Anda di halaman 1dari 36

Systemic Lupus

Erythematosus (SLE)

• Kelompok 5
Nama anggota kelompok

1. Sri Putri Jannah.B 2311316009


2. Sarah Azhar 2311316014
3. Juwita Afrilla 211131045
4. Muhana Fitria 2111311027
5. Hadany Alhaq 2111317004
6. Muzafar Nashiruddin Qutuz 2111311033
7.Alifia putri 2111312042
1.Definisi
Menurut Robinson (dalam Apriantini, 2018), Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan
penyakit radang kronis yang disebabkan oleh penyakit autoimun (kekebalan tubuh) dimana sistem
pertahanan tubuh yang tidak normal melawan jaringan tubuh sendiri. Systemic Lupus Erythematosus
(SLE) merupakan suatu penyakit autoimun multisistem dengan manifestasi dan sifat yang berubah –
ubah, penyakit ini terutama menyerang kulit, ginjal, membran mukosa, sendi, dan jantung.
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan suatu penyakit komplek yang bersifat genetik
dan diduga lebih dari satu gen menentukan seseorang terkena atau tidak (Kardewi, 2019).
2.Etiologi

1) Faktor genetik berperan penting dalam kerentanan penyakit SLE. Sekitar 10% - 20% pasien
SLE mempunyai kerabat dekat yang menderita SLE
2. Faktor lingkungan, yakni sinar UV yang mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar
sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis
dari sel keratonisit
3. Obat – obatan tertentu, seperti obat – obatan jenis klorpomazin, metilpoda, isoniazid, dilantin,
penisilamin kuinidine, hydralazine (obat antihipertensi), dan procainamide (untuk mengobati
detak jantung yang tidak teratur), jika terus – menerus dikonsumsi akan membentuk antibodi
penyebab SLE
4. Infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme
menyebabkan peningkatan antibodi sehingga mengaktivasi sel B limfosit non spesifik yang akan
memicu terjadinya SLE
5. Stress yang berlebihan
6. Faktor hormonal menyebabkan wanita sering terserang SLE dibanding pria. Meningkatnya
gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung kayakinan
bahwa hormon (terutama esterogen) berperan dalam timbulnya penyakit ini.
3.patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini disebabkan oleh
kombinasi antara faktor – faktor genetik, hormonal, lingkungan (cahaya matahari, luka
bakar termal), serta obat – obatan tertentu. Peningkatan produksi autoantibodi terjadi akibat
fungsi sel T supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen kemudian terjadi serangan
antibodi tambahan dan siklus tersebut terulang kembali. Kerusakan organ pada SLE
didasari pada reaksi imunologi. Reaksi ini menimbulkan abnormalitas respons imun di
dalam tubuh yaitu :
1) Sel T dan Sel B menjadi otoreaktif
2) Pembentukan sitokinin yang berlebihan
3) Hilangnya regulasi kontrol pada sistem imun, antara lain :
a) Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun maupun
sitokinin dalam tubuh
b) Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
c) Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen,
karena adanya mimikri molekuler
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam tubuh
yang disebut autoantibodi. Selanjutnya antibodi tersebut membentuk imun. Nah,
kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan yang akhirnya menimbulkan
gejala inflamasi atau kerusakan jaringan (Kowalak dalam Ariani, 2016).
4.WOC

Bertanya kepada guru jika ada


hal yang kurang jelas
5.Maninfestasi klinis

Berikut ini manifestasi klinis Systemic Lupus Erythematosus (SLE) menurut


Elizabeth (dalam Nenden 2016), yaitu :
1. Demam pada SLE dapat mencapai >400C tanpa leukositosis dan tidak disertai
dengan menggigil.
2. Kelelahan adalah keluhan umum pada 90% penderita SLE
3. Penurunan BB juga dapat terjadi akibat demam dan penurunan nafsu makan
4. Poliartralgia (nyeri sendi) dan arthritis (peradangan sendi)
5. Ruam kupu – kupu (butterfly rash) di pipi dan hidung
6. Rambut rontok (alopecia)
7. Bercak dan bintik merah di kulit
8. Sariawan (ulcers) pada rongga mulut dan tenggorokan
9. Sakit di dada jika menghirup napas dalam (pleurisi)
10. Jari menjadi putih atau biru saat dingin (fenomena raynaud’s)
11. Edema mata dan kaki yang mencerminkan terjadinya gangguan pada ginjal dan hipertensi
12. Hematuria (air kemih mengandung darah) dan proteinuria
13. Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulang, dan perdarahan sering terjadi karena
serangan terhadap sel darah merah dan putih serta trombosit.
14. Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis,
maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan tersebut.
6.Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Perhitungan sel darah lengkap (complete blood count) : penderita SLE dapat mengalami anemia,
trombositopenia, leukositosis atau leukopenia.
b. Analisis urine : urine pada penderita SLE dapat mengalami kenaikan kandungan protein dan sel
darah merah (kondisi ini menandakan SLE telah menyerang ginjal).
c. Pemeriksaan ANA (antinuclear antibody) : pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa
keberadaan sel antibodi tertentu dalam darah, dimana kebanyakan penderita SLE memilikinya.
Sekitar 98% penderita SLE memiliki hasil positif jika dilakukan tes ANA.
d. Pemeriksaan imunologi : diantaranya adalah anti-dsDNA antibody, anti- Sm antibody,
antiphospholipid antibody, syphilis, lupus anticoagulant, dan Coombs’test. Pemeriksaan imunologi
tersebut merupakan salah satu kriteria dalam penentuan diagnosis SLE.
e. Tes komplemen C3 dan C4 : komplemen merupakan senyawa dalam darah yang membentuk
sebagian sistem kekebalan tubuh. Level komplemen dalam darah akan menurun seiring
aktifnya SLE

Bertanya kepada guru jika ada


hal yang kurang jelas
2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Ekokardiogram : berfungsi mendeteksi aktivitas jantung dan denyut jantung menggunakan


gelombang suara. Kerusakan katup dan otot jantung pada penderita SLE, dapat diketahui
melalui ekokardiogram.
b. Foto rontgen : SLE dapat menyebabkan peradangan pada paru – paru yang ditandai dengan
adanya cairan pada paru – paru. Pemeriksaan rontgen dapat mendeteksi adanya cairan paru –
paru tersebut.

Bertanya kepada guru jika ada


hal yang kurang jelas
7.Komplikasi

1. Gagal ginjal adalah penyebab tersering kematian pada pengidap SLE


2. Perikarditis (peradangan kantung perikardium yang mengelilingi jantung)
3. Peradangan membran voskalitis di semua pembuluh otak dan perifer
4. Komplikasi sususnan saraf pusat termasuk stroke dan kejang. Perubahan
kepribadian, termasuk psikosis dan depresi, dapat terjadi. Perubahan
kepribadian dapat berkaitan dengan terapi obat penyakitnya.
8.Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pendidikan kesehatan terhadap pasien :
Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yag dideritanya.
b. Monitoring yang teratur
c. Penghematan energi :
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol. Diperlukan untuk istirahat
yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan pentingnya tidur yang cukup
d. Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat juga digunakan lotion
tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari langsung.
e. Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi, jika ada demam yang tidak ada sebabnya maka pasien harus
memeriksanya.
f. Dukungan psikologis :
Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien. Perawat dapat memberi dukungan
dan dorongan serta setelah pelatihan, dapat menggunakan keterampilan konseling ahli.
2. Penatalaksanaan Medis
a. NSAIDs (Non Steroid Anti-Inflamasi Drugs) : untuk mengobati simptomatik artralgia
(nyeri sendi).
b. Kortikosteroid : dosis rendah untuk mengatasi gejala klinis seperti demam, dermatitis,
efusi pleura. Sedangkan dosis tinggi untuk mengatasi krisis SLE, gejala nefritis, SSP, dan
anemia hemolitik.
c. Obat imunosupresan/sitostatika : diberikan kepada penderita SLE dengan keterlibatan
SSP, nefritis difus dan membranosa anemia hemolitik akut, dan kasus yang resisten
terhadap pemberian kortikosteroid.
3. Penatalaksanaan Diet
Retriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan
kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup
kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati – hati dengan
suplemen makanan dan obat tradisional.
?
Askep Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
2.1 Pengkajian
1) Anamnesis
a. Penyakit lupus eritematosus sistematik bisa terjadi pada
wanita maupun pria, namun penyakit ini sering diderita oleh
wanita, dengan perbandingannya wanita dan pria 8:1
b. Lebih sering pada usia produktif.
c. Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi
distribusi penyakit ini.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri,
kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut
terhadap gaya hidup serta citra dari pasien.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu, apakah pernah
menderita penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius,
atau penyakit autoimun yang lain.
4) Riwayat penyakit Sekarang
a. Perlu dikaji yaitu gejalaa apa yang pernah dialami pasien
(misalnya ruam mular-fotosensitif, ruam dischodiscoid bintik-
bintik eritematosa menimbulkan artaralgia/arthritis, demam,
kelelahan, nyeri dada pleuritik. pericarditis, bengkak pada
pergelangan kaki, kejang, ulkus dimulut.
b. Mulai kapan keluhan dirasakan.
c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
d. Keluhan-keluhan lain menyertai.
5) Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin,
metildopa, hidralasin, prokainamid dan isoniazid, dilantin,
penisilamin dan kuinidin.

6) Riwayat Penyakit Keluarga


Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah
mengalami penyakit yang sama atau penyakit autoimun yang
lain
7) Pemeriksaan Fisik

Dikaji secara sistematis:


a. BI (Breath)
b. B2 (Blood)
c. B3 (Brain)
d. B4 (Bladder)
e. B5 (Bowel)
2.1 DIAGNOSA
Setelah dilakukan pengkajian, dapat ditemukan beberapa diagnosa
keperawatan antara lain :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung
4. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (anemia)
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan struktur/bentuk tubuh
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan pigmentasi
8. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
9. Defisit nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan
2.3 INTERVENSI
2.1 PELAKSANAAN

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.Tahap
pelaksanaan di mulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukkan pada nursing orders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karna itu rencana tindakan
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi maslah
kesehatan klien.
2.1 EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan
yang di sengaja dan terus – menerus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi
dan strategi evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
yaitu:
a. S (subjective) yaitu pernyataan atau keluhan dari pasen
b. O (objective) yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.
c. A (analisys) yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif
d. P (planning) yaitu rencana tindakan yang akan dilakuakan berdasarkan analisis.
THANKS!

Anda mungkin juga menyukai