batang dan duri pada tanaman sagu. Orang Sentani menyebut jenis-jenis
sagu tersebut adalah rando, para, yepah, folo, monggin, ruruna, yakalope,
manno dan panne. Masing-masing jenis sagu ini ada yang berkualitas baik
dan ada yang hasilnya kurang baik. Misalnya sagu jenis para merupakan
sagu yang memiliki kualitas baik sehingga lebih banyak dikhususkan bagi
pembayaran anak perempuan.
Sedangkan sagu jenis yepah juga merupakan salah satu jenis sagu dengan
kualitas baik yang sering dimanfaatkan pada acara-acara besar saja.
Sedangkan sagu jenispanne adalah jenis pohon sagu yang tinggi besar tetapi
jika dipanen hasilnya kurang begitu bagus dan tidak banyak menghasilan pati
sagu. Oleh sebab itu bagi orang Sentani sagu jenis ini lebih banyak
dimanfaatkan untuk mengasilkan jamur sagu dan ulat sagu.
Pemanfaatan Tanaman Sagu Oleh Orang Sentani
Secara keseluruhan komponen tanaman sagu terdiri dari batang, daun dan
pelepa daun yang merupakan komponen tanaman sagu. Di Kabupaten
Jayapura, ketiga komponen dari tanaman sagu dalam pengelolaannya
masing-masing dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
1. Daun Sagu
Dalam kalangan penduduk Kabupaten Jayapura, pemanfaatan daun sagu
biasanya dijadikan sebagai atap rumah. Biasanya daun yang dikumpulkan
adalah daun sagu yang sudah cukup tua. Daun tersebut kemudian dijemur
hingga kering dan dijahit meyerupai atap rumah dengan tali rotan dan jenis
bamboo yang khusus digunakan dalam membuat atap rumah.
2. Pelepa Daun Sagu
Pelepa daun atau dalam bahasa sehari-hari disebut dengan gabah adalah
merupakan komponen lain dari tanaman sagu yang juga sering dimanfaatkan
oleh masyarakat setempat. Secara umum gabah dimanfaatkan oleh
penduduk lokal sebagai bahan bangunan khususnya bagi pembuatan dinding
rumah.
3. Batang Sagu
Batang sagu merupakan komponen utama dari seluruh komponen tanaman
sagu dan yang paling sering dimanfaatkan oleh penduduk lokal Jayapura.
Sebab didalam batang sagu terdapat serat yang banyak mengandung pati
sagu dan dijadikan sebagai makanan pokok/bahan makanan lokal. Selain itu
batang pohon sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai tiang atau balok
jembatan
Teknik Pengolahan Sagu Pada Orang Sentani
Untuk memperoleh tepung sagu bukanlah suatu hal yang mudah, untuk itu
diperlukan waktu dan tenaga ekstra dan juga memerlukan alat yang khusus
pula. Proses awalnya dimulai dengan pemilihan pohon sagu yang usianya
sudah cukup siap untuk dipanen. Biasanya usia pohon yang siap untuk
dipanen pada usia 15 tahun. Setelah pemilihan pohon maka langkah
selanjutnya adalah dilakukannya pembersihan tanaman/batang pohon sagu
dari sisa-sisa pelepa daun dan tanamah lain yang tumbuh disekitar pohon
sagu atau disekeliling batang pohon dan selanjutnya dilakukan penebangan.
Pohon sagu yang telah ditebang kemudian dikupas kulitnya sampai terlihat
serat (empulur) yang didalamnya mengandung pati sagu. Serat atau empulur
tersebut kemudian diambil untuk kemudian diproses hingga menghasilkan
tepung sagu. Untuk mengambil empulur biasanya dilakukan dengan
memangkur atau dalam bahasa sehari-hari disebut menokok agar
memisahkan empulur tersebut dari dalam batang pohon sagu. Pada saat
proses pengambilan empulur dilakukan bersamaan dengan itu dibuatkan
tempat peremasan untuk menaruh empulur.
Serat atau empulur yang telah diambil dari batang pohon sagu kemudian
dimasukkan kedalam tempat peremasan dan diaduk dengan air sehingga
terjadi pemisahan antara pati sagu dengan empulur tersebut. Pati sagu yang
terpisah akan terbawa oleh air kedalam wadah yang telah disediakan dan
dibiarkan hingga mengendap. Hasil endapat pati sagu yang terdapat didalam
wadah itulah yang kemdudian diambil menjadi tepung sagu yang siap diolah
menjadi makanan pokok penduduk lokal Jayapura.
Pekerjaan pemanenan tanaman sagu ini biasanya dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan, dimana laki-laki lebih kepada pekerjaan penebangan dan
pengambilan empulur. Sedangkan peremapuan lebih kepada pekerjaan
peremasan untuk mendapatkan pati sagu. Untuk melakukan pekerjaan
pemanenan sagu biasanya dikerjakan paling kurang satu minggu atau lebih
untuk menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan tersebut.
Peralatan Pengolahan Sagu Orang Sentani
kalau ada yang mengaku kalau ia pernah makan papeda, hal itu berarti
papeda dicampur (mix) dengan menu yang lain.
Saya tidak tahu bagaimana cara menyajikanya di Malaysia, Brunai atau di
Sulawesi Selatan. Namun kebiasaan untuk masyarakat Maluku dan Papua,
papeda disajikan bersama menu lain kuah ikan kuning dan ikan bakar atau
goreng. Walaupun dapat dimix dengan menu yang lain, namun yang saya
tahu, khususnya untuk masyarakat Maluku, papeda dipasangkan dengan
(sayur) kuah ikan kuning, ini adalah pasangan yang tepat dan menjadi
kegemaran banyak orang .
Tepung sagu yang dipilih utuk membuat papeda harus yang baik, karna dapat
menentukan kualitas papeda itu sendiri. Tapi bukan tepung sagu yang dijual di
super market. Setahu saya, kualitas papeda yang saya makan berasal dari
tepung sagu berwarna putih bersih yang agak basah dan padat, artinya tidak
sehalus tepung sagu yang dijual di supermarket. Tepung sagu yang saya
kenal itu ditempatkan dalam satu wadah yang juga terbuat dari daun sagu,
yang dinamakan tumang.
Cara membuat papeda walau kelihatannya mudah, tetapi tidak sembarang
orang bisa melakukannya. Kalau sampai salah menakar, papeda yang
dihasilkan terlalu cair. Biasanya tepung sagu dicairkan terlebih dahulu dengan
air secukupnya (kadang dikasih gula dan garam juga). Setelah itu, gunakan
air panas (mendidih) untuk dilarutkan ke tepung sagu yang sudah dicairkan
tersebut. Pada saat air panas dituangkan, perlahan-lahan diaduk sehingga
sagu matang secara merata.
http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2012/02/04/papeda-makanan-khasyang-unik-432925.html
Setelah hidangan pelengkap lain telah tersedia, papeda juga siap untuk
disantap. Nah cara mengambil papeda dari tempatnya untuk dipindahkan ke
piring tentu saja memerlukan cara tersendiri. Tidak bisa menggunakan
sendok, seperti mengambil kuah dari wadahnya. Biasanya papeda digulung
berulang-ulang dengan dua belah sumpit bambu hingga terpisah dari
gumpalan papeda utama untuk dipindahkan ke piring makan. Setelah dirasa
cukup, papeda di piring ditambahkan dengan kuah ikan kuning secukupnya,
ikan kuning itu sendiri atau ikan bakar yang ada. Papeda sendiri tidak
memilki rasa, oleh karena itu sangat ditentukan dengan kelezatan Kuah ikan
kuning. Inilah kunci dari hindangan papeda sesungguhnya.
Nah bagian paling seru adalah cara menyantapnya. Banyak orang yang tidak
biasa, mungkin berpikir untuk menggunakan sendok seperti biasanya.
Memang tidak ada yang malarang, namun penduduk asli Maluku atau Papua
tidak akan menggunakan cara tersebut. Papeda yang sudah dicampur
dengan kuah ikan kuning akan disedot perlahan-lahan dari ujung (pinggir)
piring, sambil meminum kuah ikan kuning. Aneh ya ? Tapi itu cara mereka
menyantapnya.
O yaa, papeda jangan dijadikan makanan utama atau tunggal kecuali bagi
mereka yang sudah terbiasa, apalagi untuk mempertahankan rasa kenyang.
Karena selang beberapa jam kemudian anda akan merasa lapar kembali.
Setelah menyantap papeda secukupnya, anda boleh beralih ke jenis
makanan lain untuk melengkapi kebutuhan perut anda.
Ingin mencoba ?
1 Votes
Bahan:
1000 cc air
Cara Membuat:
Tuang air yang sudah mendidih ke dalam larutan tepung sagu, aduk perlahan
sehingga sagu matang merata
Papeda dikatakan sudah matang jika sudah berwarna bening jika masih
belum merata matangnya adonan bisa dimasak di atas api kecil sambil terus
diaduk
1/2 kg ikan tongkol, bersihkan dan rendam dengan jeruk nipis dan garam
kemangi, siangi
3 buah kemiri
2 cm jahe
2 cm kunyit
Cara membuatnya :
Tumis bumbu yang sudah dihaluskan beserta sereh dan salam hingga harum
dan matang
Masukkan ikan, garam, gula dan cabe rawit, masak hingga ikan matang
Selamat Mencoba.