Anda di halaman 1dari 14

Sejarah Tanaman Sagu Orang Sentani

Sejarah persebaran tanaman sagu, menurut asal muasalnya tanaman sagu


merupakan tanaman asli yang berasal dari Pulau Papua. Perjalan
perserbaran tanaman sagu dari pusat kepala burung dimulai dengan melalui
dua arah, yaitu ke barat dan ke timur. Persebaran ke arah barat melalui
wilayah kepulauan Maluku, Ternate dan sampai ke Pulau Sumatera.
Persebarannya ke arah timur dimulai dari kepala burung lalu melewati wilayah
pesisir pantai dan rawa-rawa. Namun sepanjang pendistribusiannya melewati
daerah-daerah tersebut (arah barat dan timur) ditemukan hampir kebanyakan
tempat tidak cocok untuk ditanam tanaman sagu. Maksudnya tidak cocok
dalam artian tanaman sagu dapat tumbuh pada sebagian daerah pesisir
Papua namun jumlahnya dan jenisnya tidak begitu banyak.
Dari seluruh daerah yang menjadi persebaran tanam sagu (arah barat
maupun timur) hanya terdapat dua tempat yang cocok diarah bagian timur
untuk budi daya tanaman sagu, yaitu Sarmi dan Sentani. Pada kenyataannya
kedua tempat inilah yang paling banyak dijumpai tanaman sagu dengan
berbagai jenis.
Tanaman Sagu Dalam Kebudayaan Suku Sentani.
Dalam tatanan sistem mata pencaharian orang Sentani, mengenal tiga usaha
pokok, yaitu memancing ikan di danau, meramu sagu, dan berladang. Pada
setiap usaha pokok mata pencaharian tersebut diserahkan urusannya kepada
masing-masing marga yang diberi kepercayaan untuk mengerjakannya.
Khusus dalam urusan sagu diserahkan kepada marga Mokay.
Dalam urusan pengelolaan sagu pada sistem mata pencaharian Suku Sentani
dikerjakan sepenuhnya oleh marga Mokay dengan memanjatkan ritual-ritual
khusus. Sagu sebelum ditanam oleh marga lain terlebih dahulu mengundang
salah satu orang dari marga Mokay untuk mendahului penenaman untuk
memperlancar pertumbuhan sagu. Untuk hasil panen pun harus dilakukan
terlebih dahulu dengan mengundang orang dari marga Mokay untuk terlebih
dahulu melakukan pengambilan empulur. Tujuan dari keterlibatan marga
Mokay adalah agar pohon sagu yang ditanam dapat bertumbuh dan
menghasilkan empulur yang banyak pula.
Tanaman sagu menurut orang Sentani dikenal dalam beberapa jenis yang
menjadi andalan secara khusus pada acara-acara adat dan paling sering
dikonsumsi. Jenis-jenis tersebut dibedakan berdasarkan daun, isi empulur,

batang dan duri pada tanaman sagu. Orang Sentani menyebut jenis-jenis
sagu tersebut adalah rando, para, yepah, folo, monggin, ruruna, yakalope,
manno dan panne. Masing-masing jenis sagu ini ada yang berkualitas baik
dan ada yang hasilnya kurang baik. Misalnya sagu jenis para merupakan
sagu yang memiliki kualitas baik sehingga lebih banyak dikhususkan bagi
pembayaran anak perempuan.
Sedangkan sagu jenis yepah juga merupakan salah satu jenis sagu dengan
kualitas baik yang sering dimanfaatkan pada acara-acara besar saja.
Sedangkan sagu jenispanne adalah jenis pohon sagu yang tinggi besar tetapi
jika dipanen hasilnya kurang begitu bagus dan tidak banyak menghasilan pati
sagu. Oleh sebab itu bagi orang Sentani sagu jenis ini lebih banyak
dimanfaatkan untuk mengasilkan jamur sagu dan ulat sagu.
Pemanfaatan Tanaman Sagu Oleh Orang Sentani
Secara keseluruhan komponen tanaman sagu terdiri dari batang, daun dan
pelepa daun yang merupakan komponen tanaman sagu. Di Kabupaten
Jayapura, ketiga komponen dari tanaman sagu dalam pengelolaannya
masing-masing dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
1. Daun Sagu
Dalam kalangan penduduk Kabupaten Jayapura, pemanfaatan daun sagu
biasanya dijadikan sebagai atap rumah. Biasanya daun yang dikumpulkan
adalah daun sagu yang sudah cukup tua. Daun tersebut kemudian dijemur
hingga kering dan dijahit meyerupai atap rumah dengan tali rotan dan jenis
bamboo yang khusus digunakan dalam membuat atap rumah.
2. Pelepa Daun Sagu
Pelepa daun atau dalam bahasa sehari-hari disebut dengan gabah adalah
merupakan komponen lain dari tanaman sagu yang juga sering dimanfaatkan
oleh masyarakat setempat. Secara umum gabah dimanfaatkan oleh
penduduk lokal sebagai bahan bangunan khususnya bagi pembuatan dinding
rumah.
3. Batang Sagu
Batang sagu merupakan komponen utama dari seluruh komponen tanaman
sagu dan yang paling sering dimanfaatkan oleh penduduk lokal Jayapura.
Sebab didalam batang sagu terdapat serat yang banyak mengandung pati

sagu dan dijadikan sebagai makanan pokok/bahan makanan lokal. Selain itu
batang pohon sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai tiang atau balok
jembatan
Teknik Pengolahan Sagu Pada Orang Sentani
Untuk memperoleh tepung sagu bukanlah suatu hal yang mudah, untuk itu
diperlukan waktu dan tenaga ekstra dan juga memerlukan alat yang khusus
pula. Proses awalnya dimulai dengan pemilihan pohon sagu yang usianya
sudah cukup siap untuk dipanen. Biasanya usia pohon yang siap untuk
dipanen pada usia 15 tahun. Setelah pemilihan pohon maka langkah
selanjutnya adalah dilakukannya pembersihan tanaman/batang pohon sagu
dari sisa-sisa pelepa daun dan tanamah lain yang tumbuh disekitar pohon
sagu atau disekeliling batang pohon dan selanjutnya dilakukan penebangan.
Pohon sagu yang telah ditebang kemudian dikupas kulitnya sampai terlihat
serat (empulur) yang didalamnya mengandung pati sagu. Serat atau empulur
tersebut kemudian diambil untuk kemudian diproses hingga menghasilkan
tepung sagu. Untuk mengambil empulur biasanya dilakukan dengan
memangkur atau dalam bahasa sehari-hari disebut menokok agar
memisahkan empulur tersebut dari dalam batang pohon sagu. Pada saat
proses pengambilan empulur dilakukan bersamaan dengan itu dibuatkan
tempat peremasan untuk menaruh empulur.
Serat atau empulur yang telah diambil dari batang pohon sagu kemudian
dimasukkan kedalam tempat peremasan dan diaduk dengan air sehingga
terjadi pemisahan antara pati sagu dengan empulur tersebut. Pati sagu yang
terpisah akan terbawa oleh air kedalam wadah yang telah disediakan dan
dibiarkan hingga mengendap. Hasil endapat pati sagu yang terdapat didalam
wadah itulah yang kemdudian diambil menjadi tepung sagu yang siap diolah
menjadi makanan pokok penduduk lokal Jayapura.
Pekerjaan pemanenan tanaman sagu ini biasanya dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan, dimana laki-laki lebih kepada pekerjaan penebangan dan
pengambilan empulur. Sedangkan peremapuan lebih kepada pekerjaan
peremasan untuk mendapatkan pati sagu. Untuk melakukan pekerjaan
pemanenan sagu biasanya dikerjakan paling kurang satu minggu atau lebih
untuk menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan tersebut.
Peralatan Pengolahan Sagu Orang Sentani

Untuk menenebang pohon sagu biasanya digunakan kampak, yang juga


digunakan untuk menguliti kulit batang pohon sagu. Sedangkan untuk
menokok digunakan alat penokok yang terbuat dari dari kayu dan dikat
dengan rotan. Ujuang alat penokok sagu dibuat dari satu gelang besi agar
dapat menghancurkan empulur batang. Namun saat ini seiring dengan
perkembangan teknologi alat penokok ini sudah jarang digunakan.
Masyarakat lebih memilih menggunakan mesin parut yang didesain khusus
untuk melakukan pemarutan terhadap empulur sagu. Alasan memilih mesin
parut adalah karena dengan menggunkan alat ini maka pekerjaan mengambil
empulur menjadi lebih cepat selesai dan lebih hemat waktu dan energy.
Sebab dengan menggunkan alat penokok tradisional lebih banyak terjadi
pemborosan waktu dan tenaga dan juga penyelesaian pekerjaan menjadi
lebih lama.
http://sosbud.kompasiana.com/2014/06/25/pengelolaan-sagu-pada-orang-sentani669058.html

Anda mungkin pernah mendengar makanan ini, tapi pernahkah anda


membayangkan bagaimana bentuknya ? Bagi anda yang belum tahu,
mungkin anda bisa membayangkan kanji. Tahu kan tepung kanji yang
dikasih air panas ? Kira-kira gimana bentuknya ? Seperti Lem bukan ? Kalau
lem itu anda makan gimana rasanya ? heheh. Aneh pasti ya ?
Maka dari itu, dulu pernah ada joke kalau orang ambon dilarang masuk
kantor post. Lha kok bisa ? Soalnya lem surat dan perangko yang disedikan
di kantor post nanti dikira papeda. Hahaha.
Bahan utama papeda adalah berasal dari tepung sagu yang tentunya berasal
dari pohon sagu juga. Nah, sagu ini sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia bagian timur, khususnya Maluku dan Papua. Tapi ternyata juga
dikenal oleh masyarakat rumpun melayu yang lain, seperti Malaysia dan
Brunai. Bahkan makanan yang disebut papeda ini, dikenal juga di sana
dengan nama Linut. Selain itu, di Sulawesi Selatan, khususnya masyarakat
daerah Luwu (Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur),
papeda dikenal dengan namaKapurung.
Walupun mungkin aneh bagi anda, bagi saya makanan ini cukup lezat
disantap. Gimaan lezatnya, kalau makannya hanya begitu saja ? Ya memang,
kalau hanya pepedanya doang, siapa juga yang mau. Jadi menurut saya,
sajian papeda itu tidak bisa dipisahkan dari menu pelengkapnya. Sehingga

kalau ada yang mengaku kalau ia pernah makan papeda, hal itu berarti
papeda dicampur (mix) dengan menu yang lain.
Saya tidak tahu bagaimana cara menyajikanya di Malaysia, Brunai atau di
Sulawesi Selatan. Namun kebiasaan untuk masyarakat Maluku dan Papua,
papeda disajikan bersama menu lain kuah ikan kuning dan ikan bakar atau
goreng. Walaupun dapat dimix dengan menu yang lain, namun yang saya
tahu, khususnya untuk masyarakat Maluku, papeda dipasangkan dengan
(sayur) kuah ikan kuning, ini adalah pasangan yang tepat dan menjadi
kegemaran banyak orang .

Sagu didalam tumang - google

Tepung sagu yang dipilih utuk membuat papeda harus yang baik, karna dapat
menentukan kualitas papeda itu sendiri. Tapi bukan tepung sagu yang dijual di
super market. Setahu saya, kualitas papeda yang saya makan berasal dari
tepung sagu berwarna putih bersih yang agak basah dan padat, artinya tidak
sehalus tepung sagu yang dijual di supermarket. Tepung sagu yang saya
kenal itu ditempatkan dalam satu wadah yang juga terbuat dari daun sagu,
yang dinamakan tumang.
Cara membuat papeda walau kelihatannya mudah, tetapi tidak sembarang
orang bisa melakukannya. Kalau sampai salah menakar, papeda yang
dihasilkan terlalu cair. Biasanya tepung sagu dicairkan terlebih dahulu dengan
air secukupnya (kadang dikasih gula dan garam juga). Setelah itu, gunakan
air panas (mendidih) untuk dilarutkan ke tepung sagu yang sudah dicairkan
tersebut. Pada saat air panas dituangkan, perlahan-lahan diaduk sehingga
sagu matang secara merata.
http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2012/02/04/papeda-makanan-khasyang-unik-432925.html

Cara mengabil Papeda - Google

Setelah hidangan pelengkap lain telah tersedia, papeda juga siap untuk
disantap. Nah cara mengambil papeda dari tempatnya untuk dipindahkan ke
piring tentu saja memerlukan cara tersendiri. Tidak bisa menggunakan
sendok, seperti mengambil kuah dari wadahnya. Biasanya papeda digulung
berulang-ulang dengan dua belah sumpit bambu hingga terpisah dari
gumpalan papeda utama untuk dipindahkan ke piring makan. Setelah dirasa
cukup, papeda di piring ditambahkan dengan kuah ikan kuning secukupnya,
ikan kuning itu sendiri atau ikan bakar yang ada. Papeda sendiri tidak
memilki rasa, oleh karena itu sangat ditentukan dengan kelezatan Kuah ikan
kuning. Inilah kunci dari hindangan papeda sesungguhnya.
Nah bagian paling seru adalah cara menyantapnya. Banyak orang yang tidak
biasa, mungkin berpikir untuk menggunakan sendok seperti biasanya.
Memang tidak ada yang malarang, namun penduduk asli Maluku atau Papua
tidak akan menggunakan cara tersebut. Papeda yang sudah dicampur
dengan kuah ikan kuning akan disedot perlahan-lahan dari ujung (pinggir)
piring, sambil meminum kuah ikan kuning. Aneh ya ? Tapi itu cara mereka
menyantapnya.
O yaa, papeda jangan dijadikan makanan utama atau tunggal kecuali bagi
mereka yang sudah terbiasa, apalagi untuk mempertahankan rasa kenyang.
Karena selang beberapa jam kemudian anda akan merasa lapar kembali.
Setelah menyantap papeda secukupnya, anda boleh beralih ke jenis
makanan lain untuk melengkapi kebutuhan perut anda.
Ingin mencoba ?

Papeda Khas Papua


7 Oktober, 2013 pukul 10:49 am Filed under Khas Daerah
https://cuek.wordpress.com/2013/10/07/papeda-khas-papua/

1 Votes

Bahan:

100 gr tepung sagu

1000 cc air

1/2 sdt garam

1/2 sdt gula

Cara Membuat:

Cairkan tepung sagu dengan 300 ml air

Tambahkan garam dan gula

Didihkan sisa air

Tuang air yang sudah mendidih ke dalam larutan tepung sagu, aduk perlahan
sehingga sagu matang merata

Papeda dikatakan sudah matang jika sudah berwarna bening jika masih
belum merata matangnya adonan bisa dimasak di atas api kecil sambil terus
diaduk

Jika sudah bening angkat dan sajikan hangat.

Ikan Kuah Kuning Sebagai Pelengkap Papeda


Bahan :

1/2 kg ikan tongkol, bersihkan dan rendam dengan jeruk nipis dan garam

1 buah jeruk nipis, peras

kemangi, siangi

cabe rawit hijau, buang batangnya

2 sdm minyak untuk menumis

1 batang sereh, memarkan

2 lembar daun salam

600 ml air matang

Bumbu yang dihaluskan:

2 siung bawang putih

4 buah bawang merah

3 buah kemiri

2 cm jahe

2 cm kunyit

1 sdm gula pasir

1 sdt sdm garam

Cara membuatnya :

Tumis bumbu yang sudah dihaluskan beserta sereh dan salam hingga harum
dan matang

Tambahkan air matang, masak hingga mendidih

Masukkan ikan, garam, gula dan cabe rawit, masak hingga ikan matang

Sesaat sebelum masakan diangkat, tambahkan daun kemangi dan jeruk


nipis, aduk rata

Sajikan sebagai pelengkap papeda

Selamat Mencoba.

SAGU sangat penting bagi orang Asmat, menurut adat setempat


Pohon sagu memiliki cerita sejarah asal-usul. Dari Ke-12 rumpun di
Asmat masing-masing memiliki cerita Mitos asal-usul sagu secara
berbeda. Namun inti mitos 12 rumpun tersebut sama. Yaitu Penemu
pohon sagu di Asmat adalah Beweripits.

Berikut ini merupakan salah satu cerita rakyat diambil dari


rumpun Bismam Asmat. Seperti yang dikisahkan oleh sejumlah
penulis cerita rakyat orang asmat, pada zaman dahulu di kali Pets
hiduplah seorang Biwiripits (pria tampan dan gagah perkasa). Dan
istrinya bernama Teweraut (wanita cantik, molek dan lemah
gemulai). Biwiripits dan Teweraut hidup bersama saudarasaudaranya dan mereka tidak mengenal sagu, sebelumnya. Mereka
hanya makan ikan, pucuk nipah, buah nipah, siput dan kepiting
(keraka) yang menjadi makanan pokok seharian mereka.

Suatu hari Biwiripits bermimpi menemui sejenis pohon palma yang


berduri di tengah hutan. Dalam mimpinya, Dia bersama istrinya
menebang pohon palma itu. Lalu menokok serta mengolah sari
tepungnya dan memakan tepung itu dan hasilnya lezat. Setelah
terbangun dari tidurnya, dia teringat dan termenung merenungkan
isi mimpinya.

Keesokan harinya, Biwiripits pergi (sendirian) ke hutan mencari


pohon impiannya. Setiap kali ia pulang seusai mencari pohon
tersebut, ia selalu merahasiakan kepada istri dan saudarasaudarinya. Satu hari, Teweraut mendekatinya untuk menanyakan
maksud kepergiannya. Namun ia sama sekali tidak mau
menceritakan hal tersebut kepada siapapun, sampai suatu hari Ia
berhasil menemukan pohon impiannya. Keadaan itu berlangsung
terus menerus sehingga istrinya merasa jengkel. Kejengkelan
mereka karena kuatir suaminya bisa mendapat musibah. Lagipula
Biwiripits tidak mau istrinya mengikutinya. Maka Biwiripits bertujuan
untuk mengelabuhi istrinya dengan cara (Biwiripits) pindah ke adat
Jew. Di rumah Jew Ia bertingkah dan berbuat seakan-akan tidak
pernah keluar dari Jew.

Suatu hari, Biwiripits ke hutan lagi. Di tengah hutan ia menginjak


duri sagu sehingga kakinya terasa sakit. Setelah pulang ke rumah,
ia mengambil Taf (duri ikan kakap). Biwiripits yakin bahwa duri yang
menusuk kakinya adalah duri pohon impiannya. Kemudian duri (Taf)
tersebut di bawah ke hutan dan ditanam kembali ke lumpur.
Keesokan paginya Biwiripits pergi menengok ke tempat duri
diletakkan, ternyata di tempat itu telah ditumbuhi sebatang pohon
palma berduri sesuai impiannya ketika berpimpi. Akhirnya Biwiripits
melompat kegirangan.

Biwiripits lekas pulang ke rumah dan memberitahu kepada istri dan


saudara-saudaranya untuk menyiapkan peralatan sesuai dalam
mimpinya. Setelah semuanya sudah siap, berangkatlah mereka ke
tempat pohon sagu yang tumbuh. Biwiripits menebang pohon
tersebut. Setelah pohon itu tumbang, duri-durinya yang melakat
pada pohon tersebut dibersihkan, dikupas kulitnya dan ditokok serta
sari tepungnya diramas sesuai petunjuk mimpi). Hasilnya diisi
dalam noken yang dibawah oleh Biwiripits dan keluarganya. Karena
noken Biwiripits terlalu penuh dan berat, sehingga ketika pulang
Biwiripits tergelincir pada pada titian kayu setapak di tengah jalan.
Akhirnya Biwiripits tertanam dalam lumpur sebatas leher, istri dan
saudara-saudaranya berusaha mengangkatnya. Namun usaha
keluarganya sia-sia belaka. Maka Biwiripits berpesan kepada
mereka: biarlah kamu pulang dahulu ke rumah. Mendengar pesan
tersebut, mereka semua berpulang ke rumah sambil meratapi nasib
Biwiripits.

Keesokan harinya mereka ke hutan lagi untuk mengetahui keadaan


Biwiripits, setibanya di sana mereka tidak melihat Biwiripits. Mereka
hanya melihat pohon-pohon sagu disekitar dimana tempat Biwiripits
tertanam. Biwiripits berubah menjadi pohon sagu.
Sejak itulah, orang Asmat mengenal dan memakan sagu (Ambas,
Amos atau amsa) sebagai makanan pokok bagi orang asmat.

Sumber : [Willem Bobi/Tabloid Jubi]


http://galerianakpapua.blogspot.com/2012/06/asal-mula-pohon-sagu.html?
m=1

Anda mungkin juga menyukai