Anda di halaman 1dari 38

PEMILIHAN GIGI TIRUAN PADA PENDERITA EPILEPSI

I Gede Andy Kumbara Putra


NPM : 10.8.03.81.41.1.5.003

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2014

PEMILIHAN GIGI TIRUAN PADA PENDERITA EPILEPSI

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan


gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar

Oleh:
I Gede Andy Kumbara Putra
NPM : 10.8.03.81.41.1.5.003

Menyetujui
Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Dewi Farida Nurlitasari,drg., Sp.Pros.


NIP : 1970029 200501 2 000

Kadek Sugianitri, drg., M.Biomed.


NPK : 826 494 195

ii

Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara
pembuatan skripsi dengan judul: PEMILIHAN GIGI TIRUAN PADA
PENDERITA EPILEPSI yang telah dipertanggung jawabkan oleh calon sarjana
yang bersangkutan pada tanggal
Maka atas nama Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan.
Denpasar, 26 Februari 2014

Tim Penguji Skripsi


FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar

Ketua,

Dewi Farida Nurlitasari,drg., Sp.Pros


NIP : 1970029 200501 2 000

Anggota :

Tanda Tangan

1. Kadek Sugianitri, drg., M.Biomed

1. . . . . . . . . . . .

2. Ria Koesoemawati, drg., M.FOr

2. . . . . . . . . . . .

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar

P.A Mahendri Kusumawati, drg., M.Kes., FISID


NIP : 19590512 198903 2 001

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Pemilihan Gigi Tiruan pada Penderita Epilepsi ini tepat pada waktunya.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Kedokteran Gigi (SKG) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati Denpasar. Skripsi ini juga merupakan kesempatan berharga bagi
penulis untuk dapat menghasilkan sebuah karya ilmiah yang diharapkan akan
bermanfaat di bidang kedokteran gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat petunjuk, arahan,
serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. drg. Dewi Farida Nurlitasari, Sp.Pros, selaku dosen pembimbing I dan drg.
Kadek Sugianitri, M.Biomed, selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing, membantu dan mengarahkan penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
2. drg. Ria Koesoemawati, M.FOr, karena sudah bersedia meluangkan waktu
untuk menjadi dosen penguji dan membimbing penulis sehingga membuat
skripsi ini menjadi semakin baik.
3. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati,
Khususnya staf pengajar di lab. Prostodonsia.

iv

4. Orangtua dan adik tercinta terimakasih atas doa, dukungan baik secara moril
dan material serta nasehatnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
5. drg. Ode Putra Arguna dan drg. Tri Dewi Kumara, karena sudah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga membuat skripsi ini
menjadi semakin baik.
6. Teman-teman penulis, khususnya Riscapy, Arik Dharma, Cahya Pradnyana,
Muhammad Dio, Nanda Pradana, Kresnanda dan seluruh teman-teman
angkatan CRANTER 2010 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu,
yang juga telah banyak membantu penulis secara langsung dalam doa serta
semangat yang diberikan.
Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan keterbatasannya,
untuk itu penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan. Semua
saran dan kritik akan menjadi masukan yang sangat berarti.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan mahasiswa
Kedokteran Gigi dan dokter gigi di fakultas, klinik dan masyarakat.

Denpasar, 26 Februari 2014

Penulis

PEMILIHAN GIGI TIRUAN PADA PENDERITA EPILEPSI

Abstrak
Epilepsi merupakan gangguan paroksismal akibat cetusan neuron korteks
serebri mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik
atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan stereotipik. Penderita
epilepsi memiliki risiko kehilangan gigi lebih tinggi sehingga harus dibuatkan gigi
tiruan untuk mengembalikan fungsionalnya. Permasalahannya adalah pada
penderita epilepsi dengan gangguan gangguan tertentu apabila terjadi serangan
dapat menyebabkan kerusakan pada gigi tiruannya yang akan dapat
membahayakan penderita. Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui pemilihan
dan penentuan jenis gigi tiruan pada penderita epilepsi. Pemilihan gigi tiruan pada
penderita epilepsi yang ideal adalah gigi tiruan cekat, gigi tiruan dengan dukungan
implan dan gigi tiruan lepasan dengan dasar gigi tiruan yang tahan terhadap
kerusakan selama serangan epilepsi. Pemilihan jenis gigi tiruan pada penderita
epilepsi merupakan hal yang penting agar tidak membahayakan penderita epilepsi
saat terjadi serangan. Gigi tiruan cekat dan gigi tiruan dengan dukungan implan
merupakan pilihan utama, sedangkan gigi tiruan lepasan merupakan alternatif
pilihan terakhir.

Kata kunci : Epilepsi, Gigi tiruan

vi

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...........................................................................................

Halaman Persetujuan Pembimbing ............................................................

ii

Halaman Persetujuan Penguji dan Pengesahan Dekan ..............................

iii

KATA PENGANTAR ...............................................................................

iv

ABSTRAK .................................................................................................

vi

DAFTAR ISI ..............................................................................................

vii

1. PENDAHULUAN ..................................................................................

A. Latar Belakang...................................................................................

B. Rumusan Masalah ..............................................................................

C. Tujuan ................................................................................................

D. Manfaat ..............................................................................................

2. EPILEPSI ................................................................................................

A. Pengertian ..........................................................................................

B. Etiologi ..............................................................................................

C. Gejala klinis dan klasifikasi ...............................................................

D. Penatalaksanaan ................................................................................

E. Pengobatan .........................................................................................

F. Manifestasi epilepsi di dalam rongga mulut .....................................

11

G. Etiologi pembesaran gingiva ............................................................

12

H. Patogenesis pembesaran gingiva ......................................................

12

I. Pengobatan pembesaran gingiva ........................................................

13

J. Penatalaksanaan kasus rongga mulut .................................................

13

3. GIGI TIRUAN PADA PENDERITA EPILEPSI .................................

15

A. Gigi tiruan cekat ...............................................................................

15

vii

B. Gigi tiruan dengan dukungan implan ...............................................

18

C. Gigi tiruan Lepasan ...........................................................................

20

4. PEMBAHASAN ....................................................................................

25

5. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

28

A. Simpulan ...........................................................................................

28

B. Saran .................................................................................................

28

DAFTAR PUSTAKA

viii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehilangan gigi geligi dapat menimbulkan dampak emosional dan
fungsional serta dapat mempengaruhi estetis. Perawatan dengan pemakaian gigi
tiruan sebagai pengganti daerah yang kehilangan gigi geligi sangat penting.
Namun, tidak semua orang yang kehilangan gigi memakai gigi tiruan. Salah satu
keputusan seseorang dalam menentukan kebutuhan pemakaian gigi tiruan adalah
persepsi individu terhadap status kesehatan gigi.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi penggunaan gigi
tiruan di Indonesia sebesar 4,6% karena pada kenyataannya tidak semua orang
yang mengalami kehilangan gigi menggantikannya dengan gigi tiruan atau
melakukan perawatan Prostodontik (2007 cit. Pongsibidang , Wowor , Supit
2013).
Pemilihan gigi tiruan dapat dipengaruhi oleh keadaan lokal dan keadaan
umum penderita. Faktor lokal yang mempengaruhi pemilihan gigi tiruan adalah
kebersihan mulut yang buruk, kehilangan gigi dan karies. Keadaan umum yang
dapat mempengaruhi pemilihan gigi tiruan misalnya diabetes militus, leukimia,
anemia aplastik, epilepsi. Tidak menutup kemungkinan pasien yang memiliki
penyakit sistemik tertentu seperti epilepsi membutuhkan gigi tiruan apabila
mengalami kehilangan gigi (Karolyhazy dkk. 2003).
Penderita epilepsi memiliki resiko lebih tinggi kehilangan gigi dari pada
bukan penderita epilepsi, mereka juga sulit beradaptasi dengan pemakaian gigi

tiruan. (Mehmet dkk., 2012). Pada penderita epilepsi selama kejang-kejang bisa
jatuh tanpa disadari dan mungkin mengalami cedera patah tulang termasuk
tertelannya gigi tiruan (Akeredolu dkk. 2005).
Pada penderita epilepsi yang mendapat terapi fenitoin hampir semua aspek
kesehatan mulut dan status gigi menunjukkan adanya hiperplasia gingiva disertai
kondisi mulut yang jauh lebih buruk (Akeredolu dkk. 2005). Basis gigi tiruan
yang terlalu panjang dan gigi tiruan yang longgar pada jangka waktu yang lama
dapat juga menyebabkan hiperplasia (Viyanti 2011).
Epilepsi memiliki efek negatif langsung umumnya pada kondisi gigi dan
kebersihan mulut yang buruk. Epilepsi adalah penyakit yang sering dihadapi di
bagian mulut dan praktek bedah maxillofacial. Hal ini diduga mempengaruhi
jutaan orang di seluruh dunia dan memiliki prevalensi 0,5% - 0,9% pada populasi
umum. Serangan epilepsi merupakan kejadian medis yang paling umum kedua di
perawatan gigi (Mehmet dkk. 2012).
Tujuan pembuatan gigi tiruan adalah memperbaiki fungsi mastikasi,
memulihkan fungsi estetik, meningkatkan fungsi fonetik, pencegahan migrasi
gigi, peningkatan distribusi beban kunyah, serta mempertahankan jaringan mulut
yang masih ada agar tetap sehat. Gigi yang hilang dapat diganti dengan salah satu
dari tiga gigi tiruan berikut : gigi tiruan cekat, gigi tiruan dengan dukungan implan
dan gigi tiruan lepasan. Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan
dalam memilih tipe gigi tiruan yang tepat (Gunadi dkk. 1991).

B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan berdasarkan uraian latar belakang diatas
adalah : Bagaimanakah cara menentukan pemilihan gigi tiruan pada penderita
epilepsi ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui cara pemilihan jenis gigi tiruan pada penderita epilepsi dan
untuk menentukan jenis gigi tiruan yang dipilih pada penderita epilepsi.

D. Manfaat
Memberikan informasi ilmiah tentang bagaimana cara pemilihan gigi tiruan pada
penderita epilepsi dan bermanfaat bagi dokter gigi dalam menentukan pemilihan
gigi tiruan pada penderita epilepsi.

BAB II
EPILEPSI

A. Pengertian
Epilepsi, berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti serangan.
Perlu diketahui, epilepsi tidak menular, bukan penyakit keturunan, dan tidak
identik dengan orang yang mengalami ketebelakangan mental. Bahkan, banyak
penderita epilepsi yang menderita epilepsi tanpa diketahui penyebabnya. Epilepsi
ialah manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, namun dengan
gejala tunggal khas, yakni serangan berkala yang disebabkan oleh cetusan neuron
kortek serebri otak secara berlebihan dan paroksismal (Harsono 2011).
Epilepsi merupakan gangguan paroksismal akibat cetusan neuron korteks
serebri mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik
atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan stereotipik (Ginsberg
2007).
Epilepsi adalah suatu gangguan pada sistem syaraf otak manusia karena
terjadinya aktivitas yang berlebihan dari sekelompok sel neuron pada otak
sehingga menyebabkan berbagai reaksi pada tubuh manusia mulai dari bengong
sesaat, kesemutan, gangguan kesadaran,dan atau kontraksi otot yang ditandai
dengan kejang yang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron kortikal
secara berlebihan (Godam 2010).

B. Etiologi
Penyakit epilepsi merupakan penyakit yang dapat terjadi pada siapa pun
walaupun dari garis keturunan tidak ada yang pernah mengalami epilepsi. Epilepsi
tidak bisa menular ke orang lain karena hanya merupakan gangguan otak yang
tidak dipicu oleh suatu kuman virus dan bakteri (Godam 2010).
Epilepsy terbagi atas dua kelompok besar:
1. Epilepsi primer adalah epilepsi yang disebabkan karena gangguan ketidak
seimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak yang
abnormal.
2. Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau akibat
dari adanya kelainan pada jaringan otak. Biasanya dengan pemeriksaan tertentu
atau CT-scan otak atau padaautopsi dapat dilihat adanya kelainan strukturan
pada otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya
jaringan parut sebagai akibat kerusak otak pada waktu lahir atau pada masa
perkembangan anak (Harsono 2011).
Terdapat beberapa penyebab spesifik epilepsi:
a) Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu
menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi,
minum alkohol, mengalami cedera(trauma) atau mendapat penyinaran
(radiasi).
b) Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan (forsep), atau trauma
lain pada otak bayi.
c) Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.

d) Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada
anak-anak.
e) Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
f) Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak.
g) Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
h) Kecerendungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena
ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada
anak (Harsono 2011).

C. Gejala Klinis dan Klasifikasi


Gejala klinis dari epilepsi dapat ditentukan berdasarkan jenis klasifikasinya,
yaitu sebagai berikut :
A. Epilepsi Umum
1. Epilepsi Petit Mal adalah epilepsi yang menyebabkan gangguan kesadaran
secara tiba-tiba, di mana seseorang menjadi seperti bengong tidak sadar tanpa
reaksi apa-apa, dan setelah beberapa saat bisa kembali normal melakukan
aktivitas semula (Godam 2010).
2. Epilepsi Grand Mal adalah epilepsi yang terjadi secara mendadak, di mana
penderitanya hilang kesadaran lalu kejang-kejang dengan napas berbunyi
ngorok dan mengeluarkan buih/busa dari mulut (Godam 2010).
3. Epilepsi Myoklonik Juvenil adalah epilepsi yang mengakibatkan terjadinya
kontraksi singkat pada satu atau beberapa otot mulai dari yang ringan tidak

terlihat sampai yang menyentak hebat seperti jatuh tiba-tiba, melemparkan


benda yang dipegang tiba-tiba, dan lain sebagainya (Godam 2010).
4. Epilepsi Klonik adalah kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral
dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik
fokal berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi , tidak disertai gangguan kesadaran
dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan
oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau
oleh ensepalopati metabolik (Sutan 2012).
5. Epilepsi Tonik adalah Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan
tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi
atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi
(Sutan 2012).
6. Epilepsi Atonik adalah gangguan kejang ini jarang terjadi. Biasanya penderita
tiba-tiba kehilangan kekuatan otot sehingga jatuh, tapi bisa segera pulih
kembali (Sutan 2012).
B. Epilepsi Parsial (Sebagian)
1. Epilepsi Parsial Sederhana adalah epilepsi yang tidak disertai hilang kesadaran
dengan gejala kejang-kejang, rasa kesemutan atau rasa kebal di suatu tempat
yang berlangsung dalam hitungan menit atau jam (Godam 2010).
2. Epilepsi Parsial Kompleks adalah pada awalnya berupa epilepsi parsial
sederhana tetapi diikuti dengan hilangnya kesadaran namun ditambah dengan
halusinasi, terganggunya daya ingat, seperti bermimpi, kosong pikiran, dan lain
sebagainya. Epilepsi jenis ini bisa menyebabkan penderita melamun, lari tanpa
tujuan, berkata-kata sesuatu yang diulang-ulang. (Sutan 2012 ; Godam 2010).

D. Penatalaksanaan
Hingga kini belum diketahui obat yang sungguh-sungguh mujarab untuk
menyembuhkan penyakit epilepsi. Usaha terpenting adalah menghilangkan dulu
faktor penyebab yang dapat mengakibatkan serangan epilepsi, misalnya sisa-sisa
penyakit raja singa, stroke, penyakit-penyakit otak, racun alkohol, cacing-cacing
dalam perut dan lain-lain. Untuk usaha dalam mengurangi timbul serangan
epilepsi dan memperkecil bahaya-bahaya bagi penderita epilepsi adalah antara
lain:
1. Si penderita menjaga dalam kehidupan sehari-hari, badan dan pikirannya
jangan terlampau berat dalam bekerja agar tidak menjadi tegang. Si penderita
dilarang minum minuman keras, kopi atau teh yang pekat dan jangan terlalu
banyak makan daging. Si penderita harus banyak makan sayur-sayuran dan
cukup istirahat serta usahakan dapat buang air besar dengan teratur.
2. Si penderita jangan melakukan sesuatu perbuatan yang sekiranya dapat
membahayakan dirinya seperti memanjat pohon atau tangga, meniti jembatan
sempit, berdiri dipinggir sungai atau kolam ataupun api, berenang, bersepeda,
berjalan sendiri di jalan besar dan berdiri di dekat mesin yang sedang berputar
dan lain sebagainya. Karena itu semua, membahayakan si penderita apabila
epilepsi sedang kambuh.
3. Tampak tanda-tanda bahwa si penderita akan terserang epilepsi, segera
menelan 1 atau 2 sendok teh garam dan menghirup bau bawang putih yang
sudah ditumbuk halus. Dan juga kaki dan tangannya bisa juga diikat dengan
erat, boleh pakai kain atau tali yang besar. Dengan cara demikian, biasanya
serangan epilepsi dapat dihindarkan.

4. Si penderita sudah jatuh pingsan, hendaklah dibaringkan terlentang dan


pakaiannya agak dilonggarkan, jika perlu disela-sela gigi atas dan bawah
dimasuki kain bersih yang sudah dilipat atau sendok, untuk menghindari lidah
tergigit dan biarkan sampai ia sadar kembali.

E. Pengobatan
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup
penderita yang optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara
lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek
samping ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan
angka kesakitan dan kematian.

Perawatan Epilepsi dapat dibagi menjadi :


A. Non Farmakologis

Amati faktor pemicu


Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR, konsumsi
kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll. 2,3

B. Farmakologi
Prinsip pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah
dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu
pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai
tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.

10

2. Terapi dimulai dengan monoterapi


3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap
samapai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.

Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol


bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis
terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.Adapun
penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak
terkontorl dengan pemberian OAE pertama dan kedua (Sutan 2012).

Tabel 2.1 Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati kejang (Harsono 2011).
Jenis

Kadar dalam Waktu


Dosis

Obat

Seranga

serum:

paruh

ug/ml

(jam)

15 40

96

Efek samping

mg/kg/hari
n

Fenobarbital

P &KU

Mengantuk, Hiperaktivitas,

24
bingung, perubahan perasaan hati
Ataksia, ruam kulit, perubahan

Fenitoin

P &KU

38

10 30

24

kosmetika, hiperplasia gingiva,


osteomalasia

8 12

12

Ataksia, gangguan
gastrointestinal, pandangan

Karbamazepin P &KU

15 -25
kabur, gangguan fungsi hepar,
perubahan darah

Valproat

Semua

15 60

gangguan gastrointestinal,

11

50 100

14

hepatitis, diskrasia darah, ataksia,


alopesia, mengantuk
Mengantuk, gangguan

Klonazepam A & M 0.03 0.30 0.01 0.05

30

gastrointestinal, diskrasia darah,


ruam kulit, pengeluaran air liur

5 15
Primidon

A&M

12

Mengantuk, hiperaktivitas,

10 - 20
perubahan perasaan hati

P = pasrsial,

KU = kejang umum, A = absence, M = Myoklonik

F. Manifestasi Epilepsi di dalam Rongga Mulut


Pemeriksaan terhadap manifestasi klinis pada penderita epilepsi di dalam
rongga mulut seperti : Hiperplasia gingiva pada bagian anterior maxilla dan
mandibula (paling sering), Gigi patah, Luka pada lidah, lips scar, traumatic
stomatitis > ulcer, Erythema multiform (Sutan 2012).
Pembesaran gingiva gigi disertai dengan penambahan jumlah sel terutama di
interpapilla gingiva. Sedangkan di daerah jaringan keras yaitu terjadi gigi
mengalami

karies,

jaringan

periodontal

resorbsi.

Pembesaran

gingiva

didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana ukuran gingiva bertambah dari


ukuran normal yang dapat menimbulkan masalah estetis di daerah anterior
(Nayyar 2013).

G. Etiologi Pembesaran Gingiva


Pembesaran pada interpapilla gingiva dan marginal jelas merupakan
temuan umum yang ada pada manusia yang sehat dan mamalia lainnya.

12

Pembengkakan adalah salah satu dari lima gejala kardinal peradangan.


Pembengkakan gingiva hampir secara universal hasil akumulasi cairan dalam
jaringan: edema. jaringan gingiva membesar biasanya memiliki konsistensi lunak,
biasanya lebih atau kurang eritema, dan berdarah pada saat dilakukan probing.
Pembesaran gusi yang edematous dapat benar-benar reversibel pada orang sehat,
jika plak mikroba penyebab lokal (Jacobsen dkk. 2008).
Obat anti-epilepsi yang paling sering digunakan adalah pemberian fenitoin,
yang salah satu efek samping yang paling umum terkait dengan pembesaran
gingiva pada penderita epilepsi. Dalam hubungannya dengan fenitoin, pertama
kali dijelaskan pada tahun 1939, dengan beberapa penulis berikutnya lain
melaporkan pertumbuhan berlebih terkait dengan phenobarhital, asam valporic
dan vigabatrin (Sanjaya 2012).

H. Patogenesis Pembesaran Gingiva


Terjadinya pertambahan besar gingiva yang diinduksi oleh obat-obatan ini
tidak terlepas dari pengaruh faktor genetik sehingga hanya pada individu tertentu
saja bisa terjadi hiperplasia. Para pakar menghipotesakan bahwa terjadinya
pertambahan besar gingiva tersebut adalah karena obat atau metabolisme obat
yang menyebabkan :
1. Peningkatan sintesa/produksi kolagen oleh fibroblast gingiva.
2. Pengurangan degradasi kolagen akibat diproduksinya enzim kolagenase yang
inaktif.

13

3. Pertambahan matriks non-kolagen, sebagai contoh glikosaminoglikans dan


proteoglikans dalam jumlah yang lebih banyak dari matriks kolagen (Sutan,
2012).

I. Pengobatan Pembesaran Gingiva


Obat antiepilepsi yang sangat berpengaruh pada keadaan rongga mulut
adalah penggunaan fenitoin. Prevalansinya sekitar 25-50%, dan tak ada hubungan
yang jelas antara dosis obat dan keparahan pertumbuhan yang berlebih.
Pembesaran jaringan secara tipikal terjadi antara 1-3 bulan setelah terapi obat
diinisiasi dan dimulai di jaringan gusi superfisial di antara gigi (papila
interdental). Bagian anterior lebih sering mengalami pembesaran dibandingkan
daerah posterior, tapi keterlibatan yang sama rata tidak umum. Oral hygiene yang
baik secara tipikal tidak mencegah pembesaran gingiva pada individu tertentu,
pemakaian fenitoin jika terjadi penghentian atau penggantian obat tersebut dapat
menimbulkan penurunan pembengkakan gingiva (Leonidrain, 2010).

J. Penatalaksanaan Kasus Rongga Mulut


Dari kasus dirongga mulut penderita, ditemukan adanya hiperplasia gingiva.
Maka yang pertama sekali dilakukan adalah :
1. Kunjungan Pertama (Fase I)
a) Dokter

gigi

mengkonsultasikan

ke

dokter

sebelumnya

dan

memberitahukan bahwa obat tersebut merupakan faktor penyebab


hiperplasia gingiva pada penderita serta menggantikan obat anti
epilepsinya.

14

b) Scaling pada supragingiva karena gingiva yang bengkak.


c) Kontrol plak penderita diajarkan cara pembersihan gigi dengan dental
floss.
2. Kunjungan Kedua (Fase II) -> Evaluasi Fase I : Kondisi gingiva dan plak
a) Sekiranya kondisinya baik dan sudah terkontrol maka dapat dilakukan
scaling subgingiva.
b) Kontrol plak.
3. Kunjungan Ketiga (Fase III / Fase Bedah)
Dilakukan sekiranya kontur dan tektur gingiva tidak dapat kembali ke normal
di mana bagi hiperplasia gingiva yang belum terlalu parah dilakukan
gingivektomi dan bagi hiperplasia gingiva yang sudah parah dilakukan bedah
flep modifikasi.
4. Kunjungan Keempat (Fase IV)
Kunjungan berkala, evaluasi plak dan kalkulus dan kondisi gingival (Sutan,
2012).

BAB III
GIGI TIRUAN PADA PENDERITA EPILEPSI

Gigi tiruan merupakan suatu pengganti buatan dari satu atau beberapa gigi
serta struktur yang terkait (Nallaswamy Ramalingan dan Bhat 2009).Pada
penderita epilepsi dapat dilakukan pembuatan gigi tiruan namun penyakit epilepsi
harus terkontrol dan perlu kerja sama yang baik dengan dokter yang menangani
penyakit epilepsi tersebut. Beberapa pilihan gigi tiruan pada penderita epilepsi
yaitu: gigi tiruan cekat, gigi tiruan dengan dukungan implan dan gigi tiruan
lepasan (Gunadi dkk. 1991).
Gangguan epilepsi dapat mempengaruhi perawatan prostodontik. Gigi
yang hilang harus diganti untuk mencegah lidah masuk dalam ruang edentulous
agar tidak terluka. Pertimbangan perencanaan pemilihan gigi tiruan dibuat untuk
meminimalkan resiko pergeseran gigi atau kerusakan lebih lanjut. Gigi tiruan
cekat atau gigi tiruan dengan dukungan implan menjadi pilihan utama (Gurbuz
2011).

A.Gigi Tiruan Cekat


Gigi Tiruan Cekatadalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih
gigi yang hilang yang dilekatkan dengan bahan semen pada gigi asli (gigi
penyangga atau abutment), dimana gigi asli tersebut yang memberikan dukungan
primer kepada gigi tiruan (Nallaswamy Ramalingan dan Bhat 2009). Gigi tiruan
cekat memiliki beberapa komponen inti yaitu retainer (bagian gigi tiruan cekat
yang melekat pada gigi asli),Konektor (bagian gigi tiruan cekat yang

15

16

menghubungkan antara retainer dengan pontik), dan pontik (bagian gigi tiruan
cekat yang menggantikan gigi asli yang hilang) biasanya digunakan dengan pontik
yang didisain untuk memenuhi fungsi dan juga estetika dari gigi yang
hilangtersebut (Inayati 2005)
Sebelum menentukan suatu perawatan prostetik gigi tiruan pada penderita
epilepsi sangat penting dilakukan pemeriksaan X-ray, mengetahui jenis epilepsi
dan setiap faktor pencetus, tingkat kontrol kejang dan pengunaan nitrous oxide
atau sedasi sadar mungkin diperlukan untuk menghindari terjadinya kejang dan
memberikan perawatan gigi yang aman dan efektif dengan tidak terlepas dari
konsultasi dari tim para dokter anestesi dan dokter ahli saraf yang menangani
penderita epilepsi tersebut (Gurbuz 2011).

Gambar 3.1 : Gigi Tiruan Cekat (Taqwim, 2011).

Gigi tiruan cekat

dapat dibuatkan pada penderita yang mempunyai

riwayat medis seperti pada penderita dengan penggunaan obat antikonvulsan


(Rosenstiel dkk. 2001).Jika penderita dengan penggunaan obat antikonvulsan

17

membutuhkan perawatan prostetik, dokter gigi harus mempertimbangkan


perencanaan pembuatan restorasi prostetik yang tahan terhadap kerusakan selama
serangan epilepsi. (Gurbuz 2011).Jenis gigi tiruan cekat yang paling ideal yaitu
dengan gigi tiruan tiruan cekat dengan berbahan logamatau yang berbahan
porcelain fused to metal dengan kualitas yang baikkarena kecil kemungkinan
patah dari pada digunakan restorasi porselen atau keramik dapat menimbulkan
lebih besar resiko fraktur.Oleh karena itu, all porcelain atau restorasi keramik
bukan merupakan pilihan yang ideal. Penderita harus diberitahu tentang pilihan
restorasi dan manfaat resiko masing-masing (Jacobsen 2008).

Gambar 3.2 : Gigi tiruan cekat bahan logam(Rosenstiel dkk. 2006).

18

Gambar 3.3 : Gigi tiruan cekat berbahan porselen fused to metal(Rosenstiel


dkk. 2006).

All Porcelain

Keramik

Gambar 3.4 : Gigi tiruan cekat bahan All Porcelain dan gigi tiruan cekat bahan
keramik(Freedman 2012).

3.2Gigi Tiruan dengan Dukungan Implan


Implan gigi merupakan suatu perangkat prostetik berbahan titanium yang
ditanamkan secara bedah ke dalam jaringan mulut di bawah mukosa, lapisan
periosteal, atau ke dalam tulang alveolar yang nantinya berfungsi seperti akar gigi

19

asli yaitu memberikan retensi dan dukungan untuk gigi tiruan cekat atau gigi
tiruan lepasan (Misch 2005).
Bagian implan gigi yang tertanam dalam tulang rahang dan bagian implan
gigi yang menonjol pada jaringan mukosa digunakan untuk menghasilkan
penjangkaran yang dapat meningkatkan retensi dan stabilitas pada gigi tiruan
diatasnya (McKinney 1991 cit. Karasutisna 2004).Menurut Branemark (1987 cit.
Karasutisna 2004), implan gigi dengan metoda oseointegrasinya dapat digunakan
untuk mengatasi pasien tidak bergigi pada semua tingkatan resorbsi, bahkan pada
keadaan resorpsi yang ekstrim dan diskontinuitas rahang atas dan rahang bawah
dengan bantuan grafting pada tempat implan gigi dipasang.
Penggunaan restorasi implan gigi sangat ideal pada penderita epilepsi
karena pembuatan restorasi prostetik tahan terhadap kerusakan atau pergeseran
selama serangan epilepsi tetapi dengan catatan kebersihan mulut harus di pelihara
dan sebelum pemasangan implan gigi perlu diperhatikan keadaan jaringan
periodontal harus baik (Jacobsen 2008).Keberhasilan implan gigi sangat tergantung
pada integrasi antara implangigi dengan jaringan rongga mulut(Humphrey 2006).

Gambar 3.5 : Gigi Tiruan dengan dukungan Implan (Taqwim2011).

20

3.3 Gigi Tiruan Lepasan


Gigi tiruan lepasan merupakan suatu pengganti buatan dari satu atau
beberapa gigi serta struktur yang terkait dimana piranti ini dapat dilepaskan dan
dipasang kembali di dalam rongga mulut. Gigi tiruan lepasan dibagi menjadi 2
yaitu gigi tiruan penuh dan gigi tiruan sebagian lepasan. Gigi tiruan penuh adalah
suatu restorasi bila satu atau kedua lengkung rahang sudah tidak ada giginya lagi
dan gigi tiruan sebagian lepasan adalah perawatan untuk penggantian satu atau
lebih, tetapi tidak semua gigi yang hilang dari satu atau dua lengkung
gigi(Nallaswamy Ramalingan dan Bhat 2009).
Gigi tiruan dengan basis akrilik merupakan gigi tiruan yang sering dan
umum dibuat pada saat ini, baik untuk kehilangan satu atau seluruh gigi. Bahan
akrilik merupakan campuran bahan sejenis plastik yang manipilasinya mudah,
murah, ringan dan bisa diwarnai sesuai dengan warna gigi dan warna gusi. Akan
tetapi mudah menyerap cairan dan juga mudah kehilangan komponen airnya
sehingga bila tidak dipakai gigi tiruan akrilik harus direndam dengan air dingun
agar tidak mengalami bentuk (Arfani 2010).
Nilon termoplastik adalah basis gigi tiruan yang bebas monomer, bersifat
hipoalergenik sehingga dapat menjadi alternatif yang berguna bagi penderita yang
sensitif terhadap resin akrilik konvensional, nikel atau kobalt. Nilon termoplastik
yang disebut juga nylon injection molded adalah basis gigi tiruan yang ideal untuk
gigi tiruan sebagian dan restorasi unilateral. Termoplastik merupakan bahan yang
akan menjadi plastik di bawah tekanan dan panas, tetapi sangat kuat pada suhu
ruangan. Kerugian mengenai bentuk awal nilon termoplastik termasuk kerentanan
warna basis bahan untuk berubah, mengalami stain, penyerapan air yang tinggi

21

dan pembentukan permukaan yang kasar setelah jangka waktu yang pendek
(Taqwim 2011).

GTSL Nilon Termoplastik

GTSL Aklirik

Gambar 3.6 : Gigi Tiruan Sebagian Lepasandengan bahan akrilik dan Nilon
termoplastik (Taqwim2011).

Gambar 3.7 : Gigi Tiruan Penuh (Arfani 2010).

Pada

penderita

epilepsi

jika

menggunakan

gigi

tiruan

lepasandikhawatirkan nantinya pada saat pasien mengalami serangan epilepsigigi


tiruantersebut terlepas, bahkan bisa tertelan tanpa disadari karena sistem saraf
tidak terkontrol. Jika penggunaangigi tiruan sebagian lepasan tidak dapat
dihindari, disarankanpenggunaan basis logam untuk gigi tiruan penuh dan retensi

22

teleskopik dengan gigi tiruan yang terbuat dari basis logam atau diperkuat dengan
logam untuk penderitaedentulous sebagian (Gurbuz 2011).
Gigi tiruan lepasan sebagian dengan kerangka logam memiliki kualitaas
mekanik sangat baik dan memberikan kemungkinan desain gigi tiruan yang
mempertimbangkan kesehatan jaringan periodonsium gigi penyangga, estetis dan
kenyamanan penderita. Hasil ini dapat dicapai dengan membuat desain kerangka
sesederhana mungkin, untuk mencegah atau mengurangi efek negatif dari
kebersihan mulut yang buruk (Taqwim 2011).

Gambar 3.8 : Gigi tiruan sebagian lepasan kerangka logam (Rosenstiel dkk.
2006).

Konsep overdenture meliputi sejumlah kemungkinan pemecahan untuk


pasien-pasien dengan kehilangan hampir seluruh giginya. Dukungan biasanya
diperoleh dari jaringan periodontal dan mukosa serta bentuk luarnya mirip dengan
gigi tiruan lengkap. Tujuannya adalah untuk menghambat atau mencegah resorpsi
linggir tersisa yang tidak dapat dihindari selalu mengikuti setelah pencabutan gigi.
Overdenture lebih unggul daripada gigi tiruan konvensional dalam kemampuan

23

menggigit, efisiensi pengunyahan dan penerimaan daya yang berbeda.


Proprioseptik melalui reseptor periodontal memegang peranan penting dalam
fungsi neuromuskular.Mahkota teleskopik pada umumnya digunakan dalam
perawatan sebagai penghubung antara gigi tiruan dengan gigi yang tersisa.
Dibandingkan dengan penggunaan gigi tiruan cekat dengan dukungan implan,
perawatan overdenture ini lebih baik dalam meningkatkan estetika dan akses
dalam menjaga kesehatan mulut, mengurangi kebutuhan untuk implan, dan
memberikan dukungan gigi tiruan yang cukup dalam kasus di mana gigi
penyangga tunggal tidak dapat digunakan. Selain itu, dengan retensi yang kuat
dari mahkota teleskopik akan menghasilkan pengunyahan dan fonetik yang
baik(Damayanti 2009).

.
Gambar 3.9 : Gigi Tiruan Teleskopik Overdenture (Damayanti 2009).

Penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan dengan retensi teleskopik


dipandang sebagai terapi yang paling tepat pada penderita epilepsi dengan
kehilangan gigi sebagian jika gigi tiruan cekat dan gigi tiruan dengan dukungan
implan tidak memungkinkan lagi untuk menjadi pilihan terapi, hal tersebut

24

didasarkan atas pendapat dari Gurbuz (2011) yang menyatakan bahwa jika
menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan denganbahan aklirik atau bahan nilon
termoplastik dikhawatirkan pada saat terjadinya serangan epilepsi gigi tiruan akan
patah dan bahkan bisa tertelan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Epilepsi adalah gangguan paroksismal akibat cetusan neuron korteks


serebri mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik
atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan stereotipik (Ginsberg
2007). Epilepsi menyebabkan berbagai reaksi pada tubuh manusia mulai dari
bengong sesaat, kesemutan, gangguan kesadaran,dan atau kontraksi otot yang
ditandai dengan kejang yang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron
kortikal secara berlebihan (Godam 2010).
Penderita epilepsi memiliki kecenderungan untuk menjadi endentulous
dan selama kejang sering menyebabkan cedera mulut minor seperti cedera pada
gigi dan gigi tiruan. Perawatan gigi harus dilakukan oleh dokter gigi yang
memiliki pengetahuan tentang gangguan epilepsi dan harus mempertimbangkan
perencanaan pembuatan restorasi prostetik yang tahan terhadap kerusakan selama
serangan epilepsi (Gurbuz 2011).
Salah satu efek samping yang paling umum pada penderita epilepsi adalah
pembesaran gingiva yang terkait dengan pemberian fenitoin, yaitu obat antiepilepsi paling sering digunakan (Sanjaya 2012). Riwayat obat harus ditinjau
dengan cermat dan diperbarui pada setiap kunjungan bertujuan untuk mengurangi
pembesaran gingiva, menghindari kambuhnya serangan epilepsi dan pemilihan
pemakaian gigi tiruan (Gurbuz 2011).
Pemilihan gigi tiruan pada penderita epilepsi yang ideal adalah gigi tiruan
dengan dukungan implan, gigi tiruan cekat dengan berbahan logam atau yang

25

26

berbahan metal porselen dengan kualitas yang baik. Pada penderita epilepsi yang
menggunakan gigi tiruan dengan berbahan metal porselen pada saat selama
serangan epilepsi kecil kemungkinan terjadi patah dibandingkan menggunakan
restorasi berbahan porselen atau keramik karena dapat menimbulkan lebih besar
resiko fraktur (Jacobsen dkk. 2008). Sedangkan kelebihan dari pemakaian gigi
tiruan dengan dukungan implan adalah tidak harus memerlukan gigi penyangga
seperti pada gigi tiruan jembatan, karena terdapat bagian implan yang menonjol di
atas jaringan mukosa digunakan untuk menghasilkan penjangkaran yang dapat
meningkatkan retensi dan stabilitas pada gigi tiruan di atasnya, sehingga tahan
terhadap kerusakan atau pergeseran gigi tiruan (Triharsa 2013).
Penggunakan gigi tiruan lepasan menjadi alternatif pilihan terakhir. Pada
penderita epilepsi jika menggunakan gigi tiruan lepasan potensi yang
dikhawatirkan pada saat serangan epilepsi gigi tiruan akan terlepas bahkan bisa
tertelan tanpa disadari karena neurik dan akson tidak terkontrol. Jika gigi tiruan
lepasan tidak dapat dihindari, disarankan penggunaan basis logam untuk gigi
tiruan penuh dan retensi teleskopik dengan gigi tiruan yang terbuat dari basis
logam atau diperkuat dengan logam untuk penderita edentulous sebagian (Gurbuz
2011).

Penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan dengan retensi teleskopik


dipandang sebagai terapi yang paling tepat pada penderita epilepsi dengan
kehilangan gigi sebagian jika gigi tiruan cekat dan gigi tiruan dengan dukungan
implan tidak memungkinkan lagi untuk menjadi pilihan terapi, hal tersebut
didasarkan atas pendapat dari Gurbuz (2011) yang menyatakan bahwa jika
menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan dengan bahan aklirik atau bahan nilon

27

termoplastik dikhawatirkan pada saat terjadinya serangan epilepsi gigi tiruan akan
patah dan bahkan bisa tertelan, lain halnya dengan mahkota teleskopik yang
didukung oleh gigi penyangga yang sudah dipreparasi dengan mahkota berlapis
logam sebagai retainernya sehingga gigi tiruan lepasan ini memiliki retensi yang
kuat dibandingkan dengan gigi tiruan lepasan konvensiaonal yang retainernya
berupa cengkram.
Selama kunjungan ke dokter gigi penting bagi dokter gigi untuk
menjelaskan kepada penderita epilesi menjaga kesehatan gigi mulut yang baik dan
gizi yang cukup untuk kesehatan fisik, tujuannya adalah untuk mengurangi dan
mencegah perkembangan penyakit gigi dan jaringan periodontal (Jacobsen dkk.
2008). Kemajuan teknologis diagnostik, farmakoterapi dan pemahaman proses
neurologis memungkinkan dokter gigi untuk memahami dan mengelola penderita
epilepsi lebih baik. Penderita epilepsi dapat aman diobati di praktek gigi umum
dan harus menerima perawatan fungsional dan estetis yang memadai (Gurbuz
2011).

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Pemilihan jenis gigi tiruan pada penderita epilepsi merupakan hal yang
penting agar tidak membahayakan penderita epilepsi saat terjadi serangan. Gigi
tiruan cekat dan gigi tiruan dengan dukungan implan merupakan pilihan utama,
sedangkan gigi tiruan lepasan merupakan alternatif pilihan terakhir.

B. Saran
1.

Dokter

gigi

dapat

memanfaatkan

kemajuan

teknologis

diagnostik,

farmakoterapi dan pemahaman proses neurologis untuk perawatan gigi pada


pasien epilepsi.
2.

Dokter gigi perlu memahami jenis jenis gigi tiruan yang dapat digunakan
untuk pasien epilepsi beserta keterbatasan - keterbatasannya.

3.

Dokter gigi perlu menjelaskan kepada pasien epilesi pentingnya menjaga


kesehatan gigi mulut yang baik serta asupan gizi yang cukup dan perlu
dilakukan kontrol berkala ke dokter gigi.

28

24

DAFTAR PUSTAKA

Akeredolu, P.A., Temisanren, O.T., Danesi, M.A. 2005, Prosthetic management of an


epileptic patient, Nigerian Journal of Clinical Practice, vol. 82, no. 2, hlm. 125-127.
Arfani, A. 2010, Desember las update, Gigi tiruan sebagian lengkap (full denture)
[Homepage
of
Blogspot],
[Online].
Available:
http://www.asnuldentist.blogspot.com/search/label/Prostodontik [12 Februari 2014].
Damayanti, L. 2009, Overdenture untuk menunjang perawatan prostetik, J FKG Univ.
Padjadjaran Bandung, vol. 1, no.3, hlm. 1-29.
Freedman, G. 2012, Contemporary esthetic dentistry, Ed. ke-1, Mosby Inc., Philadelphia.
Ginsberg, L. 2007, Lecture notes: neurologi, Ed. Ke-8, Penerjemah : dr. I. R. Wardhani, A.
Safitri S.Tp,Msi dan R. Astikawati S.Si., Apt, Penerbit Buku EMS, Jakarta. hlm. 7988.
Gunadi, H.A., Margo A., Burhan, L.K., Suryatenggara, F., Setiabudi I. 1991, Buku ajar ilmu
geligi tiruan sebagian lepasan, Jilid 1, Hipokrates, Jakarta. hlm. 4-15.
Gurbuz, T. 2011, Epilepsy and Oral Health, Dalam Novel aspects on epilepsy, Prof.
Humberto Foyaca-Sibat, Ed. Ke-1, Intech, Rijeka.
Godam 2010, December 30-last update, Pengertian, jenis/macam, dan pengobatan penyakit
Epilepsi (Ayan/Sawan) [Homepage of Organisasi], [Online]. Avaible:
http://organisasi.org/pengertian-jenis-macam-dan-pengobatan-penyakit-epilepsi-ayansawan [11 Mei 2013].
Harsono. 2011, Buku ajar neurologi klinis, Ed. Ke-5, Gadjah mada university press,
Yogyakarta. hlm. 119-157.
Humphrey, S., 2006, Implant maintenance, J Dent Clin N Am, vol. 50, no. 3, hlm 463-478.
Inayanti, E. 2005, Disain pontik pada gigi tiruan tetap pasca pencabutan gigi, J FKG Univ.
Airlangga Surabaya, vol. 1,no. 3, hlm. 1-7.
Jacobsen, P.L., dan Eden, O. 2008, Epilepsy and the dental management of the epileptic
patient, J Contemp Dent Pract, vol. 9, no. 1, hlm 054-062.
Karasutisna, T. 2004, Implan gigi untuk dokter gigi umum, FKG Univ. Padjadjaran
(Bandung), 12 November, hlm 1-38.
Karolyhazy, K., Kovacs, E., Kivovics, P., Fejendy, P., dan Aranyi, Z. 2003, Dental status
and oral health of patients with epilepsy : an epidemiologic study, J Epilepsia, vol.
44, no. 8, hlm 11031108.

25

Leonidrain 2010, January last update, Epilepsi dan manifestasi di rongga mulut [Homepage
of Blogspot], [Online]. Avaible: http://leonidrain.blogspot.com/2010/01/epilepsi-danmanifestasi-di-rongga.html [15 Mei 2013].
Mehmet, Y., Senem, O., Sulun, T., dan Humeyra, K. 2012, Management of epileptic patients
in dentistry, J SciRes, vol. 1, no. 3, hlm 47-52.
Misch, C.E. 2005, Dental implant prosthetics, Ed. Ke-2, Mosby, Philadelphia. Hlm. 1-31.
Nayyar, A.S. 2013, Gingival enlargement in epileptic patients on phenytoin therapy-an
overview of possible etiologies and studies, Oral Maxillofacial Pathology Journal,
vol. 4, no. 1, hlm. 326-333.
Pongsibidang. H., Wowor , V. N S., Supit, A. 2013, Alasan masyarakat kelurahan sario
tumpaan tidak menggunakan gigi tiruan, J FKG Univ. Sam Ratulangi Manado, vol.
1,no. 2, hlm. 1 7.
Rosenstiel, S.F., Land, M.F., dan Fujimoto, J. 2001, Contemporary fixed prosthodontics, Ed.
Ke- 3, Mosby Inc., United States Of America. hlm 1-7.
Rosenstiel, S.F., Land, M.F., dan Fujimoto, J. 2006, Contemporary fixed prosthodontics, Ed.
Ke- 4, Mosby Inc., United States Of America. hlm 774-803.
Sanjaya, A. 2012, February 10-last update, Etiologi pembesaran gingiva [Homepage of
Blogspot], [Online]. Avaible: http://arifhealthy.blogspot.com/2012_02_10_archive.html [ 10 Mei 2013].
Sutan, A. 2012, February 22-last update, Pasien epilepsi dan hiperplasia gingiva [Homepage
of Blogspot], [Online]. Avaible: http://chakraproject.blogspot.com/2012/02/file-06pasien-epilepsi-dan-hiperplasia.html [11 Mei 2013].
Taqwim, A. 2011, Juni 20-last update, Aplikasi valplast pada gigi tiruan sebagian lepasan
[Homepage of den to sca notes], [Online]. Available:
http://dentosca.wordpress.com/2011/06/20/aplikasi-valplast-pada-gigi-tiruansebagian-lepasan/ [12 Februari 2014].
Triharsa, S. 2013, April 7-last update, Perawatan saraf pada gigi {Homepage of Blogspot],
[Online]. Avaible: http://suryatriharsa.blogspot.com/2013/04/endodonti-implan.html
[16 maret 14].
Viyanti, H. 2011, Juli 11-last update, Hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan [Homepage
of
blogspot],
[Online].
Avaible:
http://vizweinpinxhazni.blogspot.com/2011/07/hiperplasia-akibat-penggunaangigi.html [6 Maret 2014].

Anda mungkin juga menyukai