Anda di halaman 1dari 19

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS HUKUM
PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN
Jln. Tamansiswa 158 Yogyakarta, (0274) 379178
Website/email : pusdiklat.law.uii.ac.id/pusdiklatfhuiii@ymail.com

PENDAPAT HUKUM
PELATIHAN HUKUM
LEGAL OPINION
PIDANA

THE BEST WAY

BECOMING LEGAL EXPERT


Disusun Oleh :

PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
6-9 FEBRUARI 2013

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang No. 19 Tahun 2002.


Dilarang memperbanyak/menyebarluaskan dalam bentuk apapun tanpa seijin
tertulis dari PUSDIKLAT FH UII
Adapun modul dan rekes ini hanya untuk kepentingan PENDIDIKAN

LLN Law Office and Partners


Jalan Sudirman Plasa UOB Buana Lantai 10 Jakarta Pusat Telp :
085327714465
email : Lucky.Omega.Hasan@Gmail.Com

Hanya Untuk Kepentingan Pelatihan

A. Posisi Kasus
Perkara ini bermula pada tanggal 5 Agustus 2010, dimana Direktur CV Inti
Makmur bernama BJS (nama disamarkan) mengajukan pembiayaan kepada Pimpinan
Cabang Bank Jateng Syariah di Surakarta yang bernama TW (nama disamarkan).
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa permohonan pembiayaan dimaksudkan untuk
pembiayaan pekerjaan Scrap besi ex Kerangka kapal Kargo di Lampung dan
Bengkulu sebesar Rp 4.000.000.000.-(empat milyar rupiah). Dalam surat tersebut
BJS hanya melampirkan Foto Copy KTP, NPWP Atas nama CV Inti Makmur, Akte
Pendirian CV Inti Makmur beserta Akta Perubahannya nomor 01 tanggal 1 April
2009, Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan tanpa
menyebutkan dan melampirkan jaminan atas permohonan pembiayaannya tersebut.
Kemudian, permohonan yang diajukan BJS tersebut diproses dan disetujui oleh Drs.
TW (nama disamarkan) selaku Pimpinan Cabang BPD Jateng Syariah kantor Cabang
Surakarta dalam suratnya Nomor 463/DK.02.02/502/2010 tanggal 16 Agustus 2010
perihal Pemberitahuan Persetujuan Pemberian Pembiayaan. Namun, persetujuan
pembiayaan tersebut oleh Drs. TW selaku Pimpinan Cabang BPD Jateng Syariah
Cabang Surakarta tersebut tidak dilakukan prosedural seharusnya yaitu mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu ke Bank Jateng Pusat.
Di dalam surat persetujuan yang telah ditandatangani oleh BJS dan Drs. TW
tersebut dicantumkan sebagai berikut :
1. Jenis Pembiayaan : IB. Modal kerja
2. Akad pembiayaan : Musyarakah
3. Penggunaan : Modal kerja proyek scraping besi
4. Nominal : Rp.4.000.000.000
5. Jangka Waktu : 2 bulan
6. Nisbah Bank : 16 %
7. Nisbah Nasabah : 84 %

8. Bea Admninistrasi : Rp. 4.000.000.9. Bea peninjauan : Rp 75.000.10. Sistem pembayaran : Bagi hasil dibayar setiap bulan pokok dibayar pada
saat jatuh tempo pembiayaan
11. Perjanjian : Notariil
12. Jaminan : Tabungan sebesar Rp 4 Milyar an. CV Inti Makmur
13. Pengikatan : Cessie
14. Ketentuan lain-lain :
a) Pembiayaan hanya digunakan untuk membiayai proyek scraping besi
b). Semua transaksi keuangan yang dilakukan untuk proyek tersebut harus
melalui Bank Jateng Cabang Syariah Surakarta dan dituangkan dalam
Surat Pernyataan Bermaterai.
c) Biaya yang timbul menjadi beban nasabah
d) Jangka waktu pembiayaan tersebut selama 2 (dua) bulan terhitung
mulai 20 Agustus 2010 sampai dengan 20 Oktober 2010 dengan
jaminan berupa tabungan sebesar Rp 4.000.000.000 (empat milyar
rupiah) an. CV Inti Makmur
Pada saat itu CV Inti Makmur hanya memiliki dana dalam buku tabungannya di
Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta per tanggal 20 Agustus 2010 adalah sebesar
Rp.8.535.359 (delapan juta lima ratus tiga puluh lima ribu tiga ratus lima puluh
sembilan rupiah). Namun dalam dokumen persetujuan pemberian pembiayaan yang
ditandatangani Drs.TW seolah-olah CV Inti Makmur milik BJS memiliki dana dalam
buku tabungannya tersebut sebesar Rp 4.000.000.000 (empat milyar rupiah) yang
dijadikan sebagi jaminan pembiayaannya (Cash Collateral).
Untuk memenuhi persyaratan dalam pengajuan pembiayaan tersebut BJS
mewakili CV. Inti Makmur bersama sama dengan Drs. TW membuat Surat
Keterangan melalui Notaris RUS, SH (nama disamarkan) dalam surat nomor
60/NOT/VIII/2010 tanggal 16 Agustus 2010 dinyatakan
Sesuai dengan Surat Pemberitahuan Persetujuan Pemberian Pembiayaan
Nomor 463/DK.02.02/502/2010 tanggal 16-08-2010 (enam belas agustus dua
ribu sepuluh) memiliki : Tabungan dengan saldo sejumlah Rp 4.000.000.000

(empat milyar rupiah), tercatat atas nama CV Inti Makmur, yang mana asli bukti
kepemilikan tabungan tersebut diatas dan fotokopinya belum diperlihatkan
kepada saya, Notaris, tetapi menurut keterangan Perseroan Komanditer CV Inti
Makmur dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah berkedudukan di
Semarang melalui Kantor Cabang Syariah Surakarta ada, dan disimpan oleh
PT.Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah berkedudukan di Semarang
melalui Kantor Cabang Syariah Surakarta, Tagihan/Piutang atas Tabungan
tersebut diatas akan dijadikan sebagai jaminan pembiayaan kepada PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Tengah berkedudukan di Semarang melalui Kantor
Cabang Syariah Surakarta dst ......
Pada tanggal 20 Agustus 2010 dana pembiayaan untuk proyek Scrap besi ex
kapal kargo atas persetujuan Drs TW selaku Pemimpin Bank Jateng Syariah Cabang
Surakarta dicairkan dan ditransfer ke rekening CV Inti Makmur dengan nomor
rekening 502.3.00340.2 sebesar Rp 4.000.000.000.- (empat milyar rupiah). Dana
sebesar Rp 4.000.000.000 (empat milyar rupiah) tersebut ternyata tidak dipergunakan
BJS untuk proyek Scrap besi ex Kapal Kargo namun dipinjamkannya kepada Drs.
TW sebesar Rp 215.100.000 (dua ratus lima belas juta seratus ribu rupiah) kemudian
dipergunakannya untuk uang muka pembelian 1 (satu) unit Mobil Toyota Fortuner,
kepada sdri Ht sebesar Rp 293.000.000 dan untuk pembayaran lainnya.
Pada saat tanggal jatuh tempo yaitu tanggal 20 Oktober 2010 BJS tidak dapat
mengembalikan dana pembiayaannya, maka untuk menutupinya pada tanggal 30
Oktober 2010 Drs TW selaku Pemimpin Bank Jateng Syariah Cabang melakukan
over booking dana milik Sdr. GA (nama disamarkan) yang disimpan di Tabungan iB
BIMA Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta dengan nomor rekening 502.3.01212.1
sebesar Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah) ke rekening milik CV Inti Makmur.
Over booking tersebut dilakukan Drs.TW MM dengan cara melampirkan surat Kuasa
Khusus Pemindabukuan Rekening yang seolah olah dibuat dan ditandatangani oleh
sdr. GA untuk memberikan kuasa khusus kepadanya pada tanggal 12 Agustus 2010
padahal sdr. GA tidak pernah membuat dan menandatangani surat kuasa tersebut .
Selanjutnya, untuk menutupi kekurangan pengembalian pembiayaan BJS, Drs
TW meminjam uang SDR. WH (nama disamarkan) Direktur PT Indonesia Antique

sebesar Rp 1.500.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah) dan dimasukkan ke
rekening CV Inti Makmur selanjutnya dana yang sudah masuk di rekening CV Inti
Makmur tersebut ditarik oleh Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta sebagai bentuk
pengembalian pembiayaan yang telah diberikan kepada BJS selaku Direktur CV Inti
Makmur sebelumnya sebesar Rp 4 .000.000.000 (empat milyar rupiah)
Pada tanggal 2 Nopember 2010 BJS kembali mengajukan permohonan
pembiayaan kepada Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta sebesar Rp 3.000.000.000
(tiga milyar rupiah) dengan maksud untuk pembiayaan proyek scrap besi ex kapal
tongkang di Bengkulu juga tanpa jaminan, namun permohonan pembiayaan tersebut
kembali di proses dan disetujui oleh Drs. TW selaku Pimpinan Cabang BPD Jateng
Syariah Cabang Surakarta dengan surat nomor 653/DK.02.02/502/2010 tanggal 12
Nopember 2010.
Di dalam surat persetujuan yang telah ditandatangani oleh BJS dan Drs TW MM
tersebut dicantumkan sebagai berikut ;
1 Jenis Pembiayaan : iB. Modal kerja
2. Akad pembiayaan : Musyarakah
3. Penggunaan : Modal kerja proyek scraping besi eks kapal kargo
4. Nominal : Rp.3.000.000.000
5. Jangka Waktu : 3 bulan
6. Nisbah Bank : 17,81 %
7. Nisbah Nasabah : 82.19 %
8. Bea Admninistrasi : Rp. 33.000.000.9. Bea peninjauan : Rp 75.000.10. Sistem pembayaran : Pokok dibayar pada saat jatuh tempo pembiayaan
bagi hasil dibayar setiap bulan
11. Perjanjian : Notariil
12. Jaminan : Tabungan sebesar Rp 3 Milyar
13. Pengikatan : Cessie
14. Ketentuan lain-lain :
a) Pembiayaan hanya digunakan untuk membiayai proyek scraping besi;

b) Semua transaksi keuangan yang dilakukan untuk proyek tersebut harus


melalui Bank Jateng Cabang Syariah Surakarta dan dituangkan dalam
Surat Pernyataan Bermaterai;
c) Biaya yang timbul menjadi beban nasabah.
Jangka waktu pembiayaan selama 3 (tiga) bulan terhitung mulai 12 Nopember
2010 sampai dengan 12 Pebruari 2011 dengan jaminan berupa tabungan sebesar Rp
3.000.000.000 (tiga milyar rupiah. Kenyataan yang terjadi pada saat itu CV Inti
Makmur milik BJS hanya memiliki dana dalam buku tabungannya di Bank Jateng
Syariah Cabang Surakarta per tanggal 12 Nopember 2010 sebesar Rp 21,391.793
(dua puluh satu juta tiga ratus sembilan puluh satu ribu tujuh ratus sembilan puluh
tiga rupiah) dan pada tanggal tersebut dana sebesar Rp 3.000.000.000 (tiga milyar
rupiah) ditransfer ke rekening CV Inti Makmur ;
Untuk memenuhi persyaratan dalam pengajuan pembiayaan tersebut BJSn
bersama sama dengan Drs TW kembali membuat Surat Keterangan melalui Notaris
RUS, SH (nama disamarkan) dalam surat nomor 30/NOT/XI/2010 tanggal 11
Nopember 2010 dinyatakan
Sesuai dengan Surat Pemberitahuan Persetujuan Pemberian Pembiayaan
Nomor 653/DK.02.02/502/2010 tanggal 12-11-2010 (duabelas Nopember
duaribu sepuluh) memiliki: Tabungan dengan saldo sejumlah Rp 3.000.000.000
(tiga milyar rupiah), tercatat atas nama CV Inti Makmur, di PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Tengah berkedudukan di Semarang melalui Kantor
Cabang Syariah Surakarta yang mana asli bukti kepemilikan tabungan tersebut
diatas dan fotokopinya belum diperlihatkan kepada saya, Notaris, tetapi menurut
keterangan Perseroan Komanditer CV Inti Makmur dan PT Bank Pembangunan
Daerah Jawa Tengah berkedudukan di Semarang melalui Kantor Cabang
Syariah Surakarta ada, dan disimpan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa
Tengah berkedudukan di Semarang melalui Kantor Cabang Syariah Surakarta
Tagihan/Piutang atas Tabungan tersebut diatas akan dijadikan sebagai jaminan
pembiayaan kepada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah berkedudukan
di Semarang melalui Kantor Cabang Syariah Surakarta dst ......

Setelah dana pembiayaan ditransfer ke rekening atas nama CV Inti Makmur


ternyata dana tersebut dipergunakan tidak sebagaimana mestinya oleh BJS namun
dipergunakan untuk mengembalikan uang milik GA sebesar Rp 3.000.000.000 (tiga
milyar rupiah) yang telah dipakai untuk menutupi pembiayaan sebelumnya sebesar
Rp 4.000.000.000 (empat milyar rupiah) .
Pengembalian tersebut dilakukan oleh Drs TW dengan cara aplikasi transfer dana
yang sudah masuk dalam rekening CV Inti Makmur ke rekening sdr.GA sebesar Rp
2.000.000.000 dengan nomor rekening 5023012121 di buku tabungan Bank Jateng
Syariah pada tanggal 15 Nopember 2010, selanjutnya Drs TW melakukan aplikasi
transfer lagi pada tanggal 19 Nopember 2010 sebesar Rp 900.000.000 ke rekening
sdr. GA;
Dengan ditransfernya pembiayaan untuk proyek scrap besi ke rekening milik
Giovanni Adrian membuat jaminan pembiayaan BJS sebesar Rp 3.000.000.000 (tiga
milyar rupiah) menjadi tidak ada sehingga untuk menutupi hal itu maka pada awal
Desember 2010 BJS mengajukan pembiayaan kepada BPD Jateng Syariah Cabang
Surakarta yang dilakukan secara lisan kepada Drs TW selaku Pemimpin BPD Jateng
Syariah Cabang Surakarta dengan alasan untuk membiayai proyek Scrap besi di
Bengkulu.
Kemudian, Drs TW selaku Pemimpin Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta
memenuhi permintaan lisan BJS tersebut walaupun dalam SK Direksi PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Tengah Nomor 0393/HT.01.01/2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan Syariah (P4S) tanggal 23 Desember 2009 Bab II
Proses Pemberian Pembiayaan dicantumkan sebagai berikut :
1.

Penerimaan permohonan pembiayaan dari calon nasabah ;

2.

Pemohon datang kepada petugas Bank yang menangani pembiayaan untuk


meminta informasi tentang pembiayaan yang diberikan Bank

3.

Petugas memberikan penjelasan tentang persyaratan pemberian pembiayaan


yang akan diajukan

4.

Nasabah mengisi sendiri form permohonan pembiayaan yang berisi ;


- Nama pemohon
- Alamat

- Nama Gadis ibu kandung


- Jenis Usaha
- Jenis Pembiayaan yang diajukan
- Nominal permohonan (angka dan huruf)
- Tujuan Penggunaan
- Jangka waktu
5. Pemohon mengisi form yang telah disediakan Form permohonan
ditandatangani oleh pemohon membubuhkan stempel perusahaan apabila
berbentuk Badan Usaha
6. Surat permohonan dan dokumen kelengkapan persyaratan pembiayaan yang
sudah diterima petugas, dicatat di sekretariat dan disampaikan kepada
Pemimpin Cabang Syariah untuk didisposisi.
Namun hal itu tidak dilakukan BJS dan Drs TW melainkan melakukan
overbooking dana milik Sdr. SL (nama disamarkan) pada tanggal 9 Desember 2010
sebesar Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah) ke rekening CV Inti Makmur seolaholah dana tersebut merupakan jaminan tunai/cash collateral dan dalam melakukan
over booking tersebut Drs TW MM melampirkan Surat Kuasa Khusus yang seolaholah dibuat dan ditandatangani oleh sdr Sdr. SL kepada Drs TW dalam kapasitasnya
selaku pribadi padahal sdr Sdr. SL tidak pernah membuat Surat Kuasa Khusus
tersebut kepadanya ;
Perbuatan yang dilakukan BJS selaku CV. Inti Makmur dan Drs. TW tersebut
dilaporkan oleh Sdr. GA dan Sdr. SL. Dari laporan tersebut, ditemukan bukti-bukti
diantaranya laporan hasil Audit Penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan
Tindak Pidana Korupsi dalam pemberian pembiayaan untuk proyek scrap besi ex
kapal Kargo di Bengkulu Nomor: SR- 5992/PW 11/5/2011 tanggal 14 Desember
2011 dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bahwa perbuatan
mereka mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 6.100.000.000,- (enam
milyar seratus juta rupiah) atau setidak-tidaknya sebesar jumlah itu.
Setelah bukti-bukti dinyatakan P-21, oleh Jaksa Penuntut Umum, Perbuatan
BJS Direktur CV Inti Makmur berdasarkan akte Notaris AS ,SH (nama disamarkan)
nomor 01 tanggal 30 Nopember 2007 bersama sama dengan Drs. TW selaku

Pemimpin Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta yang diangkat berdasarkan Surat
Keputusan Direksi Nomor 0142/HT,01.01/2008 tanggal 21 Mei 2008 tentang Mutasi
Pegawai PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah ( yang penuntutannya diajukan
secara terpisah), pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 atau
setidak-tidaknya dalam tahun 2010, bertempat di Bank Jateng Syariah Cabang
Surakarta Jl Slamet Riyadi No 236 Surakarta Propinsi Jawa Tengah atau setidak
tidaknya di suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
pada Pengadilan Negeri Semarang didakwa telah melakukan atau turut serta
melakukan, secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara

sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18, pasal 3, serta pasal 8 Undang-undang Nomor :
31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

B. Isu Hukum
Isu hukum yang dapat diambil dari kronologi kasus di atas antara lain :
1.

Apakah dalam perkara tersebut, dimana telah terjadi kerugian PT milik


Daerah dalam bentuk Perusda, dapat dikatakan juga telah terjadi kerugian
keuangan negara?;

2.

Apakah BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) memiliki


kewenangan melakukan audit laporan keuangan Perusda (perusahaan
daerah) yang berbentuk PT (Perseroan Terbatas) ?

C. Analisa Hukum
1. Kerugian Keuangan Perusda berbentuk PT bukan sebagai bentuk
kerugian keuangan daerah namun kerugian perekonomian daerah.
a) Pengertian dan Sekilas Tentang BUMD (Badan Milik Usaha Daerah)

Semenjak mendeklarasikan sebagai negara hukum1, Indonesia memiliki


orientasi pergerakan pelaksanaan kehidupan bernegara yang berorientasi
sepenuhnya kepada upaya perwujudan kesejahteraan rakyatnya. Konsep
pelaksanaan negara yang demikian seringkali di dengar dengan istilah
welfare state. Sejalan dengan konsep tersebut, maka pembangunan
kesejahteraan rakyat harus dilakukan dengan berbagai media yang
diperkenankan oleh hukum. Salah satu media tersebut antara lain negara
dapat melakukan operasional bisnis baik dari di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah.
Salah satu operasionalisasi bisnis yang dilakukan oleh negara pada
tingkat daerah antara lain dengan mendirikan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD). istilah BUMD diilhami dari terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 1998 dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998.
Namun demikian, definisi BUMD sampai sekarang belum ditetapkan secara
baku oleh peraturan perundang-undangan.2 Berbeda dengan BUMN (Badan
Usaha Milik Negara), yang definisinya telah ditetapkan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Di lain pihak, istilah BUMD telah
tertuang baik dalam Peraturan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang
bentuk BUMD, tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah maupun dalam banyak undang-undang
sektoral lainnya seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Kelistrikan, Undang-Undang
Minerba, Undang-Undang Pelayaran, Undang-Undang Jalan, dsb. Hal ini
dapat dimaklumi karena pendirian dan pengaturan BUMD sampai saat ini
masih tunduk dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang
Perusahaan Daerah walaupun undang-undang ini telah dicabut dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969, namun karena ditegaskan bahwa
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tidak berlaku sejak diterbitkannya
1

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 3


Http:// bumd.wordpress.com/2011//03//11/sekilas-sejarah-bumd. Diakses pada tanggal 30
januari Pukul 11.00
2

10

undang-undang pengganti, dan sampai sekarang belum ada undang-undang


penggantinya, maka Undang-Undang Nomor 5 tahun 1962 masih berlaku
sampai sekarang.3
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1962 Tentang Perusahaan Daerah
merupakan Undang-Undang yang penyusunannya diilhami dari terbitnya
Perpu Nomor 17 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962, perusahaan daerah adalah
perusahaan yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari
kekayaaan daerah yang

dipisahkan. Mengingat bahwa pembinaan

pemerintahan daerah berada di bawah tanggungjawab Menteri Dalam


Negeri, maka peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962
diterbitkan oleh Mendagri baik berupa instruksi Mendagri, Keputusan
Mendagri, maupun Peraturan Mendagri. Sejak diterbitkannya UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang sekarang ini
telah menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas dan Permendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang bentuk hukum
BUMD, maka sebagian BUMD ada yang berbentuk Perseroan Terbatas.
Mengingat definisinya sampai sekarang belum baku, maka BUMD yang
berbadan hukum Perseroan Terbatas terkadang tidak mencerminkan
mayoritas kepemilikan daerah di perusahaan tersebut. Contoh paling nyata
adalah PT Delta Tbk yang dianggap sebagai BUMD DKI Jakarta. Pemda
DKI Jakarta hanya sebagai pemegang saham minoritas, sehingga saham
pengendali berada di tangan swasta sepenuhnya. Ketidakjelasan akan
definisi BUMD berdampak negatif terhadap pelaksanaan perundangundangan sektoral yang memberikan priviledge atau keistimewaan dalam
melakukan usaha dengan tujuan untuk lebih meningkatkan pendapatan
daerah namun pada kenyataannya memberikan keuntungan yang lebih besar
kepada pengusaha swasta karena Pemda hanyalah pemegang saham
minoritas.4

3
4

Ibid
Ibid

11

Dalam kasus korupsi yang melibatkan BJS dan TW, melibatkan salah
satu BUMD yakni PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, dimana TW
bertindak dalam kapasitas sebagai pimpinan cabang dari Kantor Cabang
syariah di Surakarta. Sebagai sebuah Bank yang didirikan dengan
menggunakan alokasi dana APBD. Bank pembangunan Daerah Jawa Tengah
merupakan Bank milik pemerintah kabupaten/kota se Jawa Tengah, dimana
sahamnya dimiliki oleh pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/kota
se Jawa Tengah. Bank ini sempat mengalami beberapa kali perubahan
bentuk badan usaha. Pada tahun 1969 melalui Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 1969 menetapkan Bank Pembangunan Daerah
Jawa Tengah sebagai Badan Usaha Milik Daerah. Kemudian melalui
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 1993, status badan
usaha bank berubah menjadi perusahaan daerah (Perusda).5 Terhadap
penjelasan mengenai profil dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah
tersebut, jelas bahwa kasus korupsi yang melibatkan salah satu cabang di
Surakarta melalui terdakwa TW yang merupakan pimpinan cabang syariah
dari kantor di Surakarta, sama halnya dengan melibatkan PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Tengah selaku kantor pusat yang notabene asset
milik Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah melalui kepemilikan saham
mayoritas.
Selain itu posisi PT BDP Jateng sendiri juga telah berbadan hukum
sebagaimana Anggaran Dasarnya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman
Republik Indonesia No. C2. 8223. HT.01.01 tahun 1999 tanggal 15 mei
1999.6
b) Tidak Terjadinya Kerugian Keuangan Negara dan Pemenuhan
kualifikasi Delik Korupsi dalam Perkara ini
Isu kerugian negara dalam perkara yang melibatkan perusda PT BPD
Jateng ini bermula dari adanya pengelolaan perusahaan yang di dalamnya
memuat pengelolaan terhadap uang negara secara tidak professional.
Berdasarkan hal-hal perilaku dari pengelolaan perusahaan yang dilakukan
5
6

www.bankjateng.co.id/content.php. diakses pada tanggal 30 Januari 2013, Pukul 9.00


Ibid

12

oleh terdakwa dalam hal ini terlihat menghasilkan laporan keuangan yang
cenderung merugi. Hal tersebut berdasarkan hasil dari audit laporan
keuangan yang dilakukan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keungan dan
Pembangunan) kepada PT Bank Pembangunan Daerah Jateng. Isu kerugian
keuangan negara sebagaimana yang menjadi pertanyaan dalam pendapat
hukum ini dirasa tidak terjadi berdasarkan penelaahan norma dan konsepkonsep hukum yang ada. Mengingat dengan melakukan penyertaan modal
kepada pihak ketiga dalam hal ini berbentuk perusahaan daerah, maka telah
terjadi kekayaan yang dipisahkan. Hal tersebut berkonsekuensi yuridis telah
terjadi pemisahan harta kekayaan dimana kepemilikan pemerintah daerah
dalam hal ini hanya sebatas atas saham. Sehingga apabila terjadi kerugian
oleh Perusda dimana berstatus PT (Perseroan Terbatas), maka yang terjadi
hanyalah sebatas kerugian PT saja, tidak berimplikasi kepada kerugian yang
dialami oleh keuangan negara7. Sejalan dengan pendapat tersebut di atas,
dijelaskan bahwa modal awal badan hukum itu berasal dari kekayaan pendiri
yang dipisahkan. Modal awal ini menjadi kekayaan badan hukum, terlepas
dari kekayaan pendiri. Oleh karena itu salah satu ciri utama PT (termasuk PT
Persero) adalah kekayaan yang terpisah yaitu kekayaan terpisah milik
pribadi pendiri dan badan hukum.8 Sehingga kerugian keuangan negara
dalam perkara ini tidak dapat dibenarkan, mengingat tidak mendasarkan
kepada konsep pengelolaan perseroan terbatas yang diatur dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun dalam
praktiknya bukan berarti undang-undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi ini tidak dapat diterapkan terhadap TW selaku kepala
cabang PT BPD DIY. Bila merunut kepada delik korupsi sebagaimana yang
terdapat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
7

Karakterstik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta
kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian suatu badan hukum yang berbentuk Perseroan
Terbatas memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi (sebagai pengurus), Komisaris
(sebagai pengawas), dan pemegang saham (sebagai pemilik). Dapat dilihat dalam tulisan Prof Erman
Rajaguguk. Pengertian Keuangan negara dan Kerugian Negara.
8
Ridwan Khairandi, Perseroan Terbatas, Doktri,, Peraturan Perundang-Undangan dan
Yurisprudensi. Edisi revisi, Total Media, Yogyakarta, 2008, hal. 43

13

maka perspektif tindak pidana korupsi pada perkara ini seharusnya juga
dapat diterapkan apabila memenuhi 2 unsur pokok yaitu melawan hukum
serta merugikan perekonomian negara,
1) Melawan Hukum
Dalam tataran ilmu pengetahuan hukum pidana, konsep
perbuatan perbuatan melawan hukum dalam konsep hukum pidana,
secara nyata harus melibatkan adanya niat dari pelaku untuk
melakukan kejahatan. Pemahaman itu sejalan dengan sautu
adagium latin actius non facit reum, nisi mens sit rea, yang
berarti bahwa suatu perbuatan tidak membuat pidana, kecuali niat
batinnya patut dipersalahkan menurut hukum.9 Selain itu pakar
hukum pidana Moeljatno juga menjelaskan bahwa untuk adanya
kesalahan mensyaratkan pada 2 (dua) pokok yaitu : pertama, adanya
keadaan psikis batin yang tertentu. Kedua, adanya hubungan yang
tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang
dilakukan, hingga menimbulkan celaan. Terkait dengan fakta-fakta
hukum perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam perkara ini
jelas telah memenuhi unsur perbuatan hukum formil yang dilanggar
yakni pasal 2 ayat 1 Undang-Undang TPKP. 10
2) Merugikan Perekomian Negara/Daerah
Merugian perekonomian negara belum pernah menjadi kajian
khusus terkait penerapan UU TPKP untuk menjerat pelaku korupsi
yang berasa dari Perusda yang berstatus PT. pihak penegak hukum
hanya berkonsentrasi pada telah terjadinya kerugian keuangan
9

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tidak Ada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta, Predana Kencana, 2006, hal. 15
10
Dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi di pasal 2 secara
tegas dirumuskan juga sebagai pidana formil. Delik korupsi merupakan delik formil yaitu adanya delik
korupsi cukup dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya
akibat. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam undang-undang ini, meskipun hasil korupsi
telah dikembalikan kepada negara, pelaku korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap di pidana.
Pelukisan dalam korupsi secara formil mempunyai kelemahan dan sebagai konsekuensinya, jika ada
perbuatan korupsi yang tidak tercakup dalam pelukisan secara formil, maka si pelaku tidak dapat
diajukan ke muka hakim, dengan alasan nullum delictum nulla poena sine previlla lege poenali
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 ayat 1 KUHP. Dapat dilihat dalam 10 Arief Dwi Atmoko,
Hukum Pidana Korupsi, Fakultas Hukum Narotama Surabaya, Hal. 2

14

negara saja. Celah merugikan perekonomian negara seharusnya


dapat digunakan11 . hal ini mendasarkan pada rasionalisasi bahwa
untuk mendirikan sebuah Perusda, sama hal nya selain telah
melibatkan keuangan daerah/negara dalam bentuk investasi
kekayaan yang dipisahkan. Namun perlu diketahui, bahwa
meskipun telah terjadi pemisahan kekayaan dalam diri PT Perusda
dalam hal ini PT BPD jateng, namun PT BPD Jateng memiliki
tujuan yang berkaitan dengan membangun dan membantu
perekonomian negara. Adapun tujuan dari pendirian Perusda antara
lain :12
a) Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan
penerimaan kas negara;
b) Mengejar dan mencari keuntungan;
c) Pemenuhan hajat hidup orang banyak;
d) Perintis kegiatan-kegiatan usaha;
e) Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan
lemah.
Peran dan fungsi penting dari Perusda inilah yang menjadi salah
tumpuan untuk menunjang kekayaan daerah melalui peningkatan
PAD (Pendapatan Asli Daerah) dalam bentuk laba atau deviden dari
investasinya.13terhadap perkara yang melibatkan pimpinan cabang
dari PT BPD Jateng tersebut, maka terlihat peran dan fungsi
operasionalnya justru menimbulkan kerugian PT sebesar 6.1
11

Hal ini mengingat pada rumusan pasal 2 ayat 1 UU TIPIKOR yang menyatakan Setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sehingga delik korupsi dapat dikenakan di antara salah
satu keadaan kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara.
12
http ://id/Wikipedia/org/wiki/Badan_Usaha_Milik_Daerah. Diakses pada tanggal 30 Januari
2013
13
Daerah yang memiliki kekayaan yang dipisahkan lalu ditanamkan pada pihak ketiga
(perusahaan/pemerintah) adlam bentuk saham, obligasi atau lainnya. Dengan adanya dana yang
ditanamlan tersebut,daerah yang bersangkutan akan mendapatkan keuntungan dari investasinya.
Keuntungan tersebut bisa berupa laba atau deviden. Dapat dilihat dalam Hanif Nurcholis, Teori dan
Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah. Cetakan Kedua, PT Grasindo, Jakarta, 2007, Hal. 186

15

Milyar. Hal ini bisa berimplikasi kepada turunnya laba atau


deviden yang akan diterima oleh daerah sebagai Pendapatan Asli
Daerah yang akan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat
daerah. Sehingga perekomian daerah yang dirugikan inilah yang
menjadi rasionalisasi hukum TW dapat dijerat dengan UndangUndang TIPIKOR.
2. BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) tidak
berwenang dalam melakukan audit laporan keuangan Perusda yang
berbentuk Perseroan Terbatas.
BPKP merupakan lembaga pengawas yang berpihak atau berafiliasi
kepada pemerintah dalam rangka membantu untuk mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Mendasarkan diri pada Keputusan
Presiden Nomor 31 Tahun 1983, BPKP memiliki Tugas dan fungsi seperti :14
a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang
pengawasan keuangan dan pembangunan;
b. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
keuangan dan pembangunan
c. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP;
d. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
pengawasan keuangan dan pembangunan;
e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di
bidang

perencanaan

umum,

ketatausahaan,

organisasi

dan

tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian,


perlengkapan dan rumah tangga.
Dalam

menyelenggarakan

fungsi

tersebut,

BPKP

mempunyai

kewenangan :
a. penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;
b. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan
secara makro;
c. penetapan sistem informasi di bidangnya;
14

http://www.bpkp.go.id/konten/4/Sejarah-Singkat-BPKP.bpkp diakses pada tanggal 30 januari


2013 pukul 13.00

16

d. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah


yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan,
dan supervisi di bidangnya;
e. penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi
tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidangnya;
Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, yaitu :
a. memasuki semua kantor, bengkel, gudang, bangunan, tempat-tempat
penimbunan, dan sebagainya;
b. meneliti semua catatan, data elektronik, dokumen, buku perhitungan,
surat-surat bukti, notulen rapat panitia dan sejenisnya, hasil survei
laporan-laporan pengelolaan, dan surat-surat lainnya yang diperlukan
dalam pengawasan;
c. pengawasan kas, surat-surat berharga, gudang persediaan dan lainlain;
d. meminta keterangan tentang tindak lanjut hasil pengawasan, baik
hasil pengawasan BPKP sendiri maupun hasil pengawasan Badan
Pemeriksa Keuangan, dan lembaga pengawasan lainnya.
Selain itu Sesuai arahan Presiden RI tanggal 11 Desember 2006, BPKP
melakukan reposisi dan revitalisasi fungsi yang kedua kalinya. Reposisi dan
revitalisasi BPKP diikuti dengan penajaman visi, misi, dan strategi. Visi
BPKP yang baru adalah "Auditor Intern Pemerintah yang Proaktif dan
Terpercaya dalam Mentransformasikan Manajemen Pemerintahan Menuju
Pemerintahan yang Baik dan Bersih". Dengan visi ini, BPKP menegaskan
akan tugas pokoknya pada pengembangan fungsi preventif. Hasil pengawasan
preventif (pencegahan) dijadikan model sistem manajemen dalam rangka
kegiatan yang bersifat pre-emptive. Apabila setelah hasil pengawasan
preventif dianalisis terdapat indikasi perlunya audit yang mendalam,
dilakukan pengawasan represif non justisia. Pengawasan represif non justisia
digunakan sebagai dasar untuk membangun sistem manajemen pemerintah

17

yang lebih baik untuk mencegah moral hazard atau potensi penyimpangan
(fraud). Tugas perbantuan kepada penyidik POLRI, Kejaksaan dan KPK,
sebagai amanah untuk menuntaskan penanganan TPK guna memberikan efek
deterrent represif justisia, sehingga juga sebagai fungsi pengawalan atas
kerugian keuangan negara untuk dapat mengoptimalkan pengembalian
keuangan negara.15 Terhadap kewenangannya tersebut, terlihat BPKP
sebenarnya tidak bisa melakukan audit laporan keuangan kepada Perusda
yang berbentuk PT oleh karena mekanisme PT telah diatur dalam UndangUndang tersendiri yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, dimana audit laporan keuangan Perseroan bisa dilakukan
hanya oleh tim audit independen dengan sebelumnya mengajukan
permohonan pemeriksaan kepada Pengadilan Negeri sebagaimana diatur
dalam pasal 138 Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas.
D. Pendapat Hukum
Berdasarkan segala pemarapan tersebut di atas, maka nampak jelas bahwa PT
Bank Pembangunan Daerah merupakan Aset daerah provinsi Jawa Tengah yang dulu
sempat menjadi BUMD kini telah berubah menjadi Perusda. Selain itu saham
kepemilikan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah merupakan
kepemilikan saham mayoritas. Namun jelas dengan berdirinya Perusda sebagai
sebuah PT, maka telah terjadi pemisahan harta kekayaan dimana apabila terjadi
kerugian sebagaimana dimaksud dalam hasil laporan keuangan yang diaudit oleh
BPKP, maka yang dirugikan hanyalah PT nya saja, bukan berimplikasi kepada
keungan negara, karena kepemilikan negara dalam hal ini pemerintah daerah adalah
dalam bentuk saham. Selain itu seharusnya delik korupsi dalam perkara ini bisa
dikenakan bukan karena merugikan keuangan negara, namun karena kerugian PT
Peruda tersebut berimplikasi kepada potensi atau kerugian perekonomian daerah.
Karena dari hasil laba atau deviden tersebutlah pemerintah daerah bisa bertumpu
untuk mendapatkan Pendapatan Asli Daerah untuk kemaslahatan masyarakat daerah.
BPKP dalam hal ini tidak memiliki kewenangan melakukan audit laporan
keuangan kepada Perusda yang berbentuk PT. oleh karena Undang-Undang PT pada
15

Ibid

18

pasal 138 sendiri telah mengatur bahwa audit laporan keuangan PT Kerugian yang
dialami oleh PT Bank Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah harusnya
dilakukan oleh tim independen yang mendasarkan diri sebelumnya pada hasil
permohonan kepada Pengadilan Negeri. Kewenangan BPKP yang mendasarkan pada
Kepres 31 Tahun 1983 serta arahan Presiden pada tahun 2006 sejatinya tidak bisa
menegasikan kewenangan tim audit independen yang mendasarkan diri pada UndangUndang Perseroan Terbatas. Hal ini dapat diistilahkan dengan lex superior derogate
legi inferior.

TERIMA KASIH

Hormat kami Tim Analis

Lucky omega Hasan, SH

Lise Yolanda, SH,

19

Nurul Hidayati, SH

Anda mungkin juga menyukai