Anda di halaman 1dari 10

NAMA : EVANA PUTRI SEKO

NIM

: 05111002018

PRODI : TEKNIK PERTANIAN 2011


PENGELOLAAN AIR PADA LAHAN RAWA LEBAK
Rawa Lebak atau disebut Rawa Non Pasang Surut, pada umumnya merupakan lahan
dengan keadaan topografi rendah dan berbentuk cekungan. Akibat air hujan, maka daerah
tersebut tergenang air (karena daerah cekungan dankarena drainase yang tidak baik). Di
musim kering, berangsur-angsur air rawa tersebut menjadi kering dan terkadang kering sama
sekali dalam waktu relatif singkat (1-2 bulan). Pada daerah-daerah di dekat sungai, air yang
menggenangi berasal dari luapan air sungai sekitarnya. Namun ada pula daerah rawa yang
sudah digenangi air hujan sebelum ditambah oleh limpahan air sungai ke daerah tersebut.
Karakteristik khas ekosistem rawa lebak adalah secara periodik mengalami musim air dalam
dan musim air dangkal. Fluktuasi kedalaman ini akibat limpahan air dari sungai, danau
dan/atau air hujan (Junk dan Wantzen, 2004). Perubahan kedalaman air musiman
mempengaruhi kondisi kualitas air dan ritme kehidupan ikan .Perubahan kedalaman air
merupakan faktor utama yang menentukan struktur komunitas ikan di rawa lebak (LoweMcConnell, 1987; Baran dan Cain, 2001; Hoeinghaus et al.,2003).
Di dataran tinggi, lahan rawa lebak terdapat diantara dua bukit. Kondisi lahan selalu
basah dan penuh dengan tumpukan bahan organik karena proses perombakan bahan organik
lebih lambat daripada akumulasi bahan organik pada lahan tersebut. Bentang alam yang sama
dengan rawa lebak tetapi tidak emngalami genangan disebut dengan rawa labak yang
kehilangan identitas. Pada rawa lebak seperti ini, pertanian malah seperti pada pertanian
tadah hujan (rainfed agriculture).
Rawa lebak berbeda dengan rawa pasang surut berdasarkan topografi dan juga
periode genangannya. Lahan pasang surut lebih rata kerena mendapat pengaruh pasang surut.
Selain itu, pada lahan pasang surut periode genangan dapat diprediksi dengan jelas yaitu pada
saat bulan baru atau pada ssat bulan purnama. Gengangan atau banjir merupakan sifat bawaan
rawa lebak karena sebagai ciri hidro ekologi lebak sehingga menjadi identitas yang
membedakan dengan bentang alam yang lain walaupun berada dalam suatu hamparan yang
sama.

I.

Klasifikasi dan Tipologi Rawa Lebak


Berdasarkan ketinggian tempat rawa lebak dapat dibagi menjadi dua tipologi, yaitu

(1) rawa lebak dataran tinggi dan (2) rawa lebak dataran rendah. Rawa lebak dataran
tinggi/pegunungan banyak ditemukan di Sumatra dan Jawa, sedangkan rawa lebak dataran
rendah (lowland) sebagian besar tersebar di Kalimantan. Berdasarkan ketinggian dan
lamanya genangan, lahan rawa lebak dapat dibagi dalam tiga tipologi, yaitu (1) Lebak
dangkal, (2) Lebak tengahan, dan (3) Lebak dalam. Batasan dan klasifikasi lahan rawa lebak
menurut tinggi dan lamanya genangan adalah sebagai berikut (Anwarhan, 1989; Widjaja
Adhi, 1989):
Lebak dangkal : wilayah yang mempunyai tinggi genangan 25-50 cm dengan lama
genangan minimal 3 bulan dalam setahun. Wilayahnya mempunyai hidrotopografi nisbi lebih
tinggi dan merupakan wilayah paling dekat dengan tanggul.
Lebak tengahan : wilayah yang mempunyai tinggi genangan 50-100 cm dengan lama
genangan minimal 3-6 bulan dalam setahun. Wilayahnya mempunyai hidrotopografi lebih
rendah daripada lebak dangkal dan merupakan wilayah antara lebak dangkal dengan lebak
dalam.
Lebak dalam

: wilayah yang mempunyai tinggi genangan > 100 cm dengan lama

genangan minimal > 6 bulan dalam setahun. Wilayahnya mempunyai hidrotopografi paling
rendah.
II.

Pengelolaan Lahan Rawa Lebak


Sesuai dengan letak fisiografinya pada daratan banjir, lahan rawa lebak ini dibagi

kedalam dua golongan yaitu tanah - tanah

tanggul sungai dan dataran rawa belakang

(Subagyo dan Supraptohardjo, 1978). Disepanjang aliran sungai (besar), lahan rawa lebak
terletak kearah hulu sungai dan umumnya sudah termasuk daerah aliran sungai (DAS) bagian
tengah (mid stream area) (Sinar Tani, 2003). Sedangkan menurut Widjaya- Adhi et. Al (1992)
berdasarkan tipologinya, rawa lebak dibagi menjadi 3 golongan yaitu rawa lebak dangkal
(pematang) yang mempunyai kedalaman air kurang dari dari 50 cm dengan masa genangan
kurang dari 3 bulan, rawa lebak tengahan dengan kedalaman air 50- 100 cm dengan masa
genangan 3 -6 bulan, dan rawa lebak dalam mempunyai kadalaman air lebih dari 100 cm
dengan masa genangan lebih dari 6 bulan. Umumnya lahan ini didominasi oleh jenis tanah
Alluvial dan Gambut.

Rawa lebak ini dapat dikembangkan menjadi persawahan khususnya pada lahan lebak
dangkal dan lebak tengahan, sedangkan untuk lebak dalam dapat dimanfaatkan sebagai
tempat penangkapan ikan air tawar atau peternakan unggas air seperti itik (Direktorat Rawa,
1991). Upaya memanfaatkan lahan rawa lebak untuk pertanian sesungguhnya telah banyak
dikerjakan oleh petani yang juga didukung oleh kebijakan pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun daerah. Namun karena upaya pemanfaatan yang dilakukan masih sangat sederhana,
maka produktivitas yang diperoleh petani umumnya masih tergolong rendah.
Lahan rawa lebak mempunyai kondisi yang sangat spesifik, sehingga dalam upaya
pemanfaatannya untuk usaha pertanian memerlukan pengelolaan yang khas disesuaikan
dengan kondisi lingkungannya. Kekhasan dari lahan rawa lebak adalah kebanjiran dengan
fluktuasi kedalaman air yang susah diterka pada musim hujan, dan sebaliknya kekeringan
pada musim kemarau. Genangan air pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau
mengakibatkan terjadinya berbagai proses oksidasi-reduksi di dalam tanah sehingga
menyebabkan turunnya pH tanah dan ketersediaan hara bagi tanaman terutama unsur hara N,
P dan K.
Penataan lahan perlu dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan rawa
lebak. Pada genangan air yang dangkal, lahan lebak dangkal dapat ditata sebagai sawah tadah
hujan atau kombinasi sawah dengan guludan (sistem surjan). Teknologi ini telah
dikembangkan oleh Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balitra). Untuk melakukan
penataan lahan tingkat usahatani sistem surjan perlu dipadukan dengan pembuatan saluran
sebelah sisinya. Saluran ini berfungsi sebagai sumber air. Hasil kajian Waluyo et al. (2002)
dengan diterapkan sistem surjan pada rawa lebak pemanfaatan lahan lebih efisien, karena
lahan sepanjang tahun dapat ditanami. Disamping itu pergiliran tanaman akan lebih
menyuburkan tanah, yang akan meningkatkan produktivitas lahan dan diharapkan
meningkatkan pendapatan petani.
Pengelolaan Lahan dan Air
Teknologi pengelolaan lahan rawa lebak dapat diaktualisasikan melalui ameliorasi,
pemupukan berimbang, pengolahan tanah dan air (Adnyana et al2005). Teknologi
pengelolaan air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air semaksimal mungkin untuk
memenuhi kebutuhan tanaman, dan mengatur keseimbangan air yang masuk dan air yang
keluar. Penataan saluran air yang baik sangat penting agar air dapat dikendalikan.
Pengelolaan air di tingkat lahan dapat dilakukan dengan sistem surjan, kemalir dan caren.
Dengan sistem ini proses aliran air masuk dan keluar dikendalikan lebih mudah dan lancar.

Teknologi neraca air merupakan salah satu teknologi yang dapat mengatur aliran air masuk
dan keluar.
Ketersediaan Teknologi
Kegiatan- kegiatan penelitian di lahan rawa selama lebih kurang 10 tahun belakang ini
telah menghasilkan banyak teknologi untuk meningkatkan produktifitas lahan (Adnyana et al.
2005). Namun demikian teknologi neraca air belum banyak diterapkan oleh para peneliti
sehingga pengelolaannya di tingkat petani menjadi sangat terbatas. Hal ini menyebabkan
produktifitas lahan di tingkat petani juga masih rendah karena air di lahan rawa sangat
berfluktuasi. Kemudian masalah anomali iklim, munculnya La Nina dan el Nino,
menyebabkan lahan tergenang dan kekeringan.

Teknologi Neraca Air Lahan


Keberadaan air di bumi mengikuti suatu sistem dinamik. Fase selalu berubah yaitu:

padat, cair dan gas, demikian pula selalu berpindah tempat di ruang hidrosfer, atmosfer dan
litosfer. Proses dinamika air membentuk suatu sirkulasi /siklus yaitu siklus hidrologi. Salah
satu kesimpulan penting siklus hidrologi yaitu bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu
ditentukan oleh neraca air lahan (Nasir, 2000). Teknologi Neraca air lahan ini dapat
mengetahui kondisi agroklimatik terutama dinamika kadar air tanah pada lahan rawa lebak
sehingga dapat digunakan untuk perencanaan pola tanam secara umum. Dalam melakukan
analisis neraca air diperlukan data - data sebagai masukan dan keluaran serta prosedur
analisisnya sebagai berikut :
Data - data yang Diperlukan :
1. Data curah hujan (CH) sebagai masukan
2. Data evapotranspirasi potensial (ETP) sebagai keluaran
3.Data kadar air tanah (KAT) pada tingkat kapasitas lapang (KL) dan titik layu
permanen (TLP).
Pengelolaan air (atau sering disebut tata air) di lahan rawa bukan hanya dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya banjir/genangan yang berlebihan di musim hujan tetapi juga
harus dimaksudkan untuk menghindari kekeringan di musim kemarau. Hal ini penting di
samping untuk memperpanjang musim tanam, juga untuk menghindari bahaya kekeringan
lahan sulfat masam dan lahan gambut. Pengelolaan air yang hanya semata-mata
mengendalikan genangan di musim hujan dengan membuat saluran drainase saja akan
menyebabkan kekeringan di musim kemarau. Tata air yang digunakan untuk pengelolaan air
rawa lebak antara lain :

A. Tata Air Makro


Tata air makro adalah pengelolaan air dalam suatu kawasan yang luas dengan cara
membuat jaringan reklamasi sehingga keberadaan air bisa dikendalikan. Bisa dikendalikan di
sini berarti di musim hujan lahan tidak kebanjiran dan di musim kemarau tidak kekeringan.
Karena kawasannya yang luas, maka pembangunan dan pemeliharaannya tidak dilaksanakan
secara perorangan melainkan oleh pemerintah, badan usaha swasta, atau oleh masyarakat
secara kolektif. Bangunan-bangunan yang umumnya ada dalam suatu kawasan reklamasi
adalah tanggul penangkis banjir, saluran intersepsi, retarder, saluran drainase, dan saluran
irigasi. Kegiatan pembangunan sarana tersebut sering disebut sebagai reklamasi.

Tanggul penangkis banjir

Drainase saja sering tidak mampu mengatasi meluapnya air di musim hujan terutama pada
rawa lebak. Oleh sebab itu, sering dibuat tanggul di sepanjang saluran. Tanggul ini sering
pula dimanfaatkan sebagai sarana jalan darat, terutama di musim kemarau.

Waduk retarder

Waduk retarder atau sering disebut chek dam atau waduk umumnya dibuat di lahan rawa
lebak atau lebak peralihan. Fungsi bangunan ini untuk menampung air di musim hujan,
mengendalikan banjir, dan menyimpannya untuk disalurkan di musim kamarau.

Saluran intersepsi

Saluran intersepsi dibuat untuk menampung aliran permukaan dari lahan kering di atas lahan
rawa. Letaknya pada berbatasan antara lahan kering dan lahan rawa. Saluran ini sering dibuat
cukup panjang dan lebar sehingga menyerupai waduk panjang. Kelebihannya air disalurkan
melalui bagian hilir ke sungai sebagai air irigasi.

Saluran drainase dan irigasi

Saluran drainase dibuat guna menampung dan menyalurkan air yang berlebihan dalam suatu
kawasan ke luar lokasi. Sebaliknya, saluran irigasi dibuat untuk menyalurkan air dari luar
lokasi ke suatu kawasan untuk menjaga kelembaban tanah atau
mencuci senyawa-senyawa beracun. Oleh sebab itu, pembuatan saluran drainase harus
dibarengi dengan pembuatan saluran irigasi. Dalam sistem tata air makro, saluran drainase
dan irigasi biasanya dibedakan atas saluran primer, sekunder, dan tersier.
Saluran primer merupakan saluran terbesar yang menghubungkan sumber air atau sungai
dengan saluran sekunder. Saluran ini secara tradisional sering pula disebut sebagai handil

Saluran sekunder merupakan cabang saluran primer dan menghubungkannya dengan saluran
tersier.

Sedangkan

saluran

tersier

merupakan

cabang

saluran

sekunder

dan

menghubungkannya dengan saluran yang lebih kecil yang terdapat dalam sistem tata air
mikro. Dengan demikian, saluran tersier merupakan penghubung tata air makro dengan tata
air mikro.
Air di saluran drainase umumnya berkualitas kurang baik karena mengandung
senyawa-senyawa beracun. Oleh sebab itu, saluran drainase dan irigasi sebaiknya diletakkan
secara terpisah, supaya air irigasi yang berkualitas baik tidak bercampur dengan air drainase.
Air irigasi bisa berasal dari sungai, waduk, atau tandon-tandon air lainnya. Letak saluran
irigasi biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan saluran drainase. Untuk dapat melakukan
pengaturan secara baik, setiap ujung saluran diberi pintu pengatur air yang bisa dibuka dan
ditutup setiap saat dikehendaki. Namun demikian, kondisi ini sering terkendala karena
saluran juga digunakan untuk sarana transportasi. Bila ini terjadi, minimal pada ujung saluran
sekunder, pintu air harus berfungsi. Pintu air drainase biasanya dibuka di musim hujan dan
ditutup di musim kemarau kecuali bila air berlebihan. Pintu saluran irigasi, dibuka dan
ditutup sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi air di lahan.
Kelemahan sistem drainase dan irigasi ini adalah:
1. Senyawa-senyawa beracun hasil pencucian lahan tidak dapat terdrainase secara tuntas
tetapi bercampur dengan air bersih dan menyebar ke lahan lain;
2. Pada musim kemarau, air pasang tidak bisa sampai ke lahan sehingga lahan mengalami
kekeringan. Hal ini disamping akan membatasi musim tanam juga berbahaya bagi lahan
gambut dan sulfat masam.
B. Tata Air Mikro
Tata air mikro ialah pengelolaan air pada skala petani. Dalam hal ini, pengelolaan air
dimulai dari pengelolaan saluran tersier serta pembangunan dan pengaturan saluran kuarter
dan saluran lain yang lebih kecil. Saluran tersier umumnya dibangun oleh pemerintah tetapi
pengelolaannya diserahkan kepada petani.
Tata air pada saluran tersier dan kuarter
Saluran kuarter merupakan cabang saluran tersier dan berhubungan langsung dengan
lahan. Jika jarak antara saluran tersier dengan lahan cukup jauh, saluran tersier tidak langsung
berhubungan dengan saluran kuarter. Kedua saluran tersebut dihubungkan oleh yang sering
disebut sebagai saluran kuinter.

Saluran kuarter dibuat tegak lurus saluran tersier. Saluran ini sering pula dijadikan
sebagai batas kepemilikan lahan bila luas kepemilikan lahan terbatas (1-3 ha/orang). Cara
membuat saluran ini sebagai berikut:
a. Saluran drainase dan irigasi dibuat berseling. Dengan demikian, setiap kapling lahan
berhubungan dengan saluran irigasi dan saluran drainase.
b. Saluran irigasi dibuat pada sepanjang batas kepemilikan lahan dengan membuat tanggul
pada sisi kanan-kiri saluran. Tanah tanggul berasal dari lahan dan bukan dari galian saluran.
Dengan demikian, ketinggian dasar saluran minimal sama dengan ketinggian lahan, agar air
irigasi dapat masuk ke lahan. Ujung hulu saluran irigasi dipasang pintu stop log.
c. Saluran drainase kuarter dibuat dengan cara menggali tanah selebar 0,5 - 0,6 m sedalam 0,4
- 0,6 m di sepanjang batas kapling lahan pada sisi lain saluran irigasi. Hasil galiannya
ditimbun di kanan-kiri saluran sebagai pematang/tanggul. Ujung muara (hilir) saluran
dipasang pintu stoplog.
C. Sistem Caren, Surjan, dan Kemalir
Pada lahan yang ditata dengan sistem caren dan surjan, saluran drainase intensif
dibuat setelah selesai pembuatan caren dan surjan. Pada lahan yang ditata dengan sistem
sawah dan tegalan, pembuatan saluran setelah pengolahan tanah. Saluran kolektor dibuat
mengelilingi lahan dan tegak lurus saluran kuarter pada setiap jarak 25-30 m. Ukuran saluran
kolektor 40 x 40 cm dengan kedalaman 5-10 cm lebih dangkal dari pada saluran kuarter.
Saluran kolektor yang berhubungan dengan saluran irigasi diberi pintu pada bagian hulu.
Saluran kolektor yang berhubungan dengan saluran drainase diberi pintu pada bagian hilir.
Pintu cukup dibuat dengan cara menggali tanggul, dan dapat ditutup sewaktu diperlukan
dengan menimbunnya kembali.
Saluran cacing atau kemalir dibuat tegak lurus saluran kolektor. Saluran ini dibuat
setiap jarak 6-10 m dengan ukuran lebar 30 cm dan dalam 25-30 cm.
Sistem surjan adalah sistem penanaman yang dicirikan dengan perbedaan tinggi permukaan
bidang tanam pada suatu luasan lahan. Dengan perbedaan tinggi, bidang yang tinggi dapat
ditanami sayur, buah, rumput, atau palawija lainnya, sedangkan bidang yang rendah dapat
ditanami dengan padi.

SOAL PILIHAN GANDA


1. Wilayah yang mempunyai tinggi genangan 25-50 cm dengan lama genangan minimal 3
bulan dalam setahun disebut...
a. Lebak dangkal
b. Lebak tengahan
c. Lebak dalam
d. Lebak sangat dalam
2. Rawa non pasang surut disebut juga....
a. Rawa lebak
b. Rawa gambut
c. Rawa pasang surut
d. Rawa dalam
3. Wilayah yang mempunyai tinggi genangan 50-100 cm dengan lama genangan minimal 3-6
bulan dalam setahun disebut...
a. Lebak dangkal
b. Lebak tengahan
c. Lebak dalam
d. Lebak sangat dalam
4. Pengelolaan air pada skala petani disebut...
a. Tata air mikro
b. Tata air sistem garpu
c. Tata air mikro
d. Tata air sistem anjir
5. Pengelolaan air dalam suatu kawasan yang luas dengan cara membuat jaringan reklamasi
sehingga keberadaan air bisa dikendalikan disebut...
a. Tata air makro
b. Tata air mikro

c. Sistem garpu
d. Sistem kanal
6. Waduk retarder sering disebut dengan...
a. Chek dam
b. Saluran intersepsi
c. Saluran kanal
d. Saluran drainase
7. Dalam melakukan analisis neraca air diperlukan data - data sebagai masukan dan keluaran
serta prosedur analisisnya sebagai berikut, Kecuali....
a. Data curah hujan
b. Data Evapotranspirasi potensial
c. Data kadar air tanah
d. Data infiltrasi
8. Saluran yang dibuat guna menampung dan menyalurkan air yang berlebihan dalam suatu
kawasan ke luar lokasi, disebut...
a. Saluran retarder
b. Saluran drainase
c. Saluran Intersepsi
d. Saluran Infiltasi
9. Saluran yang dibuat untuk menampung aliran permukaan dari lahan kering di atas lahan
rawa, disebut
a. Saluran intersepsi
b. Waduk retarder
c. Saluran irigasi
d. Saluran drainase
10.Pada musim kemarau, air pasang tidak bisa sampai ke lahan sehingga lahan mengalami
kekeringan.
a. Kelemahan saluran intersepsi
b. Kelemahan saluran irigasi dan drainase
c. Kelemahan waduk retarder
d. Kelemahan saluran kanal
SOAL BENAR/ SALAH

1. Keberadaan air di bumi mengikuti suatu sistem dinamik. Fase selalu berubah yaitu:
padat, cair dan gas. (Benar/ Salah)
Jawab : Benar
2. Tata air mikro adalah pengelolaan air dalam suatu kawasan yang luas dengan cara
membuat jaringan reklamasi sehingga keberadaan air bisa dikendalikan. (Benar/
Salah)
Jawab : Salah
3. Pada musim kemarau, air pasang tidak bisa sampai ke lahan sehingga lahan
mengalami kekeringan. (Benar/ Salah)
Jawab : Benar
4. Saluran cacing atau kemalir dibuat tegak lurus saluran kolektor. (Benar/ Salah)
Jawab : Benar
5. Saluran ini dibuat setiap jarak 5-10 m dengan ukuran lebar 30 cm dan dalam 25-30
cm. (Benar/ Salah)
Jawab : Salah
6. Saluran drainase kuarter dibuat dengan cara menggali tanah selebar 0,5 - 0,6 m
sedalam 0,4 - 0,6 m (Benar/ Salah)
Jawab : Benar
7. Waduk retarder atau sering disebut chek dam atau waduk umumnya dibuat di lahan
rawa lebak atau lebak peralihan. (Benar/ Salah)
Jawab : Benar
8. Ukuran saluran kolektor 60 x 60 cm dengan kedalaman 5-10 cm (Benar/ Salah)
Jawab : Salah
9. Senyawa-senyawa beracun hasil pencucian lahan dapat terdrainase secara tuntas
(Benar/ Salah)
Jawab : Salah
10. Pintu air drainase biasanya dibuka di musim hujan dan ditutup di musim kemarau
(Benar/ Salah)
Jawab : Benar

Anda mungkin juga menyukai