10e00503 2 PDF
10e00503 2 PDF
Oleh:
Departemen Farmakologi
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Medan
DAFTAR ISI
Bab I. Pendahuluan................................................................................................1
Bab II. Tinjaun Pustaka...........................................................................................2
Bab III.Pembahasan.............................................................................................. 12
Bab IV.Kesimpulan................................................................................................16
Daftar Pustaka........................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Interaksi obat
Satu di antara faktor-faktor yang dapat mengubah respon obat-obatan
adalah pemberian secara bersamaan dengan obat-obat lain. Seseorang
mengkonsumsi obat, tentunya bertujuan agar penyakit ataupun gejala penyakitnya
cepat hilang. Namun, tujuan yang hendak dicapai tidak selalu sesuai harapan,
bahkan terkadang justru memperberat penyakit yang diderita. Hal yang tidak
diinginkan itu bisa timbul, manakala seseorang mengonsumsi lebih dari satu
macam obat dalam waktu yang bersamaan atau dikenal dengan polifarmasi. Saling
berpengaruhnya macam-macam obat yang diminum, dikenal dengan interaksi
obat.
Interaksi obat didefinisikan oleh Committee for Proprietary Medicine
Product (CPMP) sebagai suatu keadaan bilamana suatu obat dipengaruhi oleh
penambahan obat lain dan menimbulkan pengaruh klinis. Biasanya, pengaruh ini
terlihat sebagai suatu efek samping, tetapi terkadang pula terjadi perubahan yang
menguntungkan. Obat yang mempengaruhi disebut dengan precipitant drug,
sedangkan obat yang dipengaruhi disebut sebagai object drug. Pada beberapa
kasus, interaksi ini terkadang dapat menimbulkan perubahan efek pada kedua
obat, sehingga obat mana yang mempengaruhi dan mana yang dipengaruhi,
menjadi tidak jelas. Diperkirakan, insidensi terjadinya interaksi obat sekira 7%
dari semua efek samping obat dan kematian akibat ini sekitar 4%. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Kurangnya dokumentasi
2. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter
tentang mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat, sehingga
interaksi obat berupa peningkatan toksisitas sering kali dianggap sebagai
reaksi idiosinkrinasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi berupa
Tipe interaksi
Ada tiga jenis interaksi obat, yaitu interaksi farmasetis, farmakokinetik dan
farmakodinamik.
1.Interaksi farmasetis
Adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat
diformulasikan/disiapkan sebelum obat di gunakan oleh penderita. Misalnya
interaksi antara obat dan larutan infus IV yang dicampur bersamaan dapat
menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi pengendapan. Contoh lain : dua
obat yang dicampur pada larutan yang sama dapat terjadi reaksi kimia atau
terjadi pengendapan salah satu senyawa, atau terjadi pengkristalan salah satu
senyawa dll.
Bentuk interaksi:
a.Interaksi secara fisik
Misalnya :
-Terjadi perubahan kelarutan
-Terjadinya turun titik beku
b.Interaksi secara khemis
Misalnya :
Terjadinya reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat
selama dalam proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan.
2. Interaksi farmakokinetik
Pada interaksi ini obat mengalami perubahan pada proses absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi yang disebabkan karena adanya obat atau
senyawa lain. Hal ini umumnya diukur dariperubahan pada satu atau lebih
parameter farmakokinetik seperti konsentrasi serum maksimum, luas daerah
dibawah kurva, waktu, waktu paruh, jumlah total obat yang diekskresi melalui
urine, dan sebagainya.
Cairan saluran cerna yang alkalis misalnya akibat antacid, akan meningkatkan
kelarutan obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam cairan tersebut.
Contohnya aspirin. Dalam suasana alkalis,absorpsi per satuan luas area
absorpsi akan lebih lambat. Dengan demikian dipercepatnya disolusi aspirin
olh basa akan mempercepat absopsinya. Akan tetapi, suasana alkali pada
saluran pencernaan akan mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat
basa seperti tetrasiklin.
c. Motilitas saluran pencernaan.
Usus halus merupakan tempat absorpsi yang utama untuk semua obat. Oleh
karena itu, makin cepat obat sampai ke usus halus maka akan semakin cepat
pula absorpssinya. Obat yang memperpendek waktu pengosongan lambung,
misalnya metoklorpropamid, akan mempercepat absorpsi obat lain yang
diberikan secara bersamaan. Sebaliknya, obat yang memperpanjang waktu
pengosongan lambung seperti antikolinergik akan memperlambat absorbsi
obatlain.
d. Perubahan flora usus.
Flora normal usus mempunyai fungsi antara lain:
- sintesa vitamin K dan merupakan sumber vitamin K
- memecah sulfasalazin menjadi bagian-bagian yang aktif
- tempat metabolisme sebagian obat misalnya levodopa
- hidrolisis glukoronid yang diekskresi oleh empedu sehingga terjadi
sirkulasi enterohepatik yang akan memperpanjang kerja obat seperti pil
KB
Pemberian antibakteri berspektrum luas saperti tetrasiklin,kloramfenikol dan
ampisilin akan mengubah flora normal usus sehingga akan meningkatkan
efektifitas anti koagulan oral yang diberikan secara bersama-sama,
mengurangi efektifitas sulfasalazin, meningkatkan bioavailabilitas levodopa
danmengurangi efektifitas kontrasepsi oral.
3.Interaksi farmakodinamik
Merupakan interaksi di tempat kerja obat. Jenis ini banyak sekali dan dapat
terjadi dengan banyak obat. Dua atau lebih obat dapat berinteraksi di tempat yang
sama atau di tempat yang berlainan. Hasilnya bisa merupakan antagonistik (saling
meniadakan) ataupun sinergistik (saling memperkuat). Misalnya interaksi
antagonistik antara morfin dengan nalokson pada sebuah reseptor, ataupun
interaksi sinergistik antara antibiotika gentamisin dengan suksinilkolin, bisa
menimbulkan depolarisasi di otot lurik yang lebih besar sehingga bisa
menimbulkan kelumpuhan otot muskuler yang lebih lama.
Pada interaksi farmakodinamika precipitant drug mempengaruhi efek dari
object drug pada tempat aksi, baik secara langsung maupun tak langsung.
b.Ulcerasi GI
Jika sebuah obat menyebabkan ulcerasi GI, maka akan menyebabkan
kemungkinan terjadi pendarahan pada penderita karena pemberian antikoagulan,
misalnya aspirin, fenilbutazon, indometasin, dan NSAID lain
c.Fibrinolisis
Obat-obat fibrinolitik misalnya biguanid mungkin meningkatkan efek walfarin.
4. Interaksi lain-lain
Interaksi antar mikroba.
Pada meningitis yang disebabkan oleh pneumokokus yang sensitif terhadap
ampisilin, pemberian ampisilin bersama-sama dengan kloramfenikol akan
menyebabkan antagonisme.
Dengan adanya risiko interaksi obat ini, maka sudah seyogianya para tenaga
medis (dokter, apoteker, perawat), untuk lebih hati-hati lagi dalam memberikan
obat polifarmasi. Kini sudah ratusan bahkan mungkin ribuan kasus interaksi obat
ini sudah didokumentasikan untuk kepentingan terapi. Sebagai contoh kita bisa
lihat bagaimana interaksi obat bisa terjadi pada proses penyembuhan penyakit
jerawat (Acne vulgaris), Jika penderita tidak tepat dalam mengonsusmsi obat yang
bervariasi, maka bukannya jerawata akan sembuh tetapi karena interaksi obat ,
proses penyembuhan bisa semakin lama, Bahkan timbul masalah lain terhadap
kulit.
II. Antimikroba
Antimikroba adalah obat-obat yang digunakan untuk memberantas infeksi
mikroba pada manusia. Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri
dan organisme lain.
Antimikroba dapat bersifat :
1.Bakteriostatik, yaitu menghambat atau menghentikan laju pertumbuhan
bakteri. Contoh : Tetrasiklin, kloramfenikol, eritrosin
2.Bakterisid, yaitu bersifat membunuh bakteri. Contoh : Penisilin,
sefalosforin, gentamisin
Antimikroba mempunyai 5 mekanisme kerja yang utama, yaitu:
1.Antimetabolit
Antimikroba bekerja memblok tahap metabolic spesifik mikroba.
Termasuk dalam hal ini adalah sulfonamide dan trimetrofin. Sulfonamida
akan menghambat pertumbuhan sel dengan cara menghambat sintesa asam
folat oleh bakteri. Sulfonamid bebas secara struktur mirip dengan asam
folat, para amino asam benzoat (PABA), dan bekerja sebagai penghambat
kompetitif untuk enzim-enzim yang mempersatukan PABA dan sebagian
pteridin menjadi asam dihidropteroat. Trimetropim secara struktur mirip
pteridin yang dihidrolisis oleh enzim dihidrofolat reduktase dan bekerja
sebagai penghambat kompetitif enzim tersebut yang dapat mengurangi
dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat
2.Menghambat Sintesis dinding sel. Contoh : Penisilin, sefalosforin,
vankomisin
Penggolongan antimikroba.
Antimikroba dapat digolongkan berdasarkan strukturnya, yaitu :
1.Antibiotik golongan beta laktam. Contohnya : penisilin dan sefalosforin
2.Antibiotik golongan Aminoglikosida. Contohnya : Neomisin, vankomisin,
kanamisin
3.Antibiotik golongan tetrasiklin.
4.Antibiotik golongan makrolida. Contohnya : eritromisin
5.Sulfonamida. Contohnya : sulfadiazin, sulfametoksazol
6.Antibiotik golongan kuinolon. Contohnya : flouroquinolon, siprofloksasin
7.Antijamur. Contohnya : Amfoterisin B, griseofulvin, ketokonazol
Kombinasi Obat-obat Antimikroba.
Pengobatan dengan bermacam-macam antimikroba dapat diindikasikan pada
keadaan klinik sebagai berikut :
1.Dalam keadaan darurat, misalnya : meningitis
2.Untuk menunda timbulnya resistensi, misalnya antibiotik untuk pengobatan
TBC
3.Untuk mendapatkan efek sinergis, misalnya beta laktam ditambah
aminoglikosida pada infeksi Pseudomonas aeroginosa
4.Pada infeksi campuran, misalnya bakteri dan jamur.
BAB III
PEMBAHASAN
1.Interaksi Farmasetik
Interaksi farmasetik yang penting adalah interaksi antar obat dan interaksi
antara obat suntik dengan cairan infus
Obat A
Obat B
Interaksi
Gentamisin
Karbenisilin
Inaktivasi gentamisin
Penisilin G
Vitamin C
Inaktivasi penisilin
Amfoterisin B
Infus NaCl
Terjadi endapan
Obat B
Interaksi
a. Interaksi langsung
Linkomisin
Rifampisin
Bentonit
Tetrasiklin
NaHCO3
Gel Al(OH)3
Al(OH)3
memperpanjang
pengosongan
akan
waktu
lambung,
sehingga
bioavailabilitas
isoniazid berkurang
II.
Metabolisme
Obat A
Obat B
Interaksi
a. Metabolisme dipercepat
Kloramfenikol
Fenobarbital
INH, PAS
Rifampisin
b. Metabolisme dihambat
Fenitoin
Kloramfenikol, INH, PAS
III.
Fenobarbital
akan
menginduksi system enzim
metabolisme kloramfenikol
sehingga
metabolismenya
meningkat dan kadarnya
dalam plasma menurun
Rifampisin
akan
menginduksi system enzim
metabolisme INH dan PAS
sehingga
metabolismenya
meningkat dan kadarnya
dalam plasma menurun
Antibiotik
akan
menghambat metabolisme
fenitoin
sehingga
efek/toksisitas fenitoin akan
meningkat
Ekskresi
Obat B
Interaksi
Rifampisin
probenesid
Neomisin,
rifampisin
Kontrasepsi oral
Probenesid
Gentamisin
Furosemid
Probenesid
menghambat
sekresi antibiotik sehingga
meningkatkan
efek/toksisitasnya.
Furosemid
menghambat
Penisilin
Fenilbutazon
3.Interaksi Farmakodinamik
Interaksi fisiologi
Obat A
Obat B
Interaksi
d-tubokurare
Aminoglikosida,
Meningkatkan
tetrasiklin,
efek
d-
klindamisin, tubokurare
linkomisin
Kumarin
Aminoglikosida
Furosemid, vankomisin
Meningkatkan ototoksisitas
Aminoglikosida
Sefaloritin,
Mekanisme
Perhatian
Eritromisin
Tidak diketahui
Griseofulvin
Mekanisme
Ampisilin
Mengurangi
volume Gunakan bersama air
cairan perut
Mengurangi
volume Gunakan bersama air
cairan perut
Makanan akan menaikkan Minum saat perut kosong
pH saluran cerna dan
memperlambat
waktu
pengosongan lambung
Amoksisilin
INH
Perhatian
Linkomisin
Sulfonamida
Tetrasiklin
Mekanisme
diketahui
Mekanisme
diketahui
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA