Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Interaksi obat adalah modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada
awalnya atau diberikan bersamaan sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau
lebih berubah. Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas atau
menghasilkan efek baru yantidak dimiliki sebeleumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita
adalah antara satu obat dengan obat lain. Terapi interaksi bisa saja terjadi antara obat
dengan makanan, obat dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat dengan injeksi
dengan kandungan infus.
Interaksi obat dapat terjadi dengan tiga faktor yakni , karna farmasetik atau bentuk
sediannya obat dan cara pemakaian obat, faktor farmakokinetik yang disebabkan oleh
perubahan absorpsi obat, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat dan faktor
farmakodinamik yakni interaksi obat dengan reseptor.
Dalam makalah yang berjudul “Interaksi Obat Dalam Proses Farmasetik,
Farmakinetik dan Farmakodinamik “ akan membahas mengenai tiga faktor interaksi
obat , mekanisme dan contoh obatnya

INTERAKSI OBAT DALAM PROSES FARMASETIK, FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK 1


BAB II

ISI

2.1 Interaksi Farmasetik atau Inkompatibilitas (Ganiswarna, 2007: 863)

Inkompabilitas yang terjadi diluar tubuh (saluran obt diberikan) antara obat yang tidak

dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya

interaksi langsung secara fisika/kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai

pembentukan endapan, perubahan warna, dll, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini

biasanya berakibat inaktivasi obat.

2.2 Interaksi Obat Farmakokinetik

Farmakokinetika atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh
terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni proses absorpsi (A), distribusi (D),
metabolisme (M) dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi, dan ekskresi bentuk
utuh atau bentuk aktif, merupakan proses eliminasi obat (Gunawan,1972).

2.2.1 Tahap Absorpsi

Dalam kaitannya dengan interaksi absorpsi obat dapat berinteraksi dengan


mengubah tingkat dan kecepatan penyerapan obat lain.

a. Jika kecepatan absorpsi suatu obat turun maka konsentrasi stabil akhir obat
yang dimaksud tidak akan turun. Namun kecepatan absorpsi yang lebih
lambat dapat bermakna secara klinis jika efek terapi yang diinginkan
diperlukan secara cepat misalnya dengan memperlambat kecepatan
absorpsi suatu obat yang digunakan untuk obat tidur, maka efek terapi
menjadi lambat dan pasien mungkin tidak akan mengalami efek terapi
yang diinginkan seperti biasanya (Syamsudin,2013).
b. Jika dua obat berinteraksi dan tingkat absorpsi salah satu obat mengalami
penurunan maka konsentrasi stabil akhir bisa jadi bermakna misalnya jika
Obat A menurunkan tingkat absorpsi Obat B sebesar 25%, maka kadar
stabil Obat B akan turun. Hal ini dapat menimbulkan penurunan efek
terapi Obat B dan memerlukan titrasi dosis Obat B (Syamsudin,2013).

Contoh interaksi obat secara Absorpsi dijelaskan sebagai berikut :


INTERAKSI OBAT DALAM PROSES FARMASETIK, FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK 2
1) Pengikatan Obat di Dalam Saluran Pencernaan
Interaksi obat merupakan jenis interaksi absorpsi yang sering terjadi dan dapat
dihindari. Obat-obatan yang harus dipertimbangkan karena berpotensi berinteraksi
satu sama lain adalah antasida, kolestiramin, dan kolestipol. Obat-obat ini
memiliki area permukaan yang luas untuk mengikat obat itu sendiri. Peningkatan
ini mencegah lewatnya obat melalui usus sehingga akhirnya tidak sampai ke
sirkulasi sistemik (Syamsudin,2013).
Salah satu contoh dari interaksi ini terjadi ketika kolestiramin diberikan secara
bersamaan dengan levotiroksin. Kolestiramin dapat menurunkan efek levotiroksin
dan dapat menginduksi hipotiroidisme. Mekanisme interaksi ini kemungkinan
disebabkan oleh pengikatan levotiroksin di saluran pencernaan oleh kolestiramin.
Kolestiramin dapat mengikat tiroksin dan triiodotironin di dalam usus
(Syamsudin,2013).
Rekomendasi yang bisa diberikan sebagai apoteker kepada pasien untuk
mencegah interaksi pengikatan adalah dengan memisahkan pemberian obat sekitar
2 jam. Rekomendasi ini cocok pada sebagian besar situasi, namun tidak akan
meminimalkan pengikatan levotiroksin yang diinduksi oleh kolestiramin karena
resirkulasi levotiroksin di enterohepatik, kolestiramin memiliki waktu yang lebih
lama untuk mengikat dengan levotiroksin. Oleh sebab itu, rekomendasi yang
cocok diberikan adalah meminta pasien untuk memisahkan waktu makan kedua
obat paling tidak selama 4 jam. Sebagai merekomendasikan agar keduanya
dipisahkan hingga 6 jam (Syamsudin,2013).
2) Perubahan Motilitas Saluran Pencernaan
Respon terhadap suatu obat dapat berubah karena obat kedua yang mengubah
motilitas saluran pencernaan pada pasien. Seperti disebutkan sebelumnya, usus
kecil adalah tempat utama absorpsi untuk obat-obatan yang diminum. Jika waktu
transit ke saluran pencernaan naik atau turun maka waktu yang tersedia untuk
absorpsi bisa terbatas atau maksimum. Obat antikolinergik atau opium dapat
memperlambat waktu transit di saluran pencernaan. Perlambatan waktu transit ini
membuat obat kedua dapat diserap lebih banyak. Peningkatan jumlah absorpsi
dapat menimbulkan kenaikan efek farmakologi yang bermakna secara klinis
(Syamsudin,2013).

INTERAKSI OBAT DALAM PROSES FARMASETIK, FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK 3


Obat-obatan tertentu diperkirakan dapat menurunkan waktu transit di saluran
pencernaan ( metoklopramid, eritromisin dan obat pencahar ). Penurunan waktu
transit ini dapat membawa obat kedua melalui saluran pencernaan dengan
kecepatan yang lebih tinggi dari biasanya atau dapat menghambat absorpsi obat
kedua secara penuh. Penurunan tingkat penyerapan ini dapat menurunkan efek
farmakologi obat kedua. Jenis interaksi ini biasanya tidak bisa dihindari dengan
memisahkan pemberian obat selama beberapa jam. Secara khusus, jenis interaksi
ini dapat diatasi dengan titrasi dosis obat kedua hingga mencapai efek terapi yang
tepat (Syamsudin,2013).
3) Perubahan ph Saluran Pencernaan
Banyak pasien yang saat ini mendapatkan terapi dengan obat yang mengubah
ph saluran pencernaan. Oleh sebab itu, sebaiknya kita mengetahui jenis interaksi
potensial yang dapat disebabkan oleh perubahan ph ini. Obat-obat seperti
antihistamin H2, proton pump inhibitor dan antasida banyak digunakan pada saat
ini. Untuk memahami mekanisme interaksi ini kita harus memahami bahwa
banyak obat yang tersedia saat ini mengandung asam lemah atau basa lemah.
Bentuk obat yang tidak mengandung ion dapat menembus membran dan masuk ke
sirkulasi sistemik. Namun obat yang digolongkan sebagai asam lemah diserap
lebih banyak di dalam media asam. Sebaliknya obat yang digolongkan basa lemah
lebih mudah diserap di dalam lingkungan basa (Syamsudin,2013).
Salah satu contoh obat yang dapat menghambat interaksi perubahan ph saluran
pencernaan adalah ketokonazol. Ketokonazol adalah suatu asam lemah sehingga
memerlukan lingkungan asam untuk dapat diabsorpsi. Jika seorang pasien ingin
memulai terapi dengan suatu obat yang meningkatkan ph lambung ( misalnya
ranitidin ) maka jumlah ketokonazol yang terserap akan lebih kecil. Penurunan
absorpsi ini dapat menimbulkan kegagalan pengobatan yang terkait terapi
ketokonazol (Syamsudin,2013).
4) Perubahan Flora Normal di Usus Halus
Kondisi fisiologis normal saluran pencernaan adalah suatu kondisi di mana
flora normal merupakan salah satu bagian integralnya. Adanya bakteri tersebut
akan menimbulkan pertanyaan apakah terdapat hubungan yang signifikan antara
fisiologis dan klinis, mikroflora terdapat pada saluran pencernaan
(Syamsudin,2013).

INTERAKSI OBAT DALAM PROSES FARMASETIK, FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK 4


Selama beberapa tahun sejumlah laporan khusus telah muncul dalam literatur
medis yang melaporkan kegagalan kontrasepsi oral pada pasien yang
mendapatkan amfisilin atau tetrasiklin. Selain itu, sejumlah antibiotik ditemukan
dapat menyebabkan kegagalan dalam menggunakan kontrasepsi oral, mekanisme
aksi dari interaksi obat ini adalah antibiotik dapat menekan flora normal usus
untuk menghasilkan enzim hidrolitik yang sangat penting untuk resirkulasi
enterohepatik konjugat hormon kontrasepsi. Mengingat sifat interaksi yang tidak
dapat diprediksi, rekomendasi untuk menyesuaikan waktu makan obat
kemungkinan tidak akan mencegah terjadinya interaksi. Efek flora normal saluran
pencernaan terjadi secara perlahan dan diperkirakan membaik sendiri secara
perlahan seiring dengan regenerasi flora normal usus (Syamsudin,2013).
5) Perubahan Metabolisme Obat di Dalam Dinding Usus
Ada sejumlah tipe metabolisme yang diketahui terjadi di dinding usus.
Beberapa tipe dari metabolisme ini termasuk glukuronidasi, sulfatasi, oksidasi
sitokrom P-450 dan oksidasi monoamin, contoh yang paling sederhana untuk jenis
interaksi ini adalah makanan yang kaya tiramin oleh seorang pasien yang
mendapatkan monoamin oksidase inhibitor. Dalam situasi ini oksidasi monoamin
yang terjadi di dinding usus akan dihambat oleh monoamin oksidase inhibitor.
Oleh sebab itu, efek pelindung monoamin oksidase di dalam usus akan terhambat
dan kadar tiramin yang mencapai sirkulasi sistemik akan meningkat sehingga
berpotensi menimbulkan krisis hipertensi (Syamsudin,2013).

2.2.2 Tahap Distribusi

Distribusi obat adalah distribusi obat dari dan ke darah dan beebrapa jaringan
tubuh ( misalnya lemak, otot, dan jaringan otak) dan proporsi relatif obat di dalam
jaringan. Setelah suatu obat diabsorbsi ke dalam aliran darah maka obat akan
bersirkulasi dengan cepat ke seluruh tubuh, waktu sirkulasi darah rata-rata adalah 1
menit. Saat darah bersirkulasi obat bergerak dari aliran dan masuk ke jaringan-
jaringan tubuh (Syamsudin,2013).
1) Peningkatan Obat ke Protein Plasma
Banyak obat yang terikat protein plasma sehingga hanya obat dalam bentuk
bebas di dalam plasma yang menghasilkan efek farmakologi. Biasanya obat terikat
albumin namun sebagai obat ( seperti kuinin ) terikat ke alfa-globulin dan asam
glikoprotein. Obat-obatan yang bersifat asam seperti warfarin dan analgetik non
INTERAKSI OBAT DALAM PROSES FARMASETIK, FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK 5
steroid ( NSAID ) memiliki afinitas yang tinggi terhadap albumin plasma, namun
sebagian besar obat basa seperti antidepresan dapat berikatan juga. Sebagian besar
obat aktif secara farmakologi dengan konsentrasi yang tidak menjenuhkan tempat
ikatan protein plasma, jadi sebagian obat yang terikat tidak tergantung pada
konsentrasi obat. Namun tempat ikatan beberapa jenis obat sseperti tolbutamid dan
beberapa sulfonamida, hampir jenuh pada konsentrasi terapi sehingga penambahan
lebih banyak obat akan meningkatkan konsentrasi obat bebas dengan jumlah yang
lebih besar dari yang diharapkan. Karena banyak obat yang memiliki afinitas
terhadap tempat ikatan albumin maka kompetisinya dianggap sebagai interaksi
obat yang penting.
Meskipun obat-obatan berikatan dengan banyak makromolekul, pengikatan ke
protein plasma lazim terjadi. Dari protein plasma ini albumin terdiri dari 5 % total
protein mengikat paling banyak jenis obat. Obat-obat yang bersifat asam biasanya
mengikat albumin, sementara obat-obatan yang bersifat basa berikatan dengan
alfa-glikoprotein dan lipoprotein. Banyak senyawa endogen steroid, vitamin dan
ion mineral berikatan dengan globulin (Syamsudin,2013). Berikut daftar protein
dengan tempat ikatan yang potensial terhadap sejumlah obat

Obat-Obatan Asam Obat-Obatan Basa


Tempat ikatan Albumin Globulins, alfa1, alfa2, beta
1, beta 2, alfa
Contoh Obat Bilirubin, asam empedu, Prednison, kuinakrin,
asam lemak, vitamin C, kuinin, streptomisin,
salisilat, sulfonamida, kloramfenikol, digitoksin,
barbiturat, fenil butazon, ouabain, kumarin
penisilin, tetrasiklin,
probenesid
Kelompok molekul protein yang bertanggung jawab terhadap interaksi
elektrostatis dengan obat di antaranya: (Syamsudin,2013).
- NH3+ lisin
- Asam amino N-terminal
- NH2+ histidin
- S-sistein
- COO-aspartat dan residu asam glutamat
2.2.3 Metabolisme

INTERAKSI OBAT DALAM PROSES FARMASETIK, FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK 6


Hambatan metabolisme terutama menyangkut obat-obat yang merupakan

substrat enzim metabolisme sitokrom P450 (CYP) dalam mikrosom hati.Dalam Bab

I di Bagian Farmakokinetik telah disebutkan adanya 6 isoenzim CYP yang penting

untuk metabolisme obat.Tiap isoenzim tersebut mempunyai substrat dan

penghambatnya masing-masing. Pemberian bersama salah satu substrat dengan salah

satu penghambat enzim yang sama akan meningkatkan kadar plasma substrat

sehingga meningkatkan efek atau toksisitasnya. Oleh karena CYP 3A4/5

memetabolisme sekitar 50% obat untuk manusia, maka penghambat isoenzim ini

menjadi penting karena akan berinteraksi dengan banyak obat, terutama penghambat

yang poten, yakni ketokonazol, itrakonazol, eritromisin dan klaritromisin

(Ganiswarna, 2007: 866).

Sitokrom P450 adalah enzim yang akan memetabolisme obat didalam hati.

Yang perlu diperhatikan pada interaksi metabolisme adalah obat-obat yang dapat

menginduksi enzim tersebut dan obat-obat yang akan menginhibisi enzim

(Ganiswarna, 2007: 866).

2.2.4 Ekskresi

Obat-obat yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal adalah aminoglikosida,

siklosporin dan amfoterisin B. Jika obat-obat ini diberikan bersama obat-obat lain

yang eliminasinya terutama melalui ginjal maka akan terjadi akumulasi obat-obat

lain tersebut sehingga menimbulkan efek toksik (Ganiswarna, 2007: 867).

2.3 Interaksi Farmakodinamik

INTERAKSI OBAT DALAM PROSES FARMASETIK, FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK 7


Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada system

reseptor, tempat kerja atau system fisiologik yang sama sehingga terjadi efek aditif,

sinergik atau antagonistic, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma

(Ganiswarna, 2007: 872).

Kesimpulan :

Interaksi Farmakodinamik adalah interaksi yang bekerja pada rseptor atau

fisiologik yang sama yang memberikan efek aditif, sinergik, dan antagonis.

a. Aditif : ketika obat A diberikan bersamaan dengan obat B dan obat A

meningkatkan efek dari obat B, baik itu efek terapi ataupun efek sampingnya.

b. Sinergik : ketika obat A diberikan bersamaan dengan obat B dan ketika efek

obat A meningkat, menyebabkan efek dari obat B juga meningkat, begitupun

sebaliknya.

c. Antagonis : ketika obat A diberikan bersamaan dengan obat B dan obat A

menghambat obat B untuk berikatan dengan reseptor, dan menyebabkan efek dari

obat B menurun.

INTERAKSI OBAT DALAM PROSES FARMASETIK, FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK 8

Anda mungkin juga menyukai