Anda di halaman 1dari 8

A.

FISTULA ENTEROCUTAN
1. Definisi
Fistula adalah hubungan abnormal antara dua permukaan epitel. Fistula enterokutan didefinisikan
sebagai hubungan anbnormal antara permukaan epitel usus kecil atau usus besar dengan
permukaan epitel kulit abdomen.
2. Etiologi
a. Spontan
i. Keganasan
ii. Radiasi
iii. Penyakit usus inflamatorik
iv. Iskemia usus
v. Sepsis intraabdominal
vi. Appendisitis
vii. Ulkus duodenum
b. Pasca Operasi
i. Kerusakan anastomosis
ii. Trauma usus pada saat diseksi atau penutupan abdomen
3. Klasifikasi
Fistula enterokutan diklasifikasikan berdasarkan output yang dihasilkan dalam satuan mililiter setiap
24 jam.
a. Low
i. Output sebanyak 200 ml dalam 24 jam
ii. Pada umumnya berasal dari usus kecil
b. Moderate, Output > 200 – 500 ml dalam 24 jam
c. High
i. Output > 500 ml dalam 24 jam
ii. Pada umumnya berasal dari usus besar

4. Diagnosis
Pada umumnya, fistula enterokutan dapat diidentifikasi dengan drainase eksternal isi usus. Pasien
dengan fistel enterokutan terdiagnosis pada hari kelima atau keenam pasca operasi, dengan gejala
demam, ileus yang menetap, dan abses luka operasi. Apabila dilakukan drainase abses, demam
akan menghilang. Dalam waktu 24 jam, fistula akan tampak jelas dan tampak isi usus yang keluar
dari luka operasi.
5. Penatalaksanaan
a. Diagnosis dan Identifikasi
b. Stabilisasi dan Investigasi
i. Mengontrol komplikasi dalam 24 sampai 48 jam setelah fistula enterokutan terdiagnosis.
ii. Mengurangi jumlah output fistula
· Pemasangan nasogastric tube (NGT)
· Pemberian antagonis H2 atau proton pump inhibitor (PPI)
· Drainase abses
· Koreksi keseimbangan cairan, elektrolit, dan nutrisi
· Penberian antibiotik spektrum luas
· Penggunaan somatostatin atau octreotide untuk menghambat sekresi gaster, pankreas, sistem
bilier, dan usus.
c. Terapi Definitif
Terapi definitif diperlukan saat pasien tidak membaik dengan terapi awal selama 4 sampai 6 minggu.
i. Operasi
· Menjahit ulang fistula
· Reseksi fistula
· Laparotomy
Tindakan laparotomy ditunda samapai terjadi resolusi dari inflamasi intra-abdominal pada pasien
pasca operasi fase awal
· Penutupan fistula dengan menggunakan vakum atau lem fibrin.
B. MASSA INTRAABDOMEN
1. Anatomi Abdomen
Abdomen merupakan bagian dari tuncus yang terletak antara thorax dan pelvis, atau diaphragma
dengan aditus pelvis, terdiri atas dinding abdomen dan visera abdominis. Dan rongga yang terdapat
diantara keduanya disebut cavum abdomen. Fungsi abdomen :
a. Sebagai tempat dan proteksi organ-organ viscera
b. Untuk membantu respirasi
c. Perubahan tekanan intraabdominal, seperti saat miksi, defekasi atau partus
Secara topografi abdomen dibagi menjadi regio dan kuadran untuk menggambarkan lokasi
organ.Abdomen dibagi menjadi 4 kuadran oleh. perpotongan garis verical linea mediana, dengan
garis horizontal terhadap umbilicalis yaitu:
Abdomen dibagi menjadi 9 region oleh perpotongan linea midclavicularis dextra et sinistra dengan
garis horizon terhadap arcus costarum dan linea intertubercularis (tuberculum crista iliaca), yaitu:

Epigastrica Hipochodriaca sinistra


Lobus Hepatis Sinistra  Ventriculus
Hipochodriaca dextra
 Lobus hepatis dekstra  Sebag.ventriculus  Lien
 Vesica fellea
 Colon ascendens bagian atas
 Flexura hepatis  Duodeni pars descendens  Colon transversum bagian sinistra
 Colon transversum bagian dekstra

Lumbalis dextra Umbilicalis Lumbalis Sn


 Colon ascendens  Duodeni pars inferior  Colon descendens

Hipogastrica
 colon sigmoideum

Inguinalis/iliaca dextra  vesica urinaria


Inguinalis/iliaca Sinistra
 Appendix fermivormis  perbatasan antara colon pars desc. dg
 uterus (pd wanita) colon sigmoideum
 caecum
2. Definisi dan Etiologi
Massa intraabdomen merupakan pembengkakan atau benjolan yang terdapat pada rongga
abdomen baik intraperitoneal maupun retroperitoneal. Rongga abdomen merupakan suatu rongga
yang terletak diantara diafragma (di bagian atas) dan appertura pelvis superior (di bagian bawah).
Massa intraabdomen dapat disebabkan oleh :
a. Aneurisma aorta abdominal.
b. Distensi kandung kemih.
c. Kolesistitis.
d. Kanker kolon.
e. Crohn’s disease.
f. Divertikulitis.
g. Tumor kantong empedu.
h. Hidronefrosis.
i. Kanker hati.
j. Hepatomegali.
k. Kista ovarium.
l. Abses pankreas.
m. Pseudokista pankreas.
n. Karsinoma ginjal.
o. Kanker lambung.
p. Volvulus.
3. Diagnosis
Tumor intra abdomen memiliki gejala yang beragam tergantung etiologi. lokasi, konsistensi,
permukaan dan aspek lain dari benjolan dapat membantu dalam mencari etiologi dari tumor intra
abdomen. Bedakan antara massa intra abdomen dengan massa dinding abdomen. Pasien diminta
mengangkat kepala atau kaki sehingga otot dinding perut menegang. Bila tumor berasal dari dinding
abdomen maka massa teraba semakin menonjol, sedangkan bila tumor berasal dari intraabdomen,
maka benjolan akan berkurang atau menghilang. Rektal touche terkadang dibutuhkan pada
beberapa kasus. Pemeriksaan penunjang lain ialah USG abdomen, foto polos abdomen, CT scan
abdomen, angiografi, barium enema, pemeriksaan darah rutin, kolonoskopi dan sigmoidoskopi.
4. Tumor Kandung Empedu
Karsinoma kandung empedu jarang ditemukan dan biasanya didapat pada usia lanjut. Kebanyakan
berhubungan dengan batu kandung empedu. Risiko timbul keganasan timbul sesuai dengan
lamanya menderita batu kandung empedu.
Tumor ganas primer kandung empedu adalah jenis adenokarsinoma dengan penyebaran
invasive langsung ke dalam hati dan portal hati. Metastasis terjadi ke kelenjar getah bening
regional, hati, dan paru. Kadang karsinoma ditemukan secara tidak sengaja sewaktu melakukan
kolesistektomi untuk kolelithiasis, dan sering telah terjadi penyebaran.
a. Gambaran Klinis
Keluhan utama biasanya ditentukan oleh kolesistolithiasis. Sering ditemukan nyeri menetap di perut
kuadran kanan atas, mirip kolik bilier. Apabila terjadi obstruksi duktus sistikus, akan timbul kolesititis
akut. Gejala lain yang dapat terjadi adalah ikterus obstruksi dan kolangitis akibat invasi tumor ke
duktus koledokus.
b. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, dapat diraba massa di daerah kandung empedu. Massa ini tidak akan
disangka tumor apabila disertai tanda kolesistitis akut.
Apabila gejala klinisnya hanya kolangitis dan kandung empedu terasa membesar, harus dicurigai
kemungkinan keganasan kandung empedu karena keadaan ini tidak biasa ditemukan pada
koledokolitiasis.
Pemeriksaan USG dan CT-scan dapat membantu menemukan tumor dan batu. Bila tumor masih
kecil, yang terlihat hanya batu empedu. Diagnosis prabedah yang tepat hanya 10%.
Diagnosis banding adalah kolesistolitiasis dan kolesistitis kronik, terutama bila ada dinding yang
fibrotic.
c. Tata Laksana
Pencegahan dengan melakukan kolesistektomi pada penderita kolelitiasis merupakan cara paling
baik. Cara ini terbukti menurunkan angka kejadian karsinoma kandung empedu.
Apabila ditemukan karsinoma kandung empedu waktu melakukan laparatomi, harus dilakukan
kolesistektomi dan reseksi baji hepar selebar 3-5 cm disertai diseksi kelnjat limfe regional di daerah
ligamentum hepatoduodenale. Reseksi lebih luas, sperti hemihepatektomi atau lobektomi tidak
memberikan hasil yang lebih baik.
5. Tumor Saluran Empedu
Insiden tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan kolelithiasis dan tanpa
kolelithiasis pada penderita laki-laki atau perempuan tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata 60
tahun, tetapi tidak jarang didapat pada usia muda.
Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau duktus koledokus. Gambaran
histologik tumor dapat murni sebagai adenokarsinoma, yang juga disebut kolangiokarsinoma, tetapi
dapat juga mirip jaringan parut atau kolangitis sklerotikans. Oleh karena itu, jaringan biopsy harus
cukup besar agar dapat dinilai dengan baik. Lebih kurang 10% dari tumor ini adalah
adenokarsinoma papiler yang membentuk masa besar di dalam lumen.
Metastasis kadang ditemukan sewaktu pembedahan, tetapi biasanya telah ada infiltrasi ke v.porta
dan a.hepatika. kalau terjadi metastasis pertama-tama akan ke hati dan kelenjar limf hillus.
Penyebaran terjadi lebih lambat dibandingkan dengan jenis nonpapiler maka prognosis relative lebih
baik.
a. Gambaran Klinis
Keluhan utama adalah ikterus obstruktif yang progresif secara lambat disertai pruritus. Biasanya
tidak ditemukan tanda kolangitis, seperti febris, menggigil, dan kolik bilier, kecuali perasaan tidak
enak di perut kuadran kanan atas, selebihnya penderita merasa baik-baik saja. Anoreksia san
penurunan berat badan terjadi lambat laun.
b. Diagnosis
Gejala klinis yang menonjol adalah ikterus. Bila tumor mengenai duktus koledokus, terjadi distensi
kandung empedu sehingga muda diraba, sementara tumornya sendiri tidak pernah dapat diraba.
Kandung empedu yang teraba di bawah pinggir iga pun tidak nyeri dan penderita tampak ikterus
karena obstruksi kumpulan tersebut disebut trias atau hukum Courvoisier.
Hepatomegali akibat bendungan sering ditemukan. Apabila obstruksi empedu tidak diatasi, hati akan
menjadi sirosis, terdapat splenomegali, asites, dan perdarahan esophagus.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan tanda ikterus obstruksi. Leukositosis biasanya tidak
ditemukan. Pemeriksaan USG umumnya dapat mendeteksi pelebaran saluran empedu intrahepatik.
Kolangiopankreatikografi endoskopik retrograde (ERCP), kolangiopankreatikografi resonansi
magnetic (MRCP) dan kolangiografi transhepatik perkutan (PTC) dapat menentukan lokasi tumor
secara jelas. Tumor yang terletak di pertemuan duktus hepatikus kanan dan kiri disebut tumor
Klatskin. Pada tumor ini, penting dicari bagian proksimalnya karena batas ini akan menentukan
kemungkinan terapi radikal
c. Diagnosis Banding
Diagnosa banding tumor ini adalah ikterus obstruksi akibat batu saluran empedu, striktur, kolangitis
sklerotikans, tumor jinak, tumor periampula, tumor kaput pancreas, dan tumor metastasis di hati.
Perbedaan antara obstruksi empedu oleh batu dengan tumor ialah obstruksi oleh batu bersifat
hilang timbul sedangkan oleh tumor bersifat progresif sampai menjadi total. Pada obstruksi oleh
batu, gejala kolangitis akut hampir selalu dijumpai, sedangkan pada keganasan jarang. Batu
menimbulkan kolik bilier, sedangkan tumor jarang menimbulkan nyeri, kecuali pada stadium lanjut.
Distensi kandung empedu sering terjadi pada obstruksi tumor, sedangkan pada batu malah sering
mengecil karena fibrotik.
d. Tata Laksana
Tatalaksana terbaik adalah pembedahan. Lama harapan hidup penderita adenokarsinoma saluran
rata-rata adalah kurang dari satu tahun. Secara keseluruhan kemungkinan hidup 5 tahun adalah
15%
Adenokarsinoma saluran empedu yang baik untuk direseksi adalah terdapat pada duktus koledokus
bagian distal atau papilla Vater. Pembedahan dilakukan dengan cara Whipple, yaitu pankreatiko-
duodenektomi.
Tumor Klatskin ditanggulangi dengan eksisi dan hepatoyeyunostomi dengan anastomosis Roux-en
Y.
Tindak bedah paliatif, yaitu pintas alih berupa anostomosis biliodigestif berbentuk
kolesistoduodenostomi, koledukoduodenostomi, atau koledokoyeyunostomi Rouxen-Y. anostomosis
biliodigestif ini baru dilakukan bila pemasangan pipa pintas didalam duktus koledokus secara
endoskopik tidak dapat dilakukan.
6. Tumor Pankreas
Secara umum tumor pancreas dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Adenokarsinoma
Adenokarsinoma merupakan tumor ganas ketiga terbanyak pada pria, setelah ca paru dan colon.
Insidens tertinggi pada usia 50 sampai 60 tahun. Faktor risikonya antara lain, merokok berat, diet
daging terutama daging goring yang tebal dan banyak kalori, diabetes mellitus, dan punya riwayat
gastrektomi dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.
Karsinoma hulu pancreas tidak menimbulkan keluhan atau tanda sampai ada tekanan atau infiltrasi
ke duktus pankreatikus, duktus koledokus, duodenum, atau vena porta. Adenokarsinoma pancreas
dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu :
i. Tipe Obstruksi
Biasanya adeno karsinoma hulu pancreas sama sekali tidak menimbulkan gejala atau tanda sampai
terjadi ikterus obstruksi. Tanda lambat lainnya adalah menurunnya berat badan, nyeri epigastrium,
dan massa di epigastrium. Nyeri hebat di punggung terdapat pada 25 % penderita. Kandung
empedu yang teraba tidak nyeri dan sering ditemukan ikterus obstruksi karena sumbatan di duktus
koledokus. Jika terdapat ikterus, hamper selalu disertai pruritus dan 5-10 % disertai kolangitis.
ii. Tipe Non Obstruksi
Gejala yang menonjol ialah kehilangan berat badan, nyeri epigastrium dan pinggang. Hepatomegali
bila terdapat metastase ke hati.
Pada pemeriksaan pencitraan tidak ada gambaran yang patognomonik untuk karsinoma pancreas.
Separuh dari penderita tumor pancreas, memperlihatkan bentuk duodenum dapat berupa bentuk
angka tiga terbalik, akibat penekanan ke dalam duodenum, melebarnya lengkung duodenum, dan
kardia lambung terdorong ke cranial.

Dengan USG letak dan besarnya tumor dapat ditentukan. Selain itu, pelebaran saluran pancreas
dan empedu karena bendungan juga dapat dilihat. Pemeriksaan dengan CT scan dapat membantu
diagnosis adanya tumor dan invasi ke organ disekitarnya serta kemungkinan metastasis ke hati.

Bedah kuratif yang mungkin berhasil pada karsinoma hulu pancreas dan periampular ialah
pankreatiko strepdudenektomy, atau operasi whipple. Operasi Whipple dilakukan untuk tumor yang
masih terlokalisasi, yaitu pada karsinoma sekitar ampula vateri, duodenum, dan duktus koledokus
distal. Pada karsinoma pancreas yang sudah tidak dapat direseksi lagi dilakukan prosedur paliatif.
Kemoterapi dan radioterapi biasanya tidak menimbulkan hasil yang positif.

b. Kista
Kista pancreas dibedakan atas pseudokista dan kista sejati. Lebih dari 75 % kista pancreas
merupakan kista semu, dan seperempatnya terbentuk setelah trauma pancreas. Pseudokista
pankreas adalah suatu kista yang dindingnya tidak dibatasi oleh epitel melainkan jaringan ikat dan
berisi cairan yang kaya akan amilase dan enzim pankreas lainnya. Pseudokista pankreas dapat
terjadi pada semua umur. Pada anak, pseudokista pankreas lebih sering dijumpai setelah trauma
abdomen. Pada orang dewasa, pseudokista perlu dibedakan dari kista neoplasma. Laki-laki lebih
sering mengalami pseudokista pankreas dibandingkan wanita.
Pseudokista terjadi akibat kerusakan duktus pankreatikus sehingga terjadi ektravasasi enzim
pancreas. Letaknya dapat sepanjang duktus pankreatikus antara hilus limpa dan duodenum. Gejala
yang hampir selalu ditemukan adalah nyeri yang menetap, demam, dan ileus. Mual dan muntah
sering ditemukan dan anoreksia terdapat pada sekitar 20% penderita. Gejala timbul dua atau tiga
minggu setelah pankreatitis atau trauma. Nyeri ditemukan di daerah epigastrium atau di perut kiri
atas yang dapat menjalar ke punggung.
Pada 75% penderita teraba massa kistik di epigastrium. Massa ini kadang mudah bergerak atau
terfiksasi Infeksi sekunder pada pseudokista dapat menimbulkan demam dan gejala toksik yang
biasanya terjadi beberapa minggu setelah serangan pankreatitis akut atau trauma
pankreas.Diagnosis dapat dibuat bila ditemukan nyeri yang menetap, demam, dan ileus pada saat
serangan pankreas akut, serta kadar serum amilase yang tinggi secara menetap.
Ultrasonografi biasanya memberikan hasil pemeriksaan positif pada tahap awal. Pada kanulasi
duktus koledokus dan pankreatikus melalui endoskopi retrograd, akan ditemukan ekstravasasi
cairan kontras ke dalam kista tersebut. CT scan dapat membantu menegakkan diagnosis, tetapi
pemeriksaan ini baru positif setelah beberapa minggu setelah trauma.
Terapi bedah merupakan pilihan utama untuk pseudokista. Tujuan operasi pseudokista adalah
mencegah komplikasi infeksi pada kista, perdarahan sekunder, ruptur ke saluran cerna atau ke
dalam rongga perut, atau kista terus bertambah besar. Terapi konservatif dulu sampai batas satu
bulan hingga terjadi resorbsi spontan.
c. Kista neoplasma
Kista neoplasma pada pancreas menunjukkan gejala nyeri abdomen, teraba massa, dengan atau
tanpa ikterus. Ada 2 jenis kista neoplasma yaitu kista adenoma dan kista adenoma musin.
Kista adenoma dapat menjadi kista mikrositik dan makrositik. Kista mikrositik atau kista adenoma
serosa, berbatas tegas, multiple, dengan ukuran sekitar 2 cm, pada potongan tampak pancreas
seperti spons. Pemeriksaan rontgen sering memperlihatkan gambaran pengapuran karena pada
sebagian kista terdapat kalsifikasi. Epitelnya tipe kuboid, dan tidak berpotensi menjadi ganas.
Kista adenoma musin lebih sering terdapat pada wanita daripada pria. Kebanyakan kista ini soliter
dengan dinding yang dibatasi epitel yang membentuk papil dan epitelnya terdiri atas sel bentuk
kolumner dan sel goblet. Kista ini berisi mucus. Pada USG terlihat kista dengan ukuran 2-20 cm.
Kista ini cenderung berubah menjadi adeno ca yang prognosisnya tidak terlalu buruk. Metastasis
ditemukan sekitar 25 % dan pembedahan dengan eksisi radikal, menghasilkan harapan hidup 5
tahun sebesar 70 %.
C. LAPARATOMI
1. Definisi
Suatu tindakan pembedahan dengan cara membuka dinding abdomen untuk mencapai isi rongga
abdomen (Dorland, 2002).
2. Indikasi
Tindakan laparotomi biasa dipertimbingkan pada semua kelainan intraabdomen yang memerlukan
operasi baik darurat maupun elektif. Kelaianan teersebut diantaranya adalah appendicitis, hernia,
kista ovarium, kanker serviks, kanker ovarium, kanker tuba falopi, kanker uterus, kanker hati, kanker
lambung, kanker kolon, kanker kandung kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis dan lali-
lain (Sjamsuhidajat, dkk., 2005).
3. Jenis insisi
Incisi Vertikal (midline, paramedian, supraumbilikal, infraumbilikal), Incisi Transverse dan Oblique
(McBurney gridiron , Kocher subcostal) (Sjamsuhidajat, dkk., 2005).
4. Tehnik operasi
a. Midline Epigastric Incision
Incisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc. Xiphoideus hingga 1 cm diatas
umbilikus. Kulit, fat subcutan, linea alba, fat extraperitoneal, dan peritoneum dipisahkan satu
persatu.
b. Midline Subumbilical Incision
Incisi dilakukan persis pada garis tengah,dan bisa merupakan perluasan dari Midline.
c. Epigastric Incision
Sebagai aturan umum, peritoneum harus dibuka dari ujung bawah dari incisi, untuk menghindari
lig.falciforme, tetapi untuk Midline Subumbilical Incision peritoneum harus dibuka dari bagian atas
incisi untuk menghindari cidera kandung kemih.Peritoneum harus dibuka dengan sangat hati-hati.
Cara yang paling aman adalah membukanya dengan menggunakan dua klem arteri, yang dijepitkan
dengan sangat hati-hati pada peritoneum. Kemudian peritoneum diangkat dan sedikit diggoyang-
goyang untuk memastikan tidak adanya struktur dibawahnya yang ikut terjepit. Kemudian
peritoneum diincisi dengan menggunakan pisau. Incisi ini harus cukup lebar untuk memasukkan 2
jari kita yang akan dipergunakan untuk melindungi struktur dibawahnya sewaktu kita membuka
seluruh peritoneum.
d. Upper Paramedian Incision
Incisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-kira 2,5-5 cm dari garis
tengah. Incisi dilakukan vertical, mulai dari batas costa, berakhir pada 2-8 cm dibawah umbilicus.
e. Lower Paramedian Incision
Incisi ini similiar dengan Upper Paramedian Incision dan, biasanya, memang merupakan perluasan
dari Upper Paramedian Incision hingga dapat mencapai abdomen dari batas costa hingga ke pubis.
Hanya pada tipe incisi ini harus diperhatikan pembuluh darah Epigastrica Inferior yang harus
dipisahkan dan diikat.
f. Lateral Paramedian Incision
Adalah modifikasi dari Paramedian Incision yang dikenalkan oleh Guillou et al. Dimana incisi
dilakukan pada pertemuan dari pertengahan dan 1/3 luar dari rectus sheat. Pada titik ini anterior
rectus sheat terdiri dari 2 lapis. Anterior sheat dipisahkan dari otot rectus. Dan kemudian Posterior
sheat atau peritoneum , atau keduanya dipisahkan dengan cara yang sama dengan anterior sheat.
Secara teoritis, tekhnik ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan
incisional hernia.
g. Vertical Muscle Splitting Incision
Incisi ini sama dengan conventional paramedian incision, hanya otot rectus pada incisi ini dipisahkan
secara tumpul (splitting longitudinally) pada 1/3 tengahnya, atau jika mungkin pada 1/6 tengahnya.
Incisi ini berguna untuk membuka scar yang berasal dari incisi paramedian sebelumnya.
h. Kocher Subcostal Incision
Incisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk megakses gallbladder dan biliary passages.
Sedangkan incisi subkostal kiri dilakukan biasanya untuk splenektomi elektif.Incisi dilakukan mulai
dari garis tengah, 2,5-5 cm di bawah Proc. Xiphoideus dan diperluas menyusuri batas costa kira-kira
2,5 cm dibawahnya, sepanjang kira-kira 12 cm McBurney Gridiron Atau Muscle Split Incision.
Dilakukan untuk kasus Appendicitis Akut dan diperkenalkan oleh Charles McBurney pada tahun
1894.Incisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin crease, tetapi jika penderitanya
gemuk atau jika mungkin diperlukan untuk memperluas incise maka dibuat incise oblique.
i. Pfannenstiel Incision
Incisi yang popular dalam bidang gynecologi dan juga dapat memberikan akses pada ruang
retropubic pada laki-laki untuk melakukan extraperitoneal retropubic prostatectomy.Incisi dilakukan
kira-kira 5 cm diatas symphisis Pubis skin crease sepanjang ± 12 cm.
5. Komplikasi incisi
a. Stitch abscess
Biasanya muncul pada hari ke 10 postopersi atau bisa juga sebelumnya, sebelum jahitan incisi
tersebut diangkat. Abses ini dapat superficial ataupun lebih dalam. Jika dalam ia dapat berupa
massa yang teraba dibawah luka, dan terasa nyeri jika di raba. Abses ini biasanya akan diabsopsi
dan hilang dengan sendirinya, walaupun untuk yang superficial dapat kita lakukan incisi pada abses
tersebut. Antibiotik jarang diperlukan untuk kasus ini.
b. Sellulitis
Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai hasil dari edema dan proses inflamasi
sekitarnya. Penyebabnya dapat berupa Staphylococcus Aureus, E. Colli, Streptococcus Faecalis,
Bacteroides, dsb. Penderitanya biasanya akan mengalami demam, sakit kepala, anorexia dan
malaise. Keadaan ini dapat diatasi dengan membuka beberapa jahitan untuk mengurangi tegangan
dan penggunaan antibiotika yang sesuai. Dan jika keadaannya sudah parah dan berupa suppurasi
yang extensif hingga kedalam lapisan abdomen, maka tindakan drainase dapat dilakukan.
c. Infeksi Gas Gangrene Pada Luka Abdomen
Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi, biasanya 12-72 jam setelah operasi,
peningkatan temperature (39° -41° C), Takhikardia (120-140/m), shock yang berat. Keadaan ini
dapat diatasi dengan melakukan debridement luka di ruang operasi, dan pemberian antibiotika,
sebagai pilihan utamanya adalah penicillin 1 juta unit IM dilanjutkan dengan 500.000 unit tiap 8 jam.
d. Hematoma
Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi. Keadaan ini biasanya hilang dengan sendirinya,
ataupun jika hematom itu cukup besar maka dapat dilakukan aspirasi.
e. Keloid Scars
Jika keloid scar yang terjadi tidak terlalu besar maka injeksi triamcinolone kedalam keloid dapat
berguna, hal ini dapat diulangi 6 minggu kemudian jika belum menunjukkan hasil yang diharapkan.
Jika keloid scar nya tumbuh besar, maka operasi excisi yang dilanjutkan dengan skin-graft dapat
dilakukan.
f. Disrupsi Luka Abdomen
Disrupsi ini dapat partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi antara 0-3 %. Dan biasanya
lebih umum terjadi pada pasien >60 tahun dibanding yang lebih muda. Laki-laki dibanding wanita 4 :
1.

Anda mungkin juga menyukai