Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring

dengan

perkembangan

zaman

dan

semakin

pesatnya

perkembangan teknologi, maka tingkat peradaban umat manusia dapat diukur dari
seberapa besar penguasaan terhadap tingkat teknologi yang telah dimilikinya.
Material sudah ada sejak zaman dahulu, merupakan bagian dari integral suatu
kultur dan peradaban manusia. Sifat-sifat materialnya bergantung pada struktur
integral. Sifat-sifat tersebut akan mempengaruhi kinerja dari suatu material baik
proses

pembuatan

maupun

pemakaian.

Kemajuan

moderenisasi

dan

perkembangan dunia sains membuat material khususnya ferroelektrik menjadi


lebih berkembang pesat. Bukan hanya ditinjau dari segi sifatnya saja akan tetapi
dari struktur (Van, 2004).
Penelitian bahan material terus menjadi pusat perhatian di berbagai
penjuru, dikarenakan bahan material memiliki karakteristik yang dapat dijadikan
bahan dasar piranti elektronika. Salah satu produk yang berbasis dari bahan dasar
material adalah seperti paladium, platinum, keramik, dan lain-lain dengan bentuk
yang bervariasi seperti lapisan tipis (thin film), batangan (rod), kawat (wire),
tabung (tube) dan bola (sphere), (Liu, 2006).
Barium stronsium titanat dengan rumus kimia BaSrTi03 atau sering disebut
BST adalah salah satu jenis material yang menarik untuk diteliti. Barium titanat

(BaTiO3) merupakan suatu bahan yang bersifat ferroelektrik dan mempunyai


struktur kristal perovskite yang dibentuk dari Barium Titanate BaTiO3 ini
mempunyai struktur kristal yang jauh lebih sederhana bila dibanding dengan
bahan

ferroelektrik

lainnya. Ferroelektrik BST telah banyak diteliti sebagai

bahan potensial untuk perangkat mikroelektronik. Konstanta dielektrik yang


tinggi, kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi, serta memiliki stabilitas suhu
yang baik , menyebabkan lapisan tipis BST sangat sesuai sebagai bahan pembuat
kapasitor (Jamaluddin dkk, 2011).
Ferroelektrik merupakan material elektronik khususnya dielektrik yang
terpolarisasi spontan dan memiliki kemampuan untuk mengubah

arah listrik

internalnya. Polarisasi yang terjadi merupakan hasil dari penerapan medan yang
mengakibatkan adanya ketidak simetrisan struktur kristal pada suatu material
ferroelektrik. Penelitian terhadap material ferroelektrik sangat menjanjikan
terhadap perkembangan device generasi baru sehubungan dengan sifat-sifat unik
yang dimilikinya. Penerapan material ferroelektrik berdasarkan sifat-sifatnya
adalah sifat histeresis dan tetapan dielektrik yang tinggi dapat diterapkan pada sel
memori Dynamic Random Acsess Memory (DRAM), sifat piezo-elektrik dapat
digunakan sebagai mikroaktuator dan sensor. Sifat pyroelektrik dapat diterapkan
pada infrared sensor, sifat polaryzability dapat diterapkan sebagai Non Volatile
Ferroelektrik Random Access Memory (NVRAM), Serta sifat elektrooptic dapat
digunakan dalam switch thermal infrared (Irzaman dkk, 2010).
Barium stronsium titanat (BST) merupakan semikonduktor lapisan tipis
yang memiliki konstanta dielektrik tinggi, kebocoran arus rendah, dan tahan

terhadap tegangan breakdown yang tinggi digunakan pada devais sebagai


kapasitor. Daerah serapan dari lapisan tipis BST (absorbansi) pada rentang
ultraviolet, visible, sampai pada infrared. Hal tersebut menjelaskan lapisan tipis
dapat dipakai sebagai sensor suhu dan cahaya. Lapisan tipis BST telah difabrikasi
dengan beberapa teknik seperti sputtering, laser ablation, dan sol-gel proces
(Krisman dan Dewi, 2013).
Material barium titanate (BaTi03) pada mulanya ditemukan pada tahun
1940 dan dikembangkan sebagai kapasitor, dengan seiring perkembangannya
BaTi03 ditemukan berbagai sifat menarik diantaranya adalah bahan ini sangat
praktis karena sifat kimia dan mekaniknya sangat stabil, mempunyai sifat
ferroelektrik pada temperatur ruang sampai dengan 1200C.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan dan penggunaan
BST adalah parameter-parameter yang berkaitan dengan proses fabrikasinya
karena karekteristik akhirnya tergantung pada parameter-parameter tersebut.
Untuk mengetahui tingkat absorbansi dan transmitansi bahan dengan baik maka
akan dilakukan analisa struktur dari bahan hasil penelitian menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM).

1.2.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui nilai konstanta dielektrik dan menyelidiki sifat dielektrik


lapisan tipis Ba0.8Sr0.2TiO3
2. Mengetahui nilai kapasitansi kompleks dan hambatan kompleks dari
Ba0.8Sr0.2TiO3

1.3.

Batasan Masalah
Cakupan batasan masalah pada peneltiaan ini adalah :
1. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah BST dengan komposisi
Ba0.8Sr0.2TiO3 yang di anneling pada suhu 600oC dan 650oC.
2. Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Metode Sol Gel.
3. Karakterisasi sampel menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
Dan Spektroskopi Impedansi.

1.4.

Tempat Penelitian
Penyiapan sampel dan analisa data dilakukan di Laboratorium Fisika

Material Jurusan Fisika dan di laboratorium Anorganik Jurusan Kimia Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau, Kampus Bina Widya
Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru. Sedangkan proses karakterisasi SEM
dan Spektroskopi Impedansi dilakukan di laboratorium Institut Teknologi
Bandung, Bandung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Ferroelektrik


Ferroelektrik adalah gejala terjadinya polarisasi spontan dimana bahan
tersebut menerima medan listrik dari luar bahan (Xu, 1991). Ferroelektrik
menunjukkan bahwa kelompok material dielektrik yang dapat terpolarisasi listrik
secara internal pada rentang temperatur tertentu. Polarisasi terjadi di dalam
dielektrik sebagai akibat adanya medan listrik dari luar dan simetri pada struktur
kristalografi di dalam sel satuan. Jika pada material ferroelektrik dikenakan medan
listrik, maka atom-atom tertentu mengalami pergeseran dan menimbulkan momen
dipole listrik. Momen dipole ini yang menyebabkan polarisasi.
Film tipis ferroelektrik banyak digunakan dalam aplikasi untuk piranti
elektrooptik dan elektronik. Beberapa material film tipis ferroelektrik yang
penting

antara

lain

BaSrTiO3,PbTiO3,

Pb(ZrxTi1-X)O3,

SrBiTaO3,

Pb(Mg1/3Nb2/3)O3 dan Bi4Ti3O12. Aplikasi-aplikasi film tipis ferroelektrik


menggunakan sifat dielektrik, pyroelektrik, dan elektrooptik yang khas dari bahan
ferroelektrik. Sebagian dari aplikasi elektronik yang paling utama dari film tipis
ferroelektrik di antaranya non-volatile memori yang menggunakan kemampuan
polarisasi (polarizability) yang tinggi, kapasitor film tipis yang menggunakan sifat
dielektrik, dan sensor pyroelektrik yang

menggunakan perubahan konstanta

dielektrik karena suhu dan aktuator piezoelektrik yang menggunakan efek


piezoelektrik yaitu timbulnya polarisasi akibat perubahan tekanan. Dalam
beberapa tahun terakhir, film tipis ferroelektrik yang tersusun perovskite banyak

mendapat perhatian karena memiliki kemungkinan untuk menggantikan memori


CMOS berbasis material SiO2 yang sekarang digunakan sebagai FRAM.
Di antara material film tipis ferroelektrik yang disebutkan di atas, BaxSr1TiO3 (BST) banyak digunakan sebagai FRAM karena memiliki konstanta

dielektrik yang tinggi dan kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi (high
charge storage capasity). Suatu ferroelektrik RAM, jika bahan itu memiliki nilai
polarisasi sekitar 10 C.cm-2 maka ia mampu menghasilkan muatan sebanyak
1014 elektron per cm-2 untuk proses pembacaan memori.

2.2

Sifat Dielektrik
Dielektrik merupakan bahan isolator (non konduktor) yang memiliki daya

hantar listrik yang kecil seperti kaca, kertas dan kayu. Saat bahan dielektrik
berada dalam medan listrik, muatan listrik yang terdapat di dalamnya tidak akan
mengalir, sehingga tidak timbul arus listrik dari posisi setimbangnya, yang
mengakibatkan terjadi pengutuban dielektrik. Ketika ruang antara konduktor pada
suatu kapasitor diisi dengan dielektrik (Tipler, 2001).

Gambar 2.1 Dipol-Dipol Listrik yang Menyebar secara Random (Tipler, 2001)

Momen dipol secara normal tersusun secara acak. Dalam pengaruh medan
listrik diantara keping-keping kapasitor. Dielektrik dapat memperlemah medan
listrik antara keping-keping suatu kapasitor karena adanya medan listrik molekulmolekul dalam dielektrik akan menghasilkan medan listrik tambahan yang
arahnya berlawanan dengan medan listrik luar. Jika molekul-molekul dalam
dielektrik bersifat polar, dielektrik tersebut memiliki momen dipole permanen
(Tipler, 2001).
Konstanta dielektrik merupakan perbandingan energi listrik yang
tersimpan pada bahan isolator tersebut jika diberi sebuah potensial, relatif
terhadap vakum (ruang hampa). Konstanta dielektrik dilambangkan dengan huruf
Yunani r.

Tabel 2.1 Beberapa contoh konstanta dielektrik dari beberapa bahan pada suhu
kamar
Bahan
Vakum
Udara
Polietilena
Kertas
PTFE(Teflon (TM))
Polistirena
Silikon
Air (20oC)
Barium titanat

Konstanta dielektrik
1 (sesuai defenisi)
1,0054
2,25
3,5
2,1
2,4 2,7
11,68
80,10
1200

Dielektrik seringkali ditempatkan diantara plat-plat penghantar untuk


mengirimkan suatu perbedaan potensial yang lebih tinggi untuk dipakaikan di

antara plat-plat tersebut daripada perbedaan potensial yang mungkin didapat


dengan menggunakan udara sebagai dielektrik.
Konstanta dielektrik adalah kemampuan suatu bahan apabila diberikan
suatu medan magnet (Ahmad N.Y, 1996). Konstanta dielektrik dapat ditunjukkan
dari hukum Coulomb yang menyatakan bahwa gaya F diperoleh dari interaksi
antara dua titik muatan, q1 dan q2 dengan jarak r diberikan sebagai berikut :
F = r q1 q2 / r2

(2.1)

Dengan r adalah konstanta dielektrik dan dihubungkan dengan


permitivitas bahan 0 maka akan didapat persamaan:
r = 1/4 0

(2.2)

dimana 0 = 8.854x 10-12 (Farad/m)


Nilai konstanta dielektrik bahan ini menunjukkan cara suatu bahan sebagai
penyimpan energi dan sangat bergantung kepada kemampuan bahan agar saling
berinteraksi dan berorientasi dengan medan listrik yang diberikan. Sekiranya nilai
konstanta dielektrik semakin tinggi, maka energi yang disimpan semakin banyak.

2.3

Sifat Thermal dari Bahan Dielektrik


Sifat thermal suatu bahan dielektrik berbeda-beda, ada bahan dielektrik

yang mengalirkan panas lebih cepat dan ada pula yang lebih lambat. Hal ini
bergantung kepada kekuatan bahan tersebut untuk mengalirkan panas. Pengaruh
sifat thermal terhadap bahan dielektrik adalah kecil.

Sudah diketahui bahwa bahan dielektrik air lebih cepat mengalirkan panas
dari pada bahan dielektrik udara. Perpindahan panas tergantung pada hal-hal
sebagai berikut: luas permukaan pelat, ketebalan bahan dan konduktivitas yaitu
ukuran panas yang melalui satuan luas dan satuan ketebalan tersebut dengan unit
temperatur diantara dua titik. Berdasarkan daftar, nilai konstanta dielektrik tidak
banyak berubah terhadap suhu.

2.4

Barium Titanat (BaTiO3)


Barium titanat (BaTiO3), pertama kali diteliti pada awal tahun 1940an oleh

peneliti-peneliti dari Amerika, Jepang dan Rusia. BaTiO3 pada saat ini merupakan
material ferroelektrik yang sangat cepat perkembangan penelitiannya. Barium
titanat (BaTiO3) adalah bahan yang bersifat ferroelektrik dan mempunyai struktur
kristal perovskite (ABO3) yang jauh lebih sederhana bila dibandingkan dengan
bahan ferroelektrik yang lain. Secara umum struktur perovskite dengan bentuk
ABO3 ditunjukkan seperti Gambar 2.1, dimana A dapat merupakan logam
monovalen, divalen atau trivalen dan B dapat berupa unsur pentavalen, tetravalen
atau trivalen sedangkan O adalah unsur oksigen. Bahan ini sangat praktis karena
sifat kimia dan mekaniknya sangat stabil, mempunyai sifat ferroelektrik pada suhu
ruang sampai di atas suhu ruang karena mempunyai suhu curie (Tc) sebesar
120oC. BaTiO3 telah digunakan sebagai material kapasitor permitivitas tinggi
karena konstanta dielektriknya tinggi. Variasi pada komposisi kimianya
menyebabkan perubahan drastis terhadap sifat fisikanya tetapi tidak merubah sifat
piezoelektriknya. (Sunandar, 2006)

Gambar 2.2 Struktur Kristal BaTiO3


Barium

Titanat adalah senyawa kimia yang terdiri dari beberapa

unsur yaitu :

Barium
Barium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Ba dan nomor atom 56. Unsur ini mempunyai isotop alam 130, 132,
134, 135, 136, 137 dan 138. Barium mempunyai titik lebur 710 oC dan titik didih
1.500oC serta berwarna putih keperakan. Contoh Kristal yang dihasilkan barium
antara lain Barium sulfat (BaSO4) dan contoh basa yang mengandung barium
antara lain Barium hidroksida (Ba(OH)2).

Titanium
Titanium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
symbol Ti dan nomor atom 22. Merupakan logam transisi yang ringan, kuat,
berkilau, tahan korosi (termasuk tahan terhadap air laut dan klorin dengan warna

10

putih-metalik-keperakan). Titanium digunakan dalam alloy kuat dan ringan


(terutama dengan besi dan aluminium) dan merupakan senyawa terbanyak
titanium dioksida, digunakan dalam pigmen putih.

Ozon (O3)
Ozon (O3) adalah salah satu gas yang membentuk atmosfer, kita bernafas
dengan oksigen (O2) membentuk hampir 20% atmosfer. Pembentukan ozon (O3),
molekul triatom oksigen kurang banyak dalam atmosfer di mana kandungannya
hanya 1/3.000.000 gas atmosfer. Ozon terdiri dari tiga molekul oksigen dan amat
berbahaya pada kesehatan manusia. Secara alamiah, ozon dihasilkan melalui
percampuran cahaya ultraviolet dengan atmosfer bumi dan membentuk suatu
lapisan ozon pada ketinggian 50 kilometer.

2. 5

Strontium Titanat (SrTiO3)


Sejarah mineral strontium titanat (SrTiO3) dinamai didesa Skotlandia yaitu

Strontium yang telah ditemukan di tambang timah pada tahun 1787 oleh Adair
Crawford diakui sebagai berbeda dari mineral barium lainnya pada tahun 1790.
Strontium sendiri ditemukan pada tahun 1798 oleh Charles Thomas Harapan, dan
logam strontium pertama kali diisolasi oleh Sir Humphry Davy pada tahun 1808
dengan menggunakan elektrolisis. Catatan Strontium pertama kali diisolasi oleh
Sir Humphry Davy pada tahun 1808. Bahaya bahan ini dalam bentuk murni
adalah sangat reaktif terhadap udara, karena itu dianggap bahaya kebakaran.

11

Strontium titanat (SrTiO3) memiliki indeks bias yang sangat tinggi dan dispersi
optik lebih besar dari berlian, sehingga bermanfaat dalam berbagai aplikasi optik.
BST ialah material yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi dan
kebocoran arus rendah. Karakteristik sifat kelistrikan (mikrostuktur) dari BST
dipengaruhi oleh jenis material doping, suhu kalsinasi dan ukuran (grain size).
(Safutri, 2013).
Gracia et al (2002) menyatakan bahwa karateristik BST mengalami
perubahan polarisasi ketika didoping.Doping ini menyebabkan sifat dielektrik.
Penambahan sedikit dopan dapat menyebabkan perubahan parameter kisi,
konstanta dielektrik, sifat elektrokimia, dan sifat paraelektrik dari keramik
(Gracia, 2002).

(A)

(B)
Gambar 2.3. (A) Struktur kristal perovskite SrTiO3 pada fase kubik (B)
Struktur kristal perovskite SrTiO3 pada fase tetragonal
(Irzaman, 2003)

2.6 Barium Stronsium Titanat (BST)

12

Bahan Barium Stronsium Titanat atau dikenal dengan BST merupakan


bahan yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi, serta kapasitas
penyimpanan muatan tinggi ( high charge stroge capacity), (Setiawan, 2008).
Barium Stronsium Titanat (BST) juga merupakan kombinasi dua material
Perovskite Barium Titanat (BTO) dan Stronsium Titanat (STO). Kedudukan A
pada kisi ABO3 dibagi bersama antara ion Ba2+ dan Sr2+ , sedangkan B ditempati
oleh ion Ti4+. Salah satu kegunaan dari BaSrTiO3 adalah material ferroelektrik
yang bisa digunakan untuk Dynamic Random Acces Memory (DRAM) karena
memiliki konstanta dielektrik yang tinggi, kebocoran arus yang rendah, dan tidak
mudah rusak pada temperature Curie yaitu pada 3100C.
Material yang digunakan dalam pengkarakterisasian ini adalah BaSrTiO3
(BST). Barium stronsium titanat merupakan bahan yang memiliki konstanta
dielektrik yang tinggi, serta kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi. Bahan
barium stronsium titanat memiliki potensi untuk menggantikan film tipis SiO 2
pada sirkuit Metal Oxide Semikonduktor (MOS). Namun konstanta dielektrik yang
dimiliki oleh BST tersebut masih rendah dibandingkan dengan bentuk besarannya.
Hal ini berkaitan dengan mikro butir yang baik, tingkat tekanan yang tinggi,
kekosongan oksigen, formasi lapisan interfacial dan oksidasi pada silikon.
Temperatur curie barium titanat murni sebesar 130 0C. Untuk penambahan
stronsium temperatur barium titanat menurun menjadi temperatur kamar.
Suatu sistem dikatakan kapasitor apabila dua keping konduktor yang
disusun sejajar mempunyai muatan sama tetapi berlainan tanda, dimana keping

13

kapasitor tersebut dibatasi oleh suatu bahan isolator yang disebut dengan
dielektrik dan antara keping konduktor tersebut terdapat medan listrik. Dengan
adanya bahan dielektrik yang ditempatkan di antara kedua keping konduktor
tersebut maka nilai kapasitansi akan meningkat dengan faktor r yang bergantung
pada material dielektrik. Kapasitor yang biasa digunakan adalah kapasitor keping
sejajar yang terdiri dari dua keping konduktor sejajar, dimana kepingan ini berupa
lapisan-lapisan logam yang tipis. Besarnya kapasitansi dari kapasitor dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
Q=

C
V

(2.3)

Dimana: C = kapasitansi (Farad)


Q = Muatan (Coloumb)
V =

Beda Potensial (Volt)

Kapasitansi didefenisikan sebagai kemampuan dari suatu kapasitor untuk


menyimpan energi. Besarnya nilai kapasitansi kapasitor keping sejajar sebanding
dengan luas penampang masing-masing keping dan berbanding terbalik dengan
jarak antara dua keping kapasitor.

C=

0 A
d

(2.4)

Untuk kapasitor yang memiliki bahan dielektrik selain udara maka nilai
kapasitansinya dapat dihitung dengan Persamaan 2.3:

14

C =r

0 A
d

(2.5)

Dimana: C = kapasitansi (Farad)


r = konstanta dielektrik dari material

0
= permitivitas ruang hampa (8.85 x 10-12F/m)
A =
d

2.7

luas penampang (m2)

= ketebalan (m)

Karakteristisasi Material Dielektrik


Karakteristisasi merupakan suatu metode yang membutuhkan observasi

dan pengukuran. Dalam proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat


utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini
juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan observasi yang
memerlukan pengukuran atau perhitungan yang cermat. Proses pengukuran dapat
dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti laboratorium dan
memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskopi, atau
voltmeter, Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel,
digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan dan diproses dengan
perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi (Wales.J, 2007).
Karakterisasi konstanta dielektrik film tipis bertujuan untuk mengetahui
nilai konstanta dielektrik film tipis sebagai aplikasi film tipis dalam pembuatan
kapasitor. Rangkaian yang digunakan adalah rangkaian RC seperti pada gambar

15

2.4. dari rangkaian pengukuran ini akan diperoleh waktu pengosongan dan waktu
pengisian. Waktu pengisian terjadi ketika t = RC.

SQUARE
WAVE

BS
T

OSILOSKO
P

Gambar 2.4 Rangkaian RC untuk mengukur kapasitansi film tipis 5 k


sehingga diperoleh nilai kapasitansi
2.7.1

Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)


Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan salah satu jenis

mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan


bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Tujuan mengkarakterisasi dengan
menggunakan SEM ini adalah untuk menentukan ketebalan dari film tipis yang
dihasilkan dari bahan BST. SEM memiliki kemampuan memperbesar gambar
hingga 3x106 kali perbesaran, dengan ketebalan medan (depth of field) dalam
interval 4 - 4x10-1 mm dan resolusi hingga 10 nm (Zulpratama, 2013).
SEM merupakan suatu perangkat yang menggunakan penyinaran elektron
berenergi tinggi, dapat memperbesar ukuran gambar partikel dalam ukuran kecil.
Sehingga dari hamburan elektron dapat memperjelas gambar SEM. Sampel yang
diteliti dapat menghasilkan gambaran bentuk butiran SEM dalam skala tertentu.

16

Elektron ini berinteraksi dengan atom didalam sampel, memproduksi berbagai


sinyal yang dapat dideteksi dan juga yang mengandung informasi tentang sampel
topografi permukaan dan komposisi. Kegunaan SEM digunakan untuk
memperoleh perbesaran morfologi dan ukuran dari sampel (Anuwar, 2013).

Gambar 2.5 Mikroskop Imbasan Elektron (SEM)

Prinsip kerja dari SEM ini adalah Elektron masuk kedalam detektor di
fokuskan pada signal, menjadi listrik yang menghasilkan sampel pada layar.
Sinyal luar dari detektor berpengaruh terhadap intensitas cahaya didalam holder.
Peralatan utama yang terdapat pada SEM:

17

Sumber elektron, terbuat dari filamen yang mudah melepaskan elektron.


Balok elektron, terbuat dari balok untuk meletakkan sumber elektron.
Lensa Magnetik, lensa untuk elektron yang bermuatan negatif.
Fungsi dari SEM antara lain dapat digunakan untuk mengetahui informasi-

informasi mengenai:
Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan tekstur (kekerasan dan sifat
memantulkan cahaya).
Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek
(kekuatan, cacat pada IC dan chip).
Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di
dalam objek (titik lebur, kereaktifan, dan kekerasan).
Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai susunan dari butirbutiran di dalam objek yang diamati (konduktifitas, sifat elektrik, dan
kekuatan).
SEM memiiki resolusi yang lebih tinggi dari pada mikroskop optik. Hal ini
disebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron lebih
pendek dari pada gelombang optik (Tipler, 2001).

2.7.2

Karakterisasi Impedansi Kompleks


Metode impedansi kompleks dijalankan untuk memahami mekanisme

konduksi elektrik terhadap sampel pada frekuensi dan kelembaban yang berbeda.

18

Sumber-sumber seperti butiran, perbatasan butiran dan antara muka-sampel atau


elektroda. Impedansi kompleks dan sudut fasa pada frekuensi tertentu ( = 2f)
diukur dengan menggunakan nilai voltan output,

Vo terhadap hambatan, R.

Secara umumnya nilai R adalah sangat rendah berbanding dengan Z() yaitu
R<<Z(). Impedansi kompleks diperoleh dari persamaan berikut:

Z() = Rx

Vi
Vo

(2.6)

Dengan
= frekuensi sudut (rad/s)
Vi = Voltan Input (volt)
Vo = Voltan Output (volt)
R = Hambatan (ohm)
Nilai jumlah impedansi kompleks yang terdiri dari pada nilai nyata, Z dan
nilai khayal, Z dan masing-masing diperoleh dengan persamaan berikut,
Z = Z () cos (2 1)

(2.7)

Z = Z() sin (2 1)

(2.8)

dan

Dengan

1 = fasa sudut yang diukur sebelum pengukuran


2 = fasa sudut yang diukur selepas pengukuran

19

Teknik yang terbaik untuk menentukan ciri-ciri elektrik suatu bahan


dielektrik adalah teknik impedansi kompleks. Teknik ini menggunakan isyarat
bolak balik berbentuk sinusoida di mana isyarat keluaran yang melalui suatu
sistem linear mempunyai frekuensi yang sama dengan isyarat masukan (Badwal
1988). Modulus impedansi, Z dan sudut anjakan fasa () dapat ditentukan,
apabila isyarat keluaran yang berbentuk sinus dibandingkan dengan isyarat
masukan.
Secara umum, spektrum impedansi bagi keramik polikristal terdiri dari
tiga lengkung separuh bulatan sempurna yang mewakili sifat-sifat listrik sampel
seperti dalam Gambar 2.6. Spektrum impedansi kompleks dapat memisahkan
proses-proses yang berlaku pada Gambar 2.7 komponen-komponen utama di
dalam sesuatu bahan seperti pada butiran, perbatasan butiran dan antaramukasampel atau elektroda (Kleitz dan Kennedy 1979). Apabila isyarat dialirkan
melalui elektrolit atau elektroda maka elektrolit tidak dapat dikutubkan dan ia
akan berfungsi sebagai suatu kapasitor dengan hambatan sejajar. Nilai impedansi

adalah gabungan dua komponen yaitu komponen nyata (

Z ''

) (Jonscher, 1983).

20

Z'

) dan komponen hayal

Gambar 2.6 Spektrum impedansi bagi sampel polikristal


Lengkung I mewakili proses yang berlaku di antara muka elektrod atau
elektrolit pada frekuensi rendah (<10 kHz) manakala lengkung II pula mewakili
proses yang berlaku pada perbatasan butiran pada frekuensi pertengahan (1-100
kHz). Lengkung III yang berlaku pada frekuensi (>10 kHz) adalah lengkung yang
mewakili proses padat sampel. Rangkaian setara yang dapat menggambarkan
spektrum impedansi sempurna bagi ketiga-tiga proses di atas ditunjukkan dalam
gambar 2.7.

Gambar 2.7 Rangkaian setara menggambarkan lengkung I, II dan III


Proses-proses pengutuban dalam suatu bahan dielektrik dapat diterangkan
dengan memperlihatkan graf-graf konstanta dielektrik ( r), kehilangan dielektrik,
(r) dan faktor mutu (1/tan) sebagai fungsi frekuensi. Konstanta dielektrik(r)
merupakan ukuran kemampuan bahan menyimpan muatan relatif kepada vakum.

21

Apabila arus bolak-balik diberikan, muatan-muatan pembawa bergerak melalui


antaramuka sampel-elektroda membentuk lapisan ruang yang bermuatan dan
menghasilkan nilai kapasitansi yang tinggi di antaramuka yang mengurang
dengan peningkatan frekuensi. Konstanta dielektrik (r) bagi sampel BST sangat
bergantung pada kualitas kristal film, ukuran butiran dan juga ratio Ba atau Sr
(Ezhilvalavan dan Tseng, 2000).
Karakterisasi

dielektrik

dilakukan

dengan

menggunakan

teknik

spektroskopi impedansi kompleks untuk mendapatkan nilai hambatan dan


kapasitansi devais. Alat yang digunakan adalah sistem Solartron-Schlumberger
model 1255. Pengukuran dilakukan dalam range frekuensi 10 Hz hingga 1 MHz,
dimana tegangan arus bolak-balik ditetapkan sebesar 0.5 Volt. Pengukuran ini

memberikan nilai impedansi kompleks, yaitu impedansi nyata,

khayal,

Z ''

. Konstanta dielektrik (

r'

Z'

dan impedansi

),kapasitansi (C) dan hambatan listrik arus

bolak-balik (au) dihitung menggunakan nilai impedansi kompleks (

Z*

) yang

diperoleh dari pengukuran (Anderson, 1966).

Z * Z ' jZ ''
(2.9)
j

dengan

= (-1)1/2 .

22

Nilai kapasitansi kompleks (

C*

pada frekuensi tertentu diperoleh melalui

hubungan:

C*

1
jZ *
(2.10)

dengan = frekuensi sudut = 2f.


Dengan mempertimbangkan ketebalan d dan luas permukaan A, hambatan
kompleks (R*) ditulis sebagai :

R'

Z'A
d

(2.11)

dan

Z '' A
R
d
''

Nilai konstanta dielektrik (

'

(2.12)

r'

) dihitung dengan menggunakan persamaan :

C * .d
0 .A
(2.13)

23

Dimana, d sama dengan ketebalan film,

C*

ialah kapasitansi kompleks dalam unit

farads.

ialah konstanta ruang hampa (8.85 x 10-12 F/m) dan A sama dengan

keluasan film elektroda atas dalam unit m2.

2.8

Metode Sol-Gel
Metode Sol-Gel dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan senyawa

anorganik melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah, dimana dalam
proses tersebut terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) menjadi fasa cair
kontiniu (gel). Koloid adalah suatu suspensi dimana fase terdispersi sangat kecil
sehingga gaya gravitasi dapat diabaikan dan interaksinya di dominasi oleh gaya
rentang pendek (Brinker dan Scherer, 1990). Salah satu metode yang digunakan
dalam pembuatan film tipis ini adalah proses Sol-Gel.. Hal ini disebabkan karena
beberapa keunggulannya antara lain :
1.
2.
3.
4.

Proses berlangsung pada temperatur rendah.


Prosesnya relatif lebih mudah
Bisa diaplikasikan dalam segala kondisi (versatile)
Menghasilkan produk dengan kemurnian dan kehomogenan yang tinggi
Jika parameternya divariasikan sehingga bisa dilakukan kontrol terhadap
ukuran dan distribusi pori dengan mengubah rasio molar air atau
prekursor, tipe katalis atau prekursor, suhu galasi, pengeringan, dan proses
stabilisasi.

24

Selain itu yang paling mengesankan dari proses ini adalah biayanya relatif
murah dan produk berupa xerogel silika yang dihasilkan tidak beracun, (Zawrah
et al, 2009).
Proses sol-gel merupakan proses yang banyak digunakan untuk membuat
keramik dan material gelas. Pada umumnya, proses sol-gel melibatkan transisi
sistem dari sebuah liquid sol menjadi solid gel. Melalui proses sol-gel, maka
produksi keramik atau material gelas dalam berbagai jenis dan bentuk dapat
dilakukan.

Sebagai contoh variasinya adalah Ultra-fine or spherical shaped

powder, thin film coating, ceramic fibers, microporous inorganic membranes,


monolithic ceramics and glasses, extremely porous aerogel materials.
2.8.1

Tahap Pembuatan Film Tipis BST


Proses sol gel meliputi fase larutan dan fase gel. Larutan BST dengan

pelarut yang mudah menguap lama kelamaan akan menjadi gel sampai fase
akhirnya berubah menjadi padat (Hilaludin, 2011). Pembuatan film tipis BST
dengan menggunkan metode sol gel, secara umum meliputi empat proses :
1. Sintesis larutan prekusor. Komposisi massa senyawa yang digunakan,
dihitung dengan menggunakan metode stoikiometri.
2. Deposisi larutan prekusor pada permukaan substrat. Proses ini dapat
dilakukan dengan cara mencelupkan substrat kedalam larutan prekusor,
spin coating atau penetesan larutan prekusor pada permukaan sehingga
daidapatkan film tipis pada permukaan.
3. Pemanasan pada temperatur rendah, tujuannya untuk menghilangkan
pelarut dan senyawa organik lain yang diperkirakan masih ada

25

(temperature 300C-400C) dan pembentukan film yang masih berstruktur


amorf.
4. Perlakuan panas pada temperature tinggi. Perlakuan ini bertujuan untuk
densifikasi (peadatan) dan kristalisasi film tipis (biasanya pada temperatur
600C-700C).
2.8.2

Proses Dipcoating
Dipcoating adalah suatu proses yang biasanya digunakan untuk pelapisan,

misalnya bahan semikonduktor. Proses pelapisan ini meliputi :


1. Perendaman (Immersion)
2. Pengeringan
3. Penguapan (Evaporation)
2.8.3

Proses Spin Coating


Spin Coating merupakan suatu proses untuk melapisi suatu bahan dasar

(Substrate) yang bertujuan untuk memberikan perlindungan pada material. Proses


ini melalui beberapa tahapan yaitu :
1.
2.
3.
4.

Pengendapan
Spin Up
Spin Off
Penguapan

26

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian

ini

dilakukan

menggunakan

beberapa

langkah-langkah

penyediaan sampel BST. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan teknik


sol-gel sedangkan karekterisasinya dilakukan dengan menggunakan Scanning
Electron Microscope (SEM) dan Spektroskopi Impedansi. Bahan dasar larutan
barium karbonat (BaCO3) buatan merck dengan kemurnian > 99%, titanium
oksida (TiO2), buatan merck dengan kemurnian > 99% dan stronsium (Sr), buatan
merck dengan kemurnian > 99%) digunakan dalam penyedian sampel yang
berbentuk larutan. Pengolahan data pengukuran dilakukan dengan menggunakan
program ZView 2. Dari pengolahan data ini akan diperoleh karakterisasi sifat
dielektrik sampel dengan melihat hubungan impedansi kompleks Z*, kapasitansi

27

kompleks C* dan konstanta dielektrik r dengan frekuensi bagi sampel yang


dianneling pada suhu berbeda masing-masing 600oC dan 650oC.
3.1.

Alat Dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 .

Tabel 3.1

Alat dan Bahan penelitian

No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Piring Petri
Mikropipet
Barium Carbonat (BaTiO3)
Pinset
Titanium Oksida (TiO2)
Dry Box

7.

Weigh Paper

8.

Cawan terbuat dari porselen

9.
10.
11.

Ultrasonic Bath
Botol Sintesis
Cotton Bud

12.

Spin Coating

13.

Tissue

14.

Furnace

15.

Timbangan Kimia

16.

Hot Plate

17.

Sabun Decon90

18.

Spatula

Alat dan Bahan

Fungsi
Tempat substrat
Mengambil larutan kimia
Bahan Pembuat sampel
Penjepit sampel
Bahan Pembuat Sampel
Penyimpanan sampel
Tempat peletakan/penyusunan
sampel di dalam piring petri
Untuk tempat bahan pada saat
dipanaskan
Sonikasi alat dan sampel
Tempat penumbuhan sampel
Alat pencuci substrat
Untuk menghasilkan lapisan tipis
yang merata di atas substrat
Untuk membersihkan alat-alat
penelitian
Alat anneling sampel
Untuk menimbang bahan-bahan
sintesis
Untuk memanaskan sampel yang
telah deseeding
Untuk membersihkan substrat dan
botol sintesis
Untuk mengambil bahan-bahan
yang diperlukan saat akan
menimbang

28

19.
20.
21.
22.

Acetone
Air suling
Iodine/triiodida
Strontium Carbonat (SrCO3)

23.

Isopropanol

24.

Suntik

25.
26.
27.
28.
29.
30.

Magnetik still
Aceti Acid
Substrat kaca
Drier
SEM
Spektroskopi Impedansi

3.2

Bahan untuk sonikasi


Bahan untuk sonikasi
Sebagai elektrolit
Bahan Pembuat Sampel
Sebagai bahan pembersih spatula
dan pinset
Untuk memasukan cairan pada
sampel
Untuk mengaduk larutan
Sebagai pelarut dalam sampel
Media penumbuhan BST
Mengeringkan alat dan sampel
Melihat Morfologi BST
Menentukan Impedansi Kompleks

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan meliputi prosedur-prosedur dari penyedian sampel

BaSrTiO3 dengan metode reaksi kimia. Bahan dasar serbuk BaCO 3, SrCO3 dan
TiO2 dengan kemurnian >99,9 % digunakan dalam penyediaan sampel,
perhitungan berat massa Barium (Ba), Strontium (Sr) dan Titanat (Ti). Diagram
alir penelitian dari proses penyediaan sampel pada Gambar 3.1.

29

Preparasi sampel

BaCO3

Stiring t = 2jam
Ba solution

TiO2

SrCO3

Stiring t = 2jam
Sr solution

Ba+Sr+Ti

BST solven

Acetil aceton

Spin coating pada 3500 rpm; t= 30 detik

Dipanaskan T = 3000C; t = 15 menit

BST Thin Film

Proses Annealing T = 600C


dan 650C; t = 60 menit

Karakterisasi Menggunakan Spektroskop Impedansi


Karakterisasi dengan Scanning Elektron microscope

Pengolahan data dan


analisa data

Kesimpulan dan saran

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Ba0,8Sr0,2TiO3

30

3.3

Pembuatan Larutan BST dengan Metode Sol Gel


Film tipis kapasitor BST pada penelitian ini merupakan bahan perovskite

turunan dari BaTiO3 yang diperoleh dengan mendoping Sr pada Barium Titanat.
Forulasi yang dipakai BaCO3(x) + SrCO3(1-x) + TiO2 => BaxSr1-xTiO3 dengan nilai x
sebesar 0,8 yang memiliki sifar ferroelektrik. Komposisi massa yang sesuai
ketentuan dari bahan-bahan tersebut dihitung menggunakan Stoikiometri (reaksi
kimia).
Bahan-bahan yang direaksikan antara lain barium karbonat sebanyak
1,9758 gram dan stronsium karbonat sebanyak 0,3695 gram dengan fraksi molar
dari barium adalah sebesar 0,8 sedangkan untuk stronsium adalah 0,2. Bahanbahan ini ditempatkan dalam sebuah botol kaca untuk dilarutkan pada larutan
asetil acid dan diaduk hingga jernih. Keduanya dicampur dan campuran ini
diletakan pada hot plate kemudian diaduk hingga hancur menggunakn bola
magnetik, setelah larutan yang dicampur ini hancur dan jernih barulah diteteskan
titanium isopropoxide sebanyak 1 ml sambil terus diaduk. Setelah itu teteskan
tetes demi tetes asetil aseton yang berfungsi untuk menstabilkan konsentrasi
larutan (mengentalkan larutan), maka terbentuklah larutan dengan kandungan Ba,
Sr dan Ti (BST).

3.4

Proses Spin Coating


Setelah substrat silikon dan larutan BST telah tercampur homogen,

selanjutnya dilakukan penetesan larutan sampai terbentuk lapisan dengan


menggunakan spin coating. Piringan spin coating ditempel dengan dobletape pada

31

bagian tengahnya, kemudian substrat diletakan diatasnya. Penempelan dobletape


ini dilakukan agar substrat tidak terlepas saat piringan spin coating berputar.
Selanjutnya substrat tersebut ditetesi larutan BST sebanyak 3 tetes. Kemudian
spin coating diputar dengan kecepatan putaran 3500 rpm selama 15 menit. Tahap
selanjutnya dilakukan pengeringan sampel pada temperatur 350C.

3.5.

Proses Annealing
Annealing merupakan proses pemanasan setelah sampel di spin coating.

Pemansan ini dilakukanan pada temperatur tertentu dan ditahan pada waktu
tertentu

kemudian

dilanjutkan

dengan

pendinginan

perlahan-lahan

pda

temperature tertentu dan ditahan pada waktu tertentu kemudian dilanjutkan


dengan pendinginan perlahan-lahan sampai temperatur kamar. Pada proses
annealing sampel uji diletakan didalam tungku pemanas (furnace). Selama proses
annealing, sampel uji mengalami 3 tahapan yaitu, recovery (pemulihan),
rekristalisasi dan penumbuhan grain. Penentuan temperatur annealing adalah 0,3
sampai 0,6 dari titik leleh bahan tersebut. Jika diketahui titik leleh BST adalah
temperature 1625C, maka temperature annealing BST berkisar antara 488C
sampai 975C (Adnan, 2012). Dalam penelitian ini temperatur annealing yang
digunakan adalah temperature 600C sampai 650C yang dipanaskan didalam
furnace selama 1 jam. Fungsi annealing pada penelitian ini adalah agar film tipis
BST yang terbentuk memiliki struktur kristalin.

32

3.6.

Struktur Kapasitor BST


Struktur dari film tipis BST dtunjukan pada Gambar 3.2 yang akan

diaplikasikan pada kapasitor dengan elektroda. Elektroda yang digunakan adalah


alumunium dimana terlebih dahulu alumunium dilarutkan dalam asetil acid
dengan tujuan untuk dijadikan BST solven, substrat yang digunakan adalah kaca.
Kemudian dilakukan proses spin coating diatas substrat kaca dan dipanaskan pada
suhu 300C sampai 400C untuk menghilangkan pelarut dan senyawa organik
lain. Larutan BST yang telah dibuat dengan menggunakan metode Sol-Gel dispin
coating diatas alumunium dan dipanaskan pada suhu 600C sampai 1000C
dengan tujuan untuk densifikasi (pemadatan) dan kristalisasi selama 60 menit
Selanjutnya, struktur devais BST di annealing pada suhu 600C dan 650C
selama 1 jam.

Ka

Gambar 3.2 Struktur Kapasitor BST


3.7

Karakterisasi Menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)


Karakterisasi Ba0,8Sr0,2TiO3 dengan menggunakan SEM dalam penelitian

ini bertujuan untuk menentukan ketebalan sampel yang berguna untuk


menghitung nilai dari konstanta dielektriknya.

33

3.8

Karakterisasi Spektroskopi Impedansi


Analisis dari besarnya konstanta dielektrik, kapasitansi dan kebocoran arus

dari BST diperoleh dari karakterisasi dengan menggunakan spektroskopi


impedansi. Nilai impedansi kompleks yang dikeluarkan oleh spektroskopi
impedansi terhadap bahan film tipis kapasitor BST memilik bagian real dan
imajiner. Dan nilai permitivitas kompleks juga akan diberikan dalam bilangan real
dan imajiner.
Analisis data impedansi kompleks ini dilakukan dengan menggunakan
rangkaian ekivalen yang dapat menghasilkan spektrum impedansi yang sama
dengan yang diperoleh melalui penelitian. Dalam karakterisasi spektroskopi
impedansi, simulasi perlu dilakukan untuk menghasilkan rangkaian ekivalen yang
sesuai dengan bahan yang digunakan.

34

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, S.R. 2012. Proses Pembuatan dan karakterisasi Lapisan Tipis Barium
Zirkonium Titanat (BaZrxTiO3) yang Didoping Lantanium dengan
Metode Sol Gel. Skripsi Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Indonesia,
Depok.
Ahmad N.Y., 1996. Sifat magnet, elektrik dan dielektrik ferit Mn-Zn, Mg-Zn dan
Mn-Mg-Zn. Tesis S.Sn. Universiti Kebangsaan Malaysia.
Anderson, Jhon ,E . 1966. High Frekuency Light Source. Assignor To General
Electrik Company, A Corporation Of New York. Ser. No. 599,272 Int.Cl.
HO4b 9/00;HO1s 3/00.

Anuwar, K.2013. Karakterisasi Microstruktur Ferroelektrik Material SrTiO3


dengan Menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Skripsi.
Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Riau. Pekanbaru.
Badwal, S.P.S. 1988. Impedance spectroscopy and microstructural studies on
material for solid state electrochemical devices. Solid State Ionic Devices.
Ed B.V.R. Chowdari & S. Radakrishna, Singapore: World Scientific Publ:
125.
Brinker, C. J. Scherer, G. W. 1990. Sol-Gel Science The Physics and Chemistryof
Sol-Gel Processing. New York: Academic Press.

35

Ezhilvalavan, S dan Tseng, T.Y. 2000. Progress in the developments of


(Ba,Sr)TiO3 (BST) thin films for gigabit era DRAMs J. Mater. Chem. and
Phys65: 227-248.
Gracia, et al., Ferroelectrics. 2012. Jurnal Nature. Vol. 268:301-307
Safutri, D. F, Hadiati. S, Ramelan. A. H dan Iriani .Y. 2013 Vinda Varian
Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Vol (19): 2-5
Hilaluddin, M.N. 2011. Pembuatan Sel Surya besbasis film Ferroelektrik Barium
StronTium Titanat (Ba0,5Sr0,5TiO3). Skripsi Jurusan Fisika FMIPA, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Irzaman, Y., Sukama, Jia, 2003. Physical And Ferroelektrik Properties Of
Strontium

Titanate

And

Their

Application

For

If

Senso,

phys.stat.11.621.381.
Irzaman., Erviansyah, R, Syaputra, H., Maddu, A., Siswadi. 2010. Studi
Konduktivitas Listrik Film Tipis Barium Strotium Titanat (BST) yang
Didadah Ferium Oksida (BFST) Menggunakan Metode Chemical Solution
Deposition (CSD). Jurnal Berkala Fisika ISSN: 33-38.
Jamaluddin, A., Anif, j., Iriani, Y., Yofertina, S., Sri, B. 2011. Pembuatan Prototipe
Sensor Cahaya Menggunakan Bahan Ferroelektrik BST. Jurnal Sains dan
Material Indonesia ISSN: 1411-1098.
Jonscher, A.K. 1983. Dielectric relaxation in solids. London: Chelsea Dielectrics
Press Ltd.
Kleitz, M.& Kennedy, J. H. 1979. Resolution of multicomponent impedance
diagram Proceeding of the International Conference on Fast Ion Transport
in Solids, Electrode and Electrolites. Ed. P. Vashita, J. N. Mundy & G. K.
Shenoy. North Holland:185-188.

36

Krisman, dan Rahmi, D,. 2013. Menentukan Konstanta Dielektrik Lapisan Tipis
(Ba0.6Sr0.4TiO3 ) dengan Menggunakan Impedansi Kompleks. Jurusan
Fisika, FMIPA, Universiatas Riau, Pekanbaru.
Liu, W.T. 2006. Nanoparticles and Their Biological and Environmental
Applications, bioscience and bioengineering.1.554-562.
Setiawan A. 2008. Uji Sifat Listrik Dan Optik Ba0.25Sr0.75TiO3 Yang Didadah
Niobium (BSNT) Ditumbuhkan di Atas Subtrai Silikon Tipe-P dan Gelas
Korning dengan Penerapannya Sebagai Fotodioda. Fmipa IPB : Bogor.
Sunandar C. 2006. Penumbuhan Film BaxSr1-xTiO3 dan BaFeSrTiO dan
Observasi Sifat Ferroelektriknya. Fmipa IPB : Bogor
Sunandar, C, 2006. Penumbuhan Film BaxSr1-xTiO3 dan BaFeSrTiO3 dan observasi
sifat

ferroelektriknya. Bogor.

Tipler, P. A. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik. Terjemahan Bambang. Penerbit
Erlangga: Jakarta.
Van, V. L. H. 2004. Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Terjemahan
Djaprie. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Zawrah, M. F., El-Kheshen, A. A., Abd-El-All, H. 2009. Facile and Economic
Synthesis of Silica Nanoparticles, Journal of Ovonic Reasearch, vol.5,
No.5, 2009, pp.129-133.
Zulpratama, D. 2013. Pengaruh Suhu Annealing Terhadap Microstructur Bahan
Barium Titanat (BaTiO3). Menggunakan Scanning Electron Microscopy
(SEM). Skripsi. Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Riau. Pekanbaru.

37

Anda mungkin juga menyukai