rekomendasi laporan hasil studi Energy
Market Integration in the East Asia Region perlu dipertimbangkan khususnya
rekomendasi untuk mengadakan pertemuan forum konsultasi atau pertemuanpertemuan lainnya, untuk share pandangan mengenai policy approaches dan
untuk menentukan langkah-langkah dalam meningkatkan pasar energi yang
terintegrasi. Dalam kaitan ini, para Menteri meminta ECTF untuk memperdalam
studi mengenai Energy Market Integration untuk dilaporkan pada pertemuan
EAS Energy Ministers Meeting mendatang.
Para Menteri sepakat menetapkan mengenai Asian Biomass Energy
Principles sebagai pedoman untuk produksi dan pengunaannya di kawasan.
Dalam kaitan ini, para Menteri sepakat untuk mempromosikan produksi dan
penggunaan biofuels dan kerjasama regional yang tidak mengganggu ketahanan
pangan. Para Menteri menugaskan ERIA untuk mengembangkan metodologi
bagi assesment lingkungan dan social sustainability dalam produksi dan
penggunaan biomass mengingat kondisi-kondisi khusus di kawasan.
Kerjasama ASEAN di Sektor Usaha Kecil dan Menengah
Kerjasama ASEAN di sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) telah dirintis
sejak tahun 1995, yang ditandai dengan dibentuknya Kelompok Kerja Badan-Badan
UKM ASEAN (ASEAN Working Group on Small and Medium-size Enterprises
Agencies). Dalam pertemuan pertamanya di Jakarta tanggal 24 April 1995 telah
disahkan Rencana Aksi ASEAN bagi pengembangan UKM. Pertemuan ini juga
menyepakati bahwa pada tahap awal kerjasama ASEAN di bidang UKM akan
terfokus pada sektor manufaktur.