Anda di halaman 1dari 10

Makalah Tafsir Tematik

Ibrahim MA
5:06 PM

tafsir

Tafsir tematik (maudhu`i) adalah suatu metode yang ditempuh oleh


seorang mufassir dengan jalan menghimpun seluruh ayat-ayat Alquran,
berbicara tentang suatu pokok pembicaraan atau tematik (Maudui) yang
mengarah kepada satu pengertian atau tujuan secara tafsir tematik.

Oleh: Yusmami
a.pendahuluan
Alquran sebagai kumpulan kalam Allah yang diturunkan dalam bentuk
wahyu kepada Nabi Muhammad saw yang berfungsi sebagai petunjuk
(huda) dan pedoman hidup bagi ummat manusia di dunia mau pun di
akhirat. Kesemuannya itu dapat diwujudkan jika kandungan ajaran
Alquran dapat dipahami oleh manusia itu sendiri yang selanjutnya
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kerangka memahami Alquran upaya yang dilakukan adalah melalui
penafsiran-penafiran. Dengan cara ini diharapkan segala kandungan
makna Alquran yang masih terselubung dalam teks (lafa) dapat terbuka
sehingga menjadi sesuatu yang jelas. Bila ditinjau dari sudut pandang
sejarah penafsiran Alquran tentunya beraneka ragam metode serta
bentuk

dalam

penafsirannya.

Para

ulama

telah

membagi

metode

penafsiran Alquran kepada empat metode, yaitu : metode tahll (analitik),


metode ijmal (umum), metode muqarn (komparasi), dan metode Maui
(tematik)

Maka dalam Makalah yang sederhana ini penulis mencoba untuk


menyajikan satu di antara empat metode Tafsr tersebut, yaitu metode
Mauui (tematik) dan penulis menyajikan dari segi Maknanya, sejarah,
bentuk,

langkah-langkah

keterbatasannya.[1]

yang

ditempuh,

keistemewaan

dan

b. Pengertian Tafsir tematik


Banyak pengertian yang dapat diberikan terhadap tafsir tematik. secara
etimologi maudhu`i berarti tema atau pembicaraan.[2] Menurut Ali Hasan
Al-Aridh, Tafsir Tematik adalah suatu metode yang ditempuh oleh seorang
mufassir dengan jalan menghimpun seluruh ayat-ayat Alquran ynag
berbicara tentang suatu pokok pembicaraan atau tema (maudhu`i) yang
mengarah kepada satu pengertian atau tujuan.[3] Al-Farmawi juga
memberikan pengertian tentang terhadap Tafsir Tematik yaitu suatu
metode menghimpun ayat-ayat Alquran yang memiliki kesamaan tema
dan arah serta menyusunnya berdasarkan turunnya ayat-ayat tersebut,
kemudian merangkainya dengan keterangan-keterangan serta mengambil
suatu kesimpulan.[4] Sedangkan menurut Zahir bin Awadh, Tafsir Maudui
yaitu : suatu metode pengeumpulan ayat-ayat Alquran yang terpisahpisah dari berbagai surat dalam Alquran yang berhubungan dengan opik
(tema) yang sama baik secara lafa Maupun Hukum, dan menafsirkannya
sesuai

dengan

tujuan-tujuan

Alquran.[5]

Sementara itu Baqir Al-Sadr memberikan pengertian, bahwa Tafsir


Tematik yaitu : suatu metode Tafsir yang berupaya menghimpun ayatayat Alquran dari berbagai surat dan yang berkaiatan pule dengan
persoalan atau tema yang ditetapkan sebelumnya, kemudian membahas
dan mengnalisa kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi suatu
kesatuan yang utuh.[6] Dari berbagai pengertian yang dikemukakan
tersebut diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Tafsir
Tematik yaitu suatu metode penafsiran Alquran dimana para mufassir
berupay mengumpulkan ayat-ayat Alquran dari berbagai surat yang
memiliki kesamaan tema, sehingga mengarah kepada suatu pengertian
dan tujuan yang sama pula.

C. Sejarah Tafsir Tematik

Pada dasarnya kita tidak dapat menentukan secara pasti awal kelahiran
metod Tafsir tematik ini dalam pengertian seperti kita pahami sekarang.
Karena pada dasarnya walaupun corak penafsiran seperti ini telah dapat
ditemukan pada penafsir-penafsir klasik, namun istilah Tafsir maudhu`i

belum popular untuk mereka gunakan. Akan tetapi Zahir bin Awadh AlAlamiy menyebutkan, setelah melakukan pengamatan pada kitabullah
dan tema-tema yang terkandung di dalamnya, Maka menjadi jelas bahwa
didalam kitabullah sendiri telah terkandung kecenderungan seperti Tafsir
tematik

atau

Tafsir

Maudhu`i

ini.[7]

Hal ini juga dapat kita pahami bahwa pada Masa pembukuaannya,
disamping metode tafsir bercorak biasa (klasik), metode Tafsir tematik
atau Tafsir Maudhu`i yang mengkaji masalah-masalah khusus berjalan
beriringan dengannya. Seperti Ibnul Qayyim menulis kitab At-ibbiyah Pi
aqsmil Quran, Abu Ubaidah menulis kitab tentang Majazul Quran, ArRaqib al-Asfahani menyusun Mufrodatul Quran, Abu Jafar an-Nahas
menulis An-Nasikh wa al-Mansukh dan lain sebagainya. Sebenarnya
kajian-kajian qurani pada masa modern tidak satupun yang terlepas dari
penafsiran

sebagian

ayat-ayat

Alquran.[8]

D. Bentuk Metode Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i


Untuk lebih memudahkan kapada pemahaman tentang Tafsir tematik
atau Tafsir Maudhu`i ini, maka akan kita kemukakan bentuk-bentuk
pendekatan yang dilakukan dalam metode Tafsir tematik atau Tafsir
Maudhu`i ini. Pertama dengan cara mengambil satu surat dari Alquran,
kemudian surat tersebut dikaji secara eseluruhannya dari awal surat
hingga akhir surat, lalu dijelaskan ujuan umum dan khusus, selanjutnya
dicari hubungan antara masalah-masalah (tema) yang dikemukakan ayatayat tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan sempurna dengan
sasaran yang satu pula.
Sebagai contoh dari bentuk pertama metode Tafsir tematik atau Tafsir
Maudhu`i ini misalnya seorang mufassir mengkaji atau menafsirkan surat
Yasin. berdasarkan kajiannya ia menyimpulkan bahwa surat Yasin tersebut
dapat dibagi dalam tiga bagian yang saling berkaitan, bersambung dan
mengarah kepada satu masalah. Katakanlah dari awal surat sampai pada
ayat

yang

ke-32

mengarah

kepada

penjelasan

tentang

kerasulan

Muhammad SAW. Bagian keduanya dari ayat 33 sampai ayat ke 44


menetengahkan tentang dalil-dalil pembuktian atas wujudnya Allah SWT

dan keluasan akan ilmuNya. Sedangkan bagian ketiganya dari ayat 45


sampai akhir menjelaskan keadaan dan berbagai macam kejadian pada
masa terjadinya hari kiamat.[9]
Maka pada tiga bagian dari surat tersebut pada dasarnya merupakan satu
tema, yakni dorongan untuk beriman kepada Allah, RasulNya dan Hari
Kiamat.
Adapun Tafsir yang masyhur dengan corak metode yang pertama ini
adalah :

Naamud oror Fi Tanasibil yati Wassuwar.

Oleh : Al-Baqai

An-Nabaul Am.

Oleh : Dr. Muhammad Abdullah Darraj.[10]

Bentuk kajian yang kedua ialah dngan cara menghimpun seluruh ayatayat deri berbagai surat Alquran yang mempunyai sasasran yang sama,
lalu menyusunnya berdasarkan tertib turunnya, disamping mengenal
sebab-sebab ayat tersebut diturunkan. Setelah itu barulah memberikan
penjelasan, keterangan-keterangan, catatan dan juga menetapkan Hukum
darinya. Metode yang kedua inilah yang selalu dipakai dalam pengkajian
ilmiah tematik. Jadi apabila kita mendengar istilah Tafsir tematik atau
Tafsir Maudhu`i maka tidak lain yang dimaksud adalah meneliti satu tema
diantara tema-tema Alquran menurut standar Alquran secara utuh.[11]
Maka jika kita melihat dari bntuk yang kedua ini, tentunya Tafsir tematik
atau Tafsir Maudhu`i ini memberikan rung yang luas bagi para peneliti dari
berbagai disiplin ilmu, sehingga mereka dapat mengungkapkan apa yang
berhubungan dengan bidang mereka dalam Alquran secara mendalam.
Katakanlah misalnya seorang ahli Hukum maka akan memfokuskan diri
pada ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum-hukum atau tasyri,
seorang ahli ekonom akan menggarap ayat-ayat yang berkenaan degan
ekonomi, keuangan, produksi, bagi haasil dan juga infaq, demikian pula
seperti ahli perbintangan, pendidikan dan berbagai spesialisasi lainnya.

E. Langkah-Langkah Yang di Tempuh


Ada beberapa langkah yang harus ditempuh bagi seorang mufassir dalam
menggunakan metode tafsir maudhui, yaitu :

Tentukan terlebih dahulu masalah/topic (tema) yang akan dikaji,


untuk menetapkan masalah ini dianjurkan melihat Kitab Tafsir
Alquran Al-Karim karya sekelompok orientalis yang diterjemahkan
oleh Muhammad Fuad Al-Baqi.

Inventarisir (himpun) ayat-ayat yang berkenaan dengan tema/topic


yang telah ditentukan, (selain dibantu kitab diatas, dapat pula di
baca Al-Mujam Al-Mufahras Li Al-Fail Quran karangan M. Fuad AlBaqi.

Rangkai urutan ayat sesuai dengan masa turunnya baik Makiyah


maupun Madaniyahnya, hal ini dapat juga dilihat pada al-Itqon
karya Al-SuyuI dan Al-Burhn karya Al-Zarkasyi.

pahami korelasinya (munsabahnya) ayat-ayat dalam masingmasing suratnya.

Susun bahasan didalam kerangka yang tepat, sistematis, sempurna


dan utuh.

Lengkapi bahasan dengan Hadis. Sehingga uraiannya menjadi jelas


dan semakin sempurna.

Pelajari ayat-ayat tersebut secara sistematis dan menyeluruh


dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian
yang serupa, menyesuaikan antara pengertian yang umum dan
yang khusus, antara Muallaq dan Muqayyad, atau ayat-ayat yang
kelihatannya kontradiksi, sehingga semua bertemu dalam satu
muara sehingga tidak ada pemaksaan dalam penafsiran.[12]

Adapun rumusan langkah-langkah yang ditempuh dalam metode Tafsr


Maui yang dikemukakan oleh Ali Hasan al-Aridh antara lain :

1. Himpun seluruh ayat-ayat Alquran yang terdapat pada seluruh surat

yang berkaitan dengan tema yang hendak dikaji.


2. Tentukan urutan ayat-ayat yang dihipun itu sesuai dengan masa
turunnya dan mengemukakan sebab-sebab turunnya jika hal itu
dimungkinkan.
3. Jelaskan munasabah antara ayat-ayat itu pada masing-masing
suratya dan kaitkan antara ayat-ayat tersebut dengan ayat-ayat
yang ada sesudahnya.
4. Buat sistematika kajian dalam kerangka yang sistimatis dan lengkap
dengan outlinenya yang mencakup semua segi dari tema kajian
tersebut.
5. Kemukakan Hadis-Hadis Rasulullah SAW yang berbicara tentng tema
kajian serta menerangkan derajat Hadis-Hadis tersebut untuk lebih
meyakinkan kepada orang lain yang memperlajari tema itu.
6. Rujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan Bangsa Arab dan syairsyair mereka) dalam menjelaskan lafa-lafa yang terdapat pada
ayat-ayat yang berbicara tentang tema kajian dalam menjelaskan
maknanya.
7. Kajian terhadap ayat-ayatyang berbicara tentang tema kajian
dilakukan secara Maui terhadap segala segi dan kandungannya,
bail lafa Am, Khas, muqayyad, muallaq, syarat, jawab, Hukumhukum fiqih, nasakh dan Mansukh (bila ada), unsur balaghoh dan
Ijaz, berusaha memadukan ayat-ayat lain yang diduga kontradiktif
dengannya atau dengan Hadis-Hadis Rasulullah SAW yang tidak
sejalan dengannya, menolak kesamaran yang sengaja ditaburkan
oleh pihak-pihak lawan Islam, juga menyebut berbagai macam
qiraah,

menerapkan

makna

ayat-ayat

terhadap

kehidupan

masyarakat dan tidak menyimpang dari sasaran yang dituju dalam


tema kajian.[13]
Kedua prosedur atau langkah-langkah di atas, walaupun dikemukakan
dengan cara sedikit berbeda namun secara esensial keduanya tentu

saling berkaiatan dan saling melengkapi satu sama lainnya, sehingga


nampaklah bahwa langkah-langkah tersebut menempatkan penyusunan
pembahasan dalam satu kerangka yang sempurna. Zahir bin Awadh, lebih
luas

menambahkan

langkah-langkah

yang

harus

ditempuh

dalam

menggunakan metode Tafsr Maui antara lain :

Menafsirkan ayat-ayat tersebut yang dapat dipahami dari padanya


hikmah didatangkannya ayat-ayat yang tersebut dantujuan dari
syariat yang dibawanya.

Melahirkan tema tersebut dalam satu bentuk uraian yang sempurna


dan lengkap yang berpedoman pada syarat-syarat penelitian ilmiah.
[14]

Dengan demikian semakin jelaslah bahwa dari ketiga pendapat tersebut


diatas tetap menempatkan unsure tema atau topic sebagi unsure yang
pertama dan sangat diutamakan. Inilah yang menjadi karakteristik
metode Tafsr Maui yang membedakan dengan Tafsir lainnya.
Dari berbagai langkah yang dikemukakan diatas, maka kita dapat melihat
beberapa persamaan dan sedikit perbedaan yang harus ditempuh bagi
seorang mufassir dalam menggunakan metode tafsir tematik atau tafsir
maudhu`i ini. Persamaannya adalah :

Bagi seorang mufassir harus terlebih dahulu menentukan topic yang


akan dikaji, kemudian menghimpun ayat-ayat yang berkenaan
dengan tema yang telah ditentukan dan menentukan pula urutan
ayat sesuai dengan masa turunnya.

Menentukan munasabah antara satu ayat dengan ayat lainnya den


menentukan pula bahasan dalam suatu kerangka yang tepa dan
sistematis yang mencakup semua segi dari tema kajian.

Mengemukakan

Hadis-Hadis

Rasulullah

SAW

yang

juga

menerangkan tema yang telah ditentukan.


Sedangkan perbedaannya, tampak bagi kita bahwa Ali Hasan al-Aridh, ia
menambahkan

lebih

jauuh

untuk

menjelaskan

makna-makna

ayat

membicarakan tentang tema kajian yang telah ditentukan, sorang

mufassir

harus

merujuk

kepada

lughot

atau

syair-syair

Arab.

F. Keistimewaan dan Keterbatasan Tafsir Tematik atau Tafsir Maudhu`i


Sebagai suatu metode penafsiran Alquran, Maka metode Maui ini
memiliki beberapa keistimewaan yang juga tidak terlepas dari beberapa
keterbatasannya.
1. Keistimewaan

Metode

ini

akan

jauh

dari

kesalahan-kesalahan

karena

ia

menghimpun berbagai ayat yang berkaitan dengan satu topic


bahasan sehingga ayat yang satu menafsirkan ayat yang lain.

Dengan metode Maui seseorang mengkaji akan lebih jauh mampu


untuk memberikan sesuatu pemikiran dan jawaban yang utuh dan
sempurna tentang suatu pokok permasalahan (tema) yang dikaji.
[15]

Kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan mudah untuk dipahami. Hal


ini

karena

ia

membawa

pembaca

kepada

petunjuk

Alquran

yangmengemukakan berbagai pembahasan yang terperinci dalam


satu disiplin ilmu.

Dengan metode ini juga dapat membuktikan bahwa persoalanpersoalan yang disentuh Alquran buka bersifat teoritis semata-mata
atau yang tidak dapat itrapkan dalam kehidupan masyarakat.
Namun ia dapat membawa kita kepada pendapat Alquran tentang
berbagai problem hidup yang disertakan pula dengan jawabanjawabannya.

Ia dapat mempertegas fungsi Alquran sebagai kitab suci serta


mampu membuktikan keistimewaan-keistimewaan Alquran.

Metode ini memungkin seseorang untuk menolak adanya ayat-ayat


yang bertentangan dalam Alquran. [16]

2. Keterbatasan

Masih memerlukan keterlibatan Tafsir-Tafsir klasik sekalipunn Tafsir


tematik ini disebut juga Tafsir mutakhir modern), karena tidak ada
metode Tafsir yang mandiri.

Sesuai dengan terminologinya bahwa Tafsir maudhu`i ini hanya


membahas satu topic atau tema dari sekian banyak tema dalam
Alquran.

Dalam menerapkan metode ini bukan hanya memerlukan waktu


yang panjang tetapi juga ketekunan, ketelitian, keahlian serta
kemampuan akademis.[17]

Jadi

metode

tafsir

tematik

ini

pula

pada

hakekatnya

belum

mengemukakan seluruh kandungan ayat Alquran yang diTafsirkannya.


Maka harus diingat pembahasan yang diuraikan atau ditemukan hanya
menyangkut judul yang ditetapkan oleh mufassirnya, sehingga dengan
demikian

mufassir

harus

selalu

mengingat

hal

ini

agar

ia

tidak

dipengaruhi oleh kandungan atau isyarat-isyarat yang ditemukannya


dalam

ayat-ayat

tersebut

dalam

pokok

bahasannya.[18]

G. Penutu
Secara singkat Tafsir Tematik atau tafsir maudhu`i dapat diformulasikan
sebagai suatu Tafsir yang berusaha mencari jawaban-jawaban Alquran
tetang suatu masalah dengan jalan menghimpunkan ayat-ayat yang
berkaitan dengannya, serta menganalisa melalui ilmu-ilmu Bantu yang
relevan

dengan

masalah-masalah

yang

dibahas,

sehingga

dapat

melahirkan konsep-konsep yang utuh dari Alquran tetang berbagai


masalah. Metode yang relative

baru dan dianggap aktual dalam

penafsiran Alquran brangkat dari suatu kesatuan yang logis dan saling
berkaitan antara satu sama lainnya. Jadi tidak ada satupun kontradiksi
ayat-ayat Alquran, hal ini semakin jelas sebagaimana yang ditegaskan
pula didalam Alquran itu sendiri. Asumsi dasar ini berkaitan dengan

prinsip yang amat masyhur dikalangan mufassir yaitu Alquran

lain.

yaitu bahwa sebagian ayat Alquran diTafsirkan dengan ayat yang

Anda mungkin juga menyukai