Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

POTENSI LAHAN BASAH RAWA LEBAK


Mata Kuliah Pengatar Lahan Basah
Dosen : Prof. Dr. Deasy Arisanti, M.Sc

Oleh :
Muhammad Ade Wardheni
(2210113210012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERISITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Potensi Lahan
Basah Rawa Lebak” di mata kuliah Pengantar Pendidikan.

Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada dosen yang telah memberikan
materi selama kuliah berlangsung. Penulis juga berterima kasih kepada teman-
teman yang memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung.

Tentunya penulis berharap dapat memenuhi apa yang menjadi tugas melalui
makalah ini, juga telah bermanfaat bagi diri penulis karena menambah ilmu dalam
bidang Pengantar Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata sempurna,
maka dari itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari
dosen terkait, guna menyempurnakan tugas makalah yang penulis buat ini.

Banjarmasin, Oktober 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan rawa lebak merupakan lahan berkarakter khas dengan terdapatnya


genangan air pada periode yang cukup lama. Air yang menggenang di wilayah
dengan topografi yang lebih rendah tersebut berasal bukan dari pengaruh
pasang-surut (nontidal) tetapi berasal dari pengaruh curah hujan. Banjir tahunan
dapat menggenangi wilayah rawa sebagai akibat volume air sungai yang meluap
selama musim hujan sehingga membanjiri dataran banjir di kiri kanan sungai.
Secara berangsurangsur air banjir akan surut sejalan dengan perubahan musim
hujan ke musim kemarau (Subagyo, 2006). Tinggi dan lamanya genangan dalam
penetapan tipologi lebak akan bervariasi pada beberapa tempat tergantung pada
topografi cekungan, ukuran dan jumlah sungai, serta saluran drainase yang ada
disekitar lokasi.

Di Provinsi Kalimantan Selatan, lahan rawa lebak yang diidentifikasi sekitar


208.893 ha. Bagian terluas terdapat di sekitar aliran Sungai Barito dan S.
Negara, meliputi Kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu
Sungai Selatan, dan Tapin.

Jenis tanah yang umum dijumpai di lahan lebak adalah tanah gambut dan tanah
mineral, dengan sifat fisika, kimia dan biologi tanah yang cukup bervariasi
tergantung pada tipe lebak. Dalam rangka pengeloaan lahan rawa lebak untuk
ekstensifikasi dan intesifikasi bidang pertanian, penelitian dasar seperti
pengujian karakteristik lahan dan penilaian status kesuburan tanah perlu
dilakukan.

B. Tujuan

1. Mahasiswa mampu menganalisa dan menyimpulkan potensi lahan rawa lebak


2. Mahasiswa mampu mengetahui karakteristik lahan rawa lebak

3. Mahasiswa mampu menyimpulkan pemanfaatan lahan rawa lebak

C. Rumusan Permasalahan
1. Pengertian dari lahan basah dan lahan rawa lebak
2. Karakteristik rawa lebak
3. Potensi dan Pemanfaatan dari rawa lebak
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lahan Basah

Lahan basah adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang pembentukannya


dikuasai air, dan proses serta cirinya terutama dikendalikan air. Suatu lahan basah
adalah suatu tempat yang cukup basah selama waktu cukup panjang bagi
pengembangan vegetasi dan organisme lain yang teradaptasi khusus (Maltby,
1986). Lahan basah ditakrifkan(define) berdasarkan tiga parameter, yaitu
hidrologi, vegetasi hidrofitik, dan tanah hidrik (Cassel, 1997).

Lahan basah adalah wilayah rawa, lahan gambut, dan air, baik alami maupun
buatan,bersifat tetap atau sementara, berair ladung (stagnant, static) atau mengalir
yang bersifat tawar, payau, atau asin, mencakup wilayah air marin yang di
dalamnya pada waktu surut tidak lebih daripada enam meter.

B. Pengertian Dan Batasan Lahan Rawa Lebak

Secara istilah, rawa lebak berasal dari bahasa jawa lebak yang berarti lembah atau
dataran yang rendah. Akan tetapi, secara umum, rawa lebak merupakan suatu
daratan yang seriap tahunnya mengalami genangan minimal selama tiga bulan
dengan genangan minimal 50 cm. rawa lebak juga disebut dengan istilah rawa
pedalaman karena kedudukannya yang menjorok jauh dari muara laut atau sungai.
Lahan rawa lebak sendiri adalah rawa lebak yang sudah dimanfaatkan untuk
kegiatan pertanian, perikanan, peternakan, atau segala hal yang sudah mendapat
campur tangan manusia.

Pada musim hujan, rawa lebak menjadi tergenang karena mendapat luapan dari
sungai besar di sekitarnya, berada pada suatu cekungan dan juga memiliki
pengatusan atau drainase yang buruk. Genangan pada rawa lebak biasanya
berlangsung stagnan dan akan sangat sulit untuk mengalir. Pada musim kemarau,
genangan pada rawa lebak menjadi hilang dan rawa menjadi kering. Pada saat
itulah biasanya rawa lebak dimanfaatkan untuk bidang pertanian.

Lebih spesifik, rawa lebak adalah suatu wilayah dataran yang cekung yang
dibatasi oleh satu atau dua tanggul sungai atau antara dataran tinggi dengan
tanggul sungai. Bentang lahan pada rawa lebak seperti pada sebuah mengkuk
dengan bagian tengah yang cekung. Pada saat tergenang, bagian cekungan di
tengah memiliki kedalaman yang paling dalam dan semakin ke tepi akan semakin
dangkal. Pada musim hujan genangan akan mencapai 4-7 meter dan kering pada
musim kemarau. Akan tetapi, pada teangah rawa yang berbentuk cekungan,
genangan masih akan tetap ada walaupun mungkin tidak lebih dari 1 meter.

Di dataran tinggi, lahan rawa lebak terdapat diantara dua bukit. Kondisi lahan
selalu basah dan penuh dengan tumpukan bahan organik karena proses
perombakan bahan organik lebih lambat daripada akumulasi bahan organik pada
lahan tersebut. Bentang alam yang sama dengan rawa lebak tetapi tidak
emngalami genangan disebut dengan rawa labak yang kehilangan identitas. Pada
rawa lebak seperti ini, pertanian malah seperti pada pertanian tadah hujan (rainfed
agriculture).

Rawa lebak berbeda dengan rawa pasang surut berdasarkan topografi dan juga
periode genangannya. Lahan pasang surut lebih rata kerena mendapat pengaruh
pasang surut. Selain itu, pada lahan pasang surut periode genangan dapat
diprediksi dengan jelas yaitu pada saat bulan baru atau pada ssat bulan purnama.
Gengangan atau banjir merupakan sifat bawaan rawa lebak karena sebagai ciri
hidro ekologi lebak sehingga menjadi identitas yang membedakan dengan bentang
alam yang lain walaupun berada dalam suatu hamparan yang sama.

Dengan sifat dan ekologi yang menjadi karakteristik rawa lebak, rawa lebak
memiliki banyak potensi yang harus digali khususnya dalam kaitan dengan
pemenuhan kebutuhan pangan. Baik untuk pertanian, perikanan, ataupun juga
untuk peternakan.

C. Karakteristik Lahan Rawa Lebak


Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang panjang
dalam setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang (waterlogged) air
dangkal (Subagyo, 2006a). Kemudian lahan rawa dibedakan menjadi rawa pasang
surut dan rawa lebak. Rawa pasang surut adalah daerah rawa yang mendapat
pengaruh langsung atau tidak langsung oleh ayunan pasang surutnya air laut atau
air sungai di sekitarnya (Subagyo, 2006b), Sedangkan rawa lebak adalah daerah
rawa non pasang surut yang karena posisinya di dataran banjir sungai mendapat
genangan secara periodik sekurang-kurangnya sekali dalam setahun, yang berasal
dari curah hujan dan atau luapan banjir sungai (Subagyo, 2006c).

Lahan rawa lebak adalah lahan rawa yang tidak terpengaruh oleh pasang surut
(rawa non pasang surut), tetapi dipengaruhi oleh sungai yang sangat dominan,
yaitu berupa banjir besar yang secara periodik minimal 3 bulan menggenangi
wilayah setinggi 50 cm (Subagyo 2006). Rawa lebak umumnya terletak pada kiri
kanan sungai dan berada lebih ke dalam dari dataran pantai ke arah hulu sungai.
Selama musim hujan, rawa lebak selalu digenangi air kemudian secara berangsur-
angsur air akan surut sejalan dengan perubahan musim hujan ke musim kemarau.
Lebak dikelompokan lebih lanjut berdasarkan tinggi genangan dan lama genangan
menjadi lebak dangkal (tinggi genangan < 50 cm, lama genangan < 3 bulan),
lebak tengahan (50-100 cm, 3-6 bulan), dan lebak dalam (> 100 cm, > 3-6 bulan)
(Subagyo 2006). Jenis komoditas dan indeks pertanaman di lahan rawa lebak ini
sangat tergantung dari jenis lebak, dengan tingkat kesuburan sedang karena ada
pengkayaan hara dari luapan sungai.

D. Pengelolaan Air

Pada musim hujan, lahan rawa lebak mengalami penggenangan, sebaliknya pada
musim kemarau ketersediaan air menurun drastis. Oleh karena itu pengelolaan air
untuk usahatani di lahan rawa lebak ditujukan agar kebutuhan air optimal tanaman
dapat terpenuhi, dalam arti apabila terjadi kelebihan air seperti kebanjiran atau
terlalu lembab untuk tanaman palawija dan hortikultura dilakukan drainase dan
apabila kekurangan dilakukan irigasi. Berkenaan dengan keadaan alamiahnya
tersebut, maka pertanian lahan lebak lebih banyak dilakukan dan berkembang
pada musim kemarau, khususnya di Kalimantan Selatan di lahan rawa lebak
dangkal dan lebak tengahan. Saat kemarau panjang lahan rawa lebak dibuka dan
ditanami lebih luas lagi, termasuk lebak dalam. Namun demikian pada musim
hujan sebagian besar lebak dangkal dan sebagian lebak tengahan juga ditanami
dan sebagian lagi menjadi lahan perikanan. Lahan lebak dalam pada musim hujan
lebih banyak dibiarkan menjadi tempat pengembangbiakan ikan atau tempat
pengembalaan ternak rawa.

Pengelolaan air atau lengas tanah di lahan rawa lebak dapat dilakukan melalui :

1. Pembuatan saluran atau parit dan pengaturan air di dalam saluran

2. Pembuatan saluran cacing atau kemalir di petakan lahan

3. Pemberian air kepada tanaman pada musim kemarau dan

4. Pemberian mulsa di petakan lahan

Pemilihan teknologi pengelolaan air didasarkan kepada jenis tanaman, musim


tanam, dan ketersediaan airnya. Pemberian air pada musim kemarau dapat
dilakukan dengan pemompaan dari saluran ke petakan lahan atau dengan teknik
penyiraman menggunakan gembor maupun teknik irigasi tetes.

Pengelolaan air yang baik dapat mendukung pengaturan pola tanam dan waktu
tanam yang sesuai. Hal ini dengan sendirinya dapat meningkatkan indeks
pertanaman (IP) tiap musim tanam sehingga produksi pertanian pertahun
meningkat. Akhirnya dengan pengelolaan air yang baik maka pendapatan petani
juga meningkat.

E. Potensi Dan Pemanfaatan

Lahan rawa lebak merupakan agroekosistem yang cukup potensial untuk pertanian
(padi, palawija, hortikultura, perkebunan, perternakan, dan perikanan. Kegiatan
pertanian masyarakat pada awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun, belakangan telah berubah menjadi sistem pertanian yang lebih maju,
seperti pola tanam polikultur (padi, ubi alabio, terung, cabai, labu), Perkebunan
(jeruk siam dan kelapa sawit), Peternakan (unggas dan kerbau rawa), dan
perikanan (keramba, hampang,kolam, beje).

1. Tanaman Pangan dan Hortikultura

Budi daya tanaman pangan, khususnya padi masih menjadi tanaman utama di
lahan rawa lebak. Tanaman padi umumnya diusahakan di lebak dangkal baik
pada musim kemarau maupun musim hujan, sedangkan sebagian lebak
tengahan dimanfaatkan menjelang musim kemarau. Di Kalimantan Selatan,
terdapat dua istilah sistem pertanaman padi di lahan rawa lebak, yaitu padi
rintak dan padi surung. Padi rintak adalah pertanaman padi yang dilakukan
menjelang musim kemarau, sedangkan padi surung adalah pertanaman padi
yang dilakukan menjelang musim hujan. Pertanaman padi rintak umumnya
lebih luas dibandingkan dengan padi surung.

Tanaman palawija sebagai tanaman utama setelah padi, dibudidayakan pada


musim kemarau, bisa dengan pola monokultur, tumpang sari dengan sayuran
atau pola pergiliran padi-palawija. Pola pergiliran padi-palawija biasanya
dilaksanakan pada wilayah lahan lebak pematang atau lebak dangkal,
sedangkan pola tumpang sari jagung + sayuran dilaksanakan pada penataan
lahan sistem surjan. Tanaman jagung yang diusahakan masih didominasi oleh
pengguna varietas lokal, dan hampir semuanya dipanen muda untuk memenuhi
permintaan pangsa pasar yang cukup besar. Upaya untuk mengubah pola panen
muda ke panen pipilan kering belum berhasil, dikarenakan panen jagung muda
dinilai lebih efisien, karena waktunya lebih singkat, harga jual lebih mahal, dan
pangsa pasarnya lebih besar dibandingkan dengan panen pipilan kering (Rosita,
1993).

Tanaman kedelai pada lahan lebak merupakan komoditas baru, sehingga


pertanaman yang luas umumnya merupakan pertanaman proyek binaan instansi
pemerintah, sedangkan dari swasta nampak masih belum mau memanfaatkan
potensi sumberdaya yang ada di lahan lebak. Selain tanaman kedelai, jenis
kacang tunggak yang dikenal sebagai kacang negara yang telah banyak
diusahakan oleh petani, tetapi belum diketahui secara pasti potensi pasarnya.

Selain jagung dan kacang-kacangan, tanaman ubi-ubian utamanya jenis ubi


jalar yang disebut sebagai ubi Negara, dan ubi Alabio (Descorea allata) yaitu
jenis Uwi (Jawa) telah menjadi tanaman khas lahan lebak dan memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam sistem usahatani di lahan lebak Kalimantan
Selatan (Ismail et al., 1993).

2. Tanaman Perkebunan

Tanaman perkebunan terutama kelapa sawit, menjadi andalan beberapa daerah,


termasuk lahan rawa lebak karena dipandang dapat memberikan kontribusi
yang besar dalam aspek perekonomian. Tanaman ini merupakan jenis tanaman
yang memiliki daya adaptasi tinggi dan tersebar luas pada daerah - daerah dari
dekat pantai sampai ketinggian kira-kira 1.000 meter dari pennukaan laut.
Direncanakan akan dibuka sekitar 1,1 juta hektar lahan rawa Kalimantan
Selatan untuk perkebunan sawit dan saat ini sudah terealisasi sekitar 400 ribu
hektar (Frasetiandy, 2009). Produksi tanaman kelapa sawit di lahan rawa lebak
dengan penerapan sistem surjan dan pemeliharaan yang baik dilaporkan pada
umur 3,5 tahun sudah berbuah pasir dan setelah 2-10 tahun bisa menghasiikan
20-30 t/ha.

3. Peternakan

Peternakan yang berkembang di lahan rawa lebak utamanya adalah unggas


(itik, ayam, dan belibis). Jenis itik yang dibudidayakan di wilayah rawa lebak,
utamanya di Kalimantan Selatan yaitu jenis itik lokal yang dikenal dengan itik
alabio (Anas platyrhincos Borneo). Jenis itik ini banyak dipelihara masyarakat
rawa lebak dengan pusat pengembangan di Kabupaten Hulu Sungai Utara,
Kalimantan Selatan. Berdasarkan laporan Dinas Peternakan Provinsi
Kalimantan Selatan, populasi itik alabio ini sudah lebih dari 4 juta ekor, dengan
produksi telur sekitar 4 butir/ekor/minggu (Purba et al., 2004). Belibis
merupakan salah satu burung yang habitatnya di air. Secara alami, belibis
berkembang biak sekitar bulan Februari/Maret pada saat air di rawa lebak
sedang tinggi dan sekitar bulan September/November pada saat air rawa lebak
sedang rendah. Burung belibis memiliki suara khas seperti siulan, mencari
makan di rawa-rawa atau persawahan, mampu berenang dan menyelam sangat
baik, karena mempunyai selaput renang di antara jemari kaki seperti halnya
itik. Burung belibis termasuk salah satu jenis unggas paling banyak diburu.

Selain unggas, terdapat potensi khas peternakan rawa lebak yang lain adalah
kerbau rawa (Bubalus carabanensis), khususnya pada rawa lebak dalam. 30
Pedoman Umum Pengelolaan Lahan Rawa Lebak untuk Pertanian
Berkelanjutan Kerbau ini merupakan suatu spesies kerbau yang unik, bisa
berenang dan menyelam menjelajahi kawasan rawa sambil mencari makan
rerumputan yang disukai, Kerbau rawa umumnya dipelihara secara tradisional
di rawa lebak dalam dan dikandangkan di tengah rawa tanpa atap yang disebut
kalang. Kalang adalah kandang yang dibuat dari balok-balok kayu yang tahan
air, disusun berselang seling membentuk segi empat. Kerbau rawa memiliki
peran penting dalam kehidupan sosio-ekonorni petani, yakni sebagai tabungan
hidup serta penghasil daging dan susu.

4. Perikanan

Potensi perikanan di perairan rawa lebak cukup besar, diperkirakan tidak


kurang dari 100 jenis ikan air tawar. Jenis ikan yang adaptif hidup dan umum
dikembangkan di lahan rawa lebak bersifat spesifik lokasi dan cukup beragam,
tergantung pada keadaan habitatnya. Jenis ikan yang sering ditemui di rawa
lebak antara lain: betok, gabus, sepat rawa, biawan, patin, dan toman (Noor,
2007).
BAB III

METODE

Metode Penelitian yang digunakan adalah Metode Penelitian Deskriftif. Menurut


Sukmadinata (2017: 72) penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan
untuk mendeskripsikan atau menjabarkan fenomena yang ada, baik fenomena alami
maupun fenomena buatan manusia bisa mencakup aktivitas, karakteristik, perubahan,
hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena satu dengan fenomena lain.

Penelitian yang saya jabarkan mengenai prospek dan peluang pengembangan usaha
tani terpadu di lahan rawa dengan mendasari pemanfaatan inovasi teknologi pertanian.
Pemanfaatan teknologi dalam pengembangan usaha tani terpadu di lahan rawa perlu
memerhatikan aspek budaya dan kearifan lokal (local wisdom) masyarakat di
sekitarnya. Kearifan lokal masyarakat di kawasan lahan rawa sudah ada sejak lama,
salah satunya adalah bercocok tanam padi cara sawit dupa (bahasa Banjar), yang
artinya satu kali mewiwit dua kali panen atau satu kali menyemai dua kali panen.
Kearifan lokal tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan
pemanfaatan teknologi pertanian.

A. Pemberian Kapur (Ameliorasi) dan Pemupukan

Hasil penelitian Anwar (2014) menunjukkan bahwa pemberian kapur 1 t/ha, baik
dalam bentuk kapur dolomit, kalsit maupun kapur oksida pada saat pengolahan
tanah gambut, dengan takaran 22,545 P2O5 kg/ha ,dapat meningkatkan hasil
kedelai sebesar 1,71 2,08 t/ha biji kering. Hal ini berkaitan dengan sifat hara P
yang immobil di dalam tanah sehingga efektivitasnya ditentukan oleh persen kontak
permukaan bulu akar. Untuk mengurangi kebutuhan pupuk P buatan dapat
digunakan pupuk mikroba yang mengandung mikroorganisme pelarut fosfat.
Menurut Anwar (2014), pemberian pupuk hayati biofosfat tanpa pemberian pupuk
P efektif meningkatkan hasil. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri pelarut fosfat
mampu melarutkan P yang terikat di dalam tanah.

B. Pemilihan Varietas Tanaman

Usaha tani terpadu di lahan rawa lebak untuk komoditas tanaman pangan adalah
padi (Inpari 17, Inpari 30, dan Ciherang), kacang tanah, dan ubi alabio (Suryana et
al. 2014). Tanaman buah yang sesuai yaitu mangga lokal dan jeruk siam (BPTP
Kalimantan Selatan 2005) dan untuk sayuran adalah terung, labu kuning, dan ubi
kayu (Muhammad et al. 2002). Hasil kajian Suryana et al. (2014) menunjukkan
bahwa hasil varietas unggul baru padi seperti Inpari 1, Inpari 17, Inpari 30, dan
Ciherang di lahan rawa lebak kawasan polder alabio Kabupaten HSU berkisar
antara 5,577,56 t GKG/ha. Hasil tertinggi dicapai oleh varietas Inpari 30 yakni
7,56 t/GKG/ha, dan yang terendah adalah Ciherang 5,57 t GKG/ha.

C. Arah dan Peluang Pengembangan

Arah pengembangan lahan rawa lebak adalah untuk usaha tani terpadu secara
berkelanjutan dengan aplikasi teknologi budi daya tanaman pangan, hortikultura,
tanaman tahunan, dan peternakan (Haryono et al. 2014). Menurut Sawiyo et al.
(2000), penentuan potensi pengembangan lahan rawa didasarkan atas tipologi
lahan, tipe luapan, dan kesesuaian lahan dengan mempertimbangkan kelestarian
lingkungan dan sumber daya lahan.

Melalui penerapan teknologi budi daya (intensifikasi dan diversifikasi tanaman)


yang didukung SDM yang memadai dan peran pemerintah, upaya pengembangan
lahan rawa dapat memberikan hasil yang baik (Suryana et al. 2014). Penataan lahan
dan pengelolaan air merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut (Ar-Riza 2000), sementara
optimalisasi pemanfaatan dan pengembangannya dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dengan mengikutsertakan masyarakat dan berbagai pihak terkait, mulai
dari tahapan perencanaan sampai pelaksanaannya (Alihamsyah 2003). Selanjutnya
Alihamsyah (2003) menyatakan bahwa strategi pengembangan lahan rawa
mencakup yaitu :

1.Perencanaan dan pelaksanaan pengembangan dari bawah

2.Penyamaan persepsi serta peningkatan koordinasi dan sinkronisasi kerja antar


instansi terkait

3.Pendekatan partisipatif dan holistik dengan fokus optimalisasi pemanfaatan dan


pelestarian sumber daya

4.Pemilihan komoditas yang sesuai dalam sistem usaha tani terpadu dengan
penerapan teknologi spesifik lokasi

5.Pengendalian air (drainase dan pengairan) sesuai dengan kondisi lahan

6.Peningkatan sarana dan prasarana serta kelembagaan penunjang dan

7.Pengembangan kemandirian, partisipasi, dan kesejahteraan masyarakat.

Peluang pengembangan dan konservasi lahan rawa yang diperlukan sebagai dasar
perencanaan yang matang antara lain adalah tata ruang kawasan, unit pengelolaan
air, infrastruktur, institusi, kelembagaan partisipasi, pemberdayaan masyarakat,
perluasan pasar, penguatan modal, serta pemanfaatan ilmu dan teknologi (Noor
2010). Dukungan teknologi dalam upaya meningkatkan produktivitas lahan rawa
sangat penting. Keterbatasan tenaga kerja dan SDM salah satunya dapat
ditanggulangi dengan pemanfaatan alat dan mesin pertanian, antara lain mesin
pengolah tanah, perontok gabah, pengering, dan penggiling gabah (Umar et al.
2002), alat tanam, serta alat panen dan pascapanen (Sawiyo et al. 2000).
Alihamsyah (2003) menyatakan bahwa arah pengembangan lahan rawa
berkelanjutan untuk usaha tani terpadu dilakukan melalui penerapan teknologi yang
bukan hanya secara teknis dapat dilaksanakan, tetapi juga dapat diterima
masyarakat, memberikan keuntungan yang layak, dan ramah lingkungan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian saya didapatkan hasil yaitu lahan rawa lebak memiliki
potensi dan peluang sangat besar untuk pengembangan usaha tani terpadu (tanaman
pangan, perkebunan, dan peternakan) dengan memerhatikan kondisi lahan dan dengan
memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan. Inovasi teknologi yang dianjurkan
untuk pengembangan lahan rawa antara lain adalah penataan lahan dan pengelolaan
air, tata air satu arah, tabat konservasi, surjan dan tukungan, sistem drainase dangkal,
pemberian kapur (ameliorasi), pemupukan N dan P, pemilihan varietas tanaman
adaptif (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan), dan peternakan yang sesuai dan
layak dikembangkan serta menguntungkan. Usaha tani terpadu di lahan rawa yang
layak dikembangkan adalah tanaman pangan (padi, kacang-kacangan, dan ubi-ubian),
hortikultura (jeruk siam, terung, nenas, dan labu kuning), tanaman perkebunan
(kelapa, kelapa sawit, karet, lada, jahe, dan kencur), serta ternak (itik alabio dan
kerbau rawa).
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa :

1. Rawa lebak adalah daerah rawa non pasang surut yang karena posisinya di dataran
banjir sungai mendapat genangan secara periodik sekurang-kurangnya sekali dalam
setahun, yang berasal dari curah hujan dan atau luapan banjir sungai (Subagyo,
2006c).

2. Lahan rawa lebak adalah lahan rawa yang tidak terpengaruh oleh pasang surut (rawa
non pasang surut), tetapi dipengaruhi oleh sungai yang sangat dominan, yaitu berupa
banjir besar yang secara periodik minimal 3 bulan menggenangi wilayah setinggi 50
cm (Subagyo 2006). Rawa lebak umumnya terletak pada kiri kanan sungai dan berada
lebih ke dalam dari dataran pantai ke arah hulu sungai. Selama musim hujan, rawa
lebak selalu digenangi air kemudian secara berangsur-angsur air akan surut sejalan
dengan perubahan musim hujan ke musim kemarau

3. Potensi dan pemanfaatan Lahan Rawa lebak sebagai kegiatan pertanian yaitu
Tanaman Pangan dan Hortikultura, Tanaman Perkebunan, Perternakan dan Perikanan.

4. Lahan rawa lebak memiliki potensi dan peluang sangat besar untuk pengembangan
usaha tani terpadu (tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan) dengan
memerhatikan kondisi lahan dan dengan memanfaatkan teknologi yang ramah
lingkungan. Inovasi teknologi yang dianjurkan untuk pengembangan lahan rawa antara
lain adalah penataan lahan dan pengelolaan air, tata air satu arah, tabat konservasi,
surjan dan tukungan, sistem drainase dangkal, pemberian kapur (ameliorasi),
pemupukan N dan P, pemilihan varietas tanaman adaptif (tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan), dan peternakan yang sesuai dan layak dikembangkan serta
menguntungkan. Usaha tani terpadu di lahan rawa yang layak dikembangkan adalah
tanaman pangan (padi, kacang-kacangan, dan ubi-ubian), hortikultura (jeruk siam,
terung, nenas, dan labu kuning), tanaman perkebunan (kelapa, kelapa sawit, karet,
lada, jahe, dan kencur), serta ternak (itik alabio dan kerbau rawa).

DAFTAR PUSTAKA

Alihamsyah T, Ar-Riza I. 2006. Teknologi Pemanfaatan Lahan Rawa Lebak. Balai


Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.

Widjaja-Adhi. I P.G. 1986. Pengelolaan lahan rawa pasang surut dan lebak. Jurnal
Badan Litbang Pertanian V(1):1-9.

Noor, M., Anwar, K., & Kartiwa, B. (2019). Sistem Polder untuk Pengembangan
Pertanian Berkelanjutan di Lahan Rawa Lebak.

Balitbangtan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian). (2014). Buku pedoman


pengelolaan lahan rawa lebak untuk pertanian berkelanjutan. Tim Penyusun
Nursyamsi et al. Balitbangtan. Jakarta: IAARD Press. 68 hlm.

Balitbangtan. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Padi Lahan Rawa Lebak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 49 hlm.

Tejoyuwono Notohadiprawiro 2006. LAHAN BASAH: TERRA INCOGNITA1


Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada.

Rusdiansyah, A., Fitriati, U., Chandrawidjaja, R., & Rahman, A. A. (2019). Dasar
Pengembangan Lahan Rawa. Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press.
Subagyo H. 2006a. Klasifikasi dan penyebaran lahan rawa, dalam I. Las, D. A.
Suriadikarta, U. Kurnia, Mamat H.S., W. Hartatik, dan D. Setyorini (Editor),
Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian, Bogor.

Subagyo H. 2006b. Klasifikasi dan penyebaran lahan rawa, dalam I. Las, D. A.


Suriadikarta, U. Kurnia, Mamat H.S., W. Hartatik, dan D. Setyorini (Editor),
Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian, Bogor.

Subagyo H. 2006c. Klasifikasi dan penyebaran lahan rawa, dalam I. Las, D. A.


Suriadikarta, U. Kurnia, Mamat H.S., W. Hartatik, dan D. Setyorini (Editor),
Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian, Bogor.

Suryana, A. Noor., R. Galib, M. Yasin, A. Sabur, R.D. Ningsih, T. Rahman,


Fatmadewi, dan Sardjini. 2014. Kajian pengembangan pertanian terpadu di lahan
lebak Kalimantan Selatan. Laporan Hasil Pengkajian. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Kalimantan Selatan, Banjarbaru. 35 hlm.

Sudana, W. 2005. Potensi dan prospek lahan rawa sebagai sumber produksi pertanian.
Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 3(2): 141151.

Suryana.2016. POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN USAHA TANI


TERPADU BERBASIS KAWASAN DI LAHAN RAWA. Jurnal Litbang pertanian
Vol.35 No. 2 Juni 2016, 57-68.

Ahmad Kurnain, Ahmad Murjani.2015. PENGEMBANGAN MODEL USAHATANI


TERPADU BERKEMANDIRIAN BAHAN DAN ENERGI DI LAHAN RAWA
PASANG SURUT. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Pertanian.
https://media.neliti.com/media/publications/132196-ID-karakteristik-dan-potensi-
lahan-sub-opti.pdf diakses 19 Oktober 2022 pukul 15.00

Anda mungkin juga menyukai