Anda di halaman 1dari 9

SISTEM IMUN & HEMATOLOGI

SKENARIO 8 LUPUS
D
I
S
U
S
U
N

Oleh :
YOSPIN
C.10.14201.054
Kelas IIa / S1-Keperawatan dan Ners

STIK STELLA MARIS MAKASSAR


TAHUN AJARAN 2012 / 2013

BAB I
SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. DEFENISI
Sistemik lupus eritematosus adalah penyakit autoimun yang
kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh ( Sylvia A Price
Lorreine M wilson,1905).
SLE adalah suatu peradangan kronik dimana terbentuk antibodiantibodi terhadap beberapa antigen diri yang berlainan ( Elisabeth
E.Corwin 2001)
Lupus adalah suatu penyakit inflamasi yang kronis yang akan
dapat menyerang berbagai macam anggota tubuh kita, terutama kulit,
sendi, darah dan ginjal.
(www.medicastore.com/.../lupus_butterfly_rash.jpg)
Lupus

Eritematosus

Sistemik

(Lupus

Eritematosus

Disseminata,Lupus) adalah suatu penyakit autoimun menahun yang


menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai organ tubuh,
termasuk kulit, persendian dan organ dalam.
(http://www.indonesiaindonesia.com/f/9866-lupus-eritematosussistemik).
2. IMUNOLOGI DASAR
Imunologi dasar dibagi atas 3, yaitu: sistem imun, antigen dan antibody
dan reaksi hipersensitivitas.
a. Sistem Imun
Sistem imun dibagi atas 2, yakni sistem imun spesifik dan
nonspesifik. Sistem imun spesifik di bagi atas 2 yaitu:
1). sistem imun spesifik humoral
Yang berperan dalam sistem imun ini adalah limposit B atau sel B.
Bila sel B dirangsang benda asing sel tersebut akan berproliferasi
dan berdifererensiasi menjadi sel plasma yang dapat membentuk

antibody. Fungsi utama antibody ialah mempertahankan tubuh


terhadap infeksi bakteri, virus dan netralisasi toksin.
2). sistem imun spesifik seluler
Yang berperan dalam sistem imun ini adalah limposit T atau sel T.
Sel T akan berpoliferasi dan diferensiasi terjadi di dalam kelenjar
timus. Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas sub-sel yang
mempunyai fungsi yang berlainan.
Fungsi sel T umumnya ialah:
a). Membantu sel T dalam memproduksi antibody
b). Mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus
c). Mengaktifkan maktofag dalam fagositosis
d). Mengontrol ambang dan kualitas sistem imun
b. Antigen dan antibody
1). Antigen dan imunogen adalah setiap bahan yang dapat
menimbulkan reaksi imun spesifik pada manusia dan hewan.
2). Antibody atau imunoglobulin (Ig) adalah golongan protein yang
di bentuk sel plasma (proliferasi sel B) akibat kontak dengan
antigen. Imunoglobulin di bagi atas Ig G, Ig A, Ig M, Ig D dan Ig E.
c. Reaksi hipersensivitas
Hipersensivitas adalah respon imun yang berlebihan dan yang
tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan
tubuh.

Reaksi

hipersensifitas

ini

terdiri

dari

reaksi

type

(ANAFILAKTIK), type II (SITOTOKSIK), type III (KOMPLEKS IMUN)


dan type IV (DIPERANTARAI SEL). Penyatuan antigen dan antibody
membentuk suatu kompleks yang mengaktifkan komplemen, menarik
leukosit dan menyebabkan kerusakan jaringan oleh produk-produk
leukosit.serum sickness bentuk glomerulonefritis lesi pada SLE.
Reaksi type III (komplek imun) mempunyai berbagai bentuk, tetapi
pada akhirnya reaksi-reaksi tersebut sama-sama diperantarai oleh
kompleks imun, yaitu kompleks antigen dan antibody, biasanya dari
jenis Ig D. Prototipe dari reaksi jenis ini adalah reaksi artus. Secara
klasik, jenis reaksi iniditimbulkan dengan cara mensensitisasi subjek
dengan beberapa protein asing dan selanjutnya subjek tersebut
diberi suntikan antigen yang sama secara intrakutan. Reaksi itu

secara khas timbul sesudah beberapa jam, dengan melalui fase


pembengkakan dan kemerahan kemudian nekrotik serta pada kasus
yang berat terjadi perdarahan.
3.ETIOLOGI
Penyebabnya belum di ketahui secara pasti.tetapi penyakit ini
berhubungan dengan system imunologi yang berlebihan.
Faktor genetik
faktor Infeksi virus
obat-obatan
faktor hormonal
penyakit autoimun
4.PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka
bakar

termal).

Obat-obat

tertentu

seperti

hidralazin,

prokainamid,

isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping


makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat
senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi
akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan
kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi
antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali.

5.MANIFESTASI KLINIK

1. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa
nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.

6. Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup
seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
6.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.Pemeriksaan lab
Leucopenia,Hyperglobulinemia,proteininuria,Trombositopenia,Hipoalbu
minemiab.
b.Biopsi ginjal dan kulit
c.ANA (anti nuclear antibody).
7.PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Obat-obat anti inflamasi termasuk aspirin atau obat anti inflamasi non
steroid lainnya digunakan untuk mengobati demam dan arthritis.
Kortikosteroid sistemik digunakan untuk mengobati atau mencegah
patologi ginjal dan susunan saraf pusat.
b. Lesi kulit diobati dengan obat antimalaria.
8.KOMPLIKASI
a. Gagal ginjal adalah penyebab tersering kematian pada pengidap
SLE.
b. Dapat terjadi perikarditis (peradangan kantung perikardium yang
mengelilingi jantung).
c. Peradangan membran pleura yang mengelilingi paru dapat
membatasi pernapasan. Sering terjadi bronkhitis.
d. Dapat terjadi Vaskulitis di semua pembuluh otak dan perifer.
e. Komplikasi susunan saraf pusat termasuk stoke dan kejang,
perubahan kepribadian, termasuk psikosis dan depresi. Dapat terjadi
perubahan kepribadian mungkin berkaitan dengan terapi obat atau
penyakitnya.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a) Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik
difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami
seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas,
anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra
diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau
leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari
kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak,
rasa kaku pada pagi hari.
5. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang,

korea ataupun manifestasi SSP lainnya.


b) Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d lesi pada lapisan kulit
2. Pola pernafasan tidak efektif b/d proses inflamasi
3. Volume cairan berlebih b/d gagal ginjal dengan retensi air
4. Intoleransi aktivitas b/d nyeri pada persendian.
c)

Intervensi
1. Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit b/d lesi pada lapisan kulit.

Kaji kulit setiap hari. Catat warna, tugor, sirkulasi dan sensasi.
Amati perubahan.
R: menentukan garis dasar dimana perubahan pada status

dapat dibandingkan dan melakukan integritas yang tepat.

pertahankan/instruksikan dalam hygien kulit, mis. Membasuh


kemudian mengerikannya dengan berhati-hati dan melakukan
masase dengan menggunakan lotion/krim.
R : mempertahankan kebersihan karena kulit kering dapat.

Gunting kuku secara teratur.


R : kuku panjang dan kasar meningkat resiko kerusakan dermal.

Kolaborasi : gunakan obat-obat topical sesuai indikasi.


R : Digunakan pada perawatan lesi kulit.

2. Pola pernafasan tidak efektif b/d proses inflamasi

Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada


R : mengetahui peningkatan kerja napas. Kedalaman
pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.

Tingkatkan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien


tempat tidur dan mabulasi sesegera mungkin.
R : duduk tinggi tingkatkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.

Berikan O2 tambahan.
R : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

Siapkan untuk bronkoskopi.


R : kadang-kadang berguna untuk membuang dahak dan
membersihkan jalan nafas.

3. Intoleransai aktivitas b/d nyeri pada persendian.

Tingkatkan tirah baring/ duduk. Berikan liingkungan tenang batasi


pengunjung sesuai keperluan.
R : meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan
energy yang digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas dan posisi
duduk tegak diyakini untuk aliran darah ke kaki.

Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.


R : meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan
pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.

Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.


R : memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.

4. Volume cairan berlebihan b/d gagal ginjal dengan retensi air.

Auskultasi bunyi jantung dan paru.


R : kelebihan cairan menimbulkan edema paru, bunyi nafas
tambahan, bunyi jentung ekstra.

Kaji kulit area tergantung untuk edema.


R : edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada
tubuh.

Kolaborasi : antitipertensif, Klonidin, metildopa, prazosin.


R : diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek perbaikan
dari penurunan aliran darah ginjal, kelebihan volume sirkulasi.

Anda mungkin juga menyukai