0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
28 tayangan3 halaman
Dokumen ini membahas tentang pemberontakan orang Tionghoa di Jawa pada tahun 1740-1741 melawan kekejaman VOC. Pemberontakan ini dipicu oleh pembantaian besar-besaran terhadap orang Tionghoa di Batavia pada 1740 oleh Gubernur Jenderal VOC. Pemberontakan ini kemudian meluas ke seluruh pulau Jawa dengan dukungan dari Kerajaan Mataram. Pasukan Tionghoa dan Mataram melakukan serangan ter
Dokumen ini membahas tentang pemberontakan orang Tionghoa di Jawa pada tahun 1740-1741 melawan kekejaman VOC. Pemberontakan ini dipicu oleh pembantaian besar-besaran terhadap orang Tionghoa di Batavia pada 1740 oleh Gubernur Jenderal VOC. Pemberontakan ini kemudian meluas ke seluruh pulau Jawa dengan dukungan dari Kerajaan Mataram. Pasukan Tionghoa dan Mataram melakukan serangan ter
Dokumen ini membahas tentang pemberontakan orang Tionghoa di Jawa pada tahun 1740-1741 melawan kekejaman VOC. Pemberontakan ini dipicu oleh pembantaian besar-besaran terhadap orang Tionghoa di Batavia pada 1740 oleh Gubernur Jenderal VOC. Pemberontakan ini kemudian meluas ke seluruh pulau Jawa dengan dukungan dari Kerajaan Mataram. Pasukan Tionghoa dan Mataram melakukan serangan ter
Oktober 1740 , awalnya VOC mulai menetapkan kuota bagi imigram Tionghoa yang masuk ke Batavia dengan pajak 15 ringgit per kepala. VOC mulai menekan orang Tionghoa setelah ini. Pada saat perayaan imlek Februari 1740 VOC merazia orang Tionghoa secara besar-besaran. Sekitar 100 orang Tionghoa ditahan oleh VOC. Akhirnya orang Tionghoa mulai melakukan semacam demonstrasi sekitar 1000 orang berkumpul di depan pabrik gula dipimpin oleh Kapiten Sepanjang Tan Wan Soey. Situasi Batavia pun memburuk dan pos-pos VOC diserang di Meester Cornelis dan De Qual. Puncaknya, pada tanggal 10 Oktober dimana Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier memerintahkan membantai orang Tionghoa tanpa pandang bulu. Dalam 2 hari pembantaian sekitar 7000-10000 orang yang meninggal. Hal ini menimbulkan reaksi pada keesokan harinya. Sebanyak 3000 pasukan Tionghoa menyerbu Benteng Kompeni di Tangerang dan memakan korban yang sangat banyak antara VOC dan Tionghoa. Ketika mendengar adanya pembantaian di Batavia, semua VOC di kotakota di Pulau Jawa bersiaga seperti di Semarang, Tangerang, dll. Akhir 1740 pengungsi Tionghoa yang berhasil lolos dari pembantaian Batavia tiba di Lasem. Mereka ditolong oleh priayi putra mantan Bupati Lasem, Raden Panji Margana. Demak di peralat VOC untuk menghabisi Tionghoa pasukan Tionghoa dalam jumlah besar muncul dipimpin oleh Singseh. Bupati Demak Wirasastro diminta menumpas pasukan Tionghoa. Dia enggan sebetulnya memimpin pasukan. Setelah berada dalam jarak yang dekat dengan pasukan Tionghoa dia hanya melepas 3 kali tembakan lalu mundur dari pertempuran. Diduga Wirasastro sudah menghadap Patih Notokusumo yang bersimpati terhadap perjuangan rakyat Tionghoa. Patih Notokusumo inilah nanti yang membantu pasukan Sepanjang dalam melawan VOC. Serangan laskar Tionghoa ke Tugu sebelah barat Semarang, pasukan Tionghoa dari Batavia sudah bergabung dengan pasukan Tionghoa di Welahan. Kompeni pun meminta Bupati Demak untuk
mengirim 300 penembak dan 700 penombak untuk menghadapi laskar
Tionghoa yang berulangkali menyusup lewat laut kearah Kaliwungu sebelah barat Semarang. Ada juga pasaukan Tionghoa yang berhasil menyusup dalam jumlah yang besar dan mendarat di Kaliwungu dengan menumpang 70 perahu. Kompeni juga mengerahkan pasukan Eropa dan Bumiputera ditambah pasukan dari Bupati Surabaya tetapi mereka akhirnya meninggalkan medan pertempuran. Kompeni harus bertempur sendirian. Kompeni mundur dan bertahan di sekitar Bukit Bergota. Meski terdesak dengan korban tujuh orang tewas dan 19 lainnya terluka, Kompeni berhasil memukul mundur serangan frontal laskar Tionghoa dan mundur ke kota Semarang. Setelah itu banyak kota-kota di Jawa Tengah yang sudah dikepung oleh laskar Tionghoa. Konflik Mataram dan Kompeni, tanggal 20 Juli 1741 pasukan Mataram menyerang Benteng Kompeni di Kartasura. Tercatat 10 prajurit Kompeni tewas di dalam dan di sekitar benteng. Konflik terbuka Kerajaan Mataram dan VOC pun dimulai. Pasukan Tionghoa pun pergi Kartasura dan bergabung dengan pasukan Mataram mengepung benteng Kompeni. Panglima Tionghoa yang dipercaya adalah Singseh, Leyang, Etik, dan Epo. Pemimpin pasukan dari Batavia adalah Kapiten Sepanjang. Mereka dipercayakan mengoperasikan meriam-meriam Keraton Kartasura untuk menggempur VOC. Awalnya Sunan Pakubuwono II mendukung pasukan Tionghoa untuk melawan VOC dengan menggunakan Keraton Kartasura sebagai tempat bertempur tetapi perintah itu dicabut di awal tahun 1742 dan Pakubuwono II memihak kompeni. Para bangsawan Jawa pun kecewa dan akhirnya mereka membentuk pasukan gabungan Jawa- Tionghoa melawan Kompeni dan Sunan Pakubuwono II. Pengepungan Kota Semarang oleh laskar Tionghoa, pada akhir Agustus 1741, Sunan Pakubuwono II memerintahkan Patih Notokusumo mengirim pasukan membantu laskar Tionghoa mengepung Semarang. Pasukan Kapitan Sepanjang menempati Bukit Bergota, Singseh dan Martapuro menyiapkan pasukan di Terboyo. Sunan Pakubuwono juga meminta para Bupati menyerang pos-pos VOC agar terjadi perang semesta. Pada bulan oktober pasukan Tionghoa sudah menguasai Semarang. Kompeni mengirim pasukan yang dipimpin oleh Hugo Verisjel dan Jan Herman untuk membantu mengatasi perang di Semarang dan wilayah Mataram. Akhirnya pada akhir Oktober 1741 mendekati bulan Ramadhan, pasukan Mataram mulai jenuh dan pasuka Tionghoa juga mulai menurun kewaspadaannya. Benteng kayu di Pecinan Semarang berhasil diserbu Kompeni. Dalam serangan
malam hari oleh Kompeni, Kwee An Say, komandan laskar Tionghoa di