PENGELOLAAN
LIMBAH B3
Pengelolaan Limbah B3 PT.
Toyota Motor
Manufacturing Indonesia
Oleh :
1. Aulia Rodlia Fitriana
(3312100027)
2. Athif Husnabilah
(3312100064)
3. Sunanto
(3312100072)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
anugrah dan rahmat-Nya tugas ini dapat diselesaikan tepat pada waktu yang diharapkan.
Penulisan tugas makalah Pengelolaan Limbah B3 PT. Toyota Motor Manufacturing
Indonesia ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dari dosen pengajar Mata Kuliah
Pengelolaan Limbah B3 dan untuk menambah pengetahuan mengenai mata kuliah tersebut.
Dalam penulisan laporan ini penulis menyampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya
kepada :
1. Bapak Arseto Yekti Bagastyo ST.,MT.,M.Phil.,PhD. selaku dosen pengajar mata kuliah
Pengelolaan Limbah B3 atas segala ilmu pengetahuan yang telah diajarkan.
2. Ibu IDAA Warmadewanthi, S.T., M.T., PhD., selaku dosen pengajar mata kuliah
Pengelolaan Limbah B3 atas segala ilmu pengetahuan yang telah diajarkan.
3. Teman-teman angkatan 2012, rekan-rekan sekampus yang selalu memberikan
support, bimbingan, dan petunjuk penyelesaian dalam setiap permasalahan yang
datang selama pengerjaan tugas ini.
4. Teman-teman satu kelompok yang tetap berjuang dengan penuh semangat untuk
menyelesaikan tugas ini.
Dalam penulisan tugas ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan tugas
ini kedepannya. Penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat, dipahami dan
dimengerti oleh pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar .......................................................................................................................
Daftar isi.................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................................. 1
1.3 Ruang Lingkup................................................................................................................. 2
BAB II GAMBARAN INDUSTRI........................................................................................ 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian Limbah B3 .....................................................................................................7
3.2 Identifikasi Limbah B3 ....................................................................................................8
3.2.1 Limbah B3 Berdasarkan Sumber .............................................................................8
3.2.2 Limbah B3 Berdasarkan Karakteristik .....................................................................8
3.2.3 Uji TCLP Limbah B3 ............................................................................................... 10
3.2.4 Uji Toksikologi Limbah B3 ..................................................................................... 11
3.3 Pengelolaan dan Pengolahan Limbah B3 ........................................................................13
3.4 Pengemasan Limbah B3 ..................................................................................................20
3.4.1 Persyaratan Pra Pengemasan .................................................................................... 20
3.4.2 Persyaratan Umum Kemasan Limbah B3 ................................................................ 20
3.4.3 Prinsip Pengemasan Limbah B3 ..............................................................................21
3.5 Tata Cara Pengemasan atau Pewadahan Limbah B3 ....................................................... 21
3.5.1 Persyaratan Pengemasan Limbah B3 .......................................................................21
3.5.2 Persyaratan Pewadahan Limbah B3 dalam Tangki .................................................. 24
3.6 Simbol Limbah B3 ...........................................................................................................26
3.6.1 Bentuk, Dasar, Ukuran, dan Bahan ..........................................................................26
3.6.2 Jenis-jenis Simbol Limbah B3 ................................................................................. 27
3.6.3 Ketentuan Pemasangan Simbol ................................................................................ 31
3.7 Label Limbah B3 .............................................................................................................32
3.7.1 Bentuk, Warna, dan Ukuran ..................................................................................... 32
3.7.2 Label Identitas Limbah ............................................................................................ 33
3.7.3 Label Penandaan Kemasan Kosong .........................................................................34
3.7.4 Label Petunjuk Tutup Kemasan ...............................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
pengolah/pengerjaan
logam.
PT. Toyota
Motor
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1. Mengetahui pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan oleh PT Toyota Motor
Manufacturing Indonesia
BAB II
GAMBARAN INDUSTRI
1. Proses Stamping
2. Proses Welding
3. Proses Painting
4. Proses Part Painting
5. Proses Assembling
6. Proses Delivery (VLD)
Adapun penjelasan untuk masing-masing tahapan proses diuraikan berikut ini.
1. Proses Stamping
Stamping Shop ini proses pengepresan pembuatan body kendaraan dilakukan.
Lempengan-lempengan baja dicetak menjadi bagian-bagian dari body kendaraan
seperti kerangka, tangki bahan bakar, dan komponen body subassembly (kabin, dek,
rangka chasis). Pembuatan pressed part untuk membentukbody kendaraan bermula
dari lembar baja yang kemudian dilakukan proses pengepresan menjadi press part
yang siap dikirim ke bagian pengelasan untuk disatukan menjadi body kendaraan
utuh.
2. Proses Welding
Pada prinsipnya proses welding yang digunakan adalah spot welding. Proses
welding dapat dibagi menjadi tiga kelompok proses welding, yaitu welding frame,
welding body, welding packing. Welding Shop memiliki area 23.000 m2. Disinilah
proses penyambungan/pengelasan bagian-bagian body kendaraan untuk menghasilkan
satu bagian utuh. Prosesnya adalah dengan menyatukan seluruh pressed part yang
diproduksi oleh Stamping Shop. Hasil akhir dari proses ini adalah satu body
kendaraan utuh.
3. Proses Painting
Setelah dari Welding Shop, satu body kendaraan utuh memasuki Painting
Shop untuk menjalankan proses anti karat (electro deeping coating), pengisian celah
sambungan dan pengecatan. Painting Shop yang memiliki luas 17.600 m2, memiliki
fasilitas pengecatan Primer and Top Coat proses dengan sistem robotik untuk
mendapatkan hasil pengecatan berkualitas tinggi. Selain itu, kedua puluh robot yang
digunakan juga memberikan jaminan keamanan proses serta ramah lingkungan.
Diagram 2.1 flow chart prduksi PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3).
Definisi dari limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah)
suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena
sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya
yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan,
atau membahayakan kesehatan manusia. Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr,
Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfide, fenol dan
sebagainya.
Limbah Beracun Terdiri Dari:
Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan
gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api,
gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah
menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia
dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke
dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.
Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume
dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari 60C (140F) akan menyala apabila
terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara
760 mmHg.
Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar
(25C, 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan,
penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat
menyebabkan kebakaran yang terus menerus.
3. Bersifat reaktif
Berikut ini adalah ciri-ciri limbah B3 yang tergolong sifat reaktif: (Penjelasan PP
18/1999)
Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan
tanpa peledakan.
Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2
dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar
(25C, 760 mmHg).
Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau
limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
4. Beracun
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi
manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius
apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
5. Menyebabkan infeksi
Limbah yang menyebabkan infeksi yaitu bagian tubuh manusia yang diamputasi dan
cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah
lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular.Limbah ini berbahaya
karena mengandung kuman penyakit yang ditularkan pada masyarakat.
6. Bersifat korosif
Berikut ini adalah ciri-ciri limbah B3 yang tergolong sifat korosif : (Penjelasan PP
18/1999)
-
Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju
korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 550C.
Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama
atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
5. Uji sifat kronis mengacu pada Lampiran III PP No. 88 1999 dimana jika limbah tersebut
bersifat kronis maka termasuk limbah B3, namun jika tidak bersifat kronis maka bukan
limbah B3.
Permen LH 30/2009 tentang Tata laksana Perizinan & Pengawasan PLB3 serta
Pengawasan Pemulihan Akibat pencemaran LB3 oleh Pemda
Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi
penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:
1. Daerah bebas banjir;
2. Jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;
Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:
1. Daerah bebas banjir;
2. Jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya;
3. Jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m;
4. Jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m;
5. Dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung) minimum 300 m.
Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis
kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan
limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah.
pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah
tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup.
Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3,
harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali).
mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan
dapat diterima lingkungan
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah
dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan
pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini
pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya
pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity
thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses
flotation pada tahapan awal ini.
b. Treatment, stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan
menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses
pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia
berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia
dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan
memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi.
Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan
bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini
ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment,
polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.
c. De-watering and drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat
pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa
digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt
press.
d. Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi
sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan composting.
Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land,
atau injection well.
2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat
diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan
sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan
menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi
toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses
pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut
seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses
solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan,
yaitu:
a. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah
dibungkus dalam matriks struktur yang besar
b. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
c. Precipitation
d. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada
bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
e. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke
bahan padat
f. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa
lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2),
dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum
mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi
diatur
oleh
BAPEDAL
berdasarkan
Kep-03/BAPEDAL/09/1995
dan
Kep-
04/BAPEDAL/09/1995.
3. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration) adalah alternatif yang menarik dalam
teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga
sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari
sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari
bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi
menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa
kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan
limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif
kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating
value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya
proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat
diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk
membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit,
single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari
semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut
dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Proses Pembakaran (Inceneration) Limbah B3
Limbah B3 kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Dapat juga
mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Hadirnya elemen lain dalam
jumlah kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3. Struktur molekul umumnya
menentukan bahaya dari suatu zat organic terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Bila molekul limbah dapat dihancurkan dan diubah menjadi karbon dioksida (CO2), air
dan senyawa anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang. Untuk penghancuran
dengan panas merupakan salah satu teknik untuk mengolah limbah B3.
Inceneration adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa pembakaran dengan
kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa organik menjadi senyawa
sederhana seperti CO2 dan H2O.
Incenerator efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk padat, cair, gas,
lumpur cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa digunakan limbah organik seperti
lumpur logam berat (heavy metal sludge) dan asam anorganik. Zat karsinogenik
patogenik dapat dihilangkan dengan sempurna bila insenerator dioperasikan.
Incenerator memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai senyawa
organik dengan sempurna, tetapi terdapat kelemahan yaitu operator harus yang sudah
terlatih. Selain itu biaya investasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain dan
potensi emisi ke atmosfir lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan
operasional.
urug telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melalui
Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu:
1. secured landfill double liner
2. secured landfill single liner
3. landfill clay liner
Dimulai dari bawah, bagian dasar secured landfill terdiri atas tanah setempat, lapisan
dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah penghalang, sistem pengumpulan dan
pemindahan lindi (leachate), dan lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di atas
dan/atau di bawah sistem pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi
geomembran. Sedangkan bagian penutup terdiri dari tanah penutup, tanah tudung
penghalang, tudung geomembran, pelapis tudung drainase, dan pelapis tanah untuk
tumbuhan dan vegetasi penutup. Secured landfill harus dilapisi sistem pemantauan
kualitas air tanah dan air pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui apakah secured
landfill bocor atau tidak. Selain itu, lokasi secured landfill tidak boleh dimanfaatkan agar
tidak beresiko bagi manusia dan habitat di sekitarnya.
Deep Injection Well. Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi
kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek yang
mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika
Serikat paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru
yang dibangun setelah tahun 1980.
Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika Serikat
sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquid hazardous wastes).
Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke
dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki
kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan
menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah
setempat.
Limbah B3 diinjeksikan se dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah
lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapisan
impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan limbah tidak
dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah.
Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena beberapa
jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur dan formasi
penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang
dapat mengalami presipitasi, memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi,
bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas dan
viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi.
Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan limbah B3
ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada mengenai hal ini ditetapkan
oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa:
a) Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi secara vertikal
keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik temu dengan sumber air tanah.
b) Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti disebutkan di atas,
limbah telah mengalami perubahan higga tidak lagi bersifat berbahaya dan beracun.
3.4 Pengemasan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
3.4.1 Persyaratan Pra Pengemasan
1. Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pastimengetahui karakteristik
bahaya dari setiap limbah B3 yangdihasilkan/dikumpulkannya. Apabila ada keraguraguan
dengankarakteristik
limbah
B3
yang
dihasilkan/dikumpulkannya,
(teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440)dengan syarat bahan kemasan yang
dipergunakan tersebut tidakbereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya.
3.4.3 Prinsip Pengemasan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
1. Limbah-limbah B3 yang tidak saling cocok, atau limbah danbahan yang tidak saling
cocok tidak boleh disimpan secarabersama-sama dalam satu kemasan.
2. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama penyimpanan,maka jumlah
pengisian limbah dalam kemasan harusmempertimbangkan kemungkinan terjadinya
pengembanganvolume limbah, pembentukan gas atau terjadinya kenaikantekanan.
3. Jika kemasan yang berisi limbah B3 sudah dalam kondisi yangtidak layak (misalnya
terjadi pengkaratan, atau terjadi kerusakanpermanen) atau jika mulai bocor, maka
limbah B3 tersebut harusdipindahkan ke dalam kemasan lain yang memenuhi
syaratsebagai kemasan bagi limbah B3.
4. Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan disimpandengan memenuhi ketentuan tentang tata cara
dan persyaratanbagi penyimpanan limbah B3.
5. Terhadap kemasan wajib dilakukan pemeriksaan oleh penanggungjawab pengelolaan
limbah B3 fasilitas (penghasil, pengumpulatau pengolah) untuk memastikan tidak
terjadinya kerusakanatau kebocoran pada kemasan akibat korosi atau faktor lainnya.
6. Kegiatan pengemasan, penyimpanan dan pengumpulan harus dilaporkan sebagai
bagian dari kegiatan pengelolaan limbah B3.
3.5. Tata Cara Pengemasan/Pewadahan Limbah B3
3.5.1 Persyaratan Pengemasan Limbah B3
1. Kemasan (drum, tong atau bak kontainer)yang digunakan harus:
o Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat atau rusak.
o Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang akan
disimpan.
o Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya.
o Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinyatumpahan saat dilakukan
pemindahan atau pengangkutan.
2. Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat berupa drum/tong dengan
volume 50 liter, 100 liter atau 200 liter, atau dapat pula berupa bak kontainer
berpenutup dengan kapasitas 2 m3, 4 m3 atau 8 m3
3. Limbah B3 yang disimpan dalam satu kemasan adalah limbahyang sama, atau dapat
pula disimpan bersama-sama denganlimbah lain yang memiliki karakteristik yang
sama, atau denganlimbah lain yang karakteristiknya saling cocok.
4. Untuk mempermudah pengisian limbah ke dalam kemasan, sertaagar lebih aman,
limbah B3 dapat terlebih dahulu dikemas dalamkantong kemasan yang tahan terhadap
sifat limbah sebelumkemudian dikemas dalam kemasan dengan memenuhi butir 2) di
atas.
5. Pengisian limbah B3 dalam satu kemasan harus dengan mempertimbangkan
karakteristik dan jenis limbah, pengaruhpemuaian limbah, pembentukan gas dan
kenaikan tekanan selamapenyimpanan.
o Untuk limbah B3 cair harus dipertimbangkan ruangan untukpengembangan
volume dan pembentukan gas.
o Untuk limbah B3 yang bereaksi sendiri sebaiknya tidakmenyisakan ruang kosong
dalam kemasan.
o Untuk limbah B3 yang mudah meledak kemasan dirancangtahan akan kenaikan
tekanan dari dalam dan dari luarkemasan.
6. Kemasan yang telah diisi atau terisi penuh dengan limbah B3harus:
o Ditandai dengan simbol dan label yang sesuai denganketentuan mengenai
penandaan pada kemasan limbah B3.
o Selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibukajika akan dilakukan
penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya.
Gambar 3.1.Kemasan untuk penyimpanan limbah B3, a. kemasan drum penyimpan limbah
B3 cair; b. kemasan drum untuk limbah B3 sludge atau padat.
o Disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan untukpenyimpanan limbah B3
serta mematuhi tata carapenyimpanannya.
7. Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi limbahB3 dan disimpan
ditempat penyimpanan harus dilakukanpemeriksaan kondisi kemasan sekurangkurangnya 1 (satu)minggu satu kali.
o Apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan(karat atau bocor),
maka isi limbah B3 tersebut harus segeradipindahkan ke dalam drum/tong yang
baru, sesuai denganketentuan butir 1 diatas.
o Apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, makatumpahan limbah tersebut
harus segera diangkat dandibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan limbah
B3terpisah.
8. Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan kembali untuk mengemas
limbah B3 dengan karakteristik:
o Sama dengan limbah B3 sebelumnya, atau
o Saling cocok dengan limbah B3 yang dikemas sebelumnya.
Jika akan digunakan untuk mengemas limbah B3 yang tidak salingcocok, maka
kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulusebelum dapat digunakan sebagai
kemasan limbah B3 denganmemenuhi ketentuan butir 1) di atas.
menurut
peraturanyang
pemilik/operatordiharuskan
berlaku
untuk
merupakan
mengajukan
limbah
rekomendasi
B3,
maka
pengoperasian
sehingga membentuk bidang belah ketupat dalam denganukuran 95 persen dari ukuran belah
ketupat bahan. Warna garis yangmembentuk belah ketupat dalam sama dengan warna gambar
simbol. Padabagian bawah simbol terdapat blok segilima dengan bagian atas mendatardan
sudut terlancip berhimpit dengan garis sudut bawah belah ketupat bagiandalam. Panjang garis
pada bagian sudut teriancip adalah 1/3 dari garisvertikal simbol dengan lebar 1/2 dari panjang
garis horizontal belah ketupat.Simbol yang dipasang pada kemasan minimal berukuran 10 cm
x 10 cm,sedangkan simbol pada kendaraan pengangkut limbah B3 dan tempatpenyimpanan
limbah B3 minimal 25 cm x 25 cm.
Bahan dasar berwarna kuning dengan blok segilima berwarna merah.Simbol berupa
lingkaran hitam dengan asap berwarna hitammengarah ke atas yang terletak pada
suatu permukaan garis berwarnahitam. Di sebelah bawah gambar simbol terdapat
tulisan "REAKTIF"berwarna hitam.
bidang segitiga berwarna hitam, terdapat tulisan KOROSIFberwarna putih, serta blok
segitiga berwarna merah.
Jenis simbol yang dipasang harus sesuai dengan karakteristik limbah yang
dikemasnya.
Jika suatu limbah memilikikarakteristik lebih dari satu, maka simbol yang
dipasangadalah simbol dari karakteristik yang dominan, sedangkan jika terdapat
lebih dari satu karakteristik dominan(predominan), maka kemasan harus ditandai
dengan simbol karakteristik campuran.
Terbuat dari bahan yang tahan terhadap goresan atau bahankimia yang mungkin
mengenainya (misalnya bahan plastik,kertas atau pelat logam) dan harus melekat
kuat pada permukaan kemasannya.
Dipasang pada sisi-sisi kemasan yang tidak terhalang olehkemasan lain dan
mudah dilihat.
Simbol tidak boleh terlepas atau dilepas dan diganti dengansimbol lain sebelum
kemasan dikosongkan dan dibersihkan dari sisa-sisa limbah B3.
Jenis simbol yang dipasang harus satu macam simbol yangsesuai dengan
karakteristik limbah yang diangkutnya.
Terbuat dari bahan yang tahan terhadap goresan, air hujanatau bahan kimia yang
mungkin mengenainya (misalnyabahan plastik, kertas atau pelat logam) yang
menggunakanbahan warna simbol yang dapat berpendar (fluorescence).
Dipasang di setiap sisi boks pengangkut dan di bagian mukakendaraan serta harus
dapat terlihat dengan jelas dari jarak lebih kurang 30 meter.
Simbol tidak boleh dilepas atau diganti dengan simbol lainsebelum muatan limbah
B3 dikeluarkan serta kendaraan telahdibersihkan dari sisa limbah B3 yang
tertinggal.
Simbol dipasang pada setiap pintu tempat penyimpananlimbah B3 dan bagian luar
dinding yang tidak terhalang.
Terbuat dari bahan yang tahan terhadap goresan atau bahankimia yang mungkin
mengenainya (misalnya bahan plastik, kertas atau pelat logam).
limbah B3. Label Identitas Limbah berukuran minimum 15 cm x 20cm atau lebih
besar, dengan warna dasar kuning dan tulisan serta garis tepi berwarna hitam, dan
tulisan "PERINGATAN !" dengan huruf yang lebih besar berwarna merah.
Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2
(dua) x 2 (dua) kemasan, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh
terhadap setiapkemasan sehingga jika terdapat kerusakan kecelakaan dapat segera
ditangani.
Gambar 3.13Pola penyimpanan kemasan drum di atas palet dengan jarak minimum antar
blok (Sumber : Bapedal, 1995)
3. Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan
kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan
maksimum adalah 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap palet
mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat
dari plastik, maka harus dipergunakan rak.
4. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap
dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (satu) meter. Untuk
lebih jelasnya pola penyimpanan kemasan limbah B3 dapat dilihat pada gambar.
Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran pembuangan yang
menuju bak penampung.
Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal 110% dan
kapasitas maksimum volume tangki.
Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi di daerah
tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain.
Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan secara
langsung.
keputusan
direktur
jendral
perhubungan
darat
nomor
kendaraan
dan
perilaku
pengemudi
dalam
mengoperasikan
kendaraannya.
f. Alat pemadam kebakaran.
g. Nomor telepon pusat pengendali operasi yang dapat dihubungi jika terjadi
keadaan darurat (emergency call), yang dicantumkan pada sebelah kiri dan kanan
kendaraan pengangkut.
Jika terjadi keadaan darurat (emergency call ) yang dicantumkan pada sebelah kiri
dan kanan kendaraan.
2. Persyaratan khusus kendaraan pengangkut bahanberbahaya dan beracun (B3) harus
dilengkapi perlengkapan keadaan darurat sebagai berikut :
a. Alat komunikasi antara pengemudi dengan pusat pengendali operasi dan/atau
sebaliknya.
b. Lampu tanda bahaya berwarna kuning yang ditempatkan diatas atap ruang
kemudi.
c. Rambu portabel.
d. Kerucut pengaman.
e. Segitiga pengaman.
f. Dongkrak.
g. Pita pembatas.
h. Serbuk gergaji.
i. Sekop yang tidak menimbulkan api.
j. Lampu senter.
k. Warna kendaraan khusus.
l. Pedoman pengoperasian kendaraan yang baik untuk keadaan normal dan darurat.
m. Ganjal roda yang cukup kuat dan diletakan pada tempat yang mudah dijangkau
oleh pembantu pengemudi.
3.10 Dokumen Limbah B3
Dokumen limbah B3 adalah surat yang diberikan pada waktu penyerahan limbah B3
untuk diangkut dari lokasi kegiatan penghasil ke tempat penyimpanan di luar lokasi kegiatan
dan atau pengumpulan dan atau pengangkutan dan atau pengolahan limbah B3 dan atau
pemanfaatan limbah B3 serta penimbunan hasil pengolahan (Bapedal, 1995) dokumen limbah
B3 merupakan dokumen yang senantiasa di bawa dari tempat asal pengangkutan limbah B3
ke tempat tujuan. Dokumen diberikan pada waktu penyerahan limbah B3. Dokumen limbah
B3 tersebut meliputi juga dokumen muatan.
Dokumen limbah B3 terdiri dari tujuh rangkap apabilaa pengangkutan hanya satu kali
dan apabila pengangkutan lebih dari satu kali (antar muda) maka dokumen terdiri dari 11
(sebelas) rangkap dengan perincian sebagai berikut :
1. lembar asli (pertama) disimpan oleh pengangkut limbah B3 setelah ditandatangani
oleh penghasil, pengumpul dan pengolah limbah B3 (warna putih).
2. lembar kedua yang sudah ditandangani pengangkut limbah B3 oleh penghasil limbah
B3 atau pengumpul dikirim kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (warna
kuning).
3. lembar ketiga yang sudah ditantangani oleh pengangkut limbah B3 disimpan oleh
penghasil atau pengumpul limbah B3 yang menyerahkan limbah B3 untuk diangkut
oleh pengangkut limbah B3 (warna hijau).
4. lembar keempat setelah ditandangani oleh pengumpul atau pengolah limbah B3 oleh
pengangkut diserahkan kepada pengumpul limbah B3 atau pengolah limbah B3 yang
menerima limbah B3 dari pengangkut limbah B3 (warna merah muda).
5. lembar kelima dikirim kepada Badan Pengendalian Dampak lingkungan setelah
ditandatangani oleh pengumpul limbah B3 atau pengolah limbah B3 (warna biru).
6. lembar keenam dikirim oleh pengangkut kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1
yang bersangkutan setelah ditandatangani oleh pengumpul limbah B3 atau pengolah
limbah B3 (warna krem).
7. lembar ketujuh dikirim oleh pengangkut kepada penghasil limbah B3 oleh pengumpul
limbah B3 atau pengolah limbah B3 setelah ditandatangani oleh pengumpul limbah
B3 atau pengolah limbah B3 (warna ungu).
8. lembar kedelapan sampai lembar kesebelas dikirim oleh pengangkut kepada penghasil
atau pengumpul setelah ditandatangani oleh pengangkut terdahulu dan diserahkan
kepada pengangkut berikutnya (antar muda).
Dalam bentuk skema mata rantai perjalanan limbah beserta dokumennya adalah seperti
tercantum dalam gambar berikut :
Gambar 3.19 Peta Sebaran Izin Pengumpulan Limbah B3 Tahun 2009 2011
(Sumber : Surat Keputusan MenLH tahun 2009)
300.000 m2 memiliki konsep pabrik otomotif kelas dunia yang memadukan teknologi
tinggi, keahlian
sumber
daya
manusia,
dan kepedulian
terhadap
karyawan
dan
lingkungan.
Sedangkan dalam hal produksi, Karawang Plant menitikberatkan pada produksi
Innova yang diajukan untuk pasar domestic dan internasional. Untuk CBU, tujuan
ekspornya adalah ke negara negara Timur Tengah ( Saudi Arabia, Uni Emirat Arab,
Kuwait, Bahrain, Qatar, Oman, Yordania, Syria, dan Libanon), negara negara
kepulauan Pasifik ( Fiji dan Solomon), serta ke negara negara Asia ( Brunei
Darussalam dan Thailand). Sedangkan untuk CKD memiliki tujuan ekspor ke Malaysia,
Filiphina, dan Vietnam.
3.12.1 Proses Produksi
PT. Toyota Motor Manufacturing adalah salah satu industri yang bergerak di
bidang pembuatan
TOYOTA
komponen/perakitan
serta perlengkapan
mesin
kendaraan bermotor
roda
empat
pengolah/pengerjaan logam.
merk
Komponen
kendaraan (part) yang diproduksi meliputi komponen press part (kijang, dyna dan
passanger car), sedangkan komponen
mesin
kendaraan
yang
diproduksi adalah
muffler & exhaust pipe serta steering system. Tahapan proses produksi yang
dilakukan secara garis besar dapat dibagi dalam 6 kelompok, yaitu :
1. Proses Stamping
2. Proses Welding
3. Proses Painting
4. Proses Part Painting
5. Proses Assembling
6. Proses Delivery (VLD)
Adapun penjelasan untuk masing-masing tahapan proses diuraikan berikut ini.
1. Proses Stamping
Stamping Shop ini proses pengepresan pembuatan body kendaraan dilakukan.
Lempengan-lempengan baja dicetak menjadi bagian-bagian dari body kendaraan
seperti kerangka, tangki bahan bakar, dan komponen body subassembly (kabin, dek,
rangka chasis). Pembuatan
pressed
part
untuk
membentuk body
kendaraan
bermula dari lembar baja yang kemudian dilakukan proses pengepresan menjadi
press part yang siap dikirim ke bagian pengelasan untuk disatukan menjadi body
kendaraan utuh.
2. Proses Welding
Pada prinsipnya proses welding yang digunakan adalah spot welding. Proses
welding dapat dibagi menjadi tiga kelompok proses welding, yaitu welding
frame, welding body, welding packing. Welding Shop memiliki area 23.000 m 2.
Disinilah proses penyambungan/pengelasan bagian-bagian body kendaraan untuk
menghasilkan satu bagian utuh. Prosesnya adalah dengan menyatukan seluruh
pressed part yang diproduksi oleh Stamping Shop. Hasil akhir dari proses ini
adalah satu body kendaraan utuh.
3. Proses Painting
Setelah dari Welding Shop, satu body kendaraan utuh memasuki Painting Shop
untuk menjalankan proses anti karat (electro deeping coating), pengisian celah
sambungan dan pengecatan. Painting Shop yang memiliki luas 17.600 m2, memiliki
fasilitas pengecatan Primer and Top Coat proses dengan sistem robotik untuk
mendapatkan hasil pengecatan berkualitas tinggi. Selain itu, kedua puluh robot
yang
digunakan
juga
memberikan jaminan
keamanan
proses
serta
ramah
lingkungan.
4. Proses Part Painting (Resin Shop)
Pengecatan plastic part sedikit berbeda dengan pengecatan body kendaraan.
Untuk pengecatan plastic part seperti dash board, bingkai spion, bumper dan
sebagainya dilakukan tanpa melalui proses degreasing maupun phosphating. Parts
langsung dicat dengan sistem penyemprotan (spray booth). Setelah pengecatan
selesai, partsdimasukkan ke dalam oven bersuhu 80C untuk proses pengeringan
cat dan langsung dikirim ke unit assembling untuk dirangkai dengan komponen
lainnya setelah melewati proses inspection. Pada proses parts painting dihasilkan
limbah/cemaran berupa limbah, cair, gas, debu dan panas.
5. Proses Assembling
Proses Assembling dimulai dari pemasangan trimming process, yaitu pemasangan
part-part trimming, SPT suspense, wire dan sebagainya pada body kendaraan.
Proses berikutnya
termasuk axle dan roda engine. Proses sub assy B/G akan dilakukan secara
parallel (bersamaan) dengan proses chasis. Selanjutnya adalah proses final
assembling dan setelah proses perakitan selaesai, akan dilakukan final testterhadap
kendaraan niaga tersebut meliputi : test rem, kekuatan mesin, kebocoran dan
sebagainya. Setelah memenuhi kualifikasi TOYOTA, kendaraan akan disimpan di
stock yard dan selanjutnya dikirim ke konsumen. Assembling Shop memiliki luas
area 37.500 m2 merupakan tempat perakitan satu mobil kendaraan utuh menjadi
sebuah kendaraan utuh yang siap jalan. Di Assembling Shop inilah dilakukan
proses perakitan atau pemasangan seluruh komponen kendaraan pada satu body
kendaraan. Mulai dari mesin hingga roda kendaraan.
6. Proses Delivery (VLD)
Proses pengiriman kendaraan niaga ke konsumen secara khusus dilakukan oleh
vehicle Logistic Disision (VLD) yang menangani penyimpanan dan pengiriman
produk-produk mobil TOYOTA ke dealer. Dalam hal ini, PT. Toyota Motor
Manufacturing Indonesia bekerjasama dengan PT. Toyota Astra Motor. Mobil
yang akan dikirim ke dealer terlebih dahulu akan dicuci dengan air (tanpa
detergent) untuk membersihkan debu akibat penyimpanan di area terbuka (stock
yard). Setelah dicuci, mobil dikeringkan menggunakan air compressor maupun
secara manual dengan lap. Produk kemudian diperiksa dengan seksama dan
apabila terdapat cacat atau kerusakan, maka mobil tersebut akan diperbaiki
terlebih dahulu. Produk yang sudah lolos inspeksi selanjutnya dikirim ke konsumen
melalui dealer TOYOTA. Penjelasan menggunakan diagram dapat dilihat pada
gambar berikut.
BAB IV
PENGELOLAAN LIMBAH B3
No.
Sumber
1.
Sludge IPAL
IPAL
2.
Kerak Cat/Sludge
Painting
3.
Phosphate Sludge
4.
Jumlah
beracun
Unit Painting
Proses, Small Part
beracun
Painting
Unit Painting
beracun
Unit Painting
Thinner Bekas
Mudah terbakar,
beracun
Painting
5.
6.
Oli Bekas
Aki Bekas
Stampling dan
Mudah terbakar,
Utility
beracun
Forkflift
7.
Majun Bekas
Karakteristik
Semua proses
28.94
Mudah terbakar,
ton pada
beracun, korosif
Juli
Mudah terbakar,
2010
beracun, reaktif,
korosif
8.
9.
Lampu bekas
Workshop dan
Office
beracun
Kemasan bekas B3
(Kaleng cat, jerigen,
kaleng thinner,
Produksi
korosif
drum)
10.
11.
Abu Incinerator
Incinerator
Limbah Medis
Poliknik
Beracun, korosif,
mudah terbakar
infeksius
Jenis limbah yang menggunakan simbol ini adalah Hidrogen Peroksida dan Barang
Terkontaminasi hidrokarbon.
c. Simbol klasifikasi limbah B3 beracun
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya toxic dapat
menyebabkan kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada
konsentrasi sangat tinggi jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut
(ingestion), atau kontak dengan kulit. Suatu bahan dikategorikan beracun jika
memenuhi kriteria berikut:
0,25 1 mg/L
Jenis limbah yang menggunakan simbol ini adalah sludge cat, lumpur beroli, limbah
medis padat, battery bekas (aki), catridge tinta, household baterai, limbah
laboratorium padat, limbah kimia padat, serat asbes, dan silica glass.
d. Simbol klasifikasi limbah B3 korosif
Bahan dan formulasi dengan notasi corrosive adalah merusak jaringan hidup.
Jika suatu bahan merusak kesehatan dan kulit hewan uji atau sifat ini dapat diprediksi
karena karakteristik kimia bahan uji, seperti asam (pH <2)>11,5), ditandai sebagai
bahan korosif. Frase-R untuk bahan korosif yaitu R34 dan R35.
Jenis limbah yang menggunakan simbol ini adalah drum bekas, kaleng cat, wadah
(container)B3, dan pestisida.
1 5 mg/L
Jenis limbah yang menggunakan simbol ini adalah limbah medis sebelum dimasukkan
ke insenerator.
4.2.2 Label
Label memiliki fungsi untuk memberikan informasi mengenai limbah B3 yang
dihasilkan. Dalam pengelolaan limbah B3, ukuran label yang digunakan 15 cm x 20 cm.
Dasar warna label yang akan digunakan adalah warna kuning dengan tulisan dan garis tepi
berwarna hitam. Selain itu tulisan PERINGATAN akan diberi warna merah. Setiap wadah
yang digunakan dalam proses pengemasan akan dipasang label pada sesuai dengan
karakteristik limbanya. Berikut ini adalah desain label identitas limbah B3 yang akan
digunakan :
Manufacturing Indonesia ada temuan yang menyatakan bahwa drum ada yang berkarat dan
ada yang belum diberikan simbol. Berarti tidak sesuai dengan regulasi
Kep.02/Bapedal/09/1995.
yaitu
Jumlah kontainer yang dibutuhkan berdasarkan jenis limbah B3 diatas adalah sebagai berikut:
Sludge IPAL = 1 kontainer
Sludge Painting = 1 kontainer
Phosphat sludge = 1 kontainer
Thinner bekas + oli bekas = 1 kontainer, bisa digabung karena tidak bereaksi di segitiga
lagrega
Aki bekas = 1 kontainer
Majun bekas + lampu TL bekas = 1 kontainer, bisa digabung karena tidak bereaksi
Abu incinerator = 1 kontainer
Limbah poliklinik = 1 kontainer
Total kontainer yang dibutuhkan melihat jenis limbah B3 adalah sebanyak 8 jenis kontainer
yang nantinya akan menyesuaikan dengan jumlah limbah yang dihasilkan.
4.5 Pengangkutan
Limbah B3 yang dihasilkan oleh PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia dikelola
secara intern dan pihak ketiga. Hal ini menyebahkan terjadi kegiatan pengangkutan yang
meliputi pengangkutan intern dari unit penghasil ke tempat penampungan sementara limbah
B3 di lingkungan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia, selain itu juga pengangkutan
dari tempat/gudang penyimpanan sementara limbah B3 PT. Toyota Motor Manufacturing
Indonesia ke tempat pengolahan atau pemanfaatan ke pihak ketiga yang telah memiliki aspek
legalitas dari KLH. Dalam pengangkutan intern yang perlu diperhatikan adalah dokumen
limbah berupa surat tanda terima limbah. Dalam pengangkutan ekstern digunakan manifest
limbah B3 yang terdapat tujuh lembar. Keberadaan dan pelaksanaan manifest limbah B3
telah sesuai regulasi yaitu Kep.02/Bapedal/09/1995.
KLH. Izin yang diterbitkan oleh KLH untuk PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
yaitu izin penyimpanan sementara dan ijin pengoperasian incinerator. Pihak ke-3 yang
menawarkan jasa untuk mengolah atau memanfaatkan limbah B3 harus memenuhi syarat
secara teknis dan ekonomis sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia. Aspek perizinan
dalam pengelolaan limbah B3 oleh PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia telah
dipenuhi secara hukum.
Tahap pengawasan pengelolaan limbah B3 PT. Toyota Motor Manufacturing
Indonesia dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak intern perusahaan dan pihak pemerintah
melalui instansi terkait. Pengawasan intern perusahaan dilakukan oleh Departement SHE
untuk mengawasi pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dan dampak lingkungan yang mungkin
timbul dari kegiatan pengelolaan limbah B3 tersebut. Pengawasan intern yang dilakukan
didasarkan pada kesesuain dengan peraturan yang berlaku di Indonesia tentang pengelolaan
limbah B3 dan dampaknya terhadap lingkungan. Pengawasan yang dilakukan pemerintah
dipercayakan kepada Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), sesuai dengan PP No. 18 tahun
1999 Jo PP No.85 tahun 1999. Dalam pelaksanaan kegiatan pengawasannya KLH
melimpahkan kepada instansi yang bertanggung jawab (BPLH) Kabupaten setempat.
Table 4.2 Pemantauan Kinerja Insinerator PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
DRE insinerator PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia belum sesuai dengan
peraturan yang berlaku (Kep-03/Bapedal/09/1995) yaitu 99,99%.
Limbah abu
incinerator ini kemudian di kelola lagi oleh PT. HOLCIM Bogor, PT. Indocement dan PPLI.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan beracun karena sifat, konsentrasi dan jumlahnya baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari atau merusak lingkungan sehingga
dapat membahayakan lingkungan, kesehatan manusia dan makhluk hidup sekitarnya.
Pengolahan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan,
pengumpulan,
pengangkutan,
pemanfaatan,
pengolahan
dan
penimbunan
limbah
Sludge
Sludge yang dihasilkan oleh PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia
memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai
ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan
dapat diterima lingkungan
dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan
sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan
menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas
limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan
berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga
sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan
mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam
matriks struktur yang besar
2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar
terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
3. Precipitation
4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan
pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat
6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang
tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan
termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-kontainer mixing, in-situ
mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL
berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
12000C. selain di insinerasi, bisa juga dilakukan Recycle thinner dengan cara mendidihkan
thinner yang menghasilkan uap yang dapat digunakan kembali menjadi thinner.
Untuk variasi tingkat keasaman (pH), ditambah NaOH yang bervariasi dari masingmasing sampel.
Kemudian dimasukkan adsorben berupa lempung kaolin yang telah diaktivasi, dilakukan
variasi adsorben untuk masing-masing sampel. Lalu diaduk dengan jar test menggunakan
kecepatan 100 rpm Selma 15 menit.
Cara pertama, daur ulang oli bekas menggunakan asam kuat untuk memisahkan
kotoran dan aditif dalam oli bekas. kemudian dilakukan pemucatan dengan lempung.
Produk yang dihasilkan bersifat asam dan tidak memenuhi syarat.
Cara kedua, campuran pelarut alkohol dan keton digunakan untuk memisahkan
kotoran dan aditif dalam oli bekas. Campuran pelarut dan pelumas bekas yang telah
dipisahkan di fraksionasi untuk memisahkan kembali pelarut dari oli bekas.
Kemudian dilakukan proses pemucatan dan proses blending serta reformulasi untuk
menghaasilkan pelumas siap pakai.
Cara ketiga. pada tahap awal digunakan senyawa fosfat dan selanjutnya dilakukan
proses perkolasi dan dengan lempung serta dikuti proses hidrogenasi.
4.8.3
Aki Bekas
Battery bekas (Aki) digolongkan dalam limbah B3. Pengolahan limbah B3 jenis ini dapat
dilakukan sebagai berikut :
Daur ulang aki ditujukan untuk mengambil logam timbal (Pb) atau disebut
juga ingot dan plastik box, untuk dimanfaatkan kembali.Teknologi yang digunakan
juga bermacam macam dari yang sangat sederhana hingga teknologi tinggi, tetapi
pada dasarnya logam timah diambil dengan cara reduksi-oksidasi unsur timbal yang
ada di dalam. Timbal merupakan tingkatan paling tinggi daur ulangnya dari semua
logam. Karena timbale berlawanan dengan korosi, timbal sisa dapat digunakan untuk
daur ulang selama decade bahkan berabad-abad setelah
diproduksi. Didalam
Gambar 4.10 teknologi incinerator dengan sistem Stepped Heart Controlled Air
Incenerator
4.8.8 Abu Incenerator (fly ash dan bottom ash)
Limbah B3 yang telah dibakar di incinerator akan menghasilkan abu yang bersifat
beracun, korosif, dan mudah terbakar. Abu hasil pembakaran limbah B3 ini ada yang sudah
steril tapi ada juga yang masih mengandung bahan beracun dan berbahaya.Berikut ini adalah
pengelolaan limbah hasil abu pembakaran limbah B3 di incinerator:
Selain itu, bekas abu incinerator ini bisa digunakan sebagai bahan tambahan bahan-bahan
bangunan seperti genteng, batu bata, dll.
Sampai di PPLi limbah abu incinerator akan diolah dengan menggunakan sanitary landfill
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Secara garis besar, limbah B3 pada PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia telah
dikelola dan diolah sesuai dengan regulasi yang ada, antara lain mengacu ke dalam
PP No. 18 tahun 1999 Jo PP No.85 tahun 1999, Rancangan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara & Persyaratan Teknis
Penyimpanan & Pengumpulan LB3, Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995 tentang
Dokumen LB3, Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis PLB3,
Kepdal
05/BAPEDAL/09/1995
tentang
Simbol
&
Label,
dan
Kepdal
pembakaran tersebut hanya 80,59%, dimana seharusya 99.99% sesuai dengan (Kep03/Bapedal/09/1995). Sehingga PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
melakukan lagi outplant treatment untuk pengolahan lebih lanjut abu incenerator ke
PT. HOLCIM Bogor, PT. Indocement dan PPLI.
5.2 Saran
Pemasangan label dan simbol sebaiknya dilakukan pemeriksaan rutin agar tetap
berada pada kondisi yang semestinya.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Bayuseno , A. P., Yusuf Umardani, Demas YogoPranoto. Daur Ulang Timbal (Pb) Dari Aki
Bekas Dengan Menggunakan Metode Redoks. Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.
Budhi, Y.W, Harimurti, B. dan Setiadi, T. 1999. Peningkatan Biodegradabilitas Limbah Cair
Industri Tekstil Jenis Pencelupan secara Anaerob. Pros. Seminar Nasional
Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia 1999, Jurusan Teknik Kimia, ITS,
Surabaya, 24-25 November.
Girsang, Vijay Egclesias dan Welly Herumurti. Evaluasi Pengelolaan Limbah Padat B3
Hasil Insinerasi di RSUD Dr Soetomo Surabaya. JURNAL TEKNIK POMITS Vol.
2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Keputusan Kepala Bapedal Tahun 1995
Prayogo, Fadhil Adzanino, dkk. 2013. Makalah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengelolaan Limbah Bahan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dengan Studi
Kasus: PT Indominco Mandiri.Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Mulawarman.
Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Syafrudin, dan Cesar Ray Ratman. Penerapan Pengelolaan Limbah B3 di PT. Toyota Motor
Manufacturing Indonesia. Jurnal PRESIPITASI Vol. 7 No.2 September 2010, ISSN
1907-187X