FAKULTAS HUKUM
PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN
Jln. Tamansiswa 158 Yogyakarta, (0274) 379178
Website/email : pusdiklat.law.uii.ac.id/pusdiklatfhuiii@ymail.com
PENDAPAT HUKUM
PELATIHAN HUKUM
LEGAL OPINION
PIDANA
A. Posisi Kasus
Perkara ini bermula pada tanggal 5 Agustus 2010, dimana Direktur CV Inti
Makmur bernama BJS (nama disamarkan) mengajukan pembiayaan kepada Pimpinan
Cabang Bank Jateng Syariah di Surakarta yang bernama TW (nama disamarkan).
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa permohonan pembiayaan dimaksudkan untuk
pembiayaan pekerjaan Scrap besi ex Kerangka kapal Kargo di Lampung dan
Bengkulu sebesar Rp 4.000.000.000.-(empat milyar rupiah). Dalam surat tersebut
BJS hanya melampirkan Foto Copy KTP, NPWP Atas nama CV Inti Makmur, Akte
Pendirian CV Inti Makmur beserta Akta Perubahannya nomor 01 tanggal 1 April
2009, Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan tanpa
menyebutkan dan melampirkan jaminan atas permohonan pembiayaannya tersebut.
Kemudian, permohonan yang diajukan BJS tersebut diproses dan disetujui oleh Drs.
TW (nama disamarkan) selaku Pimpinan Cabang BPD Jateng Syariah kantor Cabang
Surakarta dalam suratnya Nomor 463/DK.02.02/502/2010 tanggal 16 Agustus 2010
perihal Pemberitahuan Persetujuan Pemberian Pembiayaan. Namun, persetujuan
pembiayaan tersebut oleh Drs. TW selaku Pimpinan Cabang BPD Jateng Syariah
Cabang Surakarta tersebut tidak dilakukan prosedural seharusnya yaitu mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu ke Bank Jateng Pusat.
Di dalam surat persetujuan yang telah ditandatangani oleh BJS dan Drs. TW
tersebut dicantumkan sebagai berikut :
1. Jenis Pembiayaan : IB. Modal kerja
2. Akad pembiayaan : Musyarakah
3. Penggunaan : Modal kerja proyek scraping besi
4. Nominal : Rp.4.000.000.000
5. Jangka Waktu : 2 bulan
6. Nisbah Bank : 16 %
7. Nisbah Nasabah : 84 %
8. Bea Admninistrasi : Rp. 4.000.000.9. Bea peninjauan : Rp 75.000.10. Sistem pembayaran : Bagi hasil dibayar setiap bulan pokok dibayar pada
saat jatuh tempo pembiayaan
11. Perjanjian : Notariil
12. Jaminan : Tabungan sebesar Rp 4 Milyar an. CV Inti Makmur
13. Pengikatan : Cessie
14. Ketentuan lain-lain :
a) Pembiayaan hanya digunakan untuk membiayai proyek scraping besi
b). Semua transaksi keuangan yang dilakukan untuk proyek tersebut harus
melalui Bank Jateng Cabang Syariah Surakarta dan dituangkan dalam
Surat Pernyataan Bermaterai.
c) Biaya yang timbul menjadi beban nasabah
d) Jangka waktu pembiayaan tersebut selama 2 (dua) bulan terhitung
mulai 20 Agustus 2010 sampai dengan 20 Oktober 2010 dengan
jaminan berupa tabungan sebesar Rp 4.000.000.000 (empat milyar
rupiah) an. CV Inti Makmur
Pada saat itu CV Inti Makmur hanya memiliki dana dalam buku tabungannya di
Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta per tanggal 20 Agustus 2010 adalah sebesar
Rp.8.535.359 (delapan juta lima ratus tiga puluh lima ribu tiga ratus lima puluh
sembilan rupiah). Namun dalam dokumen persetujuan pemberian pembiayaan yang
ditandatangani Drs.TW seolah-olah CV Inti Makmur milik BJS memiliki dana dalam
buku tabungannya tersebut sebesar Rp 4.000.000.000 (empat milyar rupiah) yang
dijadikan sebagi jaminan pembiayaannya (Cash Collateral).
Untuk memenuhi persyaratan dalam pengajuan pembiayaan tersebut BJS
mewakili CV. Inti Makmur bersama sama dengan Drs. TW membuat Surat
Keterangan melalui Notaris RUS, SH (nama disamarkan) dalam surat nomor
60/NOT/VIII/2010 tanggal 16 Agustus 2010 dinyatakan
Sesuai dengan Surat Pemberitahuan Persetujuan Pemberian Pembiayaan
Nomor 463/DK.02.02/502/2010 tanggal 16-08-2010 (enam belas agustus dua
ribu sepuluh) memiliki : Tabungan dengan saldo sejumlah Rp 4.000.000.000
(empat milyar rupiah), tercatat atas nama CV Inti Makmur, yang mana asli bukti
kepemilikan tabungan tersebut diatas dan fotokopinya belum diperlihatkan
kepada saya, Notaris, tetapi menurut keterangan Perseroan Komanditer CV Inti
Makmur dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah berkedudukan di
Semarang melalui Kantor Cabang Syariah Surakarta ada, dan disimpan oleh
PT.Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah berkedudukan di Semarang
melalui Kantor Cabang Syariah Surakarta, Tagihan/Piutang atas Tabungan
tersebut diatas akan dijadikan sebagai jaminan pembiayaan kepada PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Tengah berkedudukan di Semarang melalui Kantor
Cabang Syariah Surakarta dst ......
Pada tanggal 20 Agustus 2010 dana pembiayaan untuk proyek Scrap besi ex
kapal kargo atas persetujuan Drs TW selaku Pemimpin Bank Jateng Syariah Cabang
Surakarta dicairkan dan ditransfer ke rekening CV Inti Makmur dengan nomor
rekening 502.3.00340.2 sebesar Rp 4.000.000.000.- (empat milyar rupiah). Dana
sebesar Rp 4.000.000.000 (empat milyar rupiah) tersebut ternyata tidak dipergunakan
BJS untuk proyek Scrap besi ex Kapal Kargo namun dipinjamkannya kepada Drs.
TW sebesar Rp 215.100.000 (dua ratus lima belas juta seratus ribu rupiah) kemudian
dipergunakannya untuk uang muka pembelian 1 (satu) unit Mobil Toyota Fortuner,
kepada sdri Ht sebesar Rp 293.000.000 dan untuk pembayaran lainnya.
Pada saat tanggal jatuh tempo yaitu tanggal 20 Oktober 2010 BJS tidak dapat
mengembalikan dana pembiayaannya, maka untuk menutupinya pada tanggal 30
Oktober 2010 Drs TW selaku Pemimpin Bank Jateng Syariah Cabang melakukan
over booking dana milik Sdr. GA (nama disamarkan) yang disimpan di Tabungan iB
BIMA Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta dengan nomor rekening 502.3.01212.1
sebesar Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah) ke rekening milik CV Inti Makmur.
Over booking tersebut dilakukan Drs.TW MM dengan cara melampirkan surat Kuasa
Khusus Pemindabukuan Rekening yang seolah olah dibuat dan ditandatangani oleh
sdr. GA untuk memberikan kuasa khusus kepadanya pada tanggal 12 Agustus 2010
padahal sdr. GA tidak pernah membuat dan menandatangani surat kuasa tersebut .
Selanjutnya, untuk menutupi kekurangan pengembalian pembiayaan BJS, Drs
TW meminjam uang SDR. WH (nama disamarkan) Direktur PT Indonesia Antique
sebesar Rp 1.500.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah) dan dimasukkan ke
rekening CV Inti Makmur selanjutnya dana yang sudah masuk di rekening CV Inti
Makmur tersebut ditarik oleh Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta sebagai bentuk
pengembalian pembiayaan yang telah diberikan kepada BJS selaku Direktur CV Inti
Makmur sebelumnya sebesar Rp 4 .000.000.000 (empat milyar rupiah)
Pada tanggal 2 Nopember 2010 BJS kembali mengajukan permohonan
pembiayaan kepada Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta sebesar Rp 3.000.000.000
(tiga milyar rupiah) dengan maksud untuk pembiayaan proyek scrap besi ex kapal
tongkang di Bengkulu juga tanpa jaminan, namun permohonan pembiayaan tersebut
kembali di proses dan disetujui oleh Drs. TW selaku Pimpinan Cabang BPD Jateng
Syariah Cabang Surakarta dengan surat nomor 653/DK.02.02/502/2010 tanggal 12
Nopember 2010.
Di dalam surat persetujuan yang telah ditandatangani oleh BJS dan Drs TW MM
tersebut dicantumkan sebagai berikut ;
1 Jenis Pembiayaan : iB. Modal kerja
2. Akad pembiayaan : Musyarakah
3. Penggunaan : Modal kerja proyek scraping besi eks kapal kargo
4. Nominal : Rp.3.000.000.000
5. Jangka Waktu : 3 bulan
6. Nisbah Bank : 17,81 %
7. Nisbah Nasabah : 82.19 %
8. Bea Admninistrasi : Rp. 33.000.000.9. Bea peninjauan : Rp 75.000.10. Sistem pembayaran : Pokok dibayar pada saat jatuh tempo pembiayaan
bagi hasil dibayar setiap bulan
11. Perjanjian : Notariil
12. Jaminan : Tabungan sebesar Rp 3 Milyar
13. Pengikatan : Cessie
14. Ketentuan lain-lain :
a) Pembiayaan hanya digunakan untuk membiayai proyek scraping besi;
2.
3.
4.
Pemimpin Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta yang diangkat berdasarkan Surat
Keputusan Direksi Nomor 0142/HT,01.01/2008 tanggal 21 Mei 2008 tentang Mutasi
Pegawai PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah ( yang penuntutannya diajukan
secara terpisah), pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 atau
setidak-tidaknya dalam tahun 2010, bertempat di Bank Jateng Syariah Cabang
Surakarta Jl Slamet Riyadi No 236 Surakarta Propinsi Jawa Tengah atau setidak
tidaknya di suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
pada Pengadilan Negeri Semarang didakwa telah melakukan atau turut serta
melakukan, secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara
dalam pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18, pasal 3, serta pasal 8 Undang-undang Nomor :
31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
B. Isu Hukum
Isu hukum yang dapat diambil dari kronologi kasus di atas antara lain :
1.
2.
C. Analisa Hukum
1. Kerugian Keuangan Perusda berbentuk PT bukan sebagai bentuk
kerugian keuangan daerah namun kerugian perekonomian daerah.
a) Pengertian dan Sekilas Tentang BUMD (Badan Milik Usaha Daerah)
10
3
4
Ibid
Ibid
11
Dalam kasus korupsi yang melibatkan BJS dan TW, melibatkan salah
satu BUMD yakni PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, dimana TW
bertindak dalam kapasitas sebagai pimpinan cabang dari Kantor Cabang
syariah di Surakarta. Sebagai sebuah Bank yang didirikan dengan
menggunakan alokasi dana APBD. Bank pembangunan Daerah Jawa Tengah
merupakan Bank milik pemerintah kabupaten/kota se Jawa Tengah, dimana
sahamnya dimiliki oleh pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/kota
se Jawa Tengah. Bank ini sempat mengalami beberapa kali perubahan
bentuk badan usaha. Pada tahun 1969 melalui Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 1969 menetapkan Bank Pembangunan Daerah
Jawa Tengah sebagai Badan Usaha Milik Daerah. Kemudian melalui
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 1993, status badan
usaha bank berubah menjadi perusahaan daerah (Perusda).5 Terhadap
penjelasan mengenai profil dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah
tersebut, jelas bahwa kasus korupsi yang melibatkan salah satu cabang di
Surakarta melalui terdakwa TW yang merupakan pimpinan cabang syariah
dari kantor di Surakarta, sama halnya dengan melibatkan PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Tengah selaku kantor pusat yang notabene asset
milik Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah melalui kepemilikan saham
mayoritas.
Selain itu posisi PT BDP Jateng sendiri juga telah berbadan hukum
sebagaimana Anggaran Dasarnya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman
Republik Indonesia No. C2. 8223. HT.01.01 tahun 1999 tanggal 15 mei
1999.6
b) Tidak Terjadinya Kerugian Keuangan Negara dan Pemenuhan
kualifikasi Delik Korupsi dalam Perkara ini
Isu kerugian negara dalam perkara yang melibatkan perusda PT BPD
Jateng ini bermula dari adanya pengelolaan perusahaan yang di dalamnya
memuat pengelolaan terhadap uang negara secara tidak professional.
Berdasarkan hal-hal perilaku dari pengelolaan perusahaan yang dilakukan
5
6
12
oleh terdakwa dalam hal ini terlihat menghasilkan laporan keuangan yang
cenderung merugi. Hal tersebut berdasarkan hasil dari audit laporan
keuangan yang dilakukan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keungan dan
Pembangunan) kepada PT Bank Pembangunan Daerah Jateng. Isu kerugian
keuangan negara sebagaimana yang menjadi pertanyaan dalam pendapat
hukum ini dirasa tidak terjadi berdasarkan penelaahan norma dan konsepkonsep hukum yang ada. Mengingat dengan melakukan penyertaan modal
kepada pihak ketiga dalam hal ini berbentuk perusahaan daerah, maka telah
terjadi kekayaan yang dipisahkan. Hal tersebut berkonsekuensi yuridis telah
terjadi pemisahan harta kekayaan dimana kepemilikan pemerintah daerah
dalam hal ini hanya sebatas atas saham. Sehingga apabila terjadi kerugian
oleh Perusda dimana berstatus PT (Perseroan Terbatas), maka yang terjadi
hanyalah sebatas kerugian PT saja, tidak berimplikasi kepada kerugian yang
dialami oleh keuangan negara7. Sejalan dengan pendapat tersebut di atas,
dijelaskan bahwa modal awal badan hukum itu berasal dari kekayaan pendiri
yang dipisahkan. Modal awal ini menjadi kekayaan badan hukum, terlepas
dari kekayaan pendiri. Oleh karena itu salah satu ciri utama PT (termasuk PT
Persero) adalah kekayaan yang terpisah yaitu kekayaan terpisah milik
pribadi pendiri dan badan hukum.8 Sehingga kerugian keuangan negara
dalam perkara ini tidak dapat dibenarkan, mengingat tidak mendasarkan
kepada konsep pengelolaan perseroan terbatas yang diatur dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun dalam
praktiknya bukan berarti undang-undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi ini tidak dapat diterapkan terhadap TW selaku kepala
cabang PT BPD DIY. Bila merunut kepada delik korupsi sebagaimana yang
terdapat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
7
Karakterstik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta
kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian suatu badan hukum yang berbentuk Perseroan
Terbatas memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi (sebagai pengurus), Komisaris
(sebagai pengawas), dan pemegang saham (sebagai pemilik). Dapat dilihat dalam tulisan Prof Erman
Rajaguguk. Pengertian Keuangan negara dan Kerugian Negara.
8
Ridwan Khairandi, Perseroan Terbatas, Doktri,, Peraturan Perundang-Undangan dan
Yurisprudensi. Edisi revisi, Total Media, Yogyakarta, 2008, hal. 43
13
maka perspektif tindak pidana korupsi pada perkara ini seharusnya juga
dapat diterapkan apabila memenuhi 2 unsur pokok yaitu melawan hukum
serta merugikan perekonomian negara,
1) Melawan Hukum
Dalam tataran ilmu pengetahuan hukum pidana, konsep
perbuatan perbuatan melawan hukum dalam konsep hukum pidana,
secara nyata harus melibatkan adanya niat dari pelaku untuk
melakukan kejahatan. Pemahaman itu sejalan dengan sautu
adagium latin actius non facit reum, nisi mens sit rea, yang
berarti bahwa suatu perbuatan tidak membuat pidana, kecuali niat
batinnya patut dipersalahkan menurut hukum.9 Selain itu pakar
hukum pidana Moeljatno juga menjelaskan bahwa untuk adanya
kesalahan mensyaratkan pada 2 (dua) pokok yaitu : pertama, adanya
keadaan psikis batin yang tertentu. Kedua, adanya hubungan yang
tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang
dilakukan, hingga menimbulkan celaan. Terkait dengan fakta-fakta
hukum perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam perkara ini
jelas telah memenuhi unsur perbuatan hukum formil yang dilanggar
yakni pasal 2 ayat 1 Undang-Undang TPKP. 10
2) Merugikan Perekomian Negara/Daerah
Merugian perekonomian negara belum pernah menjadi kajian
khusus terkait penerapan UU TPKP untuk menjerat pelaku korupsi
yang berasa dari Perusda yang berstatus PT. pihak penegak hukum
hanya berkonsentrasi pada telah terjadinya kerugian keuangan
9
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tidak Ada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta, Predana Kencana, 2006, hal. 15
10
Dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi di pasal 2 secara
tegas dirumuskan juga sebagai pidana formil. Delik korupsi merupakan delik formil yaitu adanya delik
korupsi cukup dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya
akibat. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam undang-undang ini, meskipun hasil korupsi
telah dikembalikan kepada negara, pelaku korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap di pidana.
Pelukisan dalam korupsi secara formil mempunyai kelemahan dan sebagai konsekuensinya, jika ada
perbuatan korupsi yang tidak tercakup dalam pelukisan secara formil, maka si pelaku tidak dapat
diajukan ke muka hakim, dengan alasan nullum delictum nulla poena sine previlla lege poenali
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 ayat 1 KUHP. Dapat dilihat dalam 10 Arief Dwi Atmoko,
Hukum Pidana Korupsi, Fakultas Hukum Narotama Surabaya, Hal. 2
14
Hal ini mengingat pada rumusan pasal 2 ayat 1 UU TIPIKOR yang menyatakan Setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sehingga delik korupsi dapat dikenakan di antara salah
satu keadaan kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara.
12
http ://id/Wikipedia/org/wiki/Badan_Usaha_Milik_Daerah. Diakses pada tanggal 30 Januari
2013
13
Daerah yang memiliki kekayaan yang dipisahkan lalu ditanamkan pada pihak ketiga
(perusahaan/pemerintah) adlam bentuk saham, obligasi atau lainnya. Dengan adanya dana yang
ditanamlan tersebut,daerah yang bersangkutan akan mendapatkan keuntungan dari investasinya.
Keuntungan tersebut bisa berupa laba atau deviden. Dapat dilihat dalam Hanif Nurcholis, Teori dan
Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah. Cetakan Kedua, PT Grasindo, Jakarta, 2007, Hal. 186
15
perencanaan
umum,
ketatausahaan,
organisasi
dan
menyelenggarakan
fungsi
tersebut,
BPKP
mempunyai
kewenangan :
a. penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;
b. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan
secara makro;
c. penetapan sistem informasi di bidangnya;
14
16
17
yang lebih baik untuk mencegah moral hazard atau potensi penyimpangan
(fraud). Tugas perbantuan kepada penyidik POLRI, Kejaksaan dan KPK,
sebagai amanah untuk menuntaskan penanganan TPK guna memberikan efek
deterrent represif justisia, sehingga juga sebagai fungsi pengawalan atas
kerugian keuangan negara untuk dapat mengoptimalkan pengembalian
keuangan negara.15 Terhadap kewenangannya tersebut, terlihat BPKP
sebenarnya tidak bisa melakukan audit laporan keuangan kepada Perusda
yang berbentuk PT oleh karena mekanisme PT telah diatur dalam UndangUndang tersendiri yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, dimana audit laporan keuangan Perseroan bisa dilakukan
hanya oleh tim audit independen dengan sebelumnya mengajukan
permohonan pemeriksaan kepada Pengadilan Negeri sebagaimana diatur
dalam pasal 138 Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas.
D. Pendapat Hukum
Berdasarkan segala pemarapan tersebut di atas, maka nampak jelas bahwa PT
Bank Pembangunan Daerah merupakan Aset daerah provinsi Jawa Tengah yang dulu
sempat menjadi BUMD kini telah berubah menjadi Perusda. Selain itu saham
kepemilikan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah merupakan
kepemilikan saham mayoritas. Namun jelas dengan berdirinya Perusda sebagai
sebuah PT, maka telah terjadi pemisahan harta kekayaan dimana apabila terjadi
kerugian sebagaimana dimaksud dalam hasil laporan keuangan yang diaudit oleh
BPKP, maka yang dirugikan hanyalah PT nya saja, bukan berimplikasi kepada
keungan negara, karena kepemilikan negara dalam hal ini pemerintah daerah adalah
dalam bentuk saham. Selain itu seharusnya delik korupsi dalam perkara ini bisa
dikenakan bukan karena merugikan keuangan negara, namun karena kerugian PT
Peruda tersebut berimplikasi kepada potensi atau kerugian perekonomian daerah.
Karena dari hasil laba atau deviden tersebutlah pemerintah daerah bisa bertumpu
untuk mendapatkan Pendapatan Asli Daerah untuk kemaslahatan masyarakat daerah.
BPKP dalam hal ini tidak memiliki kewenangan melakukan audit laporan
keuangan kepada Perusda yang berbentuk PT. oleh karena Undang-Undang PT pada
15
Ibid
18
pasal 138 sendiri telah mengatur bahwa audit laporan keuangan PT Kerugian yang
dialami oleh PT Bank Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah harusnya
dilakukan oleh tim independen yang mendasarkan diri sebelumnya pada hasil
permohonan kepada Pengadilan Negeri. Kewenangan BPKP yang mendasarkan pada
Kepres 31 Tahun 1983 serta arahan Presiden pada tahun 2006 sejatinya tidak bisa
menegasikan kewenangan tim audit independen yang mendasarkan diri pada UndangUndang Perseroan Terbatas. Hal ini dapat diistilahkan dengan lex superior derogate
legi inferior.
TERIMA KASIH
19
Nurul Hidayati, SH