Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi Tiruan Cekat (GTC)


Gigi yang hilang dapat diganti dengan gigi tiruan. Pada umumnya dikenal
dua tipe geligi tiruan, yaitu (Prajitno, 1991):
1. Gigi tiruan cekat, yang dicekatkan di dalam mulut dengan semen.
2. Gigi tiruan lepasan, yang tiap saat dapat dilepas dari mulut.
Yang cekat biasanya disebut gigi tiruan jembatan (GTJ), atau disingkat
jembatan, sedang yang dapat dilepas disebut gigi tiruan lepasan (GTL). Jembatan
dilekatkan di dalam mulut dengan semen khusus pada gigi asli yang masih ada,
sedang yang lepasan mempunyai pegangan pada gigi asli dengan perantaraan
pendekap (clasp) (Prajitno, 1991).
Gigitiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada
gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi.Jenis
restorasi ini telah lama disebut dengan gigitiruan jembatan (Prajitno, 1991).
2.2.1 Tujuan Pemakaian Gigi Tiruan Cekat
1. Peningkatan fungsi estetik
2. Peningkata fungsi bicara
3. Perbaikan dan peningkatan fungsi pengunyahan
4. Pelestarian jaringan mulut yang masih tinggal
5. Pencegahan migrasi gigi
6. Peningkatan distribusi beban kunyah (Prajitno, 1991).
2.2.2 Akibat Kehilangan Gigi Tanpa Gigi Pengganti
1. Migrasi dan rotasi gigi
2. Erupsi berlebih
3. Penurunan efisiensi kunyah
4. Gangguan TMJ
5. Beban berlebih pada jaringan pendukung
6. Kelainan berbicara
7. OH buruk (Prajitno, 1991).

2.2 Komponen-Komponen Gigi Tiruan Cekat

2.2.1

Pontik
adalah gigi buatan pengganti dari gigi atau gigi-geligi yang hilang. Dapat
dibuat dari porselen, akrilik atau logam, atau gabungan dari bahan-bahan
ini. Desain gigi prosthetic akan mempengaruhi estetis, fungsi, mudah
dalam pembersiha, menjaga kesehatan jaringan pada edentulous ridge, dan
kenyamanan pasien. Pontik dapat metal-ceramic, cast-metal, atau, resin
processed to metal. Beberapa studi klinis telah menunjukkan bahwa semua
material digunakan untuk pontik ditolerir dengan sama, meskipun
inflamasi dapat terjadi di jaringan gingival dalam respon terhadap
beberapa diantaranya.

Gambar Beberapa contoh pontik


Desain yang pantas lebih penting untuk cleanability dan kesehatan yang
baik dari jaringan dibanding pemilihan material. Perubahan jaringan disekitar
dengan kehilangan gigi untuk itu pontik tidak dapat dengan tepat mejiplak
gigi yang hilang.

Resorpsi alveolar dan remodeling membentuk kembali area edentulous


yang mengelilingi puncak tulang dan mengisi soket tulang. Ada trauma atau
penyakit periodontal berhubungan dengan kehilangan gigi, bentuk akhir ridge
yang telah sembuh bahkan mungkin lebih greater departure dari bentuk
aslinya. Karena beberapa jaringan penyokong hilang ketika ketika gigi
tanggal, dan karena pontik ada terletak diatas jaringan dibanding tumbuh
sana, modifikasi harus dibuat pada morfologi gigi dasar untuk memastikan
bahwa pontik akan dapat dibersihkan dan tidak melukai jaringan.
Desain pontik :
a. Saddle (ridge lap)

Gambar Saddle (ridge lap)


Pontik ini mirip dengan gigi, menggantikan gigi yang hilang.
Overlap antara aspek facial dan lingual terhadap ridge. Terdapat kontak
antara pontik dan edentulous area. Saddle tidak dapat dibersihkan. Saddle
dapat menyebabkan inflamasi
b. Modified Ridge Lap

Gambar Modified Ridge Lap

Desain permukaan yang konveks untuk memudahkan pembersihan.


Ini memberikan ilusi gigi, namun mengejar seluruh. Permukaan lingual
harus memiliki kontur deflektif untuk mencegah impaksi makanan dan
meminimalisasi akumulasi plak. Mungkin akan ada sedikit konkavitas
fasiolingual pada sisi fasial ridge, yang dapat dibersihkan dan ditoleransi
oleh jaringan sepanjang kontak jaringan terbatas secara mesiodistal dan
fasiolingual. (narrow mesiodistally and faciolingually). Ridge contact
tidak boleh diperluas lebih lingual daripada midline edentulous ridge,
bahkan pada gigi posterior. Ketika dimungkinkan, kontur area jaringan
yang berkontak pada pontik harus konveks, bahkan pembuangan operatif
sejumlah kecil jaringan lunak untuk memfasilitasi hal ini pun
dimungkinkan. Dengan porcelain veneer, adalah desain pontik yang paling
sering digunakan pada appearance zone fixed partial dentures RA dan RB.
c. Hygienic (Sanitary)

Gambar 1.6 Hygienic (Sanitary)


Istilah hygienic digunakan untuk menggambarkan pontik yang
tidak berkontak dengan edentulous ridge. Desain ini sering disebut
sanitary pontic, memiliki permukaan cembung dengan slot back.
Hygienic pontic digunakan pada nonappearance zone, khususnya untuk
menggantikan M1 RB. Ia merestorasi fungsi oklusal dan menstabilisasi
gigi tetangga dan antagonis. Tidak ada syarat estetis, dan dapat dibuat dari
metal sepenuhnya. Ketebalan oklusogingival tidak boleh kurang dari 3
mm, dan harus ada ruang di bawahnya untuk memfasilitasi pembersihan.
Pontik hygienic umumnya dibuat dari semua konfigurasi yang konveks

secara fasiolingual dan mesiodistal. Desain yang bulat digambarkan


sebagai fish belly.

Gambar fish belly


d. Conical

Gambar Conical
Conical pontic bulat dan dapat dibersihkan, namun ujungnya kecil
dibandingkan ukuran keseluruhan pontik. Cocok untuk digunakan pada
ridge mandibula yang tipis. Ketika digunakan pada ridge yang luas dan
datar, space embrasure segitiga yang besar sekitar kontak jaringan
memiliki tendensi untuk pengumpulan debris. Pontik digambarkan oleh
Tinker di tahun 1918. sanitary dummy, ini disebut juga sebagaimana.
Penggunaannya dibatasi untuk penggantian gigi di atas ridge yang tipis
pada sisi yang tidak terlihat.
e. Ovate

Gambar Ovate
Pontik ovate memiliki desain round-end yang digunakan ketika
estetis menjadi perhatian utama. Pendahulunya adalah porcelain roottipped pontic, yang digunakan sebelum tahun 1930 sebagai pengganti
saddle pontic yang estetis dan sanitary. Segmen yang berkontak dengan
jaringan dari ovate pontic tumpul dan membulat, dan di-set ke dalam
konkavitas ridge. Dengan mudah dapat di-floss. Konkavitas dapat dibuat
dengan menempatkan provisional fixed partial denture dengan pontik
meluas 1 jalan ke soket segera setelah ekstraksi gigi. Dapat juga dibuat
secara surgikal pada waktu belakangan. Pontik ini bekerja baik dengan
ridge yang luas dan datar, memberikan tampakan seolah tumbuh dari
ridge.
f. Prefabricated Pontic Facings

Gambar Prefabricated Pontic Facings


Pada 1 waktu, preformed porcelain facings lebih popular untuk
membuat pontik. Mereka membutuhkan adaptasi terhadap specific
edentulous space, setelah mereka di-reglaze. Beberapa, seperti Trupontics,

sanitary pontics, dan steeles facings bergantung pada lug pada custom cast
metal backing untuk melibatkan celah pada permukaan oklusal atau
lingual dari facing. Sejumlah besar porselen menghasilkan thin gold
backing yang dapat dengan mudah mengalami flexing. Harmony dan
Trubyte facings menggunakan pin horizontal yang pas dengan gold
backing. Mereka sulit digunakan pada pasien dengan space oklusogingival
yang terbatas, dan refitting pin ke backing setelah casting diperlukan.
Porcelain denture teeth juga dimodifikasi untuk dapat digunakan sebagai
pontic facings. Multiple pin holes, sedalam 2 mm, dibuat dengan drill
press pada permukaan lingual dari reverse pin facing. Pin came out dari
backing, menyediakan retensi di mana deep overbite dapat memendekkan
conventional pins. Sayangnya, pin hole pada facing merupakan stress
points yang dapat menyebabkan fraktur
g. Metal Ceramic Points
Dengan penggunaan yang luas dari metal-ceramic restorations, metalceramic pontics telah menggantikan tipe pontik lain yang menggunakan
porselen. Ia memiliki potensial estetis terbaik sebagai penggantian
prostetik gigi yang hilang. Sebagai tambahan, metal-ceramic pontics leih
kuat, karena porselen di-bond ke substrat metal, tidak hanya sekedar
disementasi. Lebih mudah digunakan karena backing custom made untuk
space (tidak perlu mengadaptasi premade porcelain facing ke space).
2.2.2

Retainer
adalah bagian dari gigi tiruan jembatan yang menghubungkan gigi tiruan

tersebut dengaan gigi penyangga. Berfungsi untuk memegang/ menahan supaya


gigi tiruan tetap stabil ditempatnya danmenyalurkan beban kunyah (dari gigi yang
diganti) ke gigi penyangga
Macam-macam retainer:
a.

Extra coronal retainer: meliputi bagian luar makota gigi

Full-veneer Crown Retainer

10

Gambar Full-veneer Crown Retainer


Indikasi:
-Tekanan kunyah normal/ besar
-Gigi-gigi geligi yang pendek
-Intermediare abutment paska perawatan periodontal
-Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang.
Keuntungan:
-Indikasi luas
-Memberikan retensi dan resistensi yang terbaik
-Memberikan efek splinting yang terbaik
Kerugian:
-Jaringan gigi yang diasah lebih banyak
-Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)

Partial-veneer Crown Retainer

Gambar Partial-veneer Crown Retainer

11

Indikasi:
-Gigi tiruan jembatan yang pendek
-Tekanan kunyah ringan / normal
-Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal
-Salah satu gigi penyangga miring
Keuntungan:
-Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit
-Estetis lebih baik daripada FVC retainer.
Kerugian:
-Indikasi terbatas
-Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit
-Kemampuan dalam hal retensi dan resitensi kurang
-Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan)
b.

Intra Coronal Retainer: meliputi bagian dalam mahkota gigi penyangga.


Bentuk:

Inlay MO/DO/MOD dan Onlay

Gambar Inlay MO/DO/MOD dan Onlay


Indikasi:
-Gigi tiruan jembatan yang pendek
-Tekanan kunyah ringan atau normal

12

-Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar


-Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal
Keuntungan:
-Jaringan gigi yang diasah sedikit
-Preparasi lebih mudah
-Estetis cukup baik
Kerugian:
-Indikasi terbatas
-Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi
-Mudah lepas/patah

Dowel retainer
Retainer yang meliputi saluran akar gigi, dengan sedikit atau tanpa

jaringan mahkota gigi dengan syarat tidak sebagai retainer yang berdiri
sendiri.

Gambar Dowel retainer


Indikasi:
-Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf
-Gigi tiruan jembatan yang pendek

13

-Tekanan kunyah ringan


-Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi
Keuntungan:
-Estetis baik
-Posisi dapat disesuaikan
Kerugian:
-Sering terjadi fraktur akar
2.2.3

Konektor
adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Bagian dari gigi tiruan

jembatan yang menghubungkan pontik dengan retainer, pontik dengan pontik/


retainer dengan retainer, sehingga menyatukan bagian- bagian tersebut untuk
dapat berfungsi sebagai splinting dan penyalur beban kunyah. Konektor dapat
berupa sambungan yang disolder, struktur cor (alumina derajat tinggi, jika terbuat
dari porselen seluruhnya). Dilihat dari sifat hubungan ada 2 macam konektor,
yaitu:
a. Rigid Connector
Sifat hubungan dari konektor ini kaku, tidak ada pergerakan Diindikasikan
bila memerlukan bridge efek splinting yang maksimal. Keuntungannya
adalah konektor kuat dan mudah dibersihkan.
b. Non-rigid Connector
Konektor ini mempunyai gerak terbatas, karena umumnya berbentuk key
dan key way atau male dengan female yang tidak disemen. Merupakan
konektor pada Non-rigid Bridge. Umumnya diletakan disebelah anterior/
mesial dari gigi yang diganti untuk mengurangi patahnya konektor akibat
anterior component of force.

14

Gambar Non-rigid Connector


2.2.4

Abutment
adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk menahan

gigitiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran


periodontal, panjang serta jumlah akar. Dari definisi gigi tiruan jembatan, jelas
bahwa gigi tiruan jembatan ini adalah suatu tooth borne denture yang berarti
seluruh beban kunyah yang diterima oleh gigi tiruan ini didukung sepenuhnya
oleh gigi-gigi penyangga beserta jaringan periodontal. Sesuai dengan jumlah,
letak, dan fungsinya dikenal istilah :

Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.

Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga.

Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga.

Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling ujung dari


diastema.

Intermediate / pier abutment : gigi penyangga yang terletak diantara


dua diastema (pontics).

Splinted abutment : penyatuan dua gigi penyangga pada satu sisi


diastema

Double splinted abutment : splinted abutment pada kedua sisi


diastema.

a. Pertimbangan Umum

Sikap pasien terhadap kesehatan gigi dan jaringan pendukung


miliknya serta keinginannya untuk bisa sembuh, dengan kata lain
sabar dan mau bekerja sama dengan dokter gigi selama perawatan

15

berlangsung. Mengingat dalam pembuatan GTJ perlu waktu yang


cukup lama dan kunjungan berkala.

Pasien dari kalangan yang cukup mampu karena harga GTJ cukup
mahal.

Memiliki OH yang tinggi. Pasien yang memiliki risiko karies


tinggi menyebabkan GTJ tidak bertahan lama, khususnya pada
retainer/abutment dari GTJ tersebut.

b. Indikasi Umum

Secara psikologis, pasien (terutama yang mampu) menganggap


GTL bukanlah bagian dari tubuh mereka sehingga mereka
menganggap GTC (dalam hal ini GTJ) merupakan pilihan yang
terbaik untuk menggantikan gigi mereka yang hi\lang. Selain itu
segi estetika dan higiensi juga diperhatikan karena pandangan
umum menganggap GTJ membuat mulut menjadi bau dan dari segi
estetik kurang.

Pada pasien yang punya penyakit sistemik, terutama yang


menyebabkan sinkop/kolaps/ketidaksadaran, maka pengguna GTJ
umumnya dikontra indikasikan karena berisiko lepas danpatah,
sehingga untuk mengurangi rasa khawatir ini digunakan GTC
sebagai alternatifnya.

Pasien pasca-perawatan ortodontik seringkali kehilangan giginya


akibat faktor kebutuhan ruang. Seringkali kepercayaan diri pasien
menjadi turun karena faktor ini dan karenanya perlu gigi pengganti.
Penggunaan

GTJ

diindikasikan

karena

kestabilan

dan

ketahanannya untuk menjaga agar gigi tidak bergerak lagi.

Dalam pasien yang memerlukan perawatan periodontal, gigi-gigi


yang goyang atau kurang stabil akan dirawat dengan splinting,
disini penggunaan GTJ diindikasikan untuk splinting cekat
sehingga pergerakan/kegoyangan gigi tidak makin parah dan
gaya/tekanan mastikasi dapat tersebar secara merata. Namun
penting untuk diingat bahwa GTJ bukanlah sebagai perawatan

16

utama namun sebagai penunjang karena gigi yang goyang


bukanlah gigi yang baik untuk digunakan sebagai gigi abutment.

Dari aspek bicara, penggunaan GTL dirasa kurang nyaman karena


sering bergerak sehingga mengganggu fungsi bicara. Penggunaan
GTJ dapat menghilangkan rasa tidak nyaman ini dan memperbaiki
fungsi bicaranya.

Membuat kestabilan proses mastikasi & membantu menyebarkan


beban oklusal secara merata ke jaringan periodonsium dan tulang
rahang, dimana kedua faktor tersebut jarang dicapai di dalam GTL.

c. Kontra-Indikasi Umum

Pasien yang tidak bisa diajak bekerjasama, seperti pada pasien


anak-anak ataupun pasien yang lanjut usia karena sulit untuk
bersabar serta komunikasi yang sulit. Selain itu, pada pasien yang
secara medis mengalami penyakit seperti kejang-kejang mendadak
atau gangguan otak juga dikontraindikasikan karena dapat
mengganggu proses preparasi.

Pasien yang masih muda karena ruang pulpanya masih besar. Sama
seperti dengan pembuatan mahkota tiruan, pembuatan GTJ perlu
preparasi yang cukup ekstensif karena menggunakan bahan PFM.

Pasien yang tidak bisa diadministrasi anestesi lokal (e.g. hipertensi,


gangguan jantung, dll.). Apabila masih memungkinkan gunakan
obat yang tidak memakain epinefrin.

Pasien yang memiliki risiko karies tinggi serta penyakit


periodontal.

Pasien yang memerlukan pontik gigi dalam jumlah besar, membuat


length of span tinggi dan menyebabkan beban GTJ makin besar,
terutama pada jaringan periodontal dan gigi penyangganya.

Pasien yang memiliki abutment teeth yang karies ekstensif dan


merusak jaringan mahkota seluruhnya atau terlalu parah. Selain itu
gigi yang mengalami deformitas kongenital juga tidak bisa
digunakan.

17

Gigi penyangga mengalami rotasi/tilting tidak dalam satu bidang


sejajar.

2.2.5

Sadel
adalah daerah diantara gigi-gigi penyangga, yang terutama adalah tulang

alveolar yang ditutupi oleh jaringan lunak. Tulang alveolar akan berubah kontur
selama beberapa bulan setelah hilangnya gigi. Kontur dan tekstur sadel akan
mempengaruhi desain pontik (Alan, 1994).

2.3 Macam-Macam Gigi Tiruan Cekat


Gigi tiruan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
gigi tiruan penuh ( Full Crown) dan gigi tiruan sebagian (Partial Crown). Gigi
tiruan sebagian dapat dibagi lagi menjadi gigi tiruan lepasan /Removable (yang
dapat dilepas pasang sendiri oleh pasien) dan gigi tiruan cekat/ Fixed/ GTC (yang
disemenkan ke gigi pasien secara permanen). Gigi tiruan cekat atau disingkat
dengan GTC diklasifikasikan menjadi dua yaitu crown dan bridge.
A. Mahkota Tiruan (Crown)
Mahkota tiruan adalah restorasi yang memperbaiki sebagian atau seluruh
permukaan mahkota gigi yang mengalami kerusakan atau kelainan
akibat berbagai sebab, direkatkan dengan semen secara permanen pada gigi
asli yang telah dipersiapkan. Menurut Allan dan Foreman tahun 1994,
macam-macam mahkota tiruan penuh yaitu:
1. Mahkota Tiruan Penuh
Mahkota tiruan penuh adalah mahkota tiruan yang menggantikan
seluruh jaringan permukaan mahkota gigi, dipasang secara permanen
dengan bahan semen
Mahkota tiruan penuh dibedakan berdasarkan bahan yang digunakan :
Mahkota tiruan penuh akrilik
a.

b.

Indikasi
-

Mahkota tiruan sementara

Gigi depan pada dewasa muda

Kontraindikasi
-

Tekanan kunyah berat

18

c.

d.

pasien alergi akrilik

Keuntungan
-

Pembuatan mudah dan cepat

Estetik baik

Mudah direparasi bila ada kerusakan

Mahkota tiruan ini ringan

Kerugian
-

Mudah aus

Mudah berubah warna

Dapat menimbulkan alergi

Mahkota tiruan penuh metal


a. Indikasi
-

Gigi tidak memerlukan estetis

Gigi yang menanggug beban kunyah besar

Gigi penjangkaran gigi tiruan sebagian lepas


pegangan gigi tiruan jembatan

b. Kontraindikasi
-

Gigi yang memerlukan estetis

c. Keuntungan
-

Kekuatan baik

Preparasi minimal

d. Kerugian
-

Estetis kurang

Konduktor termis atau elektris

Sukar dibuka atau direparasi

Mahkota tiruan penuh porselen


a. Indikasi
-

Hanya untuk gigi depan

b. Keuntungan
-

Estetis sangat baik

Warnastabil

Tidak mudah aus

atau

19

Tidak berbau

Tidak bereaksi dengan cairan mulut

c. Kerugian

Mudah pecah

Pembuatan sulit

Mahkota tiruan penuh kombinasi


Mahkota tiruan penuh yang dibuat dari bahan logam paduan untuk

backing/coping, sedangkan facing yang umumnya menutupi permukaan


bukal aau lanial, dibuat daribahan akrilik atau porselen supaya estetis baik.
2. Mahkota Tiruan Sebagian
Mahkota

tiruan

sebagian

adalah

mahkota

tiruan

yang

memperbaiki permukaan mahkota gigi, kecuali permukaan labial/bukal


mahkota gigi. Mahkota ini dibuat secara keseluruhan dari bahan logam
dan yang terbaik adalah emas (dental alloy tipe III) (Allan dan Foreman,
1994).
Indikasi:
1.

Ukuran gigi normal atau lebih dari normal

2.

Kerusakan pada permukaan mahkota gigi kecuali permukaan


labial/bukalnya, misalnya karena karies kecil di kedua sisi
proksimal, lingual atau palatal (Allan dan Foreman, 1994).

Kontraindikasi:
1. Gigi yang tipis, misal gigi insisif bawah, insisif lateral atas
2. Indeks karies tinggi
3. Kerusakan luas pada mahkota gigi(Allan dan Foreman, 1994).
Mahkota

tiruan

sebagian

dapat

diklasifikasikan

menurut

banyaknya permukaan mahkota gigi yang digantikan, yaitu:


a. Mahkota tiruan sebagian 3/4 (untuk gigi anterior) memperbaiki
permukaan mesial, distal, dan palatal/lingual gigi anterior

20

b. Mahkota tiruan sebagian 4/5 (untuk gigi posterior) memperbaiki


permukaan mesial, distal, oklusal, dan lingual/palatal gigi posterior
(Jubhari, 2007).
3. Mahkota Tiruan Pasak
Mahkota tiruan pasak adalah mahkota tiruan yang memperbaiki
seluruh permukaan mahkota gigi nonvital yang telah dirawat saluran
akarnya dengan sempurna dan dipersiapkan dengan pasak sebagai retensi
utama (Allan dan Foreman, 1994).
Indikasi:
1. gigi yang telah dirawat saluran akarnya
2. kehilangan struktur gigi yang sangat banyak hingga mencapai pulpa
dan tidak dapat diperbaiki dengan tambalan biasa(Allan dan Foreman,
1994)
B. Gigi Tiruan Jembatan
Gigi tiruan jembatan adalah gigi tiruan yang menggantikan kehilangan
satu atau lebih gigi asli yang dilekatkan secara permanen dengan semen serta
didukung sepenuhnya oleh satu atau beberapa gigi, akar gigi atau implan yang
telah dipersiapkan. Adapun 5 macam desain dari GTJ yang perbedaannya terletak
pada dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini
adalah (Prajitno, 1991):
1. Fixed-fixed bridge
Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh
satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung
dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang
hilang. GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan gigi
yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang hilang.
Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi
yang hilang dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu mendukung
fungsional dari gigi yang hilang.

21

Indikasi
- Penggantian 1 3 gigi yang saling bersebelahan;
- Pasien yang punya tekanan kunyah normal kuat;
- Gigi penyangga tidak terlalu besar.;
- Gigi penyangga derajat goyangnya 1 (normal).
Kontra-Indikasi
- Pontics/span yang terlalu panjang;
- Gigi penyangga memiliki kelainan periodontal atau karies esktensif;
- Pasien yang masih muda dengan ruang pulpa besar.
Keuntungan
- Memiliki indikasi terluas dari semua jenis GTJ;
- Mempunyai efek splinting terbaik dan karenanya sering digunakan sebagai
perawatan penunjang periodontal.
Kerugian
- Jika span terlalu panjang terjadi resiko adanya gaya ungkit/bent/efek flexural.
Hal ini terjadi pada saat makan, bolus makanan berada baik di gigi penyangga
atau berada di tengah span/pontics (Prajitno, 1991).

Gambaran fixed-fixed bridge pada gigi Insisivus sentralis


(Sumber :Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd
ed. Tottenham: Churchill livingstone; 2001.p. 115).
2. Semi fixed bridge
Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada
akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan

22

menahan perlekatan intracoronal yang memungkinkan derajat kecil pergerakan


antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi (Prajitno, 1991).
Indikasi
- Salah satu abutment miring >20 atau intermediate abutment;
- Kehilangan 1 atau 2 gigi dengan salah satu gigi penyangga vital;
- Kehilangan 2 gigi dengan gigi penyangga intermediate.
Keuntungan
- Adanya konektor non-rigid mencegah terjadinya gaya ungkit sebagaimana
yang terjadi pada GTJ rigid-fixed;
- Preparasi tidak terlalu ekstensif sehingga pasien yang ruang pulpanya besar
tidak menjadi masalah;
- Prosedur sementasi bertahap sehingga jika terjadi kesalahan tidak semua unit
harus diulang.
Kerugian
- Pembuatan relatif sulit, terutama keakuratan kedua unit retainer;
- Harganya relatif lebih mahal;
- Efek splinting kurang;
- Risiko fraktur pada kunci tinggi.

Gambaran semi-fixed bridge


(Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd
ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p.118
3. Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih

23

abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban
oklusal dari gigitiruan (Prajitno, 1991).
Indikasi
- Regio anterior, khususnya gigi I2 yang beban oklusal kecil.
Kontra-Indikasi
- Regio posterior, kecuali pada P2 bawah yang beban oklusalnya tidak terlalu
besar.
Keuntungan
- Desain sederhana, pembuatannya mudah namun hasil maksimal;
- Jaringan yang rusak tidak banyak;
-

Estetika paling baik karena kesederhanaan desainnya serta menggunakan fullporcelain crown.

Kerugian
- Mempunyai daya mengungkit yang dapat merusak jaringan periodonsium (baik
tulang maupun mukosa);
- Terjadi rotasi palato-labial, namun hal ini jarang terjadi karena adanya
keseimbangan jaringan mukosa bibir, pipi, dan lidah;
- Indikasi sangat terbatas.

Gambaran cantilever bridge


(Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd
ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 12)
4. Spring cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke
gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung ini

24

dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga
dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari
palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan
pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau
terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang (Prajitno, 1991).
Indikasi
- Dimana estetika merupakan hal utama, GTJ jenis ini menjadi pilihan terbaik
karena letak gigi penyangga tidak tepat disebelah pontics sehingga tidak terlalu
terlihat jika menggunakan logam;
- Gigi dalam 1 regio tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai gigi
penyangga, baik karena faktor anatomis (akar & periodontal) maupun karena
faktor fisik retainernya;
- Jika diperlukan adanya diastema (umumnya faktor estetik).
Kontra-Indikasi
- Pasien muda yang mahkota klinisnya terlalu pendek sehingga kurang retentif
untuk dijadikan penyangga;
- Pada gigi di mandibula;
- Bentuk palatal tidak memungkinkan, entah karena adanya torus atau bentuknya
yang terlalu dangkal/dalam;
- Gigi penyangga tidak memiliki kontak proksimal, menyebabkan gigi berisiko
bergerak.
Keuntungan
- Mendapat hasil estetika yang sangat baik;
- Waktu kunjungan relatif lebih singkat;
- Desain umumnya disambut baik oleh pasien karena faktor estetika dan
kekuatan yang tahan lama;
- Tingkat kegagalan rendah selama preparasi dan pembuatannya benar.
Kerugian
- Palatal bar dapat membengkok/patah suatu saat jika ada gaya yang cukup besar

25

seperti trauma atau sering bergerak atau bahkan secara alami;


- Meskipun waktu kunjungan singkat, waktu pembuatan cukup lama dan
kompleks serta butuh keahlian.
-

Gambaran spring cantilever bridge


(Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd
ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 122).
5. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat
dan bersatu menjadi suatu kesatuan (Prajitno, 1991).
Keuntungan
- mampu memecah 1 unit GTJ yang kompleks menjadi beberapa unit fungsional
dan mencegah kegagalan
2.4 Indikasi dan Kontraindikasi Pemakaian GTC
Indikasi dari GTC, yaitu (Prajitno, 1991):
1. Kehilangan satu atau lebih gigi
2. Kurangnya celah karena pergeseran gigi tetangga ke daerah edentulus
3. Gigi di sebelah daerah edentulus miring
4. Splint bagi gigi yang memiliki ketebalan email yang cukup untuk dietsa
Kontraindikasi pemakaian GTC :
1. Pasien yang tidak kooperatif
2. Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang
3. Kelainan jaringan periodonsium
4. Prognosis yang jelek dari gigi penyangga
5. Diastema yang panjang

26

6. Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama


7. Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia. (Prajitno, 1991).

2.5 Keuntungan dan Kerugian GTC


Keuntungan (Prajitno, 1991):
1. Karena dilekatkan pada gigi asli maka tidak mudah terlepas atau tertelan.
2. Dirasakan sebagai gigi sendiri oleh pasien
3. Tidak mempunyai klamer yang dapat menyebabkan keausan pada permukaan
email gigi, karena tiap kali dilepas dan dipasang kembali didalam mulut.
4. Dapat mempunyai efek splint yang melindungi gigi terhadap stress.
5. Menyebarkan tekanan fungsi ke seluruh gigi sehingga menguntungkan jaringan
pendukungnya.
Kerugian (Prajitno, 1991):
1. Kerusakan gigi dan pulpa
2. Karies sekunder

2.6 Prosedur Pembuatan dan Pemasangan


a. Prinsip Preparasi GTC
Preparasi gigi tiruan cekat adalah pengambilan jaringan permukaan gigi
dengan tujuan untuk mendapatkan retensi, menghilangkan undercut, memberikan
tempat bagi bahan retainer, penyesuaian sumbu mahkota antar gigi penyangga
untuk mendapatkan arah pasang jembatan, dan memungkinkan pembentukan
retainer sesuai dengan bentuk anatomi (Prajitno, 1991).
Prinsip-prinsip biomekanis preparasi, yaitu:
1. Pemeliharaan struktur gigi
Selain menggantikan struktur gigi yang hilang, restorasi juga harus dapat
memelihara struktur gigi yang tersisa. Jika dengan pengambilan sedikit jaringan
sudah dapat menghasilkan restorasi yang kuat dan retentif, maka reduksi minimal
harus dilakukan. Tetapi bila dengan reduksi yang minimal tidak memenuhi
persyaratan retentif, maka reduksi dapat ditambah agar persyaratan tersebut
terpenuhi. Reduksi yang berlebihan dapat menyebabkan hilangnya retensi dan resi

27

tensi, hipersensitivitas gigi terhadap suhu, serta inflamasi dan nekrosis pulpa
(Prajitno, 1991).
2. Bentuk retensi dan resistensi
Untuk mendapatkan hasil restorasi yang baik harus dibuat retensi pada gigi
harus dipreparasi sedemikian rupa agar bahan restorasi yang digunakan dengan
jaringan gigi dapat berkontak dengan baik.

Oleh karena itu, preparasi gigi

membutuhkan retensi dan resistensi agar restorasi gigi tidak mudah lepas dan
bertahan lama dalam rongga mulut (Prajitno, 1991).
Retensi diperoleh dari tingkat kualitas preparasi yang dapat mencegah
terlepasnya gigi tiruan terhadap gaya-gaya yang berlawanan dengan arah insersi.
Sedangkan resistensi adalah bentuk preparasi yang dibuat agar mampu menahan
gaya yang timbul pada waktu gigi tiruan berfungsi (Prajitno, 1991).
3. Daya tahan struktur restorasi/ durabilitas
Bahan restorasi yang akan digunakan harus dapat menutupi seluruh ruang
pada preparasi gigi agar didapatkan keadaan yang harmonis dan kontur aksial
yang normal. Bahan restorasi harus cukup rigid, tidak lentur. Jika bahan restorasi
tidak rigid, maka lapisan semen pada tepi restorasi akan terpisah dan pada
akhirnya semen akan larut menghilangkan perlekatan antara bahan restorasi
dengan permukaan gigi yang pada tahap lebih lanjut dapat menimbulkan karies
gigi (Prajitno, 1991).
4. Integritas marginal
Restorasi yang baik harus memiliki integritas marginal/tepi yang adekuat.
Terdapat tiga syarat untuk mendapatkan tepi restorasi yang sukses (Prajitno,
1991):
a) Tepi restorasi harus fit/pas saat dipasang pada finish line dari preparasi untuk
mencegah semen larut.
b) Tepi restorasi harus memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan gaya-gaya
mastikasi.
c) Jika memungkinkan, tepi restorasi ditempatkan pada area di mana dokter gigi
dapat dengan jelas memeriksa dan pasien dapat membersihkannya dengan baik.

28

5. Pemeliharaan jaringan periodontal


Persepsi tradisional menyatakan bahwa gigi berlubang tidak terjadi pada
tepi restorasi subgingival selama mereka ditutupi oleh gingiva yang sehat
(Prajitno, 1991).

b. Teknik Preparasi GTC


1. Preparasi Mahkota Tuang Penuh
Persiapan

untuk

sebuah

mahkota

tuang penuh

dimulai

dengan

pengurangan oklusal, sekitar 1,5 mm pada tonjol fungsional dan 1,0 mm pada
tonjol non-fungsional. Dengan melakukan langkah pertama ini, panjang
oklusogingival dari preparasi dapat ditentukan. Retensi yang potensial dari
preparasi dapat kemudian diperhitungkan dan fitur tambahan dapat ditambahkan
jika diperlukan (Shillingburg, 1997).

Groove orientasi sedalam 1,0 mm dibuat pada permukaan oklusal gigi agar
diperoleh acuan untuk menentukan apakah pengurangan sudah cukup. Jika
pengurangan dimulai tanpa tanda orientasi, waktu akan terbuang untuk mengecek
pengambilan yang dilakukan. Bur intan taper berujung bulat digunakan untuk
membuat groove pada ridge dan groove utama pada permukaan oklusal. Jika
sudah ada jarak dengan gigi antagonis karena malposisi atau karena fraktur pada
gigi yang dipreparasi, groove jangan dibuat sedalam 1,0 mm (Shillingburg, 1997).
Setelah groove panduan adekuat, sisa-sisa struktur gigi diantara groove
dihilangkan dengan bur intan taper berujung bulat. Penempatan yang tepat pada
groove

secara

otomatis

(Shillingburg, 1997).

menghasilkan

tampilan

oklusal

yang

adekuat

29

Struktur gigi yang tersisa antara groove orientasi dihilangkan untuk


menyempurnakan pengurangan oklusal. Kekasaran yang masih tersisa harus
dihilangkan, menjaga permukaan oklusal tetap dalam konfigurasi inklinasi
geometrik yang menjaga permukaan oklusal gigi posterior. Bevel yang luas dibuat
pada tonjol fungsional menggunakan bur intan taper berujung bulat. Groove
orientasi yang dalam juga membantu dalam pengurangan ini. Bevel tonjol
fungsional dibuat pada inklinasi bukal dari tonjol bukal rahang bawah dan
inklinasi lingual dari tonjol lingual rahang atas. Kegagalan dalam penempatan
bevel ini dapat berakibat pada hasil tuangan yang tipis atau bentuk morfologi
restorasi yang buruk (Shillingburg, 1997).

Jarak oklusal diperiksa dengan menggigitkan malam merah dengan


ketebalan 2 mm di atas gigi yang sudah dipreparasi. Malam merah kemudian
diterawang dengan cahaya yang cukup untuk menentukan jarak oklusal yang
adekuat. Bagian preparasi dengan jarak oklusal yang tidak cukup akan
memberikan tanda berupa daerah yang tipis pada malam. Struktur gigi pada
daerah tersebut harus dhilangkan dan dicek kembali. Pengurangan oklusal dan
bevel tonjol fungsional dibuat dengan bur yang digunakan untuk membuat
groove, tidak boleh ada sudut yang tajam atau ridge pada pertemuan bevel. Jika
ada, harus dihilangkan dengan bur fissure taper (Shillingburg, 1997).
Teknik pengambilan aksial hampir sama dengan pengambilan oklusal.
Sisa-sisa struktur gigi pada daerah groove dihilangkan dengan tepi chamfer, dan
bur intan taper berujung bulat digunakan dalam prosedur ini (Shillingburg, 1997).
Dinding bukal dan lingual dikurangi dengan bur torpedo, sehingga akan
didapatkan pengurangan daerah aksial yang diharapkan karena ujungnya yang
taper akan membentuk chamfer. Akhiran diperlukan untuk memungkinkan agar

30

restorasi tepat dan chamfer merupakan akhiran yang dibutuhkan untuk


mendapatkan kekuatan selama adaptasi (Shillingburg, 1997).

Pengurangan daerah proksimal dilakukan dengan bur intan needle yang


pendek. Ujung bur yang tipis bekerja pada daerah proksimal dengan gerakan
memotong oklusogingival atau bukolingual, berhati-hati dalam menghindari gigi
tetangga. Jika daerah yang cukup sudah didapatkan, bur torpedo digunakan untuk
membentuk chamfer sebagai akhiran gingiva pada interproksimal (Shillingburg,
1997).
Semua permukaan aksial dihaluskan dengan bur torpedo yang bentuk
dan ukurannya memungkinkan untuk menyelesaikan akhiran chamfer sebaik
mungkin. Preparasi harus dilakukan disudut permukaan bukal atau lingual hingga
ke permukaan proksimal untuk memastikan bahwa akhiran telah rata
(Shillingburg, 1997).

Pada langkah akhir, preparasi diselesaikan untuk permukaan yang lebih


rata dengan menggunakan bur intan taper berujung bulat untuk membuattepi
preparasi. Gunakan long fissure bur diamond 1,6mm atau 2,1 mm.
Hilangkansemuagaristepisuduttajamdarigigi
1997).

yang

dipreparasi

(Shillingburg,

31

Tahap akhir pada preparasi full veneer adalah pembuatan akhiran servikal.
Hal ini akan menghindari semua gerakan rotasi yang mungkin terjadi selama
sementasi dan akan membantu dalam proses tuangan. Groove dibuat pada
permukaan aksial dengan bagian terbesar. Hal ini biasanya dibuat pada preparasi
permukaan bukal rahang bawah dan pada preparasi permukaan lingual rahang
atas. Untuk preparasi GTC jangka panjang, harus ada groove bukal dan lingual
untuk meningkatkan resistensi terhadap pergerakan mesiodistal (Shillingburg,
1997).

Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan Sementara


Jembatan sementara terbuat dari akrilik selfcure. Cara membuatnya sebagian
besar dilakukan di luar mulut kemudian dilakukan penyesuaian di dalam mulut.
Cara pembuatan jembatan sementara ada 2 cara :
1. Cara pertama

Pada model pembahasan dibuatkan model malam

pada daerah

edentulusnya sehingga membentuk deretan gigi yang utuh.

Cek oklusinya dengan gigi antagonisnya.

Cetak dengan alginate menggunakan sendok cetak sebagian.

Berilah malam lunak pada daerah undercut.

Buatlah adonan akrilik yang warnanya sesuai dengan warna gigi.

Masukkan adonan akrilik ke dalam cetakan alginate.

Sebelum di cetakkan lagi, permukaan preparasi diulasi dengan silicon


grease dan segera cetakkan alginate beradonan akrilik pada pasiennya
dengan posisi dan kedudukan yang benar.

Akrilik yang tersisa digunakan untuk mengecek apakah sudah terasa


plastis, yaitu saat untuk mengeluar-masukkan cetakan tersebut.

Hasil cetakkan dirapikan dan dilakukan pemolesan.

Penyemenan menggunakan zinc okside eugenol.

32

2. Cara kedua

Hasil preparasi gigi dicetak menggunakan alginate.

Hasil cetakkan dicor gips sehingga menjadi model gips dengan cetakkan
preparasi yang sudah jadi.

Pada model tersebut dibuatkan model malam pada daerah edentulusnya


sehingga membentuk deretan gigi yang utuh.

Cek oklusinya dengan gigi antagonisnya.

Cetak dengan alginate menggunakan sendok cetak sebagian.

Berilah malam lunak pada daerah undercut.

Buatlah adonan akrilik yang warnanya sesuai dengan warna gigi.

Masukkan adonan akrilik ke dalam cetakan alginate.

Sebelum di cetakkan lagi, permukaan preparasi diulasi dengan silicon


grease dan segera cetakkan alginate beradonan akrilik pada model tersebut
dengan posisi dan kedudukan yang benar.

Akrilik yang tersisa digunakan untuk mengecek apakah sudah terasa


plastis, yaitu saat untuk mengeluar-masukkan cetakan tersebut.

Hasil cetakkan dirapikan dan dilakukan pemolesan.

Penyemenan menggunakan zinc okside eugenol.

Jembatan sementara harus diteliti ketepatannya di dalam mulut, meskipun


hanya sementara pemakaiannya. Dalam hal itu dapat digunakan
articulating paper untuk mengecek oklusinya supaya tidak terjadi kontak
premature dengan gigi antagonisnya

GTJ sementara fungsi:

Proteksi terhadap pulpa gigi penyangga untuk mencegah iritasi


panas/dingin, kima dan toksik

Stabilitas posisi, yaitu mencegah pergerakan gigi penyangga yang sudah di


preparasi agar tidak miring, migrasi, dan supraposisi

Mengembalikan fungsi mastikasi

Untuk memenuhi kepentingan estetik terutama gigi anterior

Mencegah timbunan makanan pada gigi yang telah di preparasi terutama


pada daerah servikal

Membantu menekan benang retraksi dan meretraksi gingiva

33

Sebagai informasi diagnostik, yaitu memberi informasi yang berhubungan


dengan bentuk dan susunan GTJ tetap

c. Retraksi Gingiva
Teknik pencetakan atau retraksi gingiva dilakukan dengan memeriksa
keadaan gigi dan jaringan lunak di sekitarnya harus dalam keadaan sehat, bebas
dari radang, dan tepi preparasi harus rapi. Retraksi gingiva adalah usaha
pendorongan gingiva gigi penyangga ke arah lateral dengan maksud agar tepi
akhir preparasi gigi dapat tercetak dengan baik (Prajitno, 1991).
Cara retraksi gingiva (Prajitno, 1991):
1. Daerah preparasi dikeringkan.
2. Benang direndam dengan bahan kimia selama 2 menit.
3. Potong benang 5 cm seperti huruf U.
4. Tempatkan melingkar pada gigi penyangga.
5. Tekan benang ke dalam celah gusi dengan plastis instrumen.
6. Penekanan dimulai dari mesio-proksimal terus palatal akhirnya ke distal.
7. Kembali ke permukaan bukal sampai mesio-proksimal.
8. Potong kelebihan benang.
Pembuatan cetakan gigi yang telah dipreparasi untuk mendapatkan model
kerja, caranya yaitu (Prajitno, 1991):
1. Bahan cetak double impression dengan teknik one stage/ phase (direct).
- Putty (kotak): aduk bahan putty, letakkan di dasar sendok cetak yang
tujuannya untuk menstabilkan kedudukan sendok cetak di dalam mulut,
ambil perbandingan 1:1 masukkan dalam rubber base. Katalis kemudian
diaduk hingga warna berubah menjadi hijau, kemudian letakkan di dasar
sendok cetak dan pada daerah yang telah dipreparasi harus dicekungkan
untuk menyediakan bahan yang kedua.
- Aduk light body, setelah homogen, masukkan ke dalam injeksi kemudian
injeksikan ke gigi yang telah dipreparasi pada mulut pasien, sisanya pada
bagian yang dicekungkan tadi.
- Cetakkan ke dalam mulut pasien.
- Cor cetakan dengan hard stone (Prajitno, 1991).
2. Bahan double impression dengan teknik two phase.

34

- Aduk bahan putty sampai homogen letakkan ke sendok cetak, setelah rata
masukkan ke dalam mulut pasien tanpa melepas crown sementara. Pada
bagian anterior gigi yang dipreparasi tidak perlu dicekungkan. Stelah
mengeras ambil sendok cetak tersebut dari mulut pasien, kemudian aduk
light body yang terdiri dari basa dan katalis, setelah homogen masukkan ke
dalam injeksi kemudian injeksikan ke gigi yang telah dipreparasi tadi.
Masukkan cetakan puty tadi ke dalam mulut. Setelah keras keluarkan dari
mulut pasien (Prajitno, 1991).
d. Insersi/ Penyemenan Jembatan
Penyemenan jembatan berarti merekatkan jembatan itu dengan semen
pada gigi penyangga di dalam mulut. Penyemenan yang salah akan menghapus
semua hasilmekanik yang baik, yang telah tercapai pasca-penyemenan. Kesalahan
dapat terletak pada teknik dan persiapan penyemenan yang tidak benar (Prajitno,
1991).
Persiapan gigi penyangga pra-penyemenan perlu dilakukan dengan sebaikbaiknya. Penyemenan yang tidak benar dapat menyebabkan keadaan yang semula
terasa nyaman menjadi sangat menggelisahkan. Ini misalnya disebabkan oleh
perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, mungkin juga karena adanya tekanan
hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal tersebut harus dihindari oleh operator
(Prajitno, 1991).
Dewasa ini operator lebih memandang tindakan pemasangan jembatan dari
segi biologik, yang berarti (Prajitno, 1991):
1. Faktor biologik yang berhubungan dengan pemasangan jembatan diperhatikan
dan dimodifikasi, supaya pemasangan itu dapat baik dan permanen hasilnya.
2. Reaksi biologik selama penyemenan sementara dapat dijadikan penilai biologik
jembatannya.
Tahapan Insersi GTC:
1. Pemilihan Semen
Semula para operator menjatuhkan pilihan semen pada yang memiliki
ketahanan serta sifat adhesif terbesar. Kini banyak yang memilih berdasarkan sifat
biologik, biofisik serta pengaruh pada estetikanya. Misalnya penderita dengan
kebiasaan menggertakkan giginya (bruxism), dapat diperkirakan mempunyai

35

gigitan yang kuat, sehingga perlu dipilih semen yang cukup kuat. Demikian pula
bila akan menyemen jembatan yang panjang (Prajitno, 1991).
Macam semen untuk penyemenan GTC
a) Zinc phosphate cement biasanya dipilih karena kekuatannya dan lapisannya
dapat tipis.
b) Semen silikofosfat sifatnya kuat, dan mempunyai nilai antikariogenik.
c) Semen alumina EBA mempunyai nilai biologik yang baik dan waktu
pemrosesan yang cukup.
d) Semen polikarboksilat mempunyai sifat adhesif dan nilai biologik.
e) Semen resin komposit bersifat kuat, tidak larut dalam saliva dan tembus cahaya
(Prajitno, 1991).

2. Persiapan Pra-Penyemenan Jembatan


Pertama-tama jembatan perlu dicek ketepatannya di dalam mulut, yakni
dengan memperhatikan kontur, estetika dan oklusinya. Tepi retainer dan
permukaan pontik yang menghadap ke gusi harus rapi dan halus (Prajitno, 1991).
Untuk menambah retensi pada retainer, bagian dalam dari retainer dapat digerinda
sedikit untuk menambah kekasarannya. Setelah itu harus dibersihkan dengan air
dan kemudian dicuci lagi dengan alkohol dan segera dihembus dengan udara
supaya kering. Dapat juga digunakan ultrasonic cleaner selama 5-10 menit dan
dibersihkan dengan air steril serta dihembus kering dengan udara (Prajitno, 1991).
Permukaan proksimal kemudian diulasi dengan vaselin (silicone grease),
tetapi jangan sampai mengenai tepi retainernya. Hal itu dilakukan untuk
memudahkan pengambilan kelebihan semen nantinya (Prajitno, 1991).

3. Persiapan pada Pasien


Daerah preparasi penyangga diisolasi dengan gulungan gulungan kapas
atau kasa. Jika perlu dapat digunakan penghisap saliva (Prajitno, 1991).
Preparasi dibersihkan dengan air hangat dan dikeringkan dengan kasa. Bila
digunakan kapas untuk itu, sering terdapat sisa kapas pada permukaan preparasi.
Jangan menggunakan alkohol untuk membersihkan permukaan preparasi gigi
penyangga, sebab hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada tubuli atau jaringan

36

pulpa. Juga fenol dan nitrat-perak (zinc nitrate) sebaiknya tidak digunakan
(Prajitno, 1991).
Bila dipakai zinc phosphate cement dapat digunakan cavity varnish tetapi
jangan kalsium hidroksida, karena dapat melemahkan lapisan semen, sehingga
dapat larut di dalam mulut. Cavity varnish tidak dianjurkan dipakai bersama
dengan zinc oxide eugenol tipe penyemenan akhir, karena semen ini dapat larut.
Justru tepi retainer itulah yang perlu dilindungi (Prajitno, 1991).

4. Penyemenan
Tata Cara Penyemenan
Penyemenan dengan GIC, Semen Resin, Zinc-Polikarbonat, dan zinc phosphate
cement:
1. Bubuk semen serta cairan diletakkan di atas sepotong kaca tebal.
2. Bubuk semen dicampurkan pada cairan sedikit demi sedikit dan diaduk merata
sampai 90 detik.
3. Adukan diratakan melebar pada kaca seluas mungkin.
4. Adonan kemudian diisikan ke dalam retainer meliputi dinding dalamnya tipistipis dan merata, sedang lekuk pada preparasi (bila ada) diisi juga dengan
adonan semen.
5. Jembatan kemudian ditempatkan pada penyangganya di dalam mulut dan
ditekan dengan jari kuat-kuat.
6. Pasien diminta menggigit pada jembatannya, untuk mengecek apakah kontak
gigi atas dan bawah sudah baik.
7. Pasien diminta membuka mulut sebentar dan diminta menggigit gulungan
kapas yang diletakkan pada oklusal gigi-gigi.
8. Setelah semen keras, kelebihan semen dibuang.
9. Sekali lagi, oklusi diperiksa dan sebelum pasien pulang, operator perlu
memberi tahu cara membersihkan gigi jembatan tersebut (Prajitno, 1991).

2.7 Faktor Penyebab Kegagalan Pemakaian GTC


1.

Intrusi gigi pendukung, perubahan yang terjadi dimana posisi gigi


pendukung,menjauhi bidang oklusal.

37

2.

Karies

gigi

pendukung,

umumnya

disebabkan

karena

pinggiran

restorasirtetainer yang terlampau panjan,kurang panjang atau tidak lengkap


sertaterbuka. Sebab lain, yaitu terjadi kerusakan pada bahan mahkota retainer
yang lepas, embrasure yang terlalu sempit, pilihan tipe retainer yang salah,
sertamahkota sementara yang merusajk atau ,mendorong gingival terlalu
lama.
3.

Periodontitis jaringan pendukung.

4.

Konektor patah.

5.

Penderita mengeluh akan adanya perasaan yang tidak enak.


Hal yang dapat menyebabkan gangguan ini adalah kontak prematur atau
oklusi yang tidak sesuai, bidang oklusi yang terlalu luas dan atau penimbunan
sisa makananantara pontik dan retainer, tekanan yang berlebih pada gingiva.
Daerah servikal yang sakit, shok termis oleh karena pasien belum terbiasa.

6.

Retainer atau jembatan lepas dari gigi penyangga.


Jembatan kehilangan dukungan, dapat terganggu oleh karena jembatan,
luas permukaan oklusal, bentuk embrasure, bentuk retainer, kurang gigi
penyangga,trauma pada periodontium dan teknik pencetakan.

7. Terjadi perubahan pada pulpa, dapat disebabkan oleh cara preparasi, preparasi
yang

tidak

dilindungi

dengan

mahkota

sementara,

karies

yang

tersembunyi,rangsangan dari semen serta terjadinya perforasi.


8.

Jembatan patah. Dapat diakibatkan oleh hubungan oleh shoulder atau bahu
yang tidak baik, teknik pengecoran yang salah serta kelelahan bahan.

9. Kehilangan lapisan estetik. (Prajitno, 1991).

Anda mungkin juga menyukai