Anda di halaman 1dari 21

LEGAL OPINION ( PENDAPAT HUKUM )

Pembagian Harta waris Alm. Bpk. Soenhadji & Almh. Ibu Moegirahayoe
Dengan hormat,
Sesuai dengan permasalahan hukum mengenai pembagian harta waris Alm. Bpk.
Soenhadji & Almh. Ibu Moegirahayoe terhadap Bpk. Moh. Karmo Nusantara
dan ahli waris lain, maka dengan ini kami sampaikan Legal Opinion (LO) mengenai
kasus tersebut, yang berisikan hal-hal sebagai berikut :
A. Legal Opinion (LO) ini dibuat atas permintaan :
Legal Opinion (LO) ini dibuat
Nusantara.

atas permintaan

Bpk. Moh. Karmo

B. Maksud dan tujuan :


Maksud dan tujuan pembuatan LO ini adalah sebagai bahan referensi /
second opinion, dalam rangka menindak lanjuti proses pembagian harta
waris Alm. Bpk. Soenhadji & Almh. Ibu Moegirahayoe, yang ahli warisnya
terdiri dari :

Ny. Sri Soendari


Ny. Sri Soentarini
Tn. Muso Crivijaya
Tn. Moh. Karmo Nusantara
Tn. Moh. Sunaryo N
Tn. Moh. Banteng Y
Tn. Moh. Bimo Z

:
:
:
:
:
:
:

Anak I (Perempuan)
Anak II (Perempuan)
Anak III (Laki-laki)
Anak IV (Laki-laki)
Anak V (Laki-laki)
Anak VI (Laki-laki)
Anak VII (Laki-laki)

Dengan demikian maka Legal Opinon (LO) ini hanya dapat dipergunakan
untuk membuat terang permasalahan hukum kasus tersebut di atas dan tidak
diperuntukkan keperluan lain, meskipun untuk kasus yang hampir sama
dengan permasalahan hukum di atas. Demikian juga Legal Opinon (LO) ini
tidak dapat dipergunakan oleh pihak lain yang menghadapi permasalahan
hukum sama atau hampir sama dengan perkara Bpk. Moh. Karmo
Nusantara.
1

C. Data Yang Digunakan:


Data yang dipergunakan dalam pembuatan Legal Opinon (LO) ini adalah semua
data (Bukti) yang diberikan oleh Bpk. Moh. Karmo Nusantara antara lain
sebagai berikut :
1. Foto
Copy
Putusan
Pengadilan
Agama
No.678/Pdt.G/2009/PA.Tgrs. tanggal 28 Juli 2010
2. Foto Copy surat pemberitahuan pajak terhutang tahun 2010
3. Foto Copy surat permohonan tertanggal 21 April 2007
4. Foto Copy Surat Ketetapan Iuran Pembangunan Daerah No. 1755
5. Foto Copy peta lokasi tanah
6. Dll.

Tigaraksa

D. Asumsi Terhadap Data :


Bahwa kronologis kejadian & data yang telah diberikan oleh Bpk. Moh. Karmo
Nusantara tersebut di atas adalah benar sesuai dengan aslinya, sehingga
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh karenanya dapat
dipergunakan sebagai surat-surat bukti di persidangan Pengadilan.
E. Ketentuan Hukum Yang Dipakai:
Bahwa ketentuan hukum yang dipakai sebagai acuan dalam pembuatan Legal
Opinion (LO) ini, adalah sebagai berikut :
1. Kompilasi Hukum Islam (KHI);
2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata ( KUH Perdata);
3. Peraturan yang relevan untuk menyelesaikan permasalahan Bpk. Moh.
Karmo Nusantara.
F. Permasalahan Hukum:
Permasalahan hukum yang dihadapi oleh Bpk. Moh. Karmo Nusantara
sebagaimana lampiran bukti fotocopy surat-surat, menurut pendapat kami
adalah :
Bahwa Ahli Waris Alm. Bpk. Soenhadji & Almh. Ibu Moegirahayoe yang lain :
Ny. Sri Soendari

: Anak I (Perempuan)
2

Ny. Sri Soentarini


Tn. Muso Crivijaya
Tn. Moh. Karmo Nusantara
Tn. Moh. Sunaryo N
Tn. Moh. Banteng Y
Tn. Moh. Bimo Z

:
:
:
:
:
:

Anak II (Perempuan)
Anak III (Laki-laki)
Anak IV (Laki-laki)
Anak V (Laki-laki)
Anak VI (Laki-laki)
Anak VII (Laki-laki)

Sampai dengan saat ini belum melaksanakan Putusan Pengadilan Agama


Tigaraksa No.678/Pdt.G/2009/PA.Tgrs. tanggal 28 Juli 2010 yang telah
berkekuatan hukum tetap.
G. Pembahasan Atas Permasalahan Hukum :
Bahwa pembahasan permasalahan hukum yang dihadapi oleh Bpk. Moh. Karmo
Nusantara sebagaimana sesuai lampiran bukti fotocopy surat-surat, menurut
pendapat kami adalah :
1. Tinjauan Yuridis
a. Tentang Waris Dalam Pandangan Islam
SYARIAT Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat
teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi
setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang
legal. Syariat Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan
seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh
kerabat dan nasabnya, tanpa membedakan antara laki-laki dan
perempuan, besar atau kecil.
Al-Qur'an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang
berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun.
Bagian yang harus diterima semuanya dijelaskan sesuai kedudukan
nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai anak, ayah, istri, suami,
kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau
seibu.
Oleh karena itu, Al-Qur'an merupakan acuan utama hukum dan
penentuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan
yang diambil dari hadits Rasulullah saw. dan ijma' para ulama sangat
sedikit. Dapat dikatakan bahwa dalam hukum dan syariat Islam sedikit
3

sekali ayat Al-Qur'an yang merinci suatu hukum secara detail dan rinci,
kecuali hukum waris ini. Hal demikian disebabkan kewarisan
merupakan salah satu bentuk kepemilikan yang legal dan dibenarkan
AlIah SWT. Di samping bahwa harta merupakan tonggak penegak
kehidupan baik bagi individu maupun kelompok masyarakat.
Definisi Waris
Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari
kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah
'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain', atau dari suatu
kaum kepada kaum lain.
Pengertian menurut bahasa ini tidaklah terbatas hanya pada hal-hal
yang berkaitan dengan harta, tetapi mencakup harta benda dan non
harta benda. Ayat-ayat Al-Qur'an banyak menegaskan hal ini, demikian
pula sabda Rasulullah saw.. Di antaranya Allah berfirman:
"Dan Sulaiman telah mewarisi Daud ..." (an-Naml: 16)
"... Dan Kami adalah pewarisnya." (al-Qashash: 58)
Selain itu kita dapati dalam hadits Nabi saw.:
'Ulama adalah ahli waris para nabi'.
Sedangkan makna al-miirats menurut istilah yang dikenal para ulama
ialah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada
ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta
(uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar'i.
Pengertian Peninggalan
Pengertian peninggalan yang dikenal di kalangan fuqaha ialah segala
sesuatu yang ditinggalkan pewaris, baik berupa harta (uang) atau
lainnya. Jadi, pada prinsipnya segala sesuatu yang ditinggalkan oleh
orang yang meninggal dinyatakan sebagai peninggalan. Termasuk di
dalamnya bersangkutan dengan utang piutang, baik utang piutang itu
berkaitan dengan pokok hartanya (seperti harta yang berstatus gadai),
atau utang piutang yang berkaitan dengan kewajiban pribadi yang mesti
ditunaikan (misalnya pembayaran kredit atau mahar yang belum
diberikan kepada istrinya).
4

Hak-hak yang Berkaitan dengan Harta Peninggalan


Dari sederetan hak yang harus ditunaikan yang ada kaitannya dengan
harta peninggalan adalah:
a) Semua keperluan dan pembiayaan pemakaman pewaris
hendaknya menggunakan harta miliknya, dengan catatan tidak boleh
berlebihan. Keperluan-keperluan pemakaman tersebut menyangkut
segala sesuatu yang dibutuhkan mayit, sejak wafatnya hingga
pemakamannya. Di antaranya, biaya memandikan, pembelian kain
kafan, biaya pemakaman, dan sebagainya hingga mayit sampai di
tempat peristirahatannya yang terakhir.
Satu hal yang perlu untuk diketahui dalam hal ini ialah bahwa segala
keperluan tersebut akan berbeda-beda tergantung perbedaan
keadaan mayit, baik dari segi kemampuannya maupun dari jenis
kelaminnya.
b) Hendaklah utang piutang yang masih ditanggung pewaris
ditunaikan terlebih dahulu. Artinya, seluruh harta peninggalan
pewaris tidak dibenarkan dibagikan kepada ahli warisnya sebelum
utang piutangnya ditunaikan terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah saw.:
"Jiwa (ruh) orang mukmin bergantung pada utangnya hingga
ditunaikan."
Maksud hadits ini adalah utang piutang yang bersangkutan dengan
sesama manusia. Adapun jika utang tersebut berkaitan dengan Allah
SWT, seperti belum membayar zakat, atau belum menunaikan
nadzar, atau belum memenuhi kafarat (denda), maka di kalangan
ulama ada sedikit perbedaan pandangan. Kalangan ulama mazhab
Hanafi berpendapat bahwa ahli warisnya tidaklah diwajibkan untuk
menunaikannya. Sedangkan jumhur ulama berpendapat wajib bagi
ahli warisnya untuk menunaikannya sebelum harta warisan (harta
peninggalan) pewaris dibagikan kepada para ahli warisnya.
Kalangan ulama mazhab Hanafi beralasan bahwa menunaikan hal-hal
tersebut merupakan ibadah, sedangkan kewajiban ibadah gugur jika
seseorang telah meninggal dunia. Padahal, menurut mereka,
pengamalan suatu ibadah harus disertai dengan niat dan keikhlasan,
5

dan hal itu tidak mungkin dapat dilakukan oleh orang yang sudah
meninggal. Akan tetapi, meskipun kewajiban tersebut dinyatakan
telah gugur bagi orang yang sudah meninggal, ia tetap akan
dikenakan sanksi kelak pada hari kiamat sebab ia tidak menunaikan
kewajiban ketika masih hidup. Hal ini tentu saja merupakan
keputusan Allah SWT. Pendapat mazhab ini, menurut saya, tentunya
bila sebelumnya mayit tidak berwasiat kepada ahli waris untuk
membayarnya. Namun, bila sang mayit berwasiat, maka wajib bagi
ahli waris untuk menunaikannya.
Sedangkan jumhur ulama yang menyatakan bahwa ahli waris wajib
untuk menunaikan utang pewaris terhadap Allah beralasan bahwa
hal tersebut sama saja seperti utang kepada sesama manusia.
Menurut jumhur ulama, hal ini merupakan amalan yang tidak
memerlukan niat karena bukan termasuk ibadah mahdhah, tetapi
termasuk hak yang menyangkut harta peninggalan pewaris. Karena
itu wajib bagi ahli waris untuk menunaikannya, baik pewaris
mewasiatkan ataupun tidak.
Bahkan menurut pandangan ulama mazhab Syafi'i hal tersebut wajib
ditunaikan sebelum memenuhi hak yang berkaitan dengan hak
sesama hamba. Sedangkan mazhab Maliki berpendapat bahwa hak
yang berhubungan dengan Allah wajib ditunaikan oleh ahli warisnya
sama seperti mereka diwajibkan menunaikan utang piutang pewaris
yang berkaitan dengan hak sesama hamba. Hanya saja mazhab ini
lebih mengutamakan agar mendahulukan utang yang berkaitan
dengan sesama hamba daripada utang kepada Allah. Sementara itu,
ulama mazhab Hambali menyamakan antara utang kepada sesama
hamba dengan utang kepada Allah. Keduanya wajib ditunaikan secara
bersamaan sebelum seluruh harta peninggalan pewaris dibagikan
kepada setiap ahli waris.
c) Wajib menunaikan seluruh wasiat pewaris selama tidak
melebihi jumlah sepertiga dari seluruh harta peninggalannya.
Hal ini jika memang wasiat tersebut diperuntukkan bagi orang yang
bukan ahli waris, serta tidak ada protes dari salah satu atau bahkan
seluruh ahli warisnya. Adapun penunaian wasiat pewaris dilakukan
setelah sebagian harta tersebut diambil untuk membiayai keperluan
pemakamannya, termasuk diambil untuk membayar utangnya.

Bila ternyata wasiat pewaris melebihi sepertiga dari jumlah harta


yang ditinggalkannya, maka wasiatnya tidak wajib ditunaikan kecuali
dengan kesepakatan semua ahli warisnya. Hal ini berlandaskan sabda
Rasulullah saw. ketika menjawab pertanyaan Sa'ad bin Abi Waqash
r.a. --pada waktu itu Sa'ad sakit dan berniat menyerahkan seluruh
harta yang dimilikinya ke baitulmal. Rasulullah saw. bersabda: "...
Sepertiga, dan sepertiga itu banyak. Sesungguhnya bila engkau
meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik
daripada meninggalkan mereka dalam kemiskinan hingga memintaminta kepada orang."
d) Setelah itu barulah seluruh harta peninggalan pewaris
dibagikan kepada para ahli warisnya sesuai ketetapan Al-Qur'an,
As-Sunnah, dan kesepakatan para ulama (ijma'). Dalam hal ini
dimulai dengan memberikan warisan kepada ashhabul furudh (ahli
waris yang telah ditentukan jumlah bagiannya, misalnya ibu, ayah,
istri, suami, dan lainnya), kemudian kepada para 'ashabah (kerabat
mayit yang berhak menerima sisa harta waris --jika ada-- setelah
ashhabul furudh menerima bagian).
Catatan:
Pada ayat waris, wasiat memang lebih dahulu disebutkan daripada
soal utang piutang. Padahal secara syar'i, persoalan utang piutang
hendaklah terlebih dahulu diselesaikan, baru kemudian
melaksanakan wasiat. Oleh karena itu, didahulukannya
penyebutan wasiat tentu mengandung hikmah, diantaranya agar
ahli waris menjaga dan benar-benar melaksanakannya. Sebab
wasiat tidak ada yang menuntut hingga kadang-kadang
seseorang enggan menunaikannya. Hal ini tentu saja berbeda
dengan utang piutang. Itulah sebabnya wasiat lebih didahulukan
penyebutannya dalam susunan ayat tersebut.
Dari data, informasi dan hasil pemeriksaan lapangan diperoleh
informasi sebagai berikut :
1) Pewaris adalah Alm. Bpk. Soenhadji & Almh. Ibu Moegirahayoe
2) Ahli Waris :
a) Ny. Sri Soendari
b) Ny. Sri Soentarini

: Anak I (Perempuan)
: Anak II (Perempuan)
7

c)
d)
e)
f)
g)

Tn. Muso Crivijaya


Tn. Moh. Karmo Nusantara
Tn. Moh. Sunaryo N
Tn. Moh. Banteng Y
Tn. Moh. Bimo Z

:
:
:
:
:

Anak III (Laki-laki)


Anak IV (Laki-laki)
Anak V (Laki-laki)
Anak VI (Laki-laki)
Anak VII (Laki-laki)

3) Harta Warisan :
a) Tanah Blok C 18, luas tanah 14.450 M2;
b) Tanah Blok C 19, luas tanah 83.850 M2;
4) Hal-hal lain :
a) Terdapat bangunan Masjid Al Mugiroh Yang dibangun oleh Almh.
Ibu Moegirahayoe
b) Terdapat bangunan Jakarta International Multicultural School.
c) Terdapat bangunan-bangunan rumah warga + . Bangunan.
d) Terdapat bangunan-bangunan atau objek wisata yang dikelola
.. yang merupakan ahli waris.
e) Terdapat bangunan yang digunakan untuk tempat usaha dan
dikelola oleh ahli waris.
f) Terdapat
Putusan
Pengadilan
Agama
Tigaraksa
No.678/Pdt.G/2009/PA.Tgrs.
g) Belum pernah diadakan pembagian waris pasca Putusan
Pengadilan Agama Tigaraksa No.678/Pdt.G/2009/PA.Tgrs.
tanggal 28 Juli 2010.
b. Tentang Mengapa ada gugatan waris di Pengadilan Agama
Tigaraksa
Penetapan waris merupakan wewenang dari Pengadilan agama dalam
hal si pewaris dan ahli waris adalah orang yang beragama
Islam. Pada Pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama (UU Peradilan Agama) disebutkan bahwa:
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang:
b. waris..

Penjelasan lebih detail mengenai permasalahan waris apa saja yang


diatur dapat kita lihat pada penjelasan Pasal 49 huruf b UU Peradilan
Agama yang berbunyi:
Yang dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi
ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian
masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta
peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan
seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli
waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris
Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa yang berhak untuk
mengeluarkan penetapan ahli waris adalah Pengadilan Agama.
Dalam masalah warisan ini dapat ditempuh dua cara, yakni;
- melalui gugatan.
Dalam hal gugatan yang diajukan, berarti terdapat sengketa terhadap
objek waris. Hal ini bisa disebabkan karena adanya ahli waris yang
tidak mau membagi warisan sehingga terjadi konflik antara ahli waris.
Proses akhir dari gugatan ini akan melahirkan produk hukum
berupa putusan, atau
- melalui permohonan.
yang diajukan para ahli waris dalam hal tidak terdapat sengketa.
Terhadap permohonan tersebut pengadilan akan mengeluarkan
produk hukum berupa penetapan.
Dalam permasalahan hukum tersebut oleh karena terdapat masalah
dimana para ahli waris belum melaksanakan pembagian yang disetujui
seluruh ahli waris dan terdapat ahli waris, meski terdapat kesepakatan
untuk di bagi sama namun belum ada realisasi sama sekali hingga
gugatan diajukan ke Pengadilan Agama Tigaraksa.
c. Tentang Eksekusi Putusan Pembagian Waris Yang Berkekuatan
Hukum Tetap
Putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan
Tingkat Pertama yang diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara,
putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan
verzet atau banding; putusan Pengadilan Tinggi yang diterima oleh
kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi; dan putusan
Mahkamah Agung dalam hal kasasi.
9

Menurut sifatnya ada 3 (tiga) macam putusan, yaitu:


1) Putusan declaratoir;
adalah putusan yang hanya sekedar menerangkan atau menetapkan
suatu keadaan saja sehingga tidak perlu dieksekusi, demikian juga
putusan constitutief, yang menciptakan atau menghapuskan suatu
keadaan, tidak perlu dilaksanakan.
2) Putusan constitutief;
merupakan putusan yang bisa dilaksanakan, yaitu putusan yang
berisi penghukuman, dimana pihak yang kalah dihukum untuk
melakukan sesuatu.
3) Putusan condemnatoir;
merupakan putusan yang bisa dilaksanakan, yaitu putusan yang
berisi penghukuman, dimana pihak yang kalah dihukum untuk
melakukan sesuatu.
Putusan untuk melaksanakan suatu perbuatan, apabila tidak
dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (Pasal
225 HIR/ Pasal 259 RBg) dan selanjutnya akan dilaksanakan seperti
putusan untuk membayar sejumlah uang.
Penerapan Pasal 225 HIR/ 259 Rbg harus terlebih dahulu ternyata
bahwa Termohon tidak mau melaksanakan putusan tersebut dan
pengadilan tidak dapat / tidak mampu melaksanakannya walau dengan
bantuan alat negara. Dalam hal demikian, Pemohon dapat mengajukan
kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama agar termohon membayar
sejumlah uang, yang nilainya sepadan dengan perbuatan yang harus
dilakukan oleh Termohon.
Untuk memperoleh jumlah yang sepadan, Ketua Pengadilan Tingkat
Pertama wajib memanggil dan mendengar Termohon eksekusi dan
apabila diperlukan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dapat meminta
keterangan dari seorang ahli di bidang tersebut. Penetapan jumlah uang
yang harus dibayar oleh termohon dituangkan dalam penetapan Ketua
Pengadilan Tingkat Pertama.

10

Putusan untuk membayar sejumlah uang, apabila tidak dilaksanakan


secara sukarela, akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik
pihak yang dikalahkan, yang sebelumnya harus disita (Pasal 200 HIR,
Pasal 214 s/d Pasal 274 RBg).
Putusan dengan mana tergugat dihukum untuk menyerahkan sesuatu
barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh jurusita, apabila
perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara.
Eksekusi harus dilaksanakan dengan tuntas. Apabila eksekusi telah
dilaksanakan, dan barang yang dieksekusi telah diterima oteh pemohon
eksekusi, kemudian diambil kembali oleh tereksekusi, maka eksekusi
tidak bisa dilakukan kedua kalinya.
Jalan yang dapat ditempuh oleh yang bersangkutan adalah melaporkan
hal tersebut di atas kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian) atau
mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali barang (tanah/ rumah
tersebut).
Putusan Pengadilan Negeri atas gugatan penyerobotan, apabila diminta
dalam petitum, dapat dijatuhkan putusan serta-merta atas dasar
sengketa bezit / kedudukan berkuasa.
Apabila suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap telah
dilaksanakan (dieksekusi) atas suatu barang dengan eksekusi riil, tetapi
kemudian putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dibatalkan
oleh putusan peninjauan kembali, maka barang yang telah diserahkan
kepada pihak pemohon eksekusi tersebut wajib diserahkan tanpa proses
gugatan kepada pemilik semula sebagai pemulihan hak.
Apabila suatu proses perkara sudah memperoleh suatu putusan namun
belum berkekuatan hukum tetap, tetapi terjadi perdamaian di luar
pengadilan yang intinya mengesampingkan amar putusan, ternyata
perdamaian itu diingkari oleh salah satu pihak dan proses perkara
dihentikan sehingga putusan yang ada menjadi berkekuatan hukum
tetap, maka putusan yang berkekuatan hukum tetap itulah yang dapat
dieksekusi. Akan tetapi pihak yang merasa dirugikan dengan ingkar
janjinya pihak yang membuat perjanjian perdamaian itu dapat
mengajukan gugatan dengan dasar wanprestasi.

11

Dalam hal yang demikian, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dapat


menunda eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut.
Sumber:
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan
Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008,
hlm. 94-97.
2. Tinjauan Yuridis Langkah Hukum Konkrit Yang Dapat Dilakukan Oleh
Bpk. Moh. Karmo Nusantara
a. Pelaksanaan
Putusan
Pengadilan
Agama
No.678/Pdt.G/2009/PA.Tgrs. tanggal 28 Juli 2010.

Tigaraksa

Bahwa
putusan
Pengadilan
Agama
Tigaraksa
No.678/Pdt.G/2009/PA.Tgrs. tanggal 28 Juli 2010 telah mempunyai
kekuatan hukum tetap karena Para Pihak dalam perkara tersebut tidak
ada yang mengajukan upaya hukum oleh karenanya dapat diajukan
permohonan eksekusi putusan.

Bahwa dalam putusan tersebut menetapkan pembagian masingmasing ahli waris sebagai berikut :
Untuk Blok C.18 luas tanah 14.450 M2
Ny. Sri Soendari
Ny. Sri Soentarini
Tn. Muso Crivijaya
Tn. Moh. Karmo Nusantara
Tn. Moh. Sunaryo N
Tn. Moh. Banteng Y
Tn. Moh. Bimo Z

:
:
:
:
:
:
:

1.204,16 M2
1.204,16 M2
2.408,32 M2
2.408,32 M2
2.408,32 M2
2.408,32 M2
2.408,32 M2

:
:
:
:
:

6.987,5 M2
6.987,5 M2
13.975 M2
13.975 M2
13.975 M2

Untuk Blok C.19 luas tanah 83.850 M2

Ny. Sri Soendari


Ny. Sri Soentarini
Tn. Muso Crivijaya
Tn. Moh. Karmo Nusantara
Tn. Moh. Sunaryo N

12

Tn. Moh. Banteng Y


Tn. Moh. Bimo Z

: 13.975 M2
: 13.975 M2

Bahwa dalam pelaksanaan putusan terdapat hambatan-hambatan


sebagai berikut :
Terdapat bangunan Masjid Al Mugiroh Yang dibangun oleh Almh.
Ibu Moegirahayoe
Terdapat bangunan Jakarta International Multicultural School.
Terdapat bangunan-bangunan rumah warga + . Bangunan.
Terdapat bangunan-bangunan atau objek wisata yang dikelola ..
yang merupakan ahli waris.
Terdapat bangunan yang digunakan untuk tempat usaha dan
dikelola oleh ahli waris.

Bahwa untuk melaksanakan isi putusan tersebut diambil langkahlangkah sebagai berikut :
Mengirimi surat kepada ahli waris lain untuk melaksanakan
putusan tersebut secara sukarela sesuai dengan amar putusan.
Setidaknya surat diberikan 2 (dua) kali.
Jika ahli waris lain tetap tidak bisa melaksanakan secara sukarela
baik seluruh atau sebagian maka diajukan Permohonan Aanmaning
ke Pengadilan Agama Tigaraksa.
Pengadilan Agama Tigaraksa akan memanggil para pihak untuk
melaksanakan putusan tersebut.
Apabila Tergugat belum melaksanakan putusan maka akan
dilakukan pemanggilan kembali dan jika tetap tidak melaksanakan
putusan maka akan dilakukan eksekusi terhadap tanah tersebut
dan kemudian akan dilakukan lelang yang hasilnya akan dibagikan
kepada ahli waris sesuai dengan Putusan Pengadilan Agama
Tigaraksa.
ketentuan dalam yang digunakan setidaknya :
Pasal 196 HIR menyebutkan bahwa:
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi
isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang
memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan
surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat
13

pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua


menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta
memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam
tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan
hari.
-

Bahwa langkah hukum tersebut adalah kaku dank eras yang nantinya
akan berbenturan dengan ahli waris lain serta pihak-pihak yang
lainnya. Namun demikian dibenarkan menurut hukum serta
mempunyai kekuatan hukum.

Apabila putusan tersebut dilaksanakan secara sukarela maka legalitas


terhadap tanah waris tersebut semakin kuat dan mudah untuk
dialihkan kepada pihak lain karena sudah atas nama masing-masing
ahli waris dengan sebelumnya memenuhi ketentuan hukum agraria.

b. Penyelesaian Secara Damai dengan menganalisa fakta di lokasi


sengketa
Telah diterangkan sebelumnya bahwa dilokasi sengketa terdapat rumahrumah warga yang membeli dari keturunan ahli waris, JIMS yang membeli
dari ahli waris dan bangunan lain yang dimanfaatkan baik disewakan atau
dimanfaatkan secara langsung sebagai tempat usaha ahli waris.
Penyelesaian masalah masjid
Almh. Ibu Moegirahayoe pernah membangun Masjid Al Mugiroh
namun sayangnya secara tertulis belum mewakafkan tanah dan
bangunan masjid tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masjid tersebut
adalah milik ahli waris.
Guna menyelesaikan masalah tersebut tanpa mengurangi keinginan
Almh. Ibu Moegirahayoe yang bisa dikategorikan sebagai wasiat (meski
hanya tersirat namun umumnya seseorang yang membangun tempat
ibadah akan difungsikan sebagai fungsi social dengan mengharap
pahala dari Tuhan), dengan tanpa mengurangi rasa memiliki tanah
tersebut maka ahli waris seharusnya menunaikannya selama tidak
melebihi jumlah sepertiga dari seluruh harta peninggalannya
sebagaimana ketentuan wasiat.

14

Faktanya bangunan masjid tersebut luasnya tidak melebihi 1/3 dari


harta warisan oleh
karenanya cukup alasan untuk dapat
menunaikannya.
Penyelesaian masalah tanah waris yang dijual ahli waris atau
keturunannya
Bahwa adalah fakta jika pada lokasi tanah tersebut sebagian telah
dijual oleh ahli waris atau keturunannya kepada pihak lain dengan
berbagai macam tujuan. Terhadap hal tersebut sebenarnya pembelian
tersebut dilakukan secara melawan hukum karena tanah tersebut
masih merupakan tanah warisan.
Bahwa sepanjang pembeli tanah tersebut tidak mempunyai itikad baik
maka tidak dilindungi oleh hukum namun apabila pembeli tersebut
beritikad baik maka hukum akan melindunginya sebagaimana
disebutkan dalam : Pasal 1967 KUH Perdata Segala tuntutan hukum,
baik yang bersifat perbendaan maupun yang bersifat perseorangan,
hapus karena daluarsa dengan lewat waktu tiga puluh tahun,
sedangkan siapa yang menunjukkan adanya daluarsa itu tidak
usah mempertunjukkan suatu alas hak, lagi pula tak dapatlah
dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada
itikadnya yang buruk
Selanjutnya Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
merumuskan jual beli sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan,
dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan.
Dari rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa jual beli melahirkan
kewajiban secara bertimbal balik kepada para pihak yang membuat
perjanjian jual beli tersebut.
Suatu kontrak terdiri dari serangkaian kata. Oleh karena itu, untuk
menetapkan isi kontrak, perlu dilakukan penafsiran, sehingga dapat
diketahui dengan jelas maksud para pihak dalam kontrak. Asas itikad
baik memegang peranan penting dalam penafsiran kontrak.
Sedangkan Itikad baik pada tahap pra kontrak merupakan kewajiban
untuk memberitahukan atau menjelaskan dan meneliti fakta material
bagi para pihak yang berkaitan dengan pokok yang dinegosiasikan atau
15

diperjanjikan tersebut. Para pihak memiliki kewajiban itikad baik,


yakni kewajiban untuk meneliti (onderzoekplicht) dan kewajiban untuk
memberitahukan dan menjelaskan (medelelingsplicht), seperti yang
dinyatakan oleh Huge Raad. Dalam kasus ini maka pembeli wajib
meneliti berkaitan dengan objek yang diperjanjikan. Di sisi lain, penjual
memiliki kewajiban untuk menjelaskan semua informasi yang dia
ketahui penting bagi pembeli.
Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum
perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338
ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Sementara itu, Arrest H.R. di Negeri Belanda memberikan peranan
tertinggi terhadap itikad baik dalam tahap praperjanjian bahkan
kesesatan ditempatkan di bawah asas itikad baik, bukan lagi pada teori
kehendak. Begitu pentingnya itikad baik tersebut sehingga dalam
perundingan-perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua
belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus
yang dikuasai oleh itikad baik dan hubungan khusus ini membawa
akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak
dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak
lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu
kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang
wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak atau
masing-masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam
menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik.
Berkenaan dengan kesepakatan, kesepakatan yang terjadi tergolong
cacat kehendak atau cacat kesepakatan karena mengandung kekhilafan
di mana terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang
diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam
keadaan keliru. Dan bisa juga dikategorikan sebagai Penipuan karena
terjadi jika salah satu pihak secara aktif mempengaruhi pihak lain
sehingga pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan
sesuatu atau melepaskan sesuatu.
Dalam hal tersebut barang yang dijual kepada pembeli dari penjual
bukanlah barang miliknya sendiri dan tanpa ada perjanjian dengan
pihak pemilik sesungguhnya dan mengaku sebagai pemilik sehingga
patut diduga ada kekhilafan atau kesesatan. Sedangkan dilihat dari
sudut pandang tindakannya di mana penjual mengaku barang tersebut
merupakan milik penjual yang kemudian menjualnya pada pihak
16

pembeli maka terjadi penipuan. Secara jelas hal tersebut yaitu


kesesatan atau kekhilafan merupakan penyebab cacat kehendak yang
terdapat dalam BW Pasal 1321 dan 1449 BW yang masing-masing
menentukan sebagai berikut.
Pasal 1321 BW :
Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
Pasal 1449 BW :
Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan,
menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya.
Setiap pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian harus
melandasinya dengan itikad baik. Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata
menyatakan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Artinya, dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian
harus mengindahkan substansi perjanjian/kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para
pihak. Jika kemudian ditemukan adanya itikad tidak baik dari salah
satu pihak yang membuat perjanjian, baik dalam pembuatan maupun
dalam pelaksanaan perjanjian maka pihak yang beritikad baik akan
mendapat perlindungan hukum. Dalam hal pembeli beritikad baik
maka dalam perlindungannya KUH Perdata dalam pasal 1491
memberikan perlindungan berupa penanggungan pasal tersebut
menyebutkan :
Penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli,
adalah untuk menjamin dua hal, yaitu : pertama, penguasaan barang
yang dijual itu secara aman dan tenteram; kedua, terhadap adanya
cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian
rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya.
Dalam adanya penanggungan ini meskipun tidak diperjanjikan namun
tetap berlaku mengikat penjual sebagaimana disebutkan dalam Pasal
1492, yaitu :
Meskipun pada waktu penjualan dilakukan tiada dibuat janji tentang
penanggungan, namun penjual adalah demi hukum diwajibkan
17

menanggung pembeli terhadap suatu penghukuman untuk menyerahkan


seluruh atau sebagian benda yang dijual kepada seorang piak ketiga,
atau terhadap beban-beban yang menurut keterangan seorang pihak
ketiga memilikinya tersebut dan tidak diberitahukan sewaktu pembelian
dilakukan.
Kemudian terhadap pembeli yang beritikad baik atau karena salah satu
pihak tidak memenuhi prestasi dalam perjanjian jual-beli maka bisa
mendapatkan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 1267 KUH
Perdata :
Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah
ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain
untuk memenuhi persetujuan, ataukah ia akan menuntut pembatalan
persetujuan, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Kasus ini dilihat dari objeknya maka juga terjadi kesesatan
(kekeliruan) di mana salah satu atau para pihak mempunyai gambaran
yang keliru atas objek. Dikarenakan objek yang dijual oleh penjual
sebenarnya bukanlah objek milik penjual sehingga terbentuk
gambaran yang keliru mengenai kepemilikan objek jual beli. Di sini
memang ada kesepakatan, di sini memang lahir suatu perjanjian dan
perjanjian itu justru lahir karena ada yang sesat. Sehubungan dengan
Pasal 1320, di mana ditentukan, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian
harus ada kata sepakat dan ini berkaitan dengan masalah kehendak
dan pernyataan kehendak maka dalam peristiwa kesesatan, memang
ada kehendak dan ada pernyataan yang didasarkan atas dan karenanya
sama dengan kehendaknya. Dalam hal ada kesesatan/kekeliruan, maka
ada kehendak dan pernyataan yang sama dengan kehendak.
Seandainya yang bersangkutan tak tersesat/keliru, pasti tak muncul
keinginan/kehendak untuk menutup perjanjian yang bersangkutan
dan karenanya tidak ada pernyataan kehendak seperti itu.
Bahwa beberapa ketentuan tersebut bisa menjadi dasar mereka
membela diri saat dilakukan tuntutan hukum perihal jual beli yang
telah dilakukan. Proses pengurusan pembatalan jual beli tersebut
membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit yang umumnya
proses di pengadilan sampai dengan putusan berkekuatan hukum
tetap adalah 5 tahun dan tidak hanya itu saja apabila terdapat unsur
pidana maka proses hukum pidana juga harus ditempuh yang pada
akhirnya akan melibatkan ahli waris, aparat desa dan lainnya.
18

Dimungkinkan adanya itikad kurang baik dari ahli waris atau


keturunannya untuk mengalihkan tanah tersebut kepada pihak lain.
Hal ini juga bias dimungkinkan akan kebutuhan yang mendesak serta
belum jelasnya pembagian waris di antara ahli waris. Oleh karena
semua ahli waris merasa memiliki maka dimungkinkan mereka
berdalih bahwa yang mereka jual adalah haknya sendiri. Toh nantinya
bias diperhitungkan kemudian.
Pemanfaatan Lokasi Tanah untuk usaha pribadi Ahli Waris.
Bahwa dari hasil pemeriksaan lapangan diperoleh fakta bahwa dalam
lokasi tanah tersebut terdapat usaha-usaha yang dilakukan ahli waris
atau keturunanya untuk usaha diantaranya Lokasi Wisata, Parkiran,
Rumah Makan dan lainnya. Motif awalnya adalah masing-masing
merasa memiliki lokasi tanah tersebut sehingga berhak untuk
memanfaatkannya dan pembagian waris yang tak kunjung selesai.
Secara hukum usaha-usaha tersebut seharusnya menjadi usaha
bersama karena lokasi tanah tersebut masih milik bersama ahli waris
yang belum dibagi waris sampai dengan sekarang.
Menyikapi persoalan penjualan asset dan pemanfaatan tanah dilokasi
tanah tersebut untuk usaha maka dapat dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
dilakukan penaksiran harga lokasi tanah waris tersebut secara
keseluruhan dan perbagian terhadap tanah lokasi yang dijual atau
dimanfaatkan sesuai dengan harga sekarang. Hal ini dapat
dilakukan oleh lembaga atau badan penilai yang berijin serta
independen sesuai dengan kesepakatan seluruh ahli waris.
Nilai taksir harga keseluruhan akan dibagi sesuai dengan Putusan
Pengadilan Agama Tigaraksa dengan dikurangi nilai lokasi tanah
yang telah dibangun masjid.
Bahwa setelah mendapatkan nilai bagian masing-masing kemudian
baru diperhitungkan dengan nilai lokasi tanah yang dijual atau
dimanfaatkan untuk usaha. Apabila terdapat kelebihan nilai maka
terhadap pihak yang belum menjual atau memanfaatkan akan
diberikan kepada yang masih kurang.
19

Hasil penyelesaian secara kekeluargaan tersebut dilaporkan ke


Pengadilan Agama Tigaraksa untuk mendapatkan penetapan atau
sejenisnya yang bias dipergunakan Ahli Waris dikemudian hari.
H. Pendapat dan Saran
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas disarankan sebagai berikut :
1. Bahwa agar dapat diselesaikan pembagian waris secara kekeluargaan dengan
mempertimbangkan keutuhan dan kebersamaan para ahli waris.
2. Untuk langkah pertama perlu di cek ke Kantor Pertanahan mengenai kondisi
tanah tersebut apakah sudah dimohonkan sertipikat atau belum karena fakta
dilapangan terdapat beberapa lokasi tanah telah dijual oleh Ahli Waris atau
keturunannya.
3. Setelah mendapatkan keterangan dari Kantor Pertanahan maka dilakukan
pengecekan ke Kelurahan untuk mengetahui secara detail riwayat tanah
tersebut.
4. Apabila terdapat hal-hal yang merugikan ahli waris maka berikan teguran
atau somasi kepada pihak Keluarahan agar tidak membantu proses
pengalihan tanah yang lain apabila tidak ada tanda tangan dari seluruh ahli
waris (7 orang).
5. Jika perlu dilakukan langkah hukum untuk penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan pihak kelurahan baik pidana, perdata atau tata usaha Negara.
6. Selesaikan masalah masjid Al Mughiroh secara kekeluargaan dan disarankan
untuk segera dilakukan pengukuran dan ditindaklanjuti dengan wakaf.
7. Selesaikan masalah JIMS dengan memberikan somasi atau permintaan
keterangan mengenai perolehan tanah yang sekarang telah dibangun.
8. Menunjuk penilai independen bersertifikasi untuk menilai tanah warisan
tersebut dan kemudian melakukan pembagian secara nilai uang.
9. Melaporkan hasil penyelesaiannya ke Pengadilan Agama Tigaraksa dan
meminta penetapan telah dilakukan pelaksanaan putusan secara sukarela
yang nantinya bias digunakan dikemudian hari.
Demikian Legal Opini kami sampaikan atas perhatian dan kerjasama baiknya kami
ucapkan terima kasih.

20

Hormat Kami,
SUSANTO ADELIA NUGRAHA & REKAN

SUSANTO, S.H., S.E.

21

Anda mungkin juga menyukai