Anda di halaman 1dari 10

Surono Danu (1951-...

):
Ilmuwan Nyentrik Penemu Padi Unggul

USAHA gigihnya selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil. Dari


ketekunan itu, lahirnya benih unggul lokal Lampung yang kini dikenal
dengan benih padi unggul Sertani 1 yang kini makin populer di kalangan
petani.
Karena prestasinya itu juga, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri
menyempatkan diri berkunjung ke gubuk Surono Danu di Desa Onoharjo,
Lampung Tengah, pada 2 Februari 2008.
Sehari sebelum peristiwa bersejarah bagi Surono itu,Lampung
Post bertandang ke rumah "sang peneliti". "Inilah istana seribu jendela,
tempat berteduh kami. Setiap lubang di dinding geribik ini adalah jendela.
Kalau hujan, air hujan pun ikut berteduh ha...ha...ha," kata Surono.
Surono menjejakkan kaki pertama kali di Lampung tahun 1982 di Desa
Bungkuk, Jabung, Lampung Timur. Saat itu ia meneliti dan mengenalkan
beberapa tanaman kepada petani. Ia membuat pola pengembangan
tanaman nilam dan vanili. "Tujuan saya menambah komoditas di Lampung
yang otomatis akan menambah income petani."
Tahun 1984, ia melanjutkan penelitian dan pengenalan bercocok tanam
yang baik ke umbulan Way Pengubuan, persisnya Kampung
Terbanggibesar. Ia membawa benih nilam dan melakukan hal serupa
kepada petani di sana. Namun, bibit nilam disimpan di Talang Jago, Bukit
Kemuning. Ia juga mengenalkan benih jagung hibrida C-1, sekaligus
mengajari petani cara bercocok tanam yang baik.
Rupanya Surono kurang puas dengan hasil yang diperoleh petani di
Terbanggibesar. Ia pun "bertualang" lagi ke daerah lain di Bumi Ruwa

Jurai. Seperti Kalinda, Kotaagung, dan daerah lain sembari meneliti benih
padi unggul.
Selama bertualang, Surono mengaku lebih banyak berjalan kaki atau
dengan sepeda tuanya. Maklum, kondisi ekonominya jauh dari cukup.
"Jangankan beli kendaraan, untuk ongkos saja tidak punya," kata dia.
Selama bertahun-tahun ia menjelajahi daerah-daerah pertanian di
Lampung. Hasilnya, Surono mengoleksi 181 jenis benih padi. Benih-benih
itu dia teliti dan kemudian menetapkan tiga jenis benih padi unggulan.
Ketiga jenis benih padi itu pun ia uji dan teliti.
Untuk benih jantan, Surono memilih padi asal Terbanggibesar yang diberi
nama Dayang Rindu. Sedangkan benih betina dipilih dua jenis padi, yakni
asal Kampung Gunungbatin, Terusannunyai, yang dinamainya "Si rendah
sekam kuning" dan "Si rendah sekam putih".
Sejak 1985, Surono praktis memusatkan penelitiannya pada ketiga jenis
padi itu. Dari hasil persilangan benih itu, 10 tahun kemudian ia
menemukan benih padi yang berusia 150 hari. Dan, tujuh tahun kemudian
dengan rumus ciptaan dan pengetahuan yang dimilikinya Surono
akhirnya menemukan benih padi berusia 135 hari. Meski hasilnya cukup
spektakuler, Surono belum puas juga. Ia masih terus meneliti dan tahun
1997 ditemukanlah benih padi berusia 105 hari. Benih padi itu pun ia beri
nama Sertani 1.
Menurut Surono, satu hektare tanaman padi ini, dengan perlakuan yang
baik, mampu memproduksi gabah maksimal 14 ton. "Benih ini tidak
memiliki perawatan khusus bahkan tidak membutuhkan suplai air yang
memadai," kata Surono Danu.
"Justru dengan pasokan air yang lebih banyak, produksi menjadi tidak
maksimal," kata Surono. Benih ini juga mampu hidup di berbagai kondisi
tanah apa pun seperti perladangan, gaga rancah, sawah, dan salinitas
atau lahan yang kurang bagus untuk produksi.
Dari segi pemupukan, benih Sertani 1 ini hanya membutuhkan paling
banyak lima kuintal per hektare dan tahan terhadap hama apa pun seperti
hama tikus.
Bila batang tanaman padi ini digigit tikus, batangnya mampu menutup
luka akibat gigitan hama hanya dalam waktu 24 jam dan tetap bisa
tumbuh dengan baik. Benih Sertani 1 memiliki antibodi sendiri sehingga
lebih tahan terhadap serangan penyakit.
Sembari mengembangkan benih Sertani 1 dan mengenalkannya pada
petani, Surono terus meneliti. Dua tahun kemudian (1999), dia berhasil
menemukan benih padi dengan usia panen 95 hari. "Benih padi itu akan
kita beri nama EMESPE-1 singkatan dari Mari Sejahterakan Petani," ujar
pria yang sangat tertekan semasa rezim Orde Baru itu.
Menurut Surono, padi EMESPE ini sudah ditanam di seluruh Indonesia. Ini
memang jadi keinginannya agar padi hasil penelitiannya bertahun-tahun
itu bisa meningkatkan kesejahteraan para petani karena hasil panenannya
bisa dua kali lebih banyak ketimbang jenis padi lokal lain.
"Dahulu, Mahapatih Gajah Mada pernah bersumpah tidak akan makan
buah palapa kalau belum bisa menaklukkan dan menyatukan wilayah
Nusantara. Saya pun tidak makan nasi hasil penemuan saya ini sebelum
tertanam di seluruh Indonesia. Nah, karena sekarang sudah tertanam di

seluruh Indonesia, saya pun sudah merasakan nasi dari padi EMESPE,"
jelas Surono.
Selama 20-an tahun meneliti, Surono tidak pernah menerima dan
meminta imbalan dari siapa pun. Semua yang dia lakukan semata-mata
didorong keinginannya menyejahterakan orang banyak, terutama petani.
Hal yang membuat Surono tidak pernah surut untuk meneliti adalah
sikapnya yang kritis dan selalu bersemangat. "Saya tidak punya apa-apa
kecuali sikap kritis dan spirit. Seperti virus, inilah yang saya sebarkan
kepada masyarakat. Jika kebaikan dan pengetahuan kita sebarkan seperti
virus, masyarakat akan kuat," ujarnya.
Dalam keseharian, Surono selain dikenal ramah dan tegas, juga terbuka
pada siapa pun. Selain tekun meneliti tanaman, ia juga memiliki
kemampuan meracik obat-obatan herba. Sudah banyak orang sakit yang
disembuhkan oleh racikan obatnya.
Benih unggul temuan Surono kini menjadi perbincangan. Bukan hanya di
Lampung, juga seantero Indonesia. Meski demikian, kehidupan ekonomi
Surono belum beranjak naik. Ia tetap saja seorang petani desa yang hidup
penuh kesederhanaan. "Ibarat lukisan, saya ini lukisan abstrak, tidak jelas
tapi mempunyai arti," ujar Surono.
Protes Benih Impor
Menjadi penangkar padi adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian
dan ketekunan ekstra. Surono Danu membuktikan hal itu. Dia sudah
bangun sejak pukul 02.00 untuk mengawasi bulir padi dan membuka
serbuk sarinya.
Menjelang pukul 04.00, serbuk sari yang sudah terbuka itu kemudian
dikawinkan. Alat pembuka serbuk sari hanyalah pinset. "Hanya itu alat
yang saya gunakan," kata Surono. Ini adalah proses yang terbilang rumit
karena padi tidak boleh rusak. Kemudian sisa dari bulir padi yang tidak
dikawinkan, harus dibuang.
Lalu, padi yang sudah dikawinkan itu ditutup plastik, dan diberi lubang
untuk sirkulasi udara. Nah, pukul 06.30 adalah saat tanaman padi kawin.
"Saya harus bangun lebih pagi agar tidak keduluan proses perkawinan
padi secara alami," kata ayah lima anak ini.
Setiap saat, Surono harus terus memantau setiap bulir padi yang telah
dikawinkan untuk melihat tingkat keberhasilan proses perkawinan.
Banyaknya bulir padi yang dikawinkan bergantung pada kecepatan sang
penangkar. Dalam sehari bisa 10--20 bulir padi yang dikawinkan. Namun,
kata Surono, dalam 10 ribu bulir yang berhasil paling hanya satu.
Langkah selanjutnya, padi hasil perkawinan itu diuji coba terus-menerus
sehingga
menghasilkan
galur
padi
yang
diinginkan.
Jangan
membayangkan Surono bekerja dalam sebuah laboratorium dengan
fasilitas lengkap. Dia bahkan mengaku tidak punya lahan secuil pun untuk
uji coba.
Menurut cerita Surono, semua uji coba padi dilakukan dalam pot di
halaman rumahnya di Bandar Lampung, dan alat yang digunakan hanya
pinset. Tidak heran bila usaha menghasilkan galur unggul lokal dari
Sertani 1 hingga Sertani 16 memakan waktu sampai 22 tahun.

BIODATA
Nama: Ir. Surono Danu
Tempat, tanggal lahir: Cirebon, 11 September 1951
Istri: Rohmiati
Tempat, tanggal lahir: Sukoharjo, Solo, 23 Februari 1961
Anak:
1. Aditiya Veda Ariono (12 Juni 1979)
2. Dyang Vita Aryani (18 November 1980)
3. Aditya Kama Nugrah (7 Maret 1988)
4. Nyang Vania Ayuningtyas Harini (4 Januari 1990)
5. Aditya Prima Tirta (11 September 2001)
Cucu: 1. Alfian (15 April 2007)
Surono Danu dan Laboratorium di Tengah Sawah
Oyos Saroso HN October 15, 2013
Oyos Saroso H.N./LampungReview, Terbanggi Besar
Desa Nambah Dadi, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung
hanyalah desa pertanian biasa. Sebagian besar penduduknya berprofesi
sebagai petani padi. Namun, sejak lima tahun terakhir, desa yang
didirikan oleh para transmigran asal Pulau Jawa itu menjadi sangat
terkenal. Sebab, dari desa itulah lahir benih padi lokal unggul yang kini
mulai dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia.
Benih padi unggul itu ditemukan oleh Surono Danu, 63, seorang petani
sekaligus peneliti padi asal Desa Nambah Dadi. Surono menemukan benih
padi unggul lokal setelah lebih dari 20 tahun melakukan penelitian dengan
biaya sendiri. Usaha keras Surono berawal dari keprihatinnya melihat
nasib petani yang produksinya stagnan. Selain itu, kegigihannya
menemukan padi unggul lokal juga disemangati oleh niat untuk
menyelamatkan padi unggul lokal dari kepunahan.
Lama-kelamaan padi unggul lokal akan punah jika tidak dikembangkan,
kata Surono.
Untuk mendapatkan benih padi unggul, pada 1982 Surono kemudian
berkeliling Lampung, Sumatera
Selatan,
dan Bengkulu
untuk
mengumpulkan benih padi unggul lokal. Akhirnya terkumpullah 183 jenis
benih padi lokal. Setelah dilakukan serangkaian percobaan, hasilnya
hanya varietas Dayang Rindu sebagai pejantan dan varietas Sirendah
Sekam Putih dan Sirendah Sekam Kuning untuk betina yang mampu
menunjukkan kualitas lebih baik.
Surono memilih padi Sirendah Sekam Putih dan Sirendah Sekam Kuning
yang baunya wangi dan induk jantan dari Dayang Rindu (produksi tinggi)
untuk terus diteliti. Pada 1985 Surono mulau melakukan uji coba
penyilangan.

Pada 1986 penyelingan menunjukkan hasil. Namun, umur padi unggul


hasil persilangan itu belum begitu memuaskan. Dari tanam hingga panen,
usianya masih sama dengan varietas-varietas lainnya yaitu 150 hari. Baru
setelah 10 tahun dilakukan uji coba secara terus-menerus terhadap
varietas Sertani-1, umur panen bisa berkurang yakni dari 150 hari menjadi
105 hari.
Meskipun berumur pendek, kualitasnya tetap sama. Selain itu Sertani-1
bisa tahan terhadap sawah yang selalu kekurangan air. Yang membuat
saya senang jumlah malai (bulir padi pada tangkai padi) jauh lebih banyak
dari varietas lainnya, yaitu bisa mencapai 400 butir lebih, papar Surono.
Selain Sertani-1, Surono bersama-sama komunitas petani Lampung yang
tergabung dalam Serikat Tani Indonesia (Sertani) kini sedang
mengembangkan bibit unggul lainnya bernama Emespe. Emespe
kependekan dari Mari Sejahterakan Petani. Penelitian dan pengembangan
padi unggul itu dilakukan di rumah geribik Surono Danu dan di
laboratorium yang terletak di sebuah areal sawah di Desa Nambah Dadi,
Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
Sama seperti Sertani-1, bibit padi unggul Emespe juga didedikasikan oleh
Surono dan komunitas Sertani Lampung untuk para petani di seluruh
Indonesia. Lewat jaringan kelompok tani dan persatuan petani padi di
seluruh Indonesia, padi Sertani-1 dan Emespe kini mulai ditanam petani di
berbagai daerah di Indonesia.
Sertani-1 cocok untuk lahan kering, sementara Emespe cocok untuk
lahan yang banyak air. Artinya, Sertani-1 sangat cocok ditanam di daerah
yang selama ini kekurangan air. Jadi, petani tak perlu khawatir lagi
menanam padi pada saat musim kemarau, kata Anang Prihantono, ketua
umum Sertani.
Satu hektare tanaman padi Sertani-1 mampu memproduksi gabah hingga
14 ton. Benih ini tidak memiliki perawatan khusus bahkan tidak
membutuhkan suplai air yang memadai karena benih ini mampu
menyerap oksigen dengan sendirinya. Justru dengan pasokan air yang
lebih banyak, produksi menjadi tidak maksimal. Benih ini juga mampu
hidup di berbagai kondisi tanah apa pun seperti perladangan, gogo
rancah, sawah, dan salinitas atau lahan yang kurang bagus untuk
produksi.
Satu hektare benih Sertani-1 hanya membutuhkan paling banyak lima
kwintal pupuk. Yang lebih penting lagi, Sertani-1 tahan terhadap hama
apa pun seperti hama tikus. Bila batang tanaman padi ini digigit tikus,
batangnya mampu menutup luka akibat gigitan hama hanya dalam waktu
24 jam dan tetap bisa tumbuh dengan baik.
Benih Sertani 1 memiliki antibodi sendiri sehingga lebih tahan terhadap
serangan penyakit. Saya mengharapkan pemerintah dapat memanfaatkan
padi ini untuk menjadi benih unggul dalam mendongkrak produksi padi
nasional, harap Surono.
Dikembangkan di Seluruh Indonesia
Selain diujicobakan di Lampung, benih Sertani-1 dan Emespe juga
diujicobakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
Beberapa tahun mendatang, petani Lampung yang tergabung dalam

Serikat Tani Indonesia (Sertani) akan mengembangkan bibit Sertani ke


seluruh daerah di Indonesia.
Sambutan dari para petani lumayan bagus. Umumnya para petani itu
mengaku terkejut ada benih padi yang ditanam dengan pengairan minim
bisa menghasilkan hingga 14 ton gabah/hektare..
Saya heran, kok bisa sehebat itu, kata Nurjaman, 40, tenani asal Merbau
Mataram, Lampung Tengah.
Di lahan milik Nurjaman tersebut, hasil panen tidak berbeda, 1314 ton
per hektare. Padahal, padi unggul lainnya paling hanya menghasilkan 8
10 ton per hektar.
Bahkan varietas Ciherang di lahan kering paling banyak menghasilkan 5
ton, kata Nurjaman.
Menurut Nurjaman, Sertani-1 memang menjadi pilihan bagi petani yang
lahannya kekurangan air. Lubang tanam untuk menanam benih Sertani-1
dibuat dengan tugal (sebatang kayu berujung runcing). Tiap lubang tanam
itu kemudian dimasukkan satu benih kemudian ditutup tanah.
Jumlah bulir padi Sertani-1 dalam satu malai mencapai 400450. Artinya,
jauh lebih banyak ketimbang varietas lain yang sekitar 200 bulir. Jumlah
benih yang dibutuhkan hanya 10 kg per hektare. Umur panen juga lebih
pendek, 95 hari dari pesemaian. Atau lebih cepat panen 40 hari
dibandingkan varietas lainnya yang 125150 hari
Selain bisa ditanam di lahan kering, keunggulan bibit Sertani-1 adalah
bisa dipanen hingga belasan kali meskipun hanya ditanam sekali. Artinya,
sekali tanam lalu dipanen dengan cara memotong batang padi bagian
atas. Batang padi yang tersisi itu akan tumbuh kembali, berbuah, dan
kemudian dipanen lagi. Tapi, soal panen bisa belasan kali ini masih taraf
percobaan dan belum diperkenalkan kepada petani secara luas, kata
Surono, sambil menunjukkan padi yang sudah 16 kali dipanen di
laboratoriumnya.
Karena varietas ini diprogram untuk sawah yang selalu kekurangan air,
tentu saja tidak membuat petani khawatir sawahnya kekurangan air. Air
yang diperlukan sepanjang hidupnya untuk varietas Sertani-1 adalah
hanya 1 sentimeter di atas permukaan tanah, itu pun sampai usia padi 70
hari atau bunting muda.
Surono mengaku tidak keberatan jika ada pihak-pihak yang bersedia
melakukan kerja sama untuk mengembangkan hasil penelitiannya. Saya
tidak akan mengambil keuntungan pribadi. Bagi saya, kalau para petani
bisa sejahtera, itu sudah cukup. Karena selama ini saya aktif di Serikat
Tani Indonesia (Sertani), tentunya kerja sama tersebut harus dilakukan
melalui organisasi, kata dia.
Saat ini jumlah anggota Sertani yang mempunyai kartu anggota tercatat
40 ribu petani. Dengan kartu anggota tersebut mereka bisa mendapatkan
benih Sertani-1 dengan membayar Rp20 per kg. Pada awalnya bibit
unggul itu hanya dibeli oleh para anggota Sertani. Sekarang petani lain
juga ikut menanam padi unggul lokal itu.
Surono maupun Anang yakin, padi Sertani-1 dan Emespe akan bisa
menjawab persoalan rendahnya produksi petani padi di Indonesia. Lewat
jaringan Sertani di seluruh Indonesia, kedua bibit unggul itu mulai
diperkenalkan secara intensif kepada para petani di berbagai daerah di

Indonesia. Targetnya, sampai 2009 jenis padi emespe ini sudah tertanam
sekitar 40% dari total luas lahan di Indonesia yaitu sekitar 4.000.000 ha.
JUM'AT, 17 JUNI 2011 | 14:56 WIB
Serikat Petani Temukan Benih Padi Unggul

TEMPO/Zulkarnain

TEMPO.CO, Jakarta Serikat


Tani
Indonesia
(Sertani)
berhasil
menemukan varietas benih padi yang diklaim mampu menandingi padi
hibrida dari segi produktivitas dan tahan serangan hama wereng. Varietas
ini ditemukan oleh Surono Danu, pemulia benih yang melakukan riset di
Lampung.
Benih padi yang dinamakan Sertani ini merupakan hasil penyilangan padi
lokal antara pejantan dayang rindu dengan betina sirendah. "Saya mulai
coba menyilangkan sejak 1985 dan diuji tanam di petani sejak 1992," ujar
Surono di sela "Pertemuan Pemuliaan Padi Galur Lokal Berpotensi Produksi
Gabah Tinggi" di Hotel Cipta Mampang, Jakarta, Jumat 17 Juni 2011.
Surono menyebutkan produktivitas benih padi Sertani bisa mencapai
sekitar 13 ton per hektar. "Di Sumedang kemarin ada yang bisa panen 11,
8 ton gabah kering per hektar," ungkapnya.
Sayangnya, Surono mengaku tak mendapat perhatian ataupun bantuan
dari pemerintah. Oleh karena itu, dia hanya memasarkan benih
temuannya ke komunitas petani tertentu tanpa mengambil untung.
Beberapa daerah yang sudah menggunakan varietas benih padi Sertani
adalah Lampung, Klaten, Sumedang, dan lainnya.
"Yang penting buat saya bagaimana caranya bisa memberi makan
masyarakat Indonesia dari hasil riset saya," katanya.

Peneliti varietas benih padi Sertani Soedjatmiko mengatakan varietas


tersebut mampu mengungguli benih padi hibrida. "Dari hasil survei dan
penelitian, varietas Sertani dari segi aroma, rasa, tampilan, dan tingkat
pulennya rata-rata indeksnya 8," jelasnya.
Varietas padi hibrida, lanjutnya, banyak dipakai di Cina dan mampu
mendongkrak produksi beras di Cina. Seluas 15,2 juta hektare lahan padi
di Cina sudah menggunakan padi hibrida sehingga produksinya meningkat
30 persen.
"Nah, padi Sertani ini bisa mengimbangi, bahkan melebihi padi hibrida.
Kalau hibrida kurang cocok ditanam di daerah tropis seperti Indonesia,
Sertani justru adaptif tahan hama wereng," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR Mindo Sianipar mengaku akan
menyuarakan temuan benih padi Sertani di Dewan Perwakilan Rakyat
agar bisa dipergunakan secara nasional. Sebenarnya, kata dia, varietas
benih padi Sertani ini sudah ditanam di beberapa daerah seluas 25 ribu
hektar.
"Sudah mulai ditanam sejak 2005 oleh petani melalui program Mari
Sejahtera Petani, contohnya di Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatera
Utara, dan hampir seluruh Jawa Barat," katanya. ROSALINA

RABU, 04 MEI 2011 | 21:03 WIB


Nenek Moyang Padi Berasal Dari Cina

TEMPO/Kink Kusuma Rein

TEMPO Interaktif, New York - Penelusuran terhadap evolusi ribuan


tahun tanaman padi memberi informasi mengenai asal muasal tanaman
pangan ini. Peneliti genetika menyimpulkan padi berasal dari Cina.
Padi atau Oryza sativa merupakan salah satu spesies tanaman pangan
tertua di dunia. Tanaman ini diketahui memiliki puluhan ribu varietas. Dua
subspesies utama padi di dunia adalah japonica dan indica. Padi pada
hidangan sushi, misalnya, merupakan jenis japonica. Sementara butir padi
yang lebih panjang dan tebal pada hidangan risotto merupakan jenis
indica.
Akibat keragaman varietas ini, asal muasal padi menjadi perdebatan
hangat di kalangan peneliti. Sebuah teori yang menyebutkan padi berasal
dari induk yang sama mengisyaratkan indica dan japonica merupakan
bentuk domestifikasi dari padi liar jenis Origa rufipogon.
Teori lain menyebutkan padi berasal dari beragam induk. Teori ini
mendapat dukungan luas karena terdapat perbedaan genetik yang
mencolok antara padi jenis indica dan japonica.
Studi terbaru peneliti gabungan dari Universitas New York, Universitas
Washington,
Universitas
Purdue,
dan
Universitas
Stanford,
membandingkan 630 pecahan gen pada kromosom tertentu dari berbagai
varietas padi liar maupun yang terdomestifikasi. Dengan teknik
pemodelan yang mirip dengan penelitian gen manusia, didapatkan urutan
gen lebih konsisten dengan teori induk yang sama.
Peneliti juga menelusuri kapan evolusi padi terjadi untuk pertama kali.
Penelusuran ini menunjukkan padi muncul pertama kali sekitar 8.200
tahun lampau. Sementara jenis japonica dan indica terpisah satu sama
lain sekitar 3.900 tahun lalu.
Hasil studi ini konsisten dengan bukti arkeologi yang memperlihatkan budi
daya padi pertama kali terjadi di Lembah Yangtse, Cina, sekitar 8.0009.000 tahun lalu sementara budi daya padi di sekitar Sungai Gangga baru
terjadi sekitar 4.000 tahun lalu.
"Ketika padi dibawa dari Cina ke India oleh pedagang dan petani yang
bermigrasi, terjadi persilangan antara padi asli dengan padi liar India,"
ujar ahli biologi dari Universitas New York, Michael Purugganan. "Sehingga
budi daya padi yang sebelumnya diperkirakan bermula di India ternyata
berasal dari Cina."
Menurut Profesor Biologi dari Universitas Washington, Mary-Dell Chilton,
studi ini menunjukkan pemikiran baru bisa didapatkan melalui gabungan
ilmu genetika, informatika, dan pemodelan. Ia juga mengatakan,
penelitian filogenesis padi sangat penting karena tanaman ini
berhubungan langsung dengan penyebaran manusia di seluruh Asia.
PHYSORG | ANTON WILLIAM

SELASA, 12 APRIL 2011 | 21:15 WIB


Diteropong Dengan Sinar X, Panen Padi Meningkat
TEMPO Interaktif, Wuhan - Pemindai computed tomography(CT) sinar-X
biasanya digunakan untuk mengetahui apakah pasien memiliki tumor
atau gumpalan darah. Namun, di laboratorium Dr Quin Liu di Wuhan, Cina,
pasiennya bukan manusia, melainkan tanaman padi. Penggunaan
pemindai CT dalam studi pertanian itu dilakukan untuk meningkatkan
hasil panen padi.
Peneliti meletakkan pot tanaman padi di atas conveyor belt di bawah
pemindai yang beroperasi secara otomatis. Dalam sehari, fasilitas itu
dapat
memproses
4.320
tanaman
padi.
Energi pemindai yang tidak merusak tanaman padi itu digunakan untuk
menganalisis dan mencocokkan sifatnya dengan sebuah program
komputer untuk membantu pemulia padi dalam menyeleksi tanaman
dengan bibit padi terbaik. Bibit unggul akan sangat menentukan hasil
panen kelak.
Dengan estimasi 3 miliar orang di seluruh dunia bergantung pada salah
satu dari banyak spesies padi sebagai makanan pokoknya, para pemulia
padi menghadapi tekanan tinggi untuk menciptakan tanaman dengan
hasil panen maksimal. "Dalam pengembangan bibit padi, sangat penting
untuk memonitor dan menganalisis dengan akurat sifat bibit yang
dihasilkan lewat hibridisasi atau mutasi," kata Dr Liu. "Metode
pengembangan tanaman pangan modern menggunakan organisme yang
dimodifikasi secara genetika memungkinkan kami memproduksi ratusan
varietas baru setiap hari.
Dr Liu mengatakan lembaga pemuliaan padi memerlukan teknik baru
yang efisien untuk menyaring material tumbuhan sebaik mungkin.
"Pemilihan benih otomatis menggunakan pemindai CT memberikan hasil
yang lebih tinggi, pengukuran lebih akurat, dan biaya yang lebih murah
ketimbang teknologi lain yang sebelumnya dipakai untuk mengukur bibit
pada tanaman padi," ujarnya.
Berbeda dengan tanaman pangan lain, proses pemilihan bibit padi masih
dikerjakan dengan tangan. Kesuksesan tanaman padi itu rentan terhadap
kesalahan manusia. Dalam studi itu, Dr Liu bekerja sama dengan
Wanneng Yang, Xiochun Xu, Lingfeng Duan, Qingming Luo, Shangbin
Chen, dan Shaoqun Zeng di Britton Chance Center for Biomedical
Photonics, Wuhan National Laboratory for Optoelectronics-Huazhong
University of Science and Technology. SCIENCEDAILY | TJANDRA

Anda mungkin juga menyukai