Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HEMATOLOGI II

“Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)”

OLEH :

KELOMPOK 5

AGUNG DWI WICAKSONO

EUGENE NATALIA PABENO

CERIA DEWI SANGGITA

FATRI

RIMAL FEBRIANI

SITTI MASNATANG

WIDIASTUTI

1
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2018

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama ALLAH SWT tang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul

“Disseminated Intravascular Coagulation”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga data memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimah kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu denan tangan terbuka
kami menerimah segalah saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Kendari,24 Mei 2018

Penyusun

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1


Definisi .................................................................................................................................. 1
Epidemiologi ........................................................................................................................ 1
Etiologi .................................................................................................................................. 2

BAB II PATOFISIOLOGI .............................................................................................. 3


Patofisiologi 1: Consumptive coagulopathy ............................................................................. 3
Patofisiologi 2: depresi prokoagulan ............................................................................... 4
Patofisiologi 3: defek fibrinolysis ..................................................................................... 5

BAB III GEJALA KLINIS .............................................................................................. 7

BAB IV DIAGNOSA ......................................................................................................... 8


Anamnesa ............................................................................................................................... 8
Pemeriksaan Fisik ................................................................................................................. 8
Pemeriksaan Laboratorium ................................................................................................. 9

BAB V PENUTUP .............................................................................................................. 15


Kesimpulan ............................................................................................................................ 15
3
Saran ........................................................................................................................................ 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. (medicastore.com)
Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai
dengan adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh
karena terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif
sebagai fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Cau’s)
Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai
kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan
pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap
jejas/injury(Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele)
DIC adalah penyakit dimana faktor pembekuan dalam tubuh berkurang sehingga
terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh pembuluh darah.

4
B. Epidemiologi
Kondisi ini lebih terjadi sebagai respon terhadap factor lain dibandingkan sebagai
kondisi primer. Tidak ditemukan factor predisposisi yang berhubungan dengan umur,
jenis kelamin, ataupun ras. (Hewish, 2005)

C. Etiologi
Semua pcnyakit berat merupakan predisposisi terjadi-nya DIG, termasuk
septikemia, pelepasan plasenta awal pada kehamllan, keganasan metastatik (lihat
mengenai DIG di Bab 16), reaksi transfusi hemolitik, trauma jaring-an yang masif,
dan syok. DIG harus dicurigai pada pasien yang mempunyai predisposisi mengalami
purpura, kecen-derungan peidarahan, tanda hipoksia jaringan dan tanda kerusakan
ginjal. Dapat iuga terjadi selama pembekakan.
Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang biasany oleh
suatu zat racun di dalam darah.
Karena jumlah faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang b
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIG: Wanita yang
telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan diserta dimana jaringan rahim
masuk ke dalam aliran darah Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan
endotoksin (suatu zat yar menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan).
Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupu
prostat. Dalam DIG, tubuh kemampuan alami untuk mengatur pembekuan darah tidak
berfungsi dengan benar. Hal ini menyebabkan sel pembekuan darah (trombosit) untuk
rumpun bersama dan menyumbat pembuluh darah kecil di seluruh tubuh. Pembekuan

5
yang berlebihan ini kerusakan organ, menghancurkan sel-sel darah, dan menguras
pasokan platelet dan faktor pembekuan darah sehingga tidak lagi mampu mengompal
normal. Hal ini sering menyebabkan perdarahan luas, baik secara internal maupun
eksternal. DIC dapat dipicu oleh masalah kesehatan yang menetapkan kaskade
pembekuan bergerak. Seperti masalah kesehatan termasuk beberapa jenis bakteri,
virus, atau jamur infeksi.
Parah trauma, terutama dari cedera otak, menghancurkan luka, luka bakar, dan
suhu tubuh yang sangatrendah (hipotermia).
BAB II
PATOFISIOLOGI

Pada pasien dengan KID, terjadi pembentukan fibrin oleh trombin yang diaktivasi oleh faktor
jaringan. Faktor jaringan, berupa sel mononuklir dan sel endotel yang teraktivasi, mengaktivasi faktor
VII. Kompleks antara faktor jaringan dan fakt or VII yang teraktivasi tersebut akan mengaktivasi faktor X
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara mengaktivasi faktor IX dan VIII. Faktor X yang
teraktivasi bersama dengan faktor V akan mengubah protrombin menjadi trombin. Di saat yang ber
samaan terjadi konsumsi faktor antikoagulan seperti antitrombin III, protein C dan jalur penghambat-
faktor jaringan, mengakibatkan kurangnya faktor-faktor tersebut. Pembentukan fibrin yang terjadi
tidak diimbangi dengan penghancuran fibrin yang adekuat, karena sistem fibrinolisis endogen (plasmin)
tertekan oleh penghambat-aktivasi plasminogen tipe 1 yang kadarnya tinggi di dalam plasma
menghambat pembentukan plasmin dari plasminogen. Kombinasi antara meningkatnya pembentukan
fibrin dan tidak adekuatnya penghancuran fibrin menyebabkan terjadinya trombosis intravaskular yang
menyeluruh.

A. Patofisiologi 1: Consumptive coagulopathy

Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan darah secara
sistemik. Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen fibrin bebas yang terus berkurang,
disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah kecurigaan ke DIC.
Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi pembekuan darah, terbentuk fibrin dan
deposisi dalam pembuluh darah, sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai
organ yang mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan
platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan. Karena terdapat deposisi fibrin, secara
otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan
intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga
justru dapat menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis
6
sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan untuk dikenali
dan ditatalaksana.

Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup kompleks. Jalur
utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin dengan perantara faktor
pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem
antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin secara terus-menerus.
Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik sehingga menyebabkan
gangguan fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Nah, sistem- sistem
yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik PAI-
1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas
fibrinolitik yang menyebabkan perdarahan. Sepintas nampak membingungkan, namun karena
penatalaksanaan DIC relatif suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka tulisan ini
akan membahas lebih dalam tentang patofisiologi DIC.

B. Patofisiologi 2: depresi prokoagulan


DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah penyebab
utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan
darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis
start jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian
diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin
sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.
Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah
terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor
koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai
pembentukan trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi
pembekuan darah sangat dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri terutama pada
jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam
pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel
mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga mengungkapkan bahwa
faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear.
Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-faktor
pembekuan darah dapat melipatgandakan pembentukan trombin dan ikut andil dalam
membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di plasma pasien
DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada pembentukan trombin,

7
degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan oleh netrofil yang
teraktivasi serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC
berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang rendah juga
diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal organ.

Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem
protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini disebabkan down regulation
trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel- sel endotelial, misalnya tumor necrosis
factor-alpha (TNF-α) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen
pembentuk protein C akan menyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan
darah akan terus menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa
protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC.

Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang memang berfungsi
menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa ini dinamakan tissue factor
pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok pembentukan faktor pembekuan (bukan
memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil,
namanya pun jarang sekali kita kenal dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI
rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari angka normal,
ternyata akan menurunkan mortalitas akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak
pengaruh senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor
pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di
masa depan.

C. Patofisiologi 3: defek fibrinolisis


Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti, karenanya
endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun pada keadaan bakteremia atau
endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1).
Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan
aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di
pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia
M-3 (AML) atau beberapa tipe adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi
hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap
berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh
darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin
yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian

8
9
BAB III

GEJALA KLINIS

DIG biasanya muncul tiba-tiba dan bisa bersifat sangat berat. Jika keadaan ini
terjadi setelah pembedahan atau persalinan, maka permukaan sayatan atau jaringan yang
robek bisa mengalami perdarahan hebat dan tidak terkendali. Perdarahan bisa menetap di
daerah tempat penyuntikan atau tusukan; perdarahan masih bisa terjadi di dalam otak,
saluran pencernaan, kulit. Otot dan rongga tubuh.
Bekuan darah di dalam pembuluh darah yang kecil bisa merusak ginjal (kadang
sifatnya menetap) sehingga tidak terbentuk air kemih. Ketika DIC menyebabkan darah
platelet dan faktor pembekuan untuk menjadi habis, pendarahan yang berlebihan
(perdarahan) terjadi di seluruh tubuh. Keparahan perdarahan dapat berkisar dari titik-titik
merah kecil dan memar di bawah kulit untuk perdarahan berat dari luka bedah atau
bukaan tubuh, seperti mulut, hidung, rektum, atau vagina.
Gejala kerusakan organ yang disebabkan oleh penggumpalan darah yang
berlebihan dapat mencakup sesak napas dari kerusakan paru-paru, urin rendah output dari
kerusakan ginjal, atau stroke dari kerusakan otak. Pada kasus yang berat, shock, dengan
tekanan darah rendah dan tersebar luas kegagalan organ dapat terjadi.
Dalam kurang berat jenis DIG DIG disebut kronis, tubuh mampu untuk
mengkompensasi pembekuan abnormal. DIG kronis mungkin tidak menghasilkan gejala
atau hanya ringan pembekuan darah atau perdarahan yang minimal dari kulit atau mulut

10
BAB IV
DIAGNOSA

A. Anamnesa
Pasien dengan perdarahan akut membutuhkan anemnesis yang cermat untuk menentukan
diagnosis klinis pasien. Setidaknya ada lima pertanyaan penting yang perlu kamu tanyakan ke pasien
dengan perdarahan akut.

1. Lokasi dan Luasnya Manifestasi Perdarahan.


Apakah perdarahan bersifat lokal (setempat) atau ditemukan pada berbagai
lokasi di seluruh tubuh (menyeluruh)? Bila manifestasi perdarahan hanya terbatas di
kulit atau mukosa saja, hal ini biasanya disebabkan oleh kelainan pada komponen
trombosit. Sedangkan, manifestasi perdarahan yang ditemukan pada berbagai lokasi di
seluruh tubuh seringkali disebabkan adanya gangguan pada sistem koagulasi.
Anamnesis ini penting untuk membedakan kira-kira komponen pembekuan
darah yang mana yang mengalami kelainan. Konfirmasi dapat dilakukan melalui
pemeriksaan laboratorium.
Penderita perdarahan yang terlihat sangat anemis disertai keluhan
palpitasi/takikardi, mungkin mengalami perdarahan yang hebat dalam waktu relatif
singkat, sehingga perlu segera diberikan transfusi darah atau cairan pengganti untuk
mencegah terjadinya renjatan hipovol 085145206123\
Sebaliknya penderita yang sangat anemis tetapi denyut jantung masih relatif
normal, mungkin mengalami perdarahan ringan secara kronik dan bersifat
kompensatorik, sehingga tidak perlu terburu-buru memberikan transfusi darah.
2. Onset dan Karakteristik Perdarahan
Apakah perdarahan sudah berlangsung lama (kronik), berulang kali, atau baru
pertama kali dialami oleh penderita ?
Bila manifestasi perdarahan abnormal tersebut baru untuk pertama kalinya
diderita, maka perlu dipikirkan suatu kelainan akut yang bersifat didapat (acquired),
sebaliknya bila perlangsungannya telah beberapa bulan atau tahun, harus dipikirkan
kemungkinan kelainan kronik atau kelainan kongenital, contohnya hemofilia.
3. Anamnesis Riwayat Penyakit Sebelumnya
Apakah penderita memiliki riwayat penyakit/kelainan yang diduga berkaitan
dengan terjadinya perdarahan?
11
Pertanyaan ini terkadang akan memberikan informasi penting yang segera
mengarahkan anda pada diagnosis klinis pasien (dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan laboratorium).Bila penderita baru saja mengalami trauma fisik hebat,
luka-bakar, paska-bedah, gangguan pada kehamilan, atau infeksi, maka perlu
dipikirkan kemungkinan suatu kogulasi intravaskular diseminata (DIC).
DIC adalah suatu kejadian sekunder yang disebabkan oleh infeksi, sepsis,
trauma, keganasan, kehamilan, syok dsb yang mengakibatkan tercetusnya proses
koagulasi intravaskular yang disertai konsumsi trombosit dan faktor pembekuan
intravaskuler berlebihan dengan formasi trombin. Bersamaan dengan itu, terjadi
aktivasi sistem fibrinotlitik, sehingga dihasilkan fibrin degradation products (FDP)
dan D-dimer. Diagnosis DIC ditegakkan berdasarkan skor ISTH 2001

B. Pemeriksaan Fisik
Perdarahan
 Hematur ia
 Rembesan darah dar i pungsi vena dan luka
 Epistaksis
 Perdarahan GI track
1. Kerusakan per fusi jar ingan
 Serebral : perubahan pada sensor ium, gelisah, kacau mental, atau sakit
kepala.
 Ginjal : penurunan pengeluaran ur ine
 Paru-paru : dispnea, ortopnea
 Kulit : akrosianosis (ket idakteraturan bentuk bercak sianosis pada
lengan per ifer atau kaki.

C. Pemeriksaan Laboratorium
Yang perlu kita ketahui bahwa tidak ada pemeriksaan diagnostik single untuk
menegakkan DIC dan harus diikuti dengan kombinasi pemeriksaan : kondisi klinik yang
berhubungan dengan DIC, Thrombocytopenia ( < 100 x 10 9/L), PT dan aPTT yang
memanjang dan adanya FDP atau D-dimer, pemeriksaan lainnya hanya sebagai
pendukung.

12
a. PT, aPTT, Antithrombin, FDPs.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan aktifator seperti kaolin, ellegic acid
atau celite dan juga fosfolipid standard untuk mengaktifkan faktor kontak pada plasma sitrat.
Lalu ditambahkan ion kalsium dan diukur waktu sampai terbentuknya bekuan.

Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan kadar dan fungsi faktor faktor
koagulasi jalur intrinsik ; prekallikrein, HMWK, faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII dan
aktifitas jalur bersama ; faktor X, faktor V, protrombin dan fibrinogen, serta adanya inhibitor.

Pemeriksaan aPTT untuk menguji faktor intrinsic dan ‘common pathways’. Nilainya
tak dapat diperkirakan pada DIC. Sekitar 50-60% memanjang pada penderita DIC.

b. D-dimer
D-dimer adalah produk degradasi fibrin (FDP) yang berasal dari lisis plasmin dirubah
menjadi fibrin dan diaktifkan oleh factor XIII. Adanya fragmen ini menunjukkan adanya
trombin dan plasmin (fibrinolisis). D-dimer merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk
menilai kemungkinan DIC

c. Thrombin time
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan trombin eksogen pada plasma sitrat,
lalu dilakukan waktu terjadinya bekuan. Defesiensi atau abnormalitas fibrinogen dan adanya
heparin atau fibrin (ogen) degradation product (FDP) adalah yang paling sering menyebabkan
perpanjangan TT. TT memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100mg%, namun TT
normal tidak dapat menyingkirkan DIC. Thrombin time digunakan untuk mengukur
perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrinogen adalah reaktan fase akut dan biasanya
meningkat paling awal sebagai akibat dari penyakit yang mendasari. Seharusnya memanjang
pada DIC.

d. Protamin test
Uji protamine adalah uji parakoaguian untuk mendeteksi fibrin monomer di plasma.
Seharusnya postif pada penderita DIC

e. Fibrinogen
 Uji trombin time digunakan untuk mengukur kadar fibrinogen.
 Fibrinogen adalah reaktan fase akut dan biasanya meningkat paling awal
sebagai akibat dari penyakit yang mendasari

f. Penurunan Factor pembekuan ( Faktor V,VIII, X, XIII, Protein C )


13
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan yang berasal dari jaringan
(biasanya dari otak, plasenta dan paru-paru) pada plasma sitrat dan dengan memberikan
2+
kelebihan Ca , kemudian diukur waktu terbentuknya bekuan. Pemanjangan masa protrombin
berhubungan dengan defisiensi faktor-faktor koagulasi jalur ekstrinsik seperti faktor VII, faktor
X, faktor V, protrombin dan fibrinogen, kombinasi dari faktor-faktor ini, atau oleh karena
adanya suatu inhibitor.

g. Fibrinogen dan fibrin degradation product (FDP).


 Produk degradas meningkat sebagai akibat aktivasi fibrinolitik.
 Uji ini bukan untuk menegakkan diagnosis DIC, oleh karena kadar ini
meningkat pada 85100% penderita.

Dalam makalah ini kami akan menggambil contoh pemeriksaan laboratorium yang akan kami
jelaskan prosedurnya (pra-analitik, analitik, pasca-analitik) yaitu pemeriksaan D-dimer.

D-dimer

Tujuan : untuk menentukan produk degradasi fibrin pada plasma manusia dengan menggunakan tes
aglutinasi latex.

1. Metode Manual
Pra Analitik
 Persiapan sampel : Spesimen yang diperlukan untuk pengukuran D-dimer adalah
plasma citrat 9:1. Kumpulkan darah vena dalam tabung bertutup biru (mengandung
Na. citrat). Cegah jangan sampai hemolisis; campur spesimen dengan lembut
dengan membolak-balikkan tabung secara perlahan, tabung jangan dikocok.
Spesimen dipusingkan selama 15 menit pada 4000 rpm. Pisahkan plasmanya.
 Bahan Pemeriksaan : Plasma sitrat. Spesimen harus terbebas dari kontaminasi
mikrobial. Stabil selama 4 jam pada suhu kamar dan 8 jam pada suhu 2-80C serta 1
bulan pada -200C.
 Reagen :
- Suspensi latex
- Cairan buffer
- Kontrol positif (dengan menambahkan 0,5 aquadest dalam tiap vial kontrol).
- Kontrol negatif (dengan menambahkan 0,5 aquadest dalam tiap vial kontrol).

14
- Semua reagen bila tidak digunakan disimpan disimpan pada suhu 2-80C.
- Reagen dan sampel harus disimpan pada suhu kamar.
- Sebelum tes, kemudian dapat disimpan kembali pada refrigerator.
 Alat
- Tabung reaksi
- Pipet 20 µL, 100 µL
- Batang pengaduk

Analitik
 Prinsip : Fibrinosticon adalah suatu tes aglutinasi latex immunologik yang
menggunakan partikel latex yang dilapisi antibodi monoklonal yang spesifik untuk
cross-linked D-dimer pada fibrin
 Cara Kerja :
- Siapkan 2 tabung yang bersih dan beri label “tanpa pengenceran” dan
”pengenceran 1:2”
- Pipet 100 µL sampel pada kedua tabung
- Pipet 100 µL larutan buffer pada tabung kedua untuk membuat pengenceran 1:2
- Pipet 20 µL kontrol (+) dan kontrol (-) pada kedua daerah tes mixing slide, juga
pipet 20 µL plasma yang tidak diencerkan dan yang telah diencerkan pada 2
daerah tes yang lain
- Pipet 20 µL suspensi latex pada masing-masing daerah tes, kemudian campur
dengan batang pengaduk dan digoyang selama 2 menit.
- Lihat aglutinasi secara mikroskopis dan catat hasilnya, dan bandingkan dengan
kontrol (+) dan kontrol (-)
 Catatan :
- Kontrol (-) akan terlihat keabu-abuan (homogen)
- Kontrol (+) akan terlihat adanya aglutinasi
- Bila belum didapatkan hasil (-), maka pengukuran D-dimer secara semi-
kuantitatif dapat dihitung sacara serial dengan cara pengenceran beberapa kali
(faktor pengenceran –d), sampai hasil (-).

15
Pasca Analitik

Hasil Tes Sampel D-dimer

tanpa pengenceran (-) < 500 ng/mL

tanpa pengenceran (+) dan pengenceran 1:2 (-) 500-1000 ng/mL

pengenceran 1:2 (+) >.1000 ng/mL

Perhitungan semi-kuantitif :

Perhitungan dibuat dengan mengalirkan faktor pengenceran (d) yang terbesar dengan hasil (+)
yang masih terdeteksi dengan 500 ng/mL

 D-dimer = 500 x d
 Nilai normal : < 500
Pustaka acuan : Manual Book Fibrinostikon/D-dimer (Organon teknika)

2. Metode Kualitatif
Pra Analitik
 Preparasi Sampel : Darah sitrat (1:9) putar pada centrifuge 4000 rpm selama 15 menit
supaya bisa meresap, bila kurang dari 4000 rpm sampel tidak bisa meresap.
 Nama Alat : NycoCard Reader II

 Catatan Penting :
- Jangan menukar reagen dari kit batch yang berbeda
- Reagen dan sampel harus sama dengan suhu ruangan (20-250C)
- Prosedur test harus dikerjakan berurutan tanpa penundaan
- Sampel plasma yang beku harus dicairkan di waterbath dengan temperatur 370C
selama 15 menit
Analitik

Cara Kerja :

- Tambahkan 50 µL washing solution (R2) kedalam lubang test. Biarkan meresap.


(Jangan menyentuh lubang test dengan pipet atau jari, hati-hati menambahkan R2

16
jangan sampai luber. Bila luber, bersihkan cairan di sekeliling lubang dengan
tissue).
- Tambahkan 50 µL sample atau control (C) ke dalam lubang test. Biarkan
meresap. (Sampel harus meresap kurang dari 45 detik).
- Kocok conjugate (R1), tambahkan 50 µL ke dalam lubang test, biarkan meresap.
(Conjugate harus meresap kurang dari 45 detik).
- Tambahkan 50 µL washing solution (R2) ke dalam lubang test. Biarkan meresap.
(Jangan menyentuh lubang test dengan pipet atau jari, hati-hati menambahkan R2
jangan sampai luber. Bila luber, bersihkan cairan di sekeliling lubang dengan
tissue).
- Baca hasil dengan menggunakan NycoCard Reader II. (Instrument harus
dikalibrasi sebelum digunakan. Gunakan menu D-dimer. Baca hasil dalam 2
menit).
Pasca analitik

Hasil normal : negatif atau kurang dari 300 ng/ml

17
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan
darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil
dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.
(medicastore.com)

Kondisi ini lebih terjadi sebagai respon terhadap factor lain dibandingkan sebagai kondisi
primer. Tidak ditemukan factor predisposisi yang berhubungan dengan umur, jenis kelamin, ataupun
ras. (Hewish, 2005)

B. Saran
Adapun saran dari kelompok kami adalah agar Penanganan DIC harus sedini mungkin agar tidak
menyebabkan akibat buruk seperti kematian dan tenaga kesehatan harus memberi penyuluhan tentang
penyakit ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson., Wilson, Lorraine McCarty, 1995, Patofisiologi; konsep klinis proses-proses
penyakit, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta

Rani, Aziz., Soegondo, Sidartawan., dkk., 2005, Standar Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia., Penerbit PB PAPDI, Jakarta

Tjokronegoro, Arjatmo., Utama, Hendra., 2001, Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II, Edisi Ketiga, Balai
Penerbit FKUI, JAkarta

19

Anda mungkin juga menyukai