Anda di halaman 1dari 7

Sans Prejudice

Legal Opinion

Permasalahan Pembayaran Pesangon Dari PT. Yooshin Indoesia


Kepada Ahli Waris Alm. Harmudi

Material Legal Opinion :

A. SUBYEK HUKUM
1. PT. Yooshin Indonesia (Badan Hukum);
2. Ahli Waris Alm. Harmudi.

B. OBYEK HUKUM
1. Uang Pesangon atas nama Alm. Harmudi;
2. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada
Pengadilan Negeri Serang Nomor Perkara :
73/G/2009/PHI.SRG;
3. Kesepakatan Bersama Antara Ahli Waris Alm. Harmudi
dengan PT. Yooshin Indonesia.

C. KRONOLOGIS
1. Bahwa perselisihan tentang uang pesangon atas nama Alm.
Harmudi antara Ahli Waris Alm. Harmudi dengan PT. Yooshin
Indonesia telah berlangsung sejak tahun 2008 dan telah melalui
prosedur sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
2. Bahwa perselisihan tersebut, telah diselesaikan melalui Pengadilan
Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Serang pada tahun
2009;
3. Bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan
Negeri Serang Nomor: 73/G/2009/PHI.SRG yang pada pokoknya
memerintahkan kepada PT. Yooshin Indonesia untuk segera
membayarkan pesangon atas nama Alm. Harmudi kepada Ahli
Warisnya yaitu sebesar Rp. 31.603.000,- (tiga puluh satu juta enam
ratus tiga ribu rupiah) telah memiliki kekuatan hukum tetap
(Inkracht) karena PT. Yooshin Indonesia tidak mengajukan upaya
hukum apapun atas Putusan Pengadilan tersebut;
4. Bahwa setelah adanya Putusan Pengadilan tersebut, PT. Yooshin
Indonesia terlah berulang kali berjanji kepada Ahli Waris Alm.
Harmudi untuk segera membayarkan pesangon atas nama Alm.
Harmudi tersebut namun pembayaran pesangon sebagaimana
ditentukan dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada
Pengadilan Negeri Serang Nomor: 73/G/2009/PHI.SRG tersebut tidak
pernah direalisasikan oleh PT. Yooshin Indonesia;
5. Bahwa pada akhirnya PT. Yooshin Indonesia mengusulkan untuk
melakukan pembayaran pesangon atas nama Alm. Harmudi tersebut
dengan cara 2 (dua) tahap pembayaran yang kemudian disepakati
oleh Ahli Waris Alm. Harmudi;
6. Bahwa kemudian antara Ahli Waris Alm. Harmudi dengan PT.
Yooshin Indonesia menandatangani Kesepakatan Bersama
tertanggal 8 Mei 2010 tentang kewajiban PT. Yooshin Indonesia
untuk melakukan pembayaran pesangon kepada Ahli Waris Alm.
Harmudi yang pada pokoknya Pembayaran Tahap Pertama
dilakukan pada saat penandatangan Kesepakatan Bersama tersebut
dan Pembayaran Tahap Kedua dilakukan pada tanggal 5 Juni 2010;
7. Bahwa Pembayaran Tahap Pertama telah dilakukan pada saat
penandatanganan Kesepakatan Bersama dimaksud; namun
Pembayaran Tahap Kedua sebesar Rp. 16.603.000,-
sebagaimana ditentukan dalam Kesepakatan Bersama
tertanggal 8 Mei 2010 tersebut BELUM DIREALISASIKAN oleh
PT. Yooshin Indonesia;
8. Bahwa dengan demikian PT. Yooshin Indonesia telah kembali
ingkar janji;
9. Bahwa Ahli Waris Alm. Harmudi telah berulang kali menghubungi
dan meminta kepada PT. Yooshin Indonesia untuk segera melakukan
Pembayaran Pesangon Tahap Kedua sebagaimana Kesepakatan
Bersama tertanggal 8 Mei 2010 tersebut, akan tetapi PT. Yooshin
Indonesia kembali hanya memberikan janji-janji kepada Ahli Waris
Alm. Harmudi, namun untuk kesekian kalinya janji-janji tersebut
tidak pula ditepati oleh PT. Yooshin Indonesia, bahkan perwakilan
PT. Yooshin Indonesia dalam permasalahan Pembayaran Pesangon
kepada Ahli Waris Alm. Harmudi ini menjadi tidak dapat
dihubungi dengan tanpa memberikan alasan apapun;
10. Bahwa janji-janji yang tidak ditepati oleh PT. Yooshin Indonesia
ditambah pula dengan sulitnya menghubungi PT. Yooshin Indonesia
dimaksud menjadi suatu rangkaian kebohongan terhadap
Kesepakatan Bersama tertanggal 8 Mei 2010 tersebut sehingga
telah merugikan kepentingan Ahli Waris Alm. Harmudi;

D. ANALISA HUKUM

1. Tentang Badan Hukum PT. Yooshin Indonesia

Badan hukum merupakan suatu kontruksi hukum. Dikatakan


bahwa badan hukum adalah subyek hukum, sama dengan
manusia (natuurlijke persoon; natural person), dengan
perbedaan bahwa badan hukum mempunyai hak dan kewajiban
yang diberikan oleh undang-undang untuk mengabdi pada
kehidupan hukum manusia.

Manusia mempunyai hak dan kewajiban berdasarkan asas-asas


kesusilaan dan kemasyarakatan, dan karena itu dikenal adanya hak
asasi manusia. Badan Hukum PT berbuat atau bertindak melalui
manusia (yang dikenal dalam UU Perseroan Terbatas No. 1/1995
sebagai Direksi). Dalam Pasal 82 dikatakan bahwa “Direksi
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili ... baik di dalam
maupun di luar pengadilan”. Dengan demikian antara Direksi dan
korporasi ada hubungan istimewa yang dinamakan “fiduciary
relationship” (hubungan kepercayaan), yang melahirkan “fiduciary
duties” bagi setiap anggota Direksi.
Disejajarkannya kata pelaku/orang dan korporasi, memiliki makna
bahwa keduanya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara
sendiri-sendiri, bukan alternatif. Pertanggungjawaban pidana
korporasi dimungkinkan melalui doktrin strict liability. Menurut
ajaran strict liability, pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan
kepada pelaku tindak pidana bersangkutan dengan tidak perlu
dibuktikan adanya kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) para
pelaku. Tetapi ditekankan kepada hal, akibat dari perbuatannya itu
telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Bahwa PT. Yooshin Indonesia merupakan Badan


Hukum/Korporasi yang berbentuk Perseroan Terbatas, oleh
karenanya PT. Yooshin Indonesia merupakan SUBYEK
HUKUM sehingga dapat dipersamakan dengan
Orang/Manusia (natuurlijke persoon).

2. Tentang Ahli Waris Alm. Harmudi

Ahli Waris Alm. Harmudi adalah istri sah Alm. Harmudi sebagaimana
tercatat dalam Kartu Keluarga Nomor : 3604092804080040.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan Pasal 166 yang menyatakan “dalam hal
hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia,
kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar
perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang
pesangon sesuai pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan
masa kerja sesuai pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak
sesuai dengan ketentuan pasal 156 ayat (4)”.

Berdasarkan uraian tersebut, maka Ahli Waris Alm. Harmudi


berhak bertindak untuk dan atas nama Alm. Harmudi guna
menuntut Pembayaran Pesangon Atas Nama Alm. Harmudi
kepada PT. Yooshin Indonesia.
3. Tentang Uang Pesangon Atas Nama Alm. Harmudi Dan
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan
Negeri Serang Nomor Perkara : 73/G/2009/PHI.SRG.

Alm. Harmudi telah bekerja di PT. Yooshin Indonesia sejak tanggal


18 Desember 2008, oleh karenanya berhak atas uang pesangon
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Peristiwa meninggalnya Alm. Harmudi merupakan peristiwa hukum
yang telah menimbulkan akibat hukum yaitu yang berhak atas
uang pesangon adalah Ahli Waris Alm. Harmudi. Hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 166 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang
menyatakan bahwa “dalam hal hubungan kerja berakhir karena
pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya
diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama
dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai pasal 156
ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai pasal
156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan
pasal 156 ayat (4)”.

Oleh karena itu, Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan


memutuskan perkara ini di Pengadilan Hubungan Industrial Pada
Pengadilan Negeri Serang mengambil keputusan bahwa yang berhak
atas uang pesangon atas nama Alm. Harmudi adalah Ahli Warisnya.

Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan


Negeri Serang Nomor: 73/G/2009/PHI.SRG telah memiliki
kekuatan hukum tetap (inkracht) sehingga berlaku sebagai
undang-undang dan harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.

4. Tentang Kesepakatan Bersama Tertanggal 8 Mei 2010.

Beberapa hal yang dapat dijelaskan mengenai Kesepakatan


Bersama tertanggal 8 Mei 2010 adalah sebagai berikut:

a) Kesepakatan Bersama tertanggal 8 Mei 2010 memiliki dasar


hukum yan kuat yaitu berupa Putusan Pengadilan Hubungan
Industrial Pada Pengadilan Negeri Serang Nomor:
73/G/2009/PHI.SRG.

b) Kemudian dengan mengacu kepada azas hukum “Pacta Sunt


Servanda”, maka Kesepakatan Bersama yang telah
ditandatangani oleh Ahli Waris Alm. Harmudi dan PT. Yooshin
Indonesia tertanggal 8 Mei 2010 tersebut merupakan
kesepakatan yang mengikat dan berlaku sebagai undang-undang
bagi para pihak.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka secara de facto


maupun de jure dapat ditegaskan bahwa seluruh isi
Kesepakatan Bersama tersebut harus dilaksanakan oleh
kedua belah pihak sebagai hukum yang memiliki kekuatan
mengikat dan memaksa karena Kesepakatan Bersama
tersebut dibuat berdasarkan alas hukum yang sah dan kuat.

5. Fakta Tentang Tidak Dipenuhinya Ketentuan


Pembayaran Pesangon Tahap Kedua Oleh PT. Yooshin
Indonesia sebagaimana Kesepakatan Bersama Tertanggal 8
Mei 2010 (Ingkar Janji PT. Yooshin Indonesia).
a) Bahwa PT. Yooshin Indonesia mengusulkan untuk
melakukan pembayaran pesangon atas nama Alm. Harmudi
dengan cara 2 (dua) tahap pembayaran yang kemudian
disepakati oleh Ahli Waris Alm. Harmudi yang ditandai dengan
penandatanganan Kesepakatan Bersama tertanggal 8 Mei 2010
tentang kewajiban PT. Yooshin Indonesia untuk melakukan
pembayaran pesangon kepada Ahli Waris Alm. Harmudi yang
pada pokoknya Pembayaran Tahap Pertama sebesar Rp.
15.000,000,- (lima belas juta rupiah) dilakukan pada saat
penandatangan Kesepakatan Bersama tersebut dan Pembayaran
Tahap Kedua sebesar Rp. 16.603.000,- (enam belas juta enam
ratus tiga ribu rupiah) dilakukan pada tanggal 5 Juni 2010;
b) Bahwa Pembayaran Pesangon Tahap Pertama telah
dilakukan pada saat penandatanganan Kesepakatan Bersama
dimaksud; namun Pembayaran Tahap Kedua sebagaimana
ditentukan dalam Kesepakatan Bersama tertanggal 8 Mei
2010 tersebut TIDAK DILAKSANAKAN oleh PT. Yooshin
Indonesia;
c) Bahwa Ahli Waris Alm. Harmudi telah berulang kali
menghubungi dan meminta kepada PT. Yooshin Indonesia untuk
segera melakukan Pembayaran Pesangon Tahap Kedua
sebagaimana Kesepakatan Bersama tertanggal 8 Mei 2010
tersebut, akan tetapi PT. Yooshin Indonesia kembali hanya
memberikan janji-janji kepada Ahli Waris Alm. Harmudi, namun
untuk kesekian kalinya janji-janji tersebut tidak pula ditepati oleh
PT. Yooshin Indonesia, bahkan perwakilan PT. Yooshin Indonesia
dalam permasalahan Pembayaran Pesangon kepada Ahli Waris
Alm. Harmudi ini menjadi tidak dapat dihubungi dengan
tanpa memberikan alasan apapun;
d) Bahwa janji-janji yang tidak ditepati oleh PT. Yooshin
Indonesia ditambah pula dengan fakta sulitnya menghubungi PT.
Yooshin Indonesia telah menjadi suatu rangkaian kebohongan
terhadap Kesepakatan Bersama tertanggal 8 Mei 2010 tersebut
sehingga telah merugikan kepentingan Ahli Waris Alm. Harmudi;

Berdasarkan pemaparan diatas, maka perbuatan ingkar janji


terhadap Kesepakatan Bersama tertanggal 8 Mei 2010 yang
dilakukan oleh PT. Yooshin Indonesia tersebut telah merugikan
kepentingan Ahli Waris Alm. Harmudi. Oleh karenanya, atas
perbuatan PT. Yooshin Indonesia tersebut, maka Ahli Waris Alm.
Harmudi dapat melakukan upaya-upaya hukum, antara lain :
1. Melalui upaya hukum sesuai ketentuan Hukum Perdata;
2. Melalui upaya hukum sesuai ketentuan Hukum Pidana.

TENTANG KETENTUAN HUKUM PERDATA.


a) Dengan mengacu kepada azas hukum “Pacta Sunt Servanda”,
maka Kesepakatan Bersama yang telah ditandatangani oleh Ahli
Waris Alm. Harmudi dan PT. Yooshin Indonesia tertanggal 8 Mei
2010 tersebut merupakan kesepakatan yang mengikat kedua
belah pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak;

b) Ingkar janji yang dilakukan oleh PT. Yooshin Indonesia terhadap


Kesepakatan Bersama tersebut merupakan perbuatan
Wanprestasi karena tidak dapat memenuhi keseluruhan isi
kesepakatan bersama yang notabene diusulkan oleh PT. Yooshin
Indonesia; Menurut R. Subekti (2002:45, Hukum
Perjanjian. Cetakan ke sembilan belas. PT. Intermasa.Jakarta.),
bentuk wanprestasi dapat berupa, antara lain:
• Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
• Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana dijanjikan;
• Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat;
• Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan.

TENTANG KETENTUAN HUKUM PIDANA.


a) Perbuatan PT. Yooshin Indonesia yang tidak memenuhi
pembayaran pesangon atas nama Alm. Harmudi kepada Ahli
Waris Alm. Harmudi sebagaimana ditentukan dalam Kesepakatan
Bersama tertanggal 8 Mei 2010 adalah Perbuatan Melawan
Hukum karena Kesepakatan Bersama tersebut dibuat
berdasarkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada
Pengadilan Negeri Serang Nomor: 73/G/2009/PHI.SRG yang telah
berkekuatan hukum tetap (inkracht);

b) Sisa uang pesangon atas nama Alm. Harmudi yang belum


dibayarkan kepada Ahli Waris Alm. Harmudi masih berada dalam
penguasaan PT. Yooshin Indonesia. Fakta ini menunjukkan
indikasi terjadinya Tindak Pidana Penggelapan sebagaimana
diatur dalam Pasal 372 dan/atau Pasal 374 KUH Pidana;

c) Janji-janji yang tidak ditepati oleh PT. Yooshin Indonesia


setelah kurun waktu Pembayaran Pesangon Tahap Kedua
terlampaui telah menjadi suatu rangkaian kebohongan yang
merugikan kepentingan Ahli Waris Alm. Harmudi dan merupakan
petunjuk terjadinya Tindak Pidana Penipuan sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUH Pidana.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan diatas, maka perbuatan ingkar janji terhadap


Kesepakatan Bersama tertanggal 8 Mei 2010 yang dilakukan oleh PT.
Yooshin Indonesia tersebut telah merugikan kepentingan Ahli Waris
Alm. Harmudi. Oleh karenanya, atas perbuatan PT. Yooshin Indonesia
tersebut, maka Ahli Waris Alm. Harmudi dapat melakukan upaya-upaya
hukum, antara lain :
1. Melalui upaya hukum sesuai ketentuan Hukum Perdata;
2. Melalui upaya hukum sesuai ketentuan Hukum Pidana.

Ketentuan dalam Hukum Perdata menegaskan bahwa perbuatan


PT. Yooshin Indonesia yang tidak melaksanakan Pembayaran Pesangon
atas nama Alm. Harmudi kepada Ahli Waris Alm. Harmudi merupakan
perbuatan WANPRESTASI.

Ketentuan dalam Hukum Pidana menegaskan bahwa PT. Yooshin


Indonesia merupakan Badan Hukum/Korporasi yang berbentuk
Perseroan Terbatas, oleh karenanya PT. Yooshin Indonesia merupakan
SUBYEK HUKUM sehingga dapat dipersamakan dengan Orang/Manusia
(natuurlijke persoon) karena korporasi atau badan hukum memiliki
pertanggungjawaban pidana karena dianggap sebagai subyek
hukum. Akibatnya suatu korporasi/badan hukum dapat
dijatuhui hukuman pidana. Tentunya dalam menjatuhkan pidana
terhadap korporasi itu berbeda dengan penjatuhan pidana terhadap
subyek hukum yang berwujud manusia alamiah (natuurlijk persoon),
karena tidak mungkin suatu badan hukum dijatuhi pidana penjara
ataupun kurungan. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada korporasi
yang melakukan tindak pidana antara lain :
1. Pidana pokok yang berupa penjatuhan denda kepada
korporasi tersebut;
2. Pidana tambahan yang berupa pencabutan hak-hak tertentu,
penutupan seluruhnya ataupun sebagian perusahaan, perampasan
terhadap barang-barang dan juga bisa sampai dengan
diumumkannya putusan hakim terhadap masyarakat;
3. Tindakan tata tertib yang dapat dilakukan berupa
menempatkan perusahaan dibawah pengampuan, kewajiban
membayar uang jaminan, pengembalian keadaan dan adanya
pembayaran uang paksa.

Demikian Legal Opinion ini dibuat, semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai