Anda di halaman 1dari 13

DEMAM THYPOID

by: dr Listya Paramita - March 12th, 2011


Demam typhoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu
Salmonella paratyphi. Salmonella adalah kuman gram negatif yang
berflagela, tidak membentuk spora, dan merupakan anaerob fakultatif
yang memfermentasikan glukosa dan mereduksi nitrat menjadi nitrit.
S.typhi memiliki antigen H yang terletak pada flagela, O yang terletak
pada badan, dan K yang terletak pada envelope, serta komponen
endotoksin yang membentuk bagian luar dari dinding sel.
Diagnosis demam typhoid tidak selalu didapatkan setelah semua
kriteria diagnosis terpenuhi, mengingat panjangnya perjalanan
penyakit tersebut. Gejala klinis yang khas dapat menjadi dasar untuk
pemberian terapi empirik sebelum pemeriksaan penunjang lainnya
dilakukan guna mencegah perburukan atau komplikasi lebih lanjut dari
penyakit tersebut. Tidak jarang pula diagnosa demam typhoid
ditegakkan secara eksjuvantibus.
Diagnosis klinis terutama ditandai oleh adanya panas badan, gangguan
saluran
pencernaan,
gangguan
pola
buang
air
besar,
hepatomegali/spleenomegali, serta beberapa kelainan klinis yang lain.
Diagnosis laboratoris kebanyakan di Indonesia memakai tes serologi
Widal, tetapi sensitifitas dan spesifisitasnya sangat terbatas, belum
ada kesepakatan titer dari masing masing daerah. Biakan S. Typhi
merupakan pemeriksaan baku emas, tetapi hasilnya seringkali negatif
dan memerlukan waktu lama, padahal dokter harus segera memberi
pengobatan. Beberapa serodiagnostik lain yang telah dikembangkan
seperti TUBEX, merupakan pemeriksaan Immunoassay yang dapat
mendeteksi anti-salmonella 09 dengan sensitivitas dan spesifisitas
100%.
Tatalaksana demam tifoid masih menganut trilogi penatalaksanaan
yang meliputi : Istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang
(baik simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba.
Pemberian antimikroba diharapkan dapat menurunkan lama sakit dan
kematian. Klorampenikol, ampisilin, amoksisilin dan kotrimoksasol
merupakan obat konvensional yang di beberapa negara melaporkan
kurang efektif sehubung dengan munculnya strain MDR. Flurokuinolon,
sefalosporin dan seftriakson merupakan pilihan lini kedua. Selain itu
diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi
komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.
TRANSMISI DAN FAKTOR RISIKO
Demam typhoid ditularkan atau ditransmisikan kebanyakan melalui
jalur fecal-oral. Penyebaran demam typhoid dari orang ke orang sering

terjadi pada lingkungan yang tidak higienis dan pada lingkungan


dengan jumlah penduduk yang padat, hal ini dikarenakan pola
penyebaran kuman S.typhi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi biasanya melalui feses penderita. Sepeti yang sudah
disebutkan, transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi salmonella thypi yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Bila terpapar S. Thypi sebanyak 105, potensi serangan relatif ringan
dengan masa inkubasi yang panjang. Dengan meningkatnya organisme
atau > 109 potensi serangan meningkat menjadi 95% dengan masa
inkubasi yang lebih singkat. Transmisi di negara berkembang terjadi
secara water-borne dan food-borne.
Demam typhoid bisa terjadi pada setiap orang, namun lebih banyak
diderita oleh anak-anak dan orang muda. Demam tifoid pada
umumnya menyerang penderita kelompok umur 5 30 tahun, laki
laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur
dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Pada anak-anak hal ini
dikarenakan antibodi yang belum terbentuk sempurna dan dari segi
sosial, pola makanan anak-anak tidak baik yang didapat di lingkungan.
Pada populasi orang muda, penyebaran demam typhoid dapat
disebabkan oleh kebiasaan makan yang tidak mempertimbangkan
faktor kebersihan dan tidak terbiasanya mencuci tangan sebelum
makan.
Faktor resiko lainnya adalah orang dengan status imunocompromised
dan orang dengan produksi asam lambung yang terdepresi baik dibuat,
misalnya pada pengguna antasida, H2 blocker, PPI, maupun didapat,
misalnya orang dengan achlorhydia akibat proses penuaan.
PATOFISIOLOGI
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi
(S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme
makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan
dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel
M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan
kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui
duktus torasikum kuman yang terdapat pada makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendothelial
tubuh terutama di hati dan limfa. Di organ ini kuman meninggalkan selsel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga

mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda


dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke
lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian
masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang
sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan
hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan
koagulasi.
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat
erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami
nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang
hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan
akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.
DIAGNOSIS
Diagnosis demam tifoid didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium.
Manifestasi Klinis
Menifestasi klinis demam tifoid sangat luas dan bervariasi, dari
manifestasi yang atipikal hingga klasik, dari yang ringan hingga
complicated. Penyakit ini memiliki kesamaan dengan penyakit demam
yang lainnya terutama pada minggu pertama sehingga sulit dibedakan,
maka untuk menegakkan diagnosa demam tifoid perlu ditunjang
pemeriksaan laboratorium penunjang.
Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5
30 tahun, laki laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang
pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Masa inkubasinya
umumnya 3-60 hari.
Manifestasi klinis secara umum bekaitan dengan perjalanan infeksi
kuman.
1. Panas badan. Pada demam typhoid, pola panas badan yang khas
adalah tipe step ladder pattern dimana peningkatan panas terjadi
secara perlahan-lahan, terutama pada sore hingga malam hari.

Biasanya pada saat masuk rumah sakit didapatkan keluhan utama


demam yang diderita kurang lebih 5-7 hari yang tidak berhasil diobati
dengan antipiretika.
2. Lidah tifoid. Pada pemeriksaan fisik, lidah tifoid digambarkan
sebagai lidah yang kotor pada pertengahan, sementara hiperemi pada
tepinya, dan tremor apabila dijulurkan.
3. Bradikardi relatif. Pada penderita tifoid peningkatan denyut nadi
tidak sesuai dengan peningkatan suhu, dimana seharusnya
peningkatan 10C diikuti oleh peningkatan denyut nadi sebanyak 8
kali/menit. Bradikardi relatif adalah keadaan dimana peningkatan suhu
10C diikuti oleh peningkatan nadi 8 kali/menit.
4. Gejala saluran pencernaan (anoreksia, mual, muntah, obstipasi,
diare, perasaan tidak enak di perut dan kembung, meteorismus).
5. Hepatosplenomegali.
6. Gejala infeksi akut lainnya ( nyeri kepala, pusing, nyeri otot, batuk,
epistaksis).
7. Gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau
psikosis.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hematologi rutin didapatkan leukopeni atau
leukopeni relatif, kadang kadang dapat juga terjadi leukositosis,
neutropeni, limfositosis, aneosinofilia, dengan atau tanpa penurunan
hemoglobin (anemia) bergantung pada komplikasi yang melibatkan
perdarahan saluran cerna, dengan hematokrit, trombosit dalam
rentangan normal atau dapat terjadi trombositopenia. Laju endap
darah juga dapat meningkat. Dari pemeriksaan kimia darah ditemukan
peningkatan SGOT/SGPT.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman
Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan
titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer
widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan)
Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti
demam typhoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur
negatif belum menyingkirkan kemungkinan typhoid, karena beberapa
alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak
mencukupi.
Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit
demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:

1. Possible Case
Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam,
gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan
hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis
ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case
Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid
(titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).
3. Definite Case
Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau
positif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer
Widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O
> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi
penatalaksanaan yang meliputi : istirahat dan perawatan, diet dan
terapi penunjang (baik simptomatik maupun suportif), serta pemberian
antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam
tifoid yang meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.
I. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan
untuk
mencegah
komplikasi
dan
mempercepat
penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya
di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien
diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta
higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
II. Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa
gejala meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan
meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga
diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat
proses penyembuhan.
b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan
diare.

c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala


mual muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat
dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.
III. Pemberian Antimikroba
Obat obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan
tatalaksana tifoid adalah:
Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah
chloramphenicol dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan
secara oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas
panas. Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari
kuman
salmonella,
menghambat
pertumbuhannya
dengan
menghambat sintesis protein. Chloramphenicol memiliki spectrum
gram negative dan positif. Efek samping penggunaan klorampenikol
adalah terjadi agranulositosis. Sementara kerugian penggunaan
klorampenikol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-7%),
penggunaan jangka panjang (14 hari), dan seringkali menyebabkan
timbulnya karier.
Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan
kloramfenikol yaitu 4 x 500 mg, dan demam rata-rata menurun pada
hari ke-5 sampai ke-6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan
terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan
kloramfenikol.
Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam
lebih rendah dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150
mg/kgBB selama 2 minggu.
Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara
oral atau intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah
800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.
Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram
dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama jam perinfus sekali sehari,
diberikan selama 3-5 hari.
Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif
obat obatan golongan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik,
dan lebih efektif dibandingkan obat obatan lini pertama sebelumnya
(klorampenicol,
ampicilin,
amoksisilin
dan
trimethoprimsulfamethoxazole).
Fluroquinolon
memiliki
kemampuan
untuk
menembus jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh S. Thypi
yang berada dalam stadium statis dalam monosit/makrophag dan
dapat mencapai level obat yang lebih tinggi dalam gallblader
dibanding dengan obat yang lain. Obat golongan ini mampu
memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan

keluhan panas dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat
golongan fluriquinolon juga dapat menurunkan kemungkinan kejadian
karier pasca pengobatan.
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada
wanita hamil, kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3
karena menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan
grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada
trimester pertama karena memiliki efek teratogenik. Obat yang
dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon.

Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh manusia dapat di uraikan


sebagai berikut :
1. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini
memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi
berbeda pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya,
sangat terkait dengan laju metabolisme.
2. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan
metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan
saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam
jaringan untuk dimetabolisme. Hamper seluruh metabolisme lemak
coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini
dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi
epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.
3. Hormone pertumbuhan
Hormone pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya,
produksi panas tubuh juga meningkat.
4. Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi
kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat
memengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.
5. Hormone kelamin
Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme
basal kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan
produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari
pada laki-laki karena pengeluaran hormone progesterone pada masa
ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 0,6C di atas suhu
basal.
6. Demam ( peradangan )
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan
metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10C.
7. Status gizi

Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan


metabolisme 20 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat
makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan
demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah mengalami
penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan
lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena
lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak
menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan
yang lain.
8. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme,
mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang
menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan
suhu tubuh hingga 38,3 40,0 C.
9. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus,
dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami
gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi
infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit
berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan
mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
10. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya
panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih
dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat memengaruhi suhu
tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan
terjadi sebagian besar melalui kulit.
Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas
diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke
fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang
mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus
arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah
jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit
menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator
panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh.
[sunting] Tekanan darah
Tekanan darah dinilai dalam dua hal, sebuah tekanan tinggi sistolik
yang menandakan kontraksi maksimal jantung dan tekanan rendah
diastolik atau tekanan istirahat.
Pemeriksaan tekanan darah biasanya dilakukan pada lengan kanan,
kecuali pada lengan tersebut terdapat cedera. Perbedaan antara
tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan denyut. Di Indonesia,
tekanan darah biasanya diukur dengan tensimeter air raksa.

Tidak ada nilai tekanan darah 'normal' yang tepat, namun dihitung
berdasarkan rentang nilai berdasarkan kondisi pasien. Tekanan darah
amat dipengaruhi oleh kondisi saat itu, misalnya seorang pelari yang
baru saja melakukan lari maraton, memiliki tekanan yang tinggi,
namun ia dalam nilai sehat. Dalam kondisi pasien tidak bekerja berat,
tekanan darah normal berkisar 120/80 mmHg. Tekanan darah tinggi
atau hipertensi diukur pada nilai sistolik 140-160 mmHg. Tekanan
darah rendah disebut hipotensi.
[sunting] Denyut
Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri.
Ukuran kecepatannya diukur pada beberapa titik denyut misalnya
denyut arteri radialis pada pergelangan tangan, arteri brachialis pada
lengan atas, arteri karotis pada leher, arteri poplitea pada belakang
lutut, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada kaki.
Pemeriksaan denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop.
Denyut sangat bervariasi tergantung jenis kelamin, jenis pekerjaan,
dan usia. Bayi yang baru dilahirkan (neonatus) dapat memiliki dentur
13-150 denyut per menit. Orang dewasa memiliki denyut sekitar 50-80
per menit. ikha
[sunting] Kecepatan pernapasan
Beraneka ragam tergantung usia. Batas normalnya sekitar 12-16 kali
penarikan napas per menit.

PENDAHULUAN

Demam tifoid atau typhus abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada
usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Di Indonesia penderita
demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan
tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang tahun, tetapi terutama pada
musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang
paling sering pada anak besar,umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 2-3 : 1.
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang
dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila
terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan
obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit
perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari.
Makin cepat demam tifoid dapat didiagnosis makin baik. Pengobatan dalam taraf
dini akan sangat menguntungkan mengingat mekanisme kerja daya tahan tubuh
masih cukup baik dan kuman masih terlokalisasi hanya di beberapa tempat saja.
CARA TERJADI DEMAM TIFOID
Penularan demam tifoid terjadi melalui mulut, kuman S.typhy masuk kedalam
tubuh melalui makanan/minuman yang tercemar ke dalam lambung, ke kelenjar
limfoid usus kecil kemudian masuk kedalam peredaran darah. Kuman dalam
peredaran darah yang pertama berlangsung singkat, terjadi 24-72 jam setelah
kuman masuk, meskipun belum menimbulkan gejala tetapi telah mencapai organorgan hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang dan ginjal. Pada akhir masa
inkubasi 5 9 hari kuman kembali masuk ke aliran darah (kedua kali) dimana
terjadi pelepasan endoktoksin menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan
gejala demam tifoid.
GAMBARAN KLINIK
Masa inkubasi rata-rata 7 14 hari. Manifestasi klinik pada anak umumnya
bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi. Demam adalah gejala yang paling
konstan di antara semua penampakan klinis.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut
pada umumnya seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan
menurun, sakit perut, diare atau sulit buang air beberapa hari, sedangkan
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat dan menetap. Suhu
meningkat terutama sore dan malam hari.
Setelah minggu ke dua maka gejala menjadi lebih jelas demam yang tinggi terus
menerus, nafas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir kering pecahpecah /terkupas, lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan

dan tremor, pembesaran hati dan limpa dan timbul rasa nyeri bila diraba, perut
kembung. Anak nampak sakit berat, disertai gangguan kesadaran dari yang ringan
letak tidur pasif, acuh tak acuh (apati) sampai berat (delier, koma).
Demam tifoid yang berat memberikan komplikasi perdarahan, kebocoran usus
(perforasi), infeksi selaput usus (peritonitis) , renjatan, bronkopnemoni dan
kelainan di otak (ensefalopati, meningitis).
Jadi ada tiga komponen utama dari gejala demam tifoid yaitu:
bullet
Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari),
bullet
Gangguan saluran pencernaan
bullet
Gangguan susunan saraf pusat/ kesadaran
LABORATORIUM
Pada DT dapat terjadi kekurangan darah dari ringan sampai sedang karena efek
kuman yang menekan sumsum tulang. Lekosit dapat menurun hingga <
3.000/mm3 dan ini ditemukan pada fase demam.
Pemeriksaan serologik Widal (titer Aglutinin OD) sangat membantu dalam
diagnosis walaupun 1/3 penderita memperlihatkan titer yang tidak bermakna
atau tidak meningkat. Uji Widal bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan serial tiap
minggu dengan kenaikan titer sebanyak 4 kali.Beberapa laporan yang ada tiap
daerah mempunyai nilai standar Widal tersendiri, tergantung endemisitas daerah
tersebut. Misalnya : Surabaya titer OD > 1/160, Yogyakarta titer OD > 1/160,
Manado titer OD > 1/80, Jakarta titer OD > 1/80, Ujung Pandang titer OD 1/320
DIAGNOSIS
Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar riwayat penyakit, gambaran klinik
dan laboratorium (jumlah lekosit menurun dan titer widal yang meningkat) .
Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada salah satu biakan.
PERAWATAN DAN PENGOBATAN
Tujuan perawatan dan pengobatan demam tifoid anak adalah meniadakan invasi
kuman dan mempercepat pembasmian kuman, memperpendek perjalanan
penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, mencegah relaps dan mempercepat
penyembuhan.

Pengobatan terdiri dari antimikroba yang tepat yaitu : Kloramfenikol. Perawatan


biasanya bersifat simptomatis istrahat dan dietetik. Tirah baring sempurna
terutama pada fase akut. Masukan cairan dan kalori perlu diperhatikan.
Anak baring terus di tempat tidur dan letak baring harus sering diubah-ubah.
Lamanya sampai 5-7 hari bebas demam dan dilanjutkan mobilisasi bertahap
yaitu : hari I duduk 2 x 15 menit, hari II duduk 2 x 30 menit, hari III jalan, hari IV
pulang.
Dahulu dianjurkan semua makanan saring, sekarang semua jenis makanan pada
prinsipnya lunak, mudah dicerna, mengandung cukup cairan , kalori, serat, tinggi
protein dan vitamin, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
Makanan saring / lunak diberikan selama istirahat mutlak kemudian dikembalikan
ke makanan bentuk semula secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi.
Misalnya hari I makanan lunak, hari II makanan lunak, hari III makanan biasa,
dan seterusnya.
PENCEGAHAN
Langkah pencegahan adalah seperti berikut:
bullet
Penyediaan air minum yang memenuhi syarat
bullet
Pembuangan kotoran manusia yang pada tempatnya
bullet
Pemberantasan lalat
bullet
Pengawasan terhadap rumah-rumah makan dan penjual-penjual makanan.
bullet
Imunisasi
bullet
Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier)
bullet
Pendidikan kesihatan kepada mayarakat.
KESIMPULAN

Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh
kuman Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak
diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun, tersebar di mana-mana, dan
ditemukan hampir sepanjang tahun. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua
umur, tetapi yang paling sering pada anak besar,umur 5- 9 tahun. Dengan keadaan
seperti ini, adalah penting untuk melakukan pengenalan dini Demam Tifoid, yaitu
adanya 3 komponen utama: Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7
hari),Gangguan saluran pencernaan, dan Gangguan susunan saraf pusat/
kesadaran.

Anda mungkin juga menyukai