Anda di halaman 1dari 26

Dasar-Dasar Teknik

Killing Sumur
Pemboran dengan
Metode
Volumetric Killing
JULY 22, 2013 ENGINEERANDADVENTURER LEAVE A COMMENT

Copyright : I Gede Bayutika/Bayu (Asisten Kuliah Operasi


Pemboran II+Praktikum Institut Teknologi Bandung 2012)
Salah satu keadaan yang memerlukan teknik killing
secara volumetrik adalah pada saat rig kehilangan daya
sehingga tidak dapat mensirkulasikan kick dengan teknik
driller maupun wait and weight. Keadaan dapat menjadi
lebih rumit jika nozzle pahat tersumbat akibat bit balling
oleh adanya formasi yang bersifat plastis. Jika hal ini
terjadi, maka pengukuran tekanan drillpipe di permukaan
tidak dapat diukur dan menyebabkan metode perhitungan
akan lebih berbeda. Pada kondisi pertama, anggap tidak
terjadi penyumbatan pada pahat dan rig kehilangan daya
untuk mensirkulasikan pompa.
Dalam penulisan kali ini, akan diberikan contoh data
sumur-X di mana terjadi kondisi rig kehilangan daya untuk
mensirkulasikan pompa. Lalu tidak digunakan floating
non-return valve di atas pahat pemboran, sehingga

pembacaan tekanan standpipe dapat terbaca secara


akurat.
(Dan sebagai catatan, dalam perhitungan kali ini, tidak
saya perhitungkan data fracture gradien terlemah di kaki
casing, karena tulisan ini hanya ditujukan untuk
memahami dasar-dasar dari metode volumetrik. Mudahmudahan dalam kesempatan lain dapat dibuat secara
lebih lengkap)
Data :
TVD = 12000 ft
SIDPP awal = 130 psi
SICP awal = 420 psi
Kenaikan volume pit = 13 barrel
Ukuran Lubang = 8.5 inch
Kedalaman casing terakhir = 6000 ft
Drillstring = 5 inch, #20ppf
Pahat 8.5 inch
Casing 9 5/8 inch OD, 9 inch ID
Setelah 40 menit, SIDPP = 205 psi, SICP = 495 psi

No DrillCollar
Densitas lumpur statik = 11 ppg
Penyelesaian
Tekanan Formasi Statik dapat dihitung dari SIDPP awal,
Kenaikan tekanan permukaan
Dengan diketahuinya kenaikan tekanan casing di
permukaan, maka dapat ditentukan laju migrasi gas,

Dengan laju migrasi 197 ft/hr, maka kira-kira diperlukan


waktu 12,000 /197=60 jam waktu penanggulangan kick.
Namun laju migrasi ini hanya berupa perkiraan awal,
karena banyak faktor yang mempengaruhi laju migrasi
ini:
Geometri Lubang
PV, YP lumpur
Perbedaan densitas gas-lumpur
Luas area annulus
Inklinasi sumur

Kapasitas annulus dapat dihitung dengan persamaan


berikut,

Ekivale
n antara volume lumpur yang dikeluarkan dengan
tekanan hidrostatik sebesar,

Berik
ut prosedur killing sumur dengan metode volumetrik:
Naikkan tekanan drillpipe tanpa sirkulasi hingga 100 psi di
atas tekanan awal,

Secara teoritis,
tekanan casing akan menjadi
PENTING!: Fokus
dan kontrol selalu pada tekanan drillstring, bukan tekanan
casing dan kontrol ini dilakukan denganchoke pada
casing-annulus.
Keluarkan lumpur hingga tekanan drillstring turun 25 psi.
Selama proses ini, gas akan mengalami ekspansi.

Catat pengukuran lumpur


yang dikeluarkan secara akurat di permukaan. Gunakan
Trip Tank untuk proses cementing.
Anggap selama penurunan 25 psi (dari 230 psi 205 psi)
pada drillstring, jumlah lumpur yang dikeluarkan terukur
sebesar 0.12 barrel. Tekanan casing akan menjadi
sebesar,

Perhatik
an bahwa tekanan casing akan berada 1 psi di atas 495
psi akibat ekspansi kick sebesar 0.12 bbl, sehingga
menurunkan tekanan hidrostatik lumpur di atas kick
sebesar 1 psi. Penurunan tekanan hidrostatik ini harus
diimbangi dengan kenaikan tekanan permukaan sebesar
1 psi ekivalen.
Anggap posisi kick masih berada pada annulus open hole,
maka tekanan casing minimum yang diijinkan akan
menjadi,

Turunkan lagi tekanan drillpipe sebesar 25 psi hingga


lumpur keluar.
Anggap pada penurunan 25
psi yang kedua terukur lumpur yang dikeluarkan sebesar
0.1 bbl, sehingga tekanan casing akan menjadi,
P
erhatikan bahwa tekanan casing akan berada 3 psi di atas

470 psi akibat ekspansi kick sebesar 0.12+0.1 bbl


kumulatif, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik
lumpur di atas kick sebesar 3 psi. Penurunan tekanan
hidrostatik ini harus diimbangi dengan kenaikan tekanan
permukaan sebesar 1 psi ekivalen.
Dengan jumlah volume lumpur terukur sebesar 0.1+0.12
barrel, maka tekanan casing minimum yang diijinkan akan
menjadi,

Proses bleeding lumpur ini dilakukan hingga tekanan


drillpipe (SIDPP) mencapai nilai awal, 130 psi. Tabel
berikut memperlihatkan hasil perhitungan satu periode
metode volumetrik.
Proses bleeding lumpur ini dilakukan hingga tekanan
drillpipe (SIDPP) mencapai nilai awal, 130 psi. Tabel
berikut memperlihatkan hasil perhitungan satu periode
metode volumetrik.

Perhatikan pada langkah terakhir pada tabel di atas,


tekanan casing akan menjadi 426 psi akibat ekspansi dari
kick.

Prosedur di atas terus diulangi hingga kick mencapai


permukaan. Setelah kick mencapai permukaan, teknik
yang digunakan dikenal dengan istilah Lubrication dan
akan saya tulis di kemudian hari.

Penanggulangan
Kick dengan

metode
Engineer/Wait
and Weight/Batch
JULY 20, 2013 ENGINEERANDADVENTURER LEAVE A COMMENT

Oleh : I Gede Bayutika (Asisten Kuliah Teknik Operasi


Pemboran II+Praktikum ITB 2012)
-hanya untuk tujuan pendidikan, kritik dan saran sangat
diperlukan demi publikasi yang lebih baikDi dalam setiap perhitungan-perhitungan well control,
diperlukan pengetahuan mengenai perhitunganperhitungan tekanan dan hidrolika yang tepat untuk
menjamin operasi yang dilakukan sudah berjalan sesuai
dengan good engineering practice. Hukum-hukum dasar
Pascal, Archimedes, Bernoulli, Boyle, dan Real-GasEquation of State harus sudah selalu berada pada
landasan-landasan berfikir untuk menjadi seorang Well
Killer yang baik.
Sayangnya, Non-productive time (waktu yang tidak
berguna karena hanya memakan biaya sewa rig) dari
suatu operasi pemboran kebanyakan disebabkan oleh
masalah-masalah well control sendiri di samping
permasalahan stuck pipe, peralatan BOP, mobilisasi, dan
cuaca/iklim, bukannya oleh masalah-masalah
perhitungan-perhitungan di atas. Dan walaupun
perhitungan-perhitungan yang diberikan hanya berlaku

untuk sistem klasik(konvensional), pada kenyataannya


operasi well control yang akan ditemui secara statistik
lebih cenderung bersifat non-konvensional. Berdasarkan
laporan Robert Grace, hanya sekitar 22% seluruh insiden
well control yang terjadi pada tahun 1990 hingga 1992 di
Amerika bersifat konvensional. Namun seluruh konsep
yang harus dipahami oleh seorang drilling-man di
lapangan pada dasarnya dimulai dari perhitunganperhitungan klasik.
Pada kesempatan kali ini saya hanya membahas metode
well control konvensional/klasik, dan pada kesempatan
menulis lainnya mudah-mudahan saya dapat membahas
wellcontrol advance yang juga perhitungannya
memerlukan logika yang lebih banyak.
Metode engineer merupakan pengembangan dari adanya
keterbatasan metode driller yang cenderung
mengakibatkan tekanan permukaan sangat besar selama
sirkulasi awal. Besarnya tekanan casing ini dapat
menyebabkan rekahnya formasi di kaki casing atau
rusaknya peralatan permukaan karena erosi dan melebihi
tekanan maksimumnya.

Jika terjadi drilling break, hentikan rotasi drillstring.

Angkat rangkaian drillstring hingga tool joint Kellydrillpipe berada di atas Kelly bushing, pasang slip.

Stroke pompa masih berjalan normal.

Hentikan stroke/RPM pompa.

Amati adanya laju alir fluida keluar annulus.

Jika tidak terdapat aliran, lepas slip, lanjutkan

penetrasi. Amati setiap terjadi drilling break.

Jika terdapat aliran, tutup pipe-RAM preventer atau


annular preventer.
Perlu dipertimbangkan formasi yang sedang ditembus.
Sandstone memiliki tensile dan compressive strength
batuan terlemah, shale cenderung lebih besar
dibandingkan sandstone, dan limestone merupakan
batuan terkuat.

Buka choke line

Jika digunakan teknik soft shut in, choke pada


mulanya di-set terbuka. Tutup perlahan-lahan choke.
Gunakan teknik shut in untuk mengurangi hammer
effect dan rekahnya formasi. Biasanya dilakukan pada

formasi lemah dan permeabilitas rendah.

Amati tekanan choke line.

Jika digunakan teknik hard shut in, choke pada


mulanya dalam keadaan tertutup. Amati tekanan
choke line. Teknik hard shut in biasanya digunakan
pada formasi strength dan memiliki permeabilitas
tinggi untuk mengurangi jumlah influx sehingga juga
akan mengamankan volume kick di bawah kick

tollerence.

Tutup pipe-ram preventer atau annular preventer


tergantung kebijakan.

Amati kenaikan tekanan casing dan drillpipe di


permukaan. Perhatikan bahwa ketika stroke pompa
dimatikan, tekanan flowing bottom hole pressure akan
naik perlahan-lahan secara transien hingga suatu
waktu mencapai tekanan formasi statik.

Kenaikan tekanan ini dapat juga disebabkan oleh migrasi


gelembung kick-gas menuju permukaan atau kombinasi
dari keduanya. Perhatikan gambar berikut yang
menjelaskan bagaimana tekanan permukaan dan tekanan
dasar sumur dapat dipengaruhi oleh migrasi kick ketika
sumur ditutup.

Dengan adanya efek ini, maka pembacaan tekanan


dilakukan dengan mengambil pembacaan tekanan ketika
hubungan antara tekanan casing terhadap waktu linear.
Tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui secara
pasti berapa besarnya tekanan statik formasi ketika
memasuki masa operasi well control, di mana waktu
penanggulangan menjadi sangat kritis. Oleh karenanya,
hanya prediksi tekanan dasar sumurlah yang dapat
dilakukan agar permasalahan dapat diselesaikan sesegera
mungkin dalam mengurangi risiko yang lebih besar.

Catat SIDPP dan SICP sesuai dengan langkah di atas.

Di saat sebelum POOH sangat disarankan untuk


mengukur tekanan standpipe vs laju alir atau stroke
pompa. Dalam bentuk grafik hubungan ini
digambarkan secara log-log. Kegiatan ini dilakukan
untuk mengetahui besarnya laju alir saat membunuh
sumur.

Besarnya laju alir kill rate tergantung pada kebijakan di


lapangan. Namun aturan umum dari pemilihan laju alir
killing ini adalah digunakan stroke pompa yang relative
kecil, biasanya sebesar hingga 1/4 dari alju alir sirkulasi
normal. Beberapa alasan dari penggunaan rate killing
yang kecil antara lain,

Penggunaan rate yang besar akan


memperbesar pressure loss pada annulus, sehingga
tekanan dasar sumur dapat meningkat yang dapat
menyebabkan loss circulation sehingga menambah

rumitnya operasi.

Keberjalanan operasi akan sangat sulit pada laju alir


tinggi.

Waktu reaktifitas choke akan berkurang ketika laju


alir meningkat. Perhatikan bahwa choke yang diatur
bukaannya di annulus akan memerlukan waktu reaksi
pada standpipe karena gelombang tekanan merupakan
gelombang longitudinal yang merambat searah
dengan medium lumpur. Semakin lama waktu reaksi,
akurasi dari operasi sirkulasi, untuk menjaga tekanan
dasar sumur konstan akan berkurang.
Tentukan tekanan sirkulasi killing (Killing Rate
Pressure/KRP) berdasarkan pemilihan killing rate.

Hitung tekanan awal untuk sirkulasi pada laju alir kill


rate dengan persamaan,
ICP = SIDPP + KRP
Di mana,

ICP : Tekanan Sirkulasi Pompa Awal (lb/sq inch)


SIDPP : Tekanan Drillpipe ketika sumur
dimatikan(lb/sq inch)
KRP : Tekanan standpipe pada laju alir killing
ketika operasi masih berjalan normal (lb/sq inch)

Prediksi tekanan akhir sirkulasi dengan persamaan


berikut,

FCP = SIDPP + KRP*(OMW/KMW)-0.052*TVD*(KMW-OMW)


Di mana,
FCP : Tekanan sirkulasi akhir ketika lumpur baru
tepat mencapai pahat (lb/sq inch)
OMW : densitas lumpur original yang digunakan
(lb/gall)
KMW : densitas killing mud (lb/gall)
TVD : Kedalaman vertikal total (ft)

Hitung stroke dari permukaan menuju pahat dengan


tepat
STB = (CaDP*LengthDP +

CaHWDP*LengthHWDP+CaDC*LengthDC)/Pump_Deliverab
ility

Buat grafik yang menunjukkan hubungan tekanan


standpipe terhadap jumlah stroke pompa. Semakin
naik stroke dari permukaan hingga bit, tekanan
standpipe akan semakin mengecil.

Naikkan stroke pompa perlahan-lahan hingga laju


alir killrate. Tekanan casing dijaga konstan dengan
mengatur bukaan choke sebesar SICP. Catat
tekanan standpipe aktual yang terbaca. Bandingkan
dengan tekanan KRP secara grafik. Tekanan yang
terbaca ini selanjutnya akan digunakan sebagai
tekanan sirkulasi, menggantikan tekanan sirkulasi
killing (KRP) prediksi.

Perbaiki grafik tekanan pompa terhadap jumlah stroke,


akibat perbedaan prediksi dengan observasi. Mulai dari
ICP aktual, tarik garis sejajar dengan garis tekanan-stroke
prediksi.

Buat tabel yang sesuai dengan grafik di atas.


Gunakan skala kenaikan stroke tertentu, misal 50 psi,
dan hitung penurunan tekanan yang terjadi secara
kumulatif.

Naikkan densitas lumpur di mud pit untuk


menyeimbangkan tekanan lumpur dengan tekanan
formasi, sebesar
KMW = OMW + SIDPP/0.052/TVD

Sirkulasi lumpur berat dengan tekanan sirkulasi awal


(ICP) pompa yang tepat sesuai dengan pengukuran
aktual. Atur bukaan choke di choke line agar tekanan
drillpipe per kenaikan stroke sesuai dengan tabel di

atas.

Saat stroke mencapai stroke-pahat, mode


manipulasi tekanan akan menjadi berubah, yaitu
dengan menjaga tekanan pompa konstan dengan
mengatur choke pada choke line. Lakukan hal ini
hingga kick mencapai permukaan dan seluruh lumpur
berat terdeteksi di permukaan. Hal ini dilakukan agar
tekanan dasar sumur konstan dengan mengingat
kembali konsep kesetimbangan pada pipa-U (U-Tube).

Jika lumpur baru telah mencapai permukaan, tutup


choke dan annular preventer. Amati tekanan standpipe
dan tekanan chokeline. Kedua tekanan harus bernilai 0
psig.

Jika tekanan permukaan tidak Nol, hal ini berarti


sumur belum mati dan masih terdapat kick. Lanjutkan
sirkulasi dengan menjaga tekanan standpipe konstan.

Ketika sumur telah mati, naikkan lagi densitas


lumpur agar diperoleh trip margin yang sesuai

diperlukan. Besarnya trip margin berdasarkan Green


Book Lapeyrouse, sebesar,
Tm = 11.7/YP/Cl
di mana,
Tm : Trip Margin (lb/gall)
YP : Yield Point Lumpur (lb/100 sq ft)
Cl : Annulus clearance minimum (inch)

Lanjutkan pengeboran.

Ujian Akhir Teknik


Pemboran Modern
Institut Teknologi
Bandung 2012
MARCH 14, 2013 ENGINEERANDADVENTURER LEAVE A COMMENT

Oleh I Gede Bayutika (Asisten Kuliah)

UJIAN AKHIR SEMESTER


TM-4021 Teknik Pemboran Modern

Tanggal : 8 Desember 2012


Tempat : Ruang Seminar TM
Dosen : Prof. Dr.-Ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S.

NEW WORLD RECORD ERD (CASE HISTORY


SAKHALIN PROJECT II)

Pada awal tahun 2008, suatu pengeboran Extended Reach


Drilling (ERD) sumur Chavyo Z-12 dengan catatan rekor
terbaru di dunia sebagai pemboran dengan MD terjauh
(11680 m) dilakukan di Pulau Sakhalin, Rusia oleh Exxon
Mobile dengan memakan waktu hanya sekitar 68 hari.
Desain trajektori sumur dapat dilihat pada gambar di
bawah di mana Kick-off Point (KOP) dimulai pada
kedalaman 200 m.
Lingkungan pemboran yang extrem membuat ROP
berkurang dari 20m/hr menjadi 2 m/hr pada trayek
horizontal (lubang 8.5). Berat Lumpur yang
direkomendasikan di dalam pemboran saat mengebor
lubang ini sebesar 11,5 ppg untuk mencegah
permasalahan hole instability seperti yang terjadi pada
sumur ERD Chavyo Z-11 sebelumnya. Rotating WOB yang
digunakan sebesar 30 kips.

Drilling Assembly yang digunakan terdiri dari PDC Bit,


RSS, MWD, dan LWD. Setelah pemboran telah mencapai
target 11680 mMD, direncanakan sistem komplesi sumur
dengan menggunakan liner 6 5/8 hingga 11610 mMD.

Gambar. Trajektori Sumur (SPE-119373)


Dalam operasinya digunakan kombinasi Drillstring : DP 5
7/8, HWDP 5 dan 5 7/8, hingga Production Tubing 7
untuk mengebor lubang 8.5 tersebut.

Pertanyaan :
1.

Buat tabel trajektori sumur (MD, TVD, Displacement,


Inklinasi)

2.

Desain peralatan BHA agar diperoleh BUR 1 dan BUR


2 sesuai data trajektori.

3.

Anda diminta untuk mendesain


konfigurasi drillstring dan BHA agar pemboran dapat
tercapai hingga TD 11680 mMD seoptimimum mungkin
dengan mempertimbangkan faktor drag, torque,
buckling, dan ketersediaan rig.

4.

In case pemboran anda berhasil mencapai target TD


11680 mMD. Jelaskan hasil perhitungan saudara
besertadata serta asumsi yang digunakan.

5.

In case pemboran anda tidak mampu mencapai


target TD 11680 mMD, jelaskan hasil perhitungan
panjang maksimum yang didapatkan beserta data
dan asumsi yang digunakan. Rekomendasikan
peralatan dan parameter yang harus diubah agar
pemboran dapat tercapai.

6.

Gambarkan grafik Torsi, Drag, dan Tension vs


Measure Depth untuk pertanyaan 4 dan 5.

7.

Deskripsikan permasalahan-permasalahan operasi


pada pemboran Horizontal.

8.

Diskusikan dan Presentasikan hasilnya.

Rig yang tersedia


Konvensio
nal

Orlan

Yastreb

Hookload
(lb)

400,000

1,300,000

1,500,000

Top Drive
(ft-lb)

35k

60k

63k

Crown
Block
Weight
(lb)

15,000

18,000

20,000

Block
Weight
(lb)

22,500

24,000

25,000

TDD
weight
(lb)

12,300

15,000

17,000

Hoisting
Speed
(ft/min)

30

35

40

Transmiss
ion
Efficiency
(%)

90

92

95

Mechanic
al
Efficiency
(%)

82

85

85

Block
Efficiency
(%)

85

88

90

Lines

12

12

12

Kuasai Energi,
Dunia dalam genggaman,
Hidup menjadi tantangan,
Kematian berbuah
kemenangan

Anda mungkin juga menyukai