Anda di halaman 1dari 13

PEMBAHASAN

A. Abdomen
Abdomen atau lebih dikenal dengan perut berisi berbagai organ penting dalam sistem pencernaan, endokrin
dan imunitas pada tubuh manusia. Dari gambar dibawah ini kita mengetahui bahwa ada 9 pembagian
regio(daerah) di abdomen.3
Gambar 1. Abdomen
No Regio Organ yang Ada di Dalamnya
1 hypochondriaca kanan sebagian hati, kantung empedu dan bagian atas ginjal kanan
2 epigastrica ginjal kanan dan kiri, sebagian hati dan lambung serta sebagian kantung empedu
3 hypochondriaca kiri limpa, sebagian lambung, bagian atas ginjal kiri, sebagian usus besar
4 lateralis kanan sebagian hati dan usus besar serta bagian bawah ginjal kanan
5 umbilicalis sebagian besar usus halus, pankreas, ureter bagian atas, usus besar, serta bagian bawah
kantung empedu
6 lateralis kiri sebagian kecil usus besar dan bagian bawah ginjal kiri
7 inguinalis kanan sebagian kecil usus besar
8 pubica usus buntu, sebagian usus halus dan usus besar, ureter kanan dan kiri, serta sebagian kantung
kemih
9 inguinalis kiri sebagian kecil usus besar
No Regio Gangguan Khas di Abdomen
1 hypochondriaca kanan pembesaran hati, sirosis hati
2 epigastrica maag, pembesaran hati, batu empedu dan batu ginjal, pembesaran hati, serta sirosis hati
3 hypochondriaca kiri pembesaran limpa
4 lateralis kanan batu empedu, batu ginjal
5 umbilicalis ulkus usus halus 12 jari, kerusakan usus halus, batu ureter
6 lateralis kiri batu ginjal
7 inguinalis kanan hernia, hamil di luar rahim, usus buntu
8 pubica usus buntu (agak kekanan), hernia, batu ureter
9 inguinalis kiri hernia, hamil di luar rahim

B. Foto Polos Abdomen


Foto Polos Abdomen menjadi salah satu alat bantu dalam mendiagnosis terjadinya gangguan pada
abdomen. Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Foto polos abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu :4
1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP).
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta
dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm.4
C. Penggunaan Foto Polos Abdomen
1. Kolelitiasis (Gallbladder Stones)
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu
kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu
yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran
kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.5
Gambar 2. Foto polos pada kolelitiasis 6
2. Appendisitis Akut
Foto polos jarang bermanfaat kecuali terlihatnya fekalith opaque (5% pasien) didapatkan pada kuadran
kanan bawah (terutama pada anak-anak). Sehingga, X-ray abdominal tidak rutin dilakukan kecuali terdapat
keadaan lain seperti kemungkinan adanya obstruksi usus atau adanya batu ureter.7
3. Gagal Ginjal Akut

Foto polos abdomen, dengan tomography jika perlu, adalah teknik skrining awal pada pasien yang dicurigai
mempunyai batu saluran kemih.8
4. Obstruksi ileus
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level pada foto polos abdomen
dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66%
pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.9
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid level terutama pada
obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka
akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara
bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.10
5. Peritonitis
Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya
gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran
radiologis antara lain:
a. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang
diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri
ikan (Herring bone appearance).
b. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga
gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang
panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra
diafragma dan air fluid level.
c. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder
appearance.
Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air fluid level, dan herring
bone appearance. Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:
a. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang kadang susah membedakan
anatara intestinum tenue yang melebar atau intestinum crassum.
b. Air fluid level
c. Herring bone appearance
Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level ada yang pendek
pendek (usus halus) dan panjang panjang (kolon) karena diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus
halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik. Pada kasus peritonitis karena
perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada
pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos abdomen 3
posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain,
tanda utama radiologi adalah :
a. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan kekaburan pada
cavum abdomen.
b. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit (semilunair shadow).
c. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi. Letaknya antara hati
dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat
dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.
BAB III
KESIMPULAN
Foto Polos Abdomen menjadi salah satu pemeriksaan radiologis yang merupakan pemeriksaan penunjang
untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Foto polos abdomen dapat
dilakukan dalam 3 posisi, yaitu: Tiduran telentang (supine), Duduk atau setengah duduk, Tiduran miring ke
kiri (left lateral decubitus = LLD). Pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Eddy Rumhadi Iskandar. 20087. Keselamatan Kerja Dalam Pelayanan Radiodiagnostik Di Laboratorium

Radiologi Jurusan Teknik Radiodiagnostik Dan Radioterapi. Avaliable from:


http://eddyrumhadi.blogdetik.com.
2. Staf Pengajar Sub-Bagian Radio Diagnostik, Bagian Radiologi, FKUI. 2000. Radiologi Diagnostik. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
3. Sekilas Tentang Abdomen. Avaliable from: http://andramenulis.wordpress.com
4. Peritonitis. Avaliable from: http://3rr0rists.com/medical/peritonitis.html.
5. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2005. 570-579.
6. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam: New England Journal of Medicine. Avaliable from:
http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318#F1.
7. Acute Appendicitis" from Harrison's Principle of Internal Medicine 17th Ed, diterjemahkan oleh Husnul
Mubarak. Avaliable from: http://cetrione.blogspot.com.
8. Gagal Ginjal Akut (Acute Renal Failure Alih Bahasa, Harrison Principle of Internal Medicine 16th Edition).
Avaliable from: http://cetrione.blogspot.com
9. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors.
Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone;2004. p.306-9.
10. Price, S.A. 2000. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L.,
Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC,

Foto Polos Abdomen


FOTO POLOS ABDOMEN ( FPA)
Sebagai alat bantu diagnosis penyakit pasien
A. Abdomen
Abdomen atau lebih dikenal dengan perut berisi berbagai organ penting
dalam sistem pencernaan, endokrin dan imunitas pada tubuh manusia.
Ada 9 pembagian regio (daerah) di abdomen No regio organ yang ada
didalamnya
1.
Hypochondriaca kanan sebagian hati, kantung empedu dan bagian atas
ginjal kanan
2.
Epigastrica ginjal kanan dan kiri, sebagian hati dan lambung serta
sebagian kantung empedu
3.
Hypochondriaca kiri limpa, sebagian lambung, bagian atas ginjal kiri,
sbagian usus besar
4.
Lateralis kanan sebagian hati dan usus besar serta bagian bawah ginjal
kanan
5.
Umbilicalis sebagian besar usus halus, pankreas, ureter bagian atas,
usus besar, serta bagian bawah kantung empedu
6.
Lateralis kiri sebagian kecil usus besar dan bagian bawah ginjal kiri
7.
Inguinalis kanan sebagian kecil usus besar
8.
Pubica usus buntu, sebagian usus halus dan usus besar, ureter kanan
dan kiri, serta sebagian kantung kemih
9.
Inguinalis kiri sebagian kecil usus besar

No regio gangguan khas di Abdomen


1.
Hypochondriaca kanan pembesaran hati, sirosis hati
2.
Epigastrica maag, pembesaran hati, batu empedu dan batu ginjal,
pembesaran hati serta sirosis hati
3.
Hypochondriaca kiri pembesaran limpa
4.
Lateralis kanan batu empedu, batu ginjal
5.
Umbilicalis ulcus usus halus 12 jari, kerusakan usus halus batu ureter
6.
Lateralis kiri batu ginjal
7.
Inguinalis kanan hernia, hamil diluar rahim, usus buntu
8.
Pubica usus buntu (agak kekanan), hernia, batu ureter 9. Inguinalis kiri
hernia, hamil diluar rahim.
B. Foto Polos Abdomen
Menjadi salah satu alat bantu dalam mendiagnosis terjadinya gangguan pada
abdomen. Foto polos abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu:
1.
Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
antero posterior (AP)
2.
Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar horizontal proyeksi AP
3.
Tiduran miring kekiri ( Left Lateral decubitus = LLD ), dengan sinar
horizontal proyeksi AP
C. Penggunaan Foto Polos Abdomen
1.
FPA biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat
sebagai massa jaringan lunak dikuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus, di fleksura hepatika.
2.
Appendicitia akut Foto polos jarang bermanfaat kecuali terlihatnya
felkalith opaque (5% pasien) didapatkan pada kuadran kanan bawah
(terutama pada anak-anak). Sehingga x-ray abdominal tidak rutin dilakukan
kecuali terdapat keadaan lain seperti kemungkinan adanya obstruksi usus
atau adanya batu ureter
3.
Gagal ginjal akut FPA, dengan tomography jika perlu, adalah teknik
skrining awal pada pasien yang dicurigai mempunyai batu sal.kemih
4.
Obstruksi Ileus Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step
ladder dan air fluid level pada FPA dapat disimpulkan bahwa adanya suatu
obstruksi . FPA mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus

halus, sedangkan 84% pada obstruksi kolon. Gambaran step ladder dan air
fluid level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak
tampak gas. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat
gambaran berupa hilangnya mukosa yang reguler dan adanya gas dalam
dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukan adanya
perforasi usus, penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
5.
Gagal ginjal akut FPA, dengan tomography jika perlu, adalah teknik
skrining awal pada pasien yang dicurigai mempunyai batu sal.kemih
6.
Obstruksi Ileus Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step
ladder dan air fluid level pada FPA dapat disimpulkan bahwa adanya suatu
obstruksi . FPA mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus
halus, sedangkan 84% pada obstruksi kolon. Gambaran step ladder dan air
fluid level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak
tampak gas. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat
gambaran berupa hilangnya mukosa yang reguler dan adanya gas dalam
dinding usus.
7.
Peritonitis Pada peritonitis dilakukan FPA 3 posisi. Sebelum terjadi
peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif
maka pada FPA 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:
Posisi tidur untuk melihat distribusi usus, preperitonian fat, ada
tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus
diproksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri
ikan (Herring bone appearance)
Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi
usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid
level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang
kemungkinan gangguan dikolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya
udara bebas infra diagfragma dan air fluid level.
Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh
adanya air fluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran radiologis
pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air fluid level, dan
herring bone appearance.
Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:
Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga
kadang-kadang susah membedakan antara intestinum tenue yang melebar
atau intestinum crassum.
Air flud level

Herring bone appearance Bedanya dengan ileus obstruktif; pelebaran


usus menyeluruh sehingga air flud level ada yang pendek- pendek (usus halus)
dan panjang-panjang (kolon-kolon), karena diameter kolon lebih lebar dari
usus halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus
paralitik.
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada FPA,
gambaran akan klebih jelas pada USG. Gambaran radiologis peritonitis,
karena perporasi dapat dilihat pada pemeriksaan FPA 3 posisi. Pada dugaan
perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena
sebab lain, tanda utama radiologi adalah:

Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line


menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.

Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk


bulan sabit (semilunar shadow)

Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang
paling tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara
pelvis dengan dinding abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis, yaitu adanya kekaburan pada
kavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya
udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.
D. Kesimpulan
Foto Polos Abdomen ( FPA ) menjadi salah satu pemeriksaan penunjang
untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut.
FPA dapat dilakukan dalam 3 posisi yaitu :

TIdur terlentang ( supine )

Duduk atau setengah duduk


Tiduran miring kekiri (Left Lateral Decubitus=LLD) Pemotretan dibuat
dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta
dindingnya.
E. Daftar Pustaka
Price, S.A 2000. Patofisiologi; Konsep Klinis proses-proses penyakit , Editor;
Price, S.A., McCarty, L.,Wilson Editor terjemahan; Wijaya, Caroline, Jakarta:
EGC,.

PENDHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Peritonitis adalah suatu penyakit yang terjadi akibat peradangan yang biasanya
disebabkan oleh infeksi pada selaput ronggs perut (Peritoneum).
Penyakit ini merupakan penyakit yang berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen.
Reaksi awal pada peritoneum terhadap infasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Terbentuk kantong-kantong nanah diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu
dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlektan biasanya menghilang
apabila infeksi menghilang tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dpat
menyebabkan terjadinya obstruksi usus.
(Patofisiologi EDISI 6 Hal 449)
Menurut surpey WHO Jumlah penderita PERITONITIS di dunai berkisar 5,9 jt/tahun.
Kami membuat makalah tentang peritonitis ini karena kami ingin lebih mengetahui tentang
penyakit PERITONITIS dan sekaligus untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang
bahaya dari peritonitis, dikarnakan angka kejadian penderita cukup tinggi maka kita harus
mengantisipasi agar penderita tidak meningkat lagi.
2. TUJUAN

1. TUJUAN UMUM
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pelajaran pemenuhan
kebutuhan eliminasi sekaligus untuk mengetahui lebih luas tentang penyakit
Peritonitis .
2. TUJUAN KHUSUS
Untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tantang penyakit Peritonitis.

BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut
(peritoneum). Wikipedia.com
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut
sebelah dalam. Wikipedia.com

PENYEBAB
Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1.
Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus
buntu.
Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus
menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila
diobati.
2.
Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
3.
Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman
(termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4.
Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi
5.
Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat
memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk
menyambungkan bagian usus.
6.
Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
7.
Iritasi tanpa infeksi.
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter
bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.

PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya
diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali
terkontaminasi material.
Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal
dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan
dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya
sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus
paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.

TANDA DAN GEJALA

Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa penderita peritonitis umum.
Demam
Distensi abdomen
Nyeri tekan abdomen, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi
peritonitisnya.
Nausea/muntah
Vomiting
Penurunan peristaltic.

KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut
dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
1.
Komplikasi dini.
1.
Septikemia dan syok septic.
2.
Syok hipovolemik.
3.
Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem.
4.
Abses residual intraperitoneal.
5.
Portal Pyemia (misal abses hepar).
2.
Komplikasi lanjut.
1.
Adhesi.
2.
Obstruksi intestinal rekuren.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Test laboratorium
1.
Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100
ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan
atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan
dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
1.
Hematokrit meningkat
2.
Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis
didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
3.
X. Ray
Dari tes X Ray didapat:
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
1.
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2.
Usus halus dan usus besar dilatasi.

Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.


3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3
posisi, yaitu :
1.
Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior.
2.
Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah
horizontal proyeksi anteroposterior.
3.
Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi
anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh
abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 3543 cm. Sebelum
terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada
foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran.
Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding
usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).
2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level
dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi,
sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah
adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan
step ladder appearance.
3.

PENATALAKSANAAN
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab
peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
1.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama
jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda
sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat
ditangani).
2.
Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi
bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3.
Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna
yang tidak teratasi.
4.
Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
1.
Mengeliminasi sumber infeksi.
2.
Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3.
Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk
tindakan bedah a.l :
1.
Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.

Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.


3.
Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
4.
Pemberian terapi cairan melalui I.V.
5.
Pemberian antibiotic.
Terapi bedah pada peritonitis a.l :
1.
Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2.
Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa,
lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan
yang nekrosis.
3.
Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4.
Irigasi kontinyu pasca operasi.
Terapi post operasi a.l:
1.
Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2.
Pemberian antibiotic
3.
Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan
tidak ada distensi abdomen.
2.

1) Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara
intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan
nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang
lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme
pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai
keadekuatan resusitasi.
1.
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur
keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.
Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis
yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
2.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan
masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi
ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,
mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
3.
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan
larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal
povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan

lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat
lain.
2) Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat
apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan
pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat
biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik
diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman
fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga
fase yaitu :
1.
Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan
kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi
yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga
melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
2.
Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau
dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat
meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada
beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama
induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu
dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar
kesejajaran tubuh.
3.
Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup
rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap
mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi.
Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil
dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini.
Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi dan evaluasi diuraikan.

KESIMPULAN
1. Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran serosa yang melapisi rongga abdomen dan
menutupi viscera abdomen) merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis.
2. Biasanya penderita ditandai dengan gejala muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di
perutnya.
Bisa terbentuk satu atau beberapa abses.

3. Pengobatan pada penyakit peritonitis yaitu dengan cara pemberian antibiotic yang sesuai,
dekompresi saluran gastro entestinal dengan penyedotan intestinal atau naso gastrik, penggati
cairan dan elektrolit yang hilang secara intervena, tirah baring dalam posisi Fowler, pembuangan
Fokus seftik atau penyebab inflamasi lainnya, dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.

Anda mungkin juga menyukai