Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
- Penugasan dari Mata Kuliah Sungai dan Rawa
- Mengembangkan wawasan keilmuan masing-masing para anggota kelompok
- Mencari data tentang keadaan daerah Rawa Desa Pudak
- Mencari tahu pemanfaatan Daerah Rawa Desa Pudak

1.2. Rumusan Masalah
1. Memastikan apakah daerah penelitian termasuk rawa pasang surut atau non pasang
surut ?
2. Bagaimana data exsiting bangunan teknik sipil untuk pengelolaan daerah yang ada ?
3. Apa dampak positif dan Negatif tentang adanya bangunan teknik sipil tersebut ?
4. Bagaimana pengoperasian bangunan teknik sipil di daerah tersebut ?

1.3. Tujuan Penelitian
- Untuk memastikan daerah penelitian termasuk rawa pasang surut atau non pasang
surut
- Untuk mengetahui data exsiting bangunan teknik sipil untuk pengelolaan daerah
yang ada
- Untuk mengetahui dampak positif dan Negatif tentang adanya bangunan teknik
sipil tersebut
- Untuki mengetahui pengoperasian bangunan teknik sipil di daerah tersebut

1.4. Manfaat Penelitian
- Menambah pengetahuan/wawasan tentang rawa
- Memahami lebih dalam tentang kondisi masyarakat daerah rawa
- Memenuhi mata nkuliah sungai dan rawa




BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Rawa
Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau
musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika,
kimiawi dan biologis.
Definisi yang lain dari rawa adalah semua macam tanah berlumpur yang terbuat secara
alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air laut, secara permanen
atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada saat air surut
yakni rawa dan tanah pasang surut. Rawa-rawa , yang memiliki penuh nutrisi, adalah gudang
harta ekologis untuk kehidupan berbagai macam makhluk hidup. Rawa-rawa juga disebut
"pembersih alamiah", karena rawa-rawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau
pencemaran lingkungan alam.Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi
ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lain-lain, sehingga lingkungan rawa harus tetap
dijaga kelestariannya.
2.2. Manfaat rawa:
a) Pembangkit listrik.
b) Objek pariwisata.
c) Area sawah.
d) Perikanan

2.3. Karakteristik Rawa
Swamp adalah istilah umum untuk rawa, digunakan untuk menyatakan wilayah
lahan, atau area yang secara permanen selalu jenuh air, permukaan air tanahnya dangkal, atau
tergenang air dangkal hampir sepanjang waktu dalam setahun. Air umumnya tidak bergerak,
atau tidak mengalir (stagnant), dan bagian dasar tanah berupa lumpur. Dalam kondisi alami,
swamp ditumbuhi oleh berbagai vegetasi dari jenis semak-semak sampai pohon-pohonan, dan
di daerah tropika biasanya berupa hutan rawa atau hutan gambut.
Marsh adalah rawa yang genangan airnya bersifat tidak permanen, namun
mengalami genangan banjir dari sungai atau air pasang dari laut secara periodik, dimana
debu dan liat sebagai muatan sedimen sungai seringkali diendapkan. Tanahnya selalu

jenuh air, dengan genangan relatif dangkal. Marsh biasanya ditumbuhi berbagai tumbuhan
akuatik, atau hidrofitik, berupa reeds (tumbuhan air sejenis gelagah, buluh atau rumputan
tinggi, seperti Phragmites sp.), sedges (sejenis rumput rawa berbatang padat, tidak
berbuluh, seperti famili Cyperaceae), dan rushes (sejenis rumput rawa, seperti purun, atau
mendong, dari famili Juncaceae, yang batangnya dapat dianyam menjadi tikar, topi, atau
keranjang). Marsh dibedakan menjadi "rawa pantai" (coastal marsh, atau saltwater marsh),
dan "rawa pedalaman" (inland marsh, atau fresh water marsh) (SSSA, 1984; Monkhouse dan
Small, 1978).
Bog adalah rawa yang tergenang air dangkal, dimana permukaan tanahnya
tertutup lapisan vegetasi yang melapuk, khususnya lumut spaghnum sebagai vegetasi
dominan, yang menghasilkan lapisan gambut (ber-reaksi) masam. Ada dua macam bog,
yaitu "blanket bog, dan "raised bog. Blanket bog adalah rawa yang terbentuk karena
kondisi curah hujan tinggi, membentuk deposit gambut tersusun dari lumut spaghnum,
menutupi tanah seperti selimut pada permukaan lahan yang relatif rata. Raised bog adalah
akumulasi gambut masam yang tebal, disebut hochmoor", yang dapat mencapai ketebalan 5
meter, dan membentuk lapisan (gambut) berbentuk lensa pada suatu cekungan dangkal.
Fed adalah rawa yang tanahnya jenuh air, ditumbuhi rumputan rawa sejenis
reeds, sedges, dan rushes, tetapi air tanahnya ber-reaksi alkalis, biasanya
mengandung kapur (CaCO3), atau netral. Umumnya membentuk lapisan gambut subur
yang ber-reaksi netral, yang disebut laagveen atau lowmoor.
Lahan rawa merupakan lahan basah, atau wetland, yang menurut definisi Ramsar
Convention mencakup wilayah marsh, fen, lahan gambut (peatland), atau air, baik
terbentuk secara alami atau buatan, dengan air yang tidak bergerak (static) atau mengalir, baik
air tawar, payau, maupun air asin, termasuk juga
wilayah laut yang ke dalaman airnya, pada keadaan surut terendah tidak melebihi
enam meter (Wibowo dan Suyatno, 1997).
Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di
antara sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut), yaitu antara daratan dan
laut, atau di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering (uplands) dan sungai/danau. Karena
menempati posisi peralihan antara sistem
perairan dan daratan, maka lahan ini sepanjang tahun, atau dalam waktu yang panjang
dalam setahun (beberapa bulan) tergenang dangkal, selalu jenuh air, atau mempunyai air
tanah dangkal. Dalam kondisi alami, sebelum dibuka untuk lahan pertanian, lahan rawa
ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan (reeds, sedges, dan rushes),
vegetasi semak maupun kayu.

kayuan/hutan, tanahnya jenuh air atau mempunyai permukaan air tanah dangkal, atau
bahkan tergenang dangkal.

2.4. Klasifikasi Wilayah Rawa
Lahan rawa yang berada di daratan dan menempati posisi peralihan antara sungai
atau danau dan tanah darat (uplands), ditemukan di depresi, dan cekungan-cekungan di
bagian terendah pelembahan sungai, di dataran banjir sungai-sungai besar, dan di wilayah
pinggiran danau. Mereka tersebar di dataran rendah, dataran berketinggian sedang, dan
dataran tinggi. Lahan rawa yang tersebar di dataran berketinggian sedang dan dataran
tinggi, umumnya sempit atau tidak luas, dan terdapat setempat-setempat. Lahan rawa yang
terdapat di dataran rendah, baik yang menempati dataran banjir sungai maupun yang
menempati wilayah dataran pantai, khususnya di sekitar muara sungai-sungai besar dan
pulau-pulau deltanya adalah yang dominan.
- Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa
Pada kedua wilayah terakhir ini, karena posisinya bersambungan dengan laut terbuka,
pengaruh pasang surut dari laut sangat dominan.Di bagian muara sungai dekat laut, pengaruh
pasang surut sangat dominan, dan ke arah hulu atau daratan, pengaruhnya semakin berkurang
sejalan dengan semakin jauhnya jarak dari laut.
Berdasarkan pengaruh air pasang surut, khususnya sewaktu pasang besar (spring tides)
di musim hujan, bagian daerah aliran sungai di bagian bawah (down stream area) dapat dibagi
menjadi 3 (tiga) zona. Klasifikasi zona-zona wilayah rawa ini telah diuraikan oleh Widjaja-
Adhi et al. (1992), dan agak mendetail oleh Subagyo (1997). Ketiga zona wilayah rawa
tersebut adalah:
Zona I : Wilayah rawa pasang surut air asin/payau
Zona II : Wilayah rawa pasang surut air tawar
Zona Ill : Wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut

a. Zona I: Wilayah rawa pasang surut air asin/payau
Wilayah rawa pasang surut air asin/payau terdapat di bagian daratan yang
bersambungan dengan laut, khususnya di muara sungai besar, dan pulau-pulau delta di
wilayah dekat muara sungai besar. Di bagian pantai ini, dimana pengaruh pasang surut air
asin/laut masih sangat kuat, sering kali disebut sebagai tidal wetlands, yakni lahan basah
yang dipengaruhi langsung oleh pasang surut air laut.




Di bagian pantai yang terbuka ke laut lepas, apabila pesisir pantainya berpasir
halus, dan ombak langsung mencapai garis pantai, oleh pengaruh energi ombak dan angin
biasanya terbentuk beting pasir pantai (coastal dunes/ridges), yang di belakangnya terdapat
semacam danau-danau sempit yang disebut laguna (lagoons). Wilayah di belakang laguna,
merupakan jalur yang ditumbuhi hutan bakau atau mangrove (Rhizophora sp., Bruguiera
sp.), dan masih dipengaruhi oleh air pasang melalui sungai-sungai kecil (creeks). Di
belakang hutan mangrove, terdapat jalur wilayah yang dipengaruhi oleh air payau (brackish
water), dan ditumbuhi vegetasi nipah (Nipa fruticans).Di belakang hutan nipah, terdapat
landform rawa belakang (backswamp) yang dipengaruhi oleh air tawar (fresh water).
Selanjutnya lebih jauh ke arah daratan, pada landform cekungan/depresi, ditempati
oleh hutan rawa dan gambut air tawar (fresh-water swamp and peat forests).
Di bagian estuari atau teluk yang terlindung dari hantaman ombak langsung, atau
di bagian pantai yang terlindung gosong pasir (sand spits), pada bagian paling depan terdapat
dataran lumpur tidak bervegetasi, yang terbenam di bawah air laut sewaktu air pasang,
tetapi terlihat muncul sebagai daratan sewaktu air surut. Dataran berlumpur ini disebut
tidal flats, atau mudflats. Pada bagian daratan yang sedikit lebih tinggi letaknya, yang
sebagian atau seluruhnya masih digenangi air pasang, disebut tidal marsh (rawa pasang
surut), atau "salt marsh (rawa dipengaruhi air garam). Di bagian terluar yang masih
dipengaruhi oleh pasang surut, biasanya didominasi oleh vegetasi rambai (Sonneratia sp.),
api-api (Avicennia sp.), dan jeruju (Acanthus licifolius), dan di belakangnya ke arah daratan
ditumbuhi oleh hutan bakau/mangrove, dengan tumbuhan bawah buta-buta (Excoecaria
agallocha), dan pial (Acrostichum aureum). Jalur bakau ini lebarnya beragam dan dapat
mencapai 1,5-2 km ke arah darat. Wilayah di belakang hutan mangrove, masih dipengaruhi
oleh air pasang melalui sungai-sungai kecil, namun sudah ada pengaruh air tawar dari hutan
rawa pantai lebih ke darat. Bagian yang dipengaruhi oleh air payau ini, didominasi oleh
nipah bersama panggang (Araliceae) dan pedada (Sonneratia acida), membentuk jalur hutan
nipah yang lebarnya dapat mencapai 500 m. Di belakang jalur hutan nipah terdapat
landform rawa belakang yang sudah dipengaruhi oleh air tawar. Di rawa delta Pulau Petak,
wilayah rawa belakang ini, umumnya didominasi pohon gelam (Melaleuca leucadendron).
Lebih jauh ke arah daratan, pada sub-landform cekungan/ depresi ditempati hutan rawa dan
gambut air tawar.





Bagian wilayah pasang surut yang dipengaruhi oleh air asin/salin dan air payau ini, di
pantai timur pulau Sumatera seperti di Sumatera Selatan, Jambi, dan Riau, umumnya masuk
ke dalam daratan Pulau Delta dan sepanjang sungai besar sejauh dari beberapa ratus meter
sampai sekitar 4-6 km ke dalam. Wilayah ini, karena pengaruh air laut/salin atau air payau,
tanahnya mengandung garamgaram yang tinggi, dikatagorikan sebagai tipologi lahan salin,
dan tidak sesuai untuk lahan pertanian.
Berapa jauh zona I wilayah pasang surut air asin/payau masuk ke arah hulu dari
muara sungai, tergantung dari bentuk estuari, yaitu bagian muara sungai yang melebar
berbentuk V ke arah laut, dimana gerakan air pasang dan surut terjadi. Jika bentuk estuari
lebar dan lurus, pengaruh air asin/salin dapat mencapai sekitar 10-20 km dari mulut/muara
sungai besar. Namun, apabila relatif sempit dan sungai berkelok, pengaruh air asin/salin
hanya mencapai jarak 5-10 km dari muara sungai. Sementara dari laut/ sungai ke arah daratan
Pulau Delta,

b. Zona II: Wilayah rawa pasang surut air tawar
Wilayah pasang surut air tawar adalah wilayah rawa berikutnya ke arah hulu
sungai.Wilayahnya masih termasuk daerah aliran sungai bagian bawah, namun posisinya
lebih ke dalam ke arah daratan, atau ke arah hulu sungaI.Di wilayah ini energi sungai, berupa
gerakan aliran sungai ke arah laut, bertemu dengan energi pasang surut yang umumnya terjadi
dua kali dalam sehari (semi diurnal).Karena wilayahnya sudah berada di luar pengaruh air
asin/salin, yang dominan adalah pengaruh air-tawar (fresh-water) dari sungai
sendiri.Walaupun begitu, energi pasang surut masih cukup dominan, yang ditandai oleh masih
adanya gerakan air pasang dan air surut di sungai.
Di daerah tropika yang beriklim munson, yang dicirikan oleh adanya musim hujan dan
musim kemarau, di musim hujan ditandai oleh volume air sungai yang meningkat, berakibat
bertambah besarnya pengaruh air pasang ke daratan kirikanan sungai besar, dan bertambah
jauh jarak jangkauan air pasang ke arah hulu. Limpahan banjir sungai selama musim
hujan yang dibawa air pasang, mengendapkan fraksi debu dan pasir halus ke pinggir
sungai. Pengendapan bahan halus yang terjadi secara periodik selama ber-abad-abad
akhirnya membentuk (landform) tanggul sungai alam (natural levee), yang jelas terlihat ke
arah hulu dan makin tidak jelas terbentuk, karena pengaruh pasang surut, ke arah hilir dan di
muara sungai besar.



Di antara dua sungai besar, ke arah belakang tanggul sungai, tanah secara berangsur
atau secara mendadak menurun ke arah cekungan di bagian tengah yang diisi tanah gambut.
Ke bagian tengah, lapisan gambut semakin tebal/dalam dan akhirnya membentuk kubah
gambut (peat dome). Bagian yang menurun tanahnya di antara tanggul sungai dan
depresi/kubah gambut disebut (sublandform) rawa belakang (backswamp). Di musim
kemarau, pada saat volume air sungai relatif tetap atau malahan berkurang, pengaruh air
asin/salin dapat merambat sepanjang sungai sampai jauh ke pedalaman. Pada bulan-
bulan terkering, Juli-September, pengaruh air asin/salin di sungai dapat mencapai jarak sejauh
40-90 km dari muara sungai.
Makin jauh ke pedalaman, atau ke arah hulu, gerakan naik turunnya air sungai karena
pengaruh pasang surut makin berkurang, dan pada jarak tertentu berhenti. Di sinilah batas
zona II, dimana tanda pasang surut yang terlihat pada gerakan naik turunnya air tanah juga
berhenti. Jarak zona II dari pantai, tergantung dari bentuk dan lebar estuari di mulut/muara
sungai dan kelak-kelok sungai dapat mencapai sekitar 100-150 km dari pantai. Sebagai
contoh, kota Palembang di tepi S. Musi, pengaruh pasang surut masih terasa, tetapi relatif
sudah sangat lemah, berjarak sekitar 105 km dari pantai. Di muara Anjir Talaran di dekat kota
Marabahan di Sungai Barito, Provinsi Kalimantan Selatan, yang berjarak (garis lurus) sekitar
65 km dari muara, pasang surut relatif masih agak kuat.
Pencapaian air pasang di musim hujan dan air asin di musim kemarau pada tiga
sungai besar di Sumatera adalah S. Rokan: 48 dan 60 km, S. Inderagiri: 146 dan 86 km,
dan S. Musi 108 dan 42 km dari muara sungai. Di Kalimantan, S. Kapuas Besar: 150 dan 24
km, S. Kahayan 125 dan 65 km, dan S. Barito 158 dan 68 km dari muara sungai. Di Papua, S.
Mamberamo: 30 dan 8 km, S. Lorenz (pantai selatan, barat Agats) 103 dan 63 km, dan S.
Digul (barat Merauke) 272 dan 58 km dari muara sungai (Nedeco/Euroconsult-Biec,1984).

c. Zona III: Wilayah rawa atau rawa non-pasang surut
Wilayah rawa lebak terletak lebih jauh lagi ke arah pedalaman, dan dimulai di wilayah
dimana pengaruh pasang surut sudah tidak ada lagi.Oleh karena itu, rawa lebak sering disebut
sebagai rawa pedalaman, atau rawa non-pasang surut. Biasanya sudah termasuk dalam
daerah aliran sungai bagian tengah pada sungai-sungai besar. Landform rawa lebak
bervariasi dan dataran banjir (floodplains) pada sungai-sungai besar yang relatif muda
umur geologisnya, sampai dataran banjir bermeander (meandering floodplains), termasuk
bekas aliran sungai tua (old river beds), dan wilayah danau oxbow (oxbow lakes) pada sungai-
sungai besar yang lebih tua perkembangannya. Pengaruh sungai yang sangat dominan adalah
berupa banjir besar musiman, yang menggenangi dataran banjir di sebelah kiri-kanan

sungai besar. Peningkatan debit sungai yang sangat besar selama musim hujan, "verval"
sungai atau perbedaan penurunan tanah dasar sungai yang rendah, sehingga aliran sungai
melambat, ditambah tekanan balik arus air pasang dari muara, mengakibatkan air sungai
seakan-akan "berhenti" (stagnant), sehingga menimbulkan genangan banjir yang meluas.
Tergantung dari letak dan posisi lahan di landscape, genangan dapat berlangsung
dari sekitar satu bulan sampai lebih dari enam bulan. Sejalan dengan perubahan musim
yang ditandai dengan berkurangnya curah hujan, genangan air banjir secara berangsur-
angsur akan surut sejalan dengan perubahan musim ke musim kemarau berikutnya.












2.4.1. Potensi Rawa di Indonesia
a. Indonesia memiliki luas lahan sekitar 162,4 juta :
- 20,56% daerah rawa
- 79,44% lahan kering
b. Dewasa ini diperkirakan 30-35 ribu ha lahan pertanian beralih fungsi menjadi daerah pemukiman dan
daerah industri.
c. Pemerintah berupaya mengembangkan daerah rawa menjadi areal pertanian yang dilandasi konsep
pembangunan secara bertahap.
d. Daerah rawa tersebar disepanjang pantai P. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua 33,393
juta ha
- 60% (20,096 juta ha) daerah rawa pasang surut
- 40% (13,296 juta ha) daerah rawa non pasang surut


Pengembangan Daerah Rawa
oleh Pemerintah Indonesia

Data Dir Rawa SDA -1996

2.5. Ekosistem Rawa
Rawa merupakan sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang
penggenangannya daat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan
(vegetasi).Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Jenis-jenis floranya
antara lain: durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus sp), terentang (Camnosperma
sp.), kayu putih (Melaleuca sp), sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan, palem-paleman dan
berbagai jenis liana. Faunanya antara lain :harimau (Panthera tigris), Orang utan (Pongo
pygmaeus), rusa (Cervus unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan (Sus scrofa),
badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan.


LOKASI
Total Lahan Rawa Secara Nasional
Total Lahan Yang Sudah
Dikembangkan Oleh Pemerintah
Pasang
Surut
(Ha)
Lebak (Ha) Total (Ha)
Pasang
Surut
(Ha)
Lebak
(Ha)
Total (Ha)
Sumatera
Kalimantan
Sulawesi
Papua
6.604.000
8.126.900
1.148.950
4.216.950
2.766.000
3.580.500
644.500
6.305.770
9.370.000
11.707.400
1.793.450
10.522.720
691.704
694.935
71.835
-
110.176
194.765
12.875
23.710
801.880
889.700
84.710
23.710
20.096.800 13.296.770 33.393.570 1.458.474 341.526 1.800.000

2.5.1. Ekosistem Hutan Rawa Gambut
1. Pengertian Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang yang
biasanya terletak di belakang tanggul sungai (backswamp). Hutan ini didominasi oleh tanah-
tanah yang berkembang dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal sebagai tanah
gambut atau tanah organic (Histosols). Dalam skala besar, hutan ini membentuk kubah
(dome) dan terletak diantara dua sungai besar.
Hutan rawa dan hutan gambut terdapat di dalam satu daerah, dan biasanya hutan gambut
merupakan kelanjutan dari hutan rawa. Perbedaannya hanya pada hutan gambut memiliki
lapisan gambut, yakni lapisan bahan organic yang tebalmencapai 1-2 m, sedangkan hutan
rawa lapisannya hanya sekitar 0,5 m. Kedua hutan ini selalu hijau, dan mempunyai tajuk yang
berlapis-lapis dengan berbagai jenis walaupun tidak selengkap hutan hujan. Biasanya
didominasi oleh jenis-jenis dikotiledon dan ketinggian dapat mencapai 30 m terutama sebelah
tepinya. Semakin ke tengah semakin pendek, bahkan terkadang di tengah bias mencapai
tinggi 2 msehingga sering disebut hutan cebol.
Jenis vegetasi hutan gambut biasanya terdiri dari jenis Palmae, Pandanus, Podocarpus ,
dan beberapa dari family Dipterocarpaceae. PH habitat biasanya 3,2 dan bersifat hamper
steril. Hal ini kemungkinan merupakan salah satu penyebab jumlah vegetasi hutan gambut
tidak banyak, tetapi khas. Gambut adalah suatu tipe tanah yang dibentuk dari sisa-sisa
tumbuhan danmempunyai kandungan bahan organic yang sangat tinggi. Permukaan gambut
sepertikerak yang berserabut, menutupi bagian dalam yang lembap berisikan potongan-
potongan kayu besar dan sisa-sisa tumbuhan lainnya.
Gambut dapat diklasifikasikan atas dua bentuk, yaitu :
a) Gambut Ombrogen
Adalah gambut yang umum dijumpai. Banyak ditemui di dekat pantai dan
kedalaman gambutnya mencapai 20 m. air draenasenya sangat asam dan miskin
zat hara. Tumbuhan yang ada disini mendapatkan zat hara hanya dari tumbuhan itu
sendiri, dari gambut, dan dari air hujan.
b) Gambut Topogen
Merupakan tipe gambut yang jarang ditemui, biasanya dibentuk pada lekukan-
lekukan tanah.Tumbuhan yang ada pada tanah ini mendapatkanzat haranya dari tanah
mineral, air sungai, sisa tumbuhan dan air hujan.Gambut ini terdapat di pantai-pantai di
balik bukit-bukit pasir dan daerah pedalaman dimana air drainasenya terhambat.Biasanya

tebal gambut ini sekitar 4 m. gambut dan air draenasenya bersifat agak asam dan
mengandung zat hara yang relative banyak.

2. Komponen Penyusun Hutan Rawa Gambut
a. Komponen Biotik
Kekhasan lingkungan abiotik hutan Rawa Gambut membuat hanya spesies tertentu
yang mampu bertahan di lingkungan ekosistem ini. Berdasarkan sub ekosistem yang ada
pada ekosistem ini (akan dibahas kemudian) beberapa tipe komponen biotik yang dapat
hidup disekitar kawasan ekosistem ini adalah sebagai berikut :
1. Sub ekosistem sungai
Ikan, Udang, Siput, dan hewan sungai lain.
Ganggang dan lumut
Tumbuhan air seperti enceng gondok
2. Subekosistem lahan Salin
Mangrove dan nipah
Ganggang dan lumut
Siput dan lain-lain
3. Subekosistem Rawa Gambut
Kayu (meranti, jati) rotan, dan hasil hutan lain
Beberapa spesies hewan langka : harimau pada hutan rawa gambut sumsel, dan gajah
sumatera)
Berbagai macam spesies burung

b. Komponen Abiotik
1. Rawa pasang surut
Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang
surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan pasang
kecil. Pasang kecil, terjadi secara harian (1-2 kalisehari).

2. Rawa lebak
Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan air sungai dan
atau air hu jan di daerah cekungan pedalaman. Genangannya umumnya terjadi pada musim
hujan dan menyu sut pada musim kemarau.




3. Rawa lebak peralihan
Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di saluran primer atau di
sungai. Pada lahan sperti ini, endapan laut dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya
terdapat pada ke dalaman 80 - 120 cm dibawah permukaan tanah
3. Ragam Subekosistem Hutan Rawa Gambut
a. Sub Ekosistem Sungai
Sama seperti sungai dan pinggiran sungai yang lainnya, sub ekosistem ini menjadi
habitat banyak fauna seperti keong, siput, cacing, ikan dan beberapa jenis flora pinggiran
sungai.
b. Sub Ekosistem Lahan Salin
Lahan salin adalah lahan pasang surut (bagi kawasan pinggiran pantai) dan kawasan
yang terpengaruh rembesan air sungai bagi pinggiran sungai). Lahan salin pada pinggiran
pantai mendapat pengaruh rembesan air laut terutama pada musim kemarau. Pada hutan
gambut, rembesan air laut tak hanya terjadi ketika hutan gambut berbatasan langsung dengan
pantai melainkan bisa karena air masuk melalui sungai pada waktu pasang atau adanya
rembesan melalui pori tanah. Sementara lahan salin adalah lahan Pasang surut yg kadar
garamnya lebih dari 0.8 %. Biasanya dihuni tumbuhan bakau. Sedangkan lahan salin
yang hanya berair asin ketika kemarau disebut lahan salin peralihan. Biasanya diitumbuhi
tanaman nipah. Tipe sub ekosistem ini yang disebut sebagai lahan potensial didalam gambar
c. Sub Ekosistem Rawa Gambut
Sub ekosistem Rawa Gambut mempunyai karakteristik umum hutan rawa gambut
dimana terdiri dari lahan basah yang berperan penting dalam mengikat karbon dan menyerap
air.

2.5.2. Ekosistem Rawa Air Tawar
Ekosistem air tawar merupakan kosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air
tawar yang kaya mineral dengan pH sekitar 6.Kondisi permukaan air tidak selalu
tetap.Ekosistem rawa air tawar ini ditumbuhi oleh beragam jenisvegetasi.Hal ini desebabkan
oleh terdapatnya beragam jenis tanah pada berbagaiekosistem rawa air tawar.Di beberapa
daerah pada rawa-rawa tersebut ditumbuhi rumput, ada pula yang hanya ditumbuhi jenis
pandan atau palem yang menonjol. Malah ada pula yang menyerupai hutan-hutan dataran
rendah, dengan akar tunjang atau akar napas maupun seperti penupang pohon.



2.5.3 Ciri-Ciri Ekosistem Rawa Air Tawar.
Ekosistem air tawar memiliki beberapa karakteristik, seperti variasi suhu yang
perubahannya tidak menyolok, tumbuhan yang dominannya alga, dan keadaan lingkungannya
dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Karateristik ekosistem air tawar lainnya seperti tumbuhan
rendah bersel satu mempunyai dinding sel yang kuat, sedang tumbuhan tingkat tinggi
mempunyai akar sulur untuk melekat pada bagian dasar perairan, misalkan teratai, kangkung,
ganggang biru dan ganggang hijau. Sedangkan, karakteristik hewannya memiliki ciri-ciri
mengeluarkan air berlebih, garam diabsorpsi (diserap) melalui insang secara aktif dan sedikit
minum, air masuk dalam tubuh secara osmosis.Ekosistem air tawar dibagi menjadi dua, yaitu
lotik dan lentik.Ekosistem air tawar lotik merupakan perairan berarus, contohnya adalah
sungai.Adapun ekosistem air tawar lentik memiliki ciri airnya tidak berarus. Berdasarkan
kebiasaan hidup, organisme air tawar dibedakan sebagai berikut :
1. Plankton, terdiri alas fitoplankton dan zooplankton; biasanya melayang-layang (bergerak
pasif) mengikuti gerak aliran air.
2. Nekton, hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.
3. Neuston, organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat pada
permukaan air, misalnya serangga air.
4.Perifiton, merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat pada tumbuhan atau benda lain,
misalnya siput.
5. Bentos, hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan. Bentos dapat
sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.
Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air mengalir.Ekosistem air
tenang meliputi danau dan rawa, sedangkan ekosistem air mengalir adalah sungai.

2.6. Bangunan-bangunan Sipil pada Rawa

a. Pintu Air
c. Pintu air (gates) Digunakan untuk mengatur, membuka dan menutup aliran air di
saluran baik yang terbuka maupun tertutup. Bagian yang penting dari pintu air
adalah : a. Daun pintu (gate leaf) Adalah bagian dari pintu air yang menahan
tekanan air dan dapat digerakkan untuk membuka , mengatur dan menutup aliran
air. b. Rangka pengatur arah gerakan (guide frame) Adalah alur dari baja atau besi
yang dipasang masuk ke dalam beton yang digunakan untuk menjaga agar gerakan
dari daun pintu sesuai dengan yang direncanakan. c. Angker (anchorage) Adalah
baja atau besi yang ditanam di dalam beton dan digunakan untuk menahan rangka
pengatur arah gerakan agar dapat memindahkan muatan dari pintu air ke dalam

konstruksi beton. d. Hoist Adalah alat untuk menggerakkan daun pintu air agar
dapat dibuka dan ditutup dengan mudah. Jembatan
Didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan, yang dimaksud dengan jembatan adalah jalan yang terletak di atas
permukaan air dan/atau di atas permukaan tanah. Sedang menurut wikipedia,
jembatan adalah sebuah struktur yang sengaja dibangun untuk menyeberangi jurang
atau rintangan seperti air sungai, lembah, rel kereta api maupun jalan raya[
Jenis jembatan : Berdasarkan struktur jembatan
Struktur jembatan tergantung kepada beberapa pertimbangan diantaranya panjang bentang,
beban yang diangkut, besarnya arus lalu lintas yang melintasi jembatan, lalu lintas yang
melalui ruang bebas jembatan, biaya pembangunan yang dimiliki untuk membangun
jembatan.
Jenis jembatan menururut struktur adalah:
Jembatan kayu gelondongan


Batang kelapa yang digunakan pada jembatan
[2]

Jembatan kayu gelondongan adalah jembatan yang terjadi karena ada pohon yang tumbang
dan secara kebetulan memotong suatu sungai sehingga dapat digunakan sebagai jembatan,
tetapi dapat juga dengan sengaja direncanakan membangun jembatan yang terbuat dari kaya
gelondongan. Bahan kayu gelondongan yang bisanya digunakan berupa:
kayu bulat dari batang kayu yang lurus,
batang kelapa,
batang pinang,
bambu
Batang kelapa banyak digunakan didaerah pedesaan karena mudahnya memperoleh bahan
pohon kelapa, kekuatan yang besar, relatif lurus, dan bisa mencapai panjang 30 meter. Batang
kelapa juga digunakan sebagai bahan untuk membangun jembatan darurat bila jembatan yang
ada mengalami kerusakan. Jembatan kayu gelondongan ini hanya sesuai untuk jembatan
dengan bentangan yang pendek. Sedang jembatan bambu biasanya digunakan untuk jembatan
kecil, dan untuk bentang yang pendek, namun untuk meningkatkan kekuatan dapat dibuat
dengan mengadopsi struktur rangka baja.

Jembatan busur


Bentuk-bentuk jembatan busur
Merupakan jembatan yang sudah dikenal zaman romawi yang dibangun dengan susunan batu
yang diatur sedemikian sehinga beban lalu lintas maupun jembatan itu sendiri yang dipikul
pada jembatan didistribusikan dengan baik pada kedua sisi abatemen jembatan, untuk
jembatan yang panjang digunakan lebih dari dua busur. Konsep ini kemudian dikembangkan
pada pembangunan jembatan modern dengan menggunakan rangka baja ataupun dari beton.
Jembatan seperti ini banyak digunakan di Indonesia, baik pada jembatan jalan, maupun pada
jembatan kereta api.
Berdasarkan letak lantai yang digunakanan untuk lalu lintas kendaraannya serta bentuk busur,
maka beberapa bentuk jenis yang umum dipakai, yaitu :
1. Deck Arch, merupakan salah satu jenis/bentuk jembatan busur dimana letak lantainya
menopang beban lalu lintas secara langsung dan berada pada bagian paling atas busur, yang
mengambil bentuk seperti konsep awalnya.
2. Through Arch, merupakan jenis jembatan busur yang lain dimana letak lantainya berada
tepat di springline busurnya, jembatan seperti ini biasanya dibangun dengan menggunakan
bahan baja,
3. A Half Through Arch, Salah satu jenis jembatan busur dimana lantainya kendaraannya
berada di antara springline dan bagian busur jembatan, atau berada di tengah-tengah.
Jembatan seperti ini biasanya digunakan untuk bentang yang panjang.
Jembatan balok



Tekanan dan tarikan yang bekerja pada jembatan balok
[3]

Merupakan jembatan yang paling sederhana kalau ditinjau dari bentuk struktural karena
didukung oleh penyangga/ubutment awal dan akhir dari dek jembatan, disebut juga sebagai
beam bridge. Konsep ini pada awalnya dikembangkan dua batang pohon (terbasuk batang
kelapa) yang dipasangin lantai. yang kemudian dikembangkan dengan menggunakan balok
beton pracetak ataupun menggunakan girder baja profil ataupun kotak (box girder).
Beban yang bekerja pada jembatan bolok ini mengakibatkan permukaan atas balok yang
didorong ke bawah atau dikompresi sedangkan pada bagian bawah ditarik sehingga
mengakibatkan lendutan ditengan jembatan. Atas dasar inilah serta sifat-sifat material yang
akan digunakan dilakukan perhitungan/desain dari jembatan yang akan dibangun.
Balok yang digunakan untuk pembangunan jembatan seperti ini dapat berupa:
Baja profil I, L atau H
Baja Box Girder
Pipa baja
Beton pratekan
Beton box girder
Jembatan kerangka
Merupakan jembatan yang konsepnya hampir sama dengan jembatan lengkung disebut juga
sebagai truss bridge. Pembuatan jembatan kerangka yaitu dengan menyusun tiang-tiang
jembatan membentuk kisi-kisi agar setiap tiang hanya menampung sebagian berat struktur
jembatan tersebut. Membutuhkan biaya yang lebih murah untuk membangun jembatan jenis
ini karena penggunaan bahan yang lebih efisien.
Pada gambar berikut ditunjukkan beberapa jenis jembatan kerangka yang biasa digunakan
[4]
:


Jembatan gantung
Jembatan gantung atau dikenal sebagai Suspension Bridge merupakan digantungkan dengan
menggunakan tali untuk jembatan gantung yang sangat sederhana dan kabel baja pada
jembatan gantung besar. Pada jembatan gantung modern, kabel menggantung dari menara
jembatan kemudian melekat pada caisson (alat berbentuk peti terbalik yang digunakan untuk
menambatkan kabel di dalam air) atau cofferdam (ruangan di air yang dikeringkan untuk
pembangunan dasar jembatan). Caisson atau cofferdam akan ditanamkan jauh ke dalam lantai
danau atau sungai. Jembatan gantung terpanjang di dunia saat ini adalah Jembatan Akashi
Kaikyo di Jepang. Jembatan ini memiliki panjang 12.826 kaki (3.909 m).
Pada gambar berikut ditunjukkan konsep jembatan gantung
[5]
:


Jembatan kabel penahan


Jembatan kabel penahan yang digunakan menghubungkan pulau Jawa dan Madura
[6]

Seperti jembatan gantung, jembatan ini ditahan oleh kabel disebut juga sebagai Cable-Stayed
Bridge. Bedanya, selain jumlah kabel yang dibutuhkan lebih sedikit, jembatan ini memiliki
menara penahan kabel yang lebih pendek daripada jembatan gantung. Jembatan kabel-
penahan terpanjang di dunia saat ini adalah Jembatan Sutong yang melintasi Sungai Yangtze
di China. Salah satu contoh jembatan kabel penahan di Indonesia yaitu Jembatan Tenggarong
yang runtuh pada bulan Nopember 2011 diakibatkan kesalah prosedur pada saat melakukan
perawatan.
Jembatan Nasional Suramadu adalah jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan
Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan, tepatnya timur Kamal),
Indonesia. Dengan panjang 5.438 m, jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di
Indonesia saat ini. Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang (causeway),

jembatan penghubung (approach bridge) yang merupakan jembatan bentang, dan jembatan
utama (main bridge) yang merupakan jembatan kabel penahan.
Jembatan penyangga
Jembatan penyangga atau dikenal sebagai cantilever bridge merupakan jembatan balok
disangga oleh tiang penopang dikedua pangkalnya, maka jembatan penyangga hanya ditopang
di salah satu pangkalnya. Jembatan penyangga biasanya digunakan untuk mengatasi masalah
pembuatan jembatan apabila keadaan tidak memungkinkan untuk menahan beban jembatan
dari bawah sewaktu proses pembuatan. Kelebihan jembatan jenis ini adalah tidak mudah
bergoyang. Tidak heran mengapa banyak jembatan rel kereta api menggunakan jenis ini.



b. Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang
sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan
merupakan kompenen penting dalam perencanaan kota(perencanaan
infrastruktur khususnya).
Drainase juga dapat diartikan sebagai usaha untuk mengontrol
kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas, dimana
drainase merupakan salah satu cara pembuangan kelebihan air yang
tidak di inginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penaggulangan
akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.

Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari
perasana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka
menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat.

Fungsi Drainase
Diposkan oleh Okta Via komentar (0)

Untuk mengurangi kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,
sehigga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Sebagai pengendali air kepermukaan dengan tindakan untuk
memperbaiki daerah becek, genangan air/banjir.
Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang
ada.
Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehinga tidak terjadi
bencana banjir.











Sistem Jaringan Drainase
Diposkan oleh Okta Via komentar (0)

Sistem jaringan drainase perkotan umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu :
Sistem Drainase Mayor
Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran/badan air yang menampung dan mengalirkan
air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada umumnya sistem
drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major
system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala besar
dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-sungai. Perencanaan
drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan
pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase
ini.
Sistem Drainase Mikro
Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang
menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara keseluruhan yang
termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan,
saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran drainasekota dan
lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar.
Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau
10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan
permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro
Arahan Dalam Pelaksanaan Penyediaan Sistem Drainase
Diposkan oleh Okta Via komentar (0)

Arahan dalam pelaksanaan penyediaan sistem drainase adalah :
a. Harus dapat diatasi dengan biaya ekonomis.
b. Pelaksanaannya tidak menimbulkan dampak sosial yang berat.
c. Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana.

d. Memanfaatkan semaksimal mungkin saluran yang ada.
e. Jaringan drainase harus mudah pengoperasian dan pemeliharannya
f. Mengalirkan air hujan ke badan sungai yang terdekat.
Pengklasifikasian Saluran Drainase
Diposkan oleh Okta Via komentar (0)



Macam saluran untuk pembuangan air dapat dibedakan menjadi :
1. Saluran Air Tertutup
a. Drainase Bawah Tanah Tertutup, yaitu saluran yang menerima air limpasan dari daerah
yang diperkeras maupun yang tidak diperkeras dan membawanya ke sebuah pipa keluar di
sisi tapak (saluran permukaan atau sungai), ke sistem drainase kota.
b. Drainase Bawah Tanah Tertutup dengan tempat penampungan pada tapak, dimana
drainase ini mampu menampung air limpasan dengan volume dan kecepatan yang
meningkat tanpa menyebabkan erosi dan kerusakan pada tapak.
2. Saluran Air Terbuka
Merupakan saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Pada saluran air
terbuka ini jika ada sampah yang menyumbat dapat dengan mudah untuk dibersihkan,
namun bau yang ditimbulkan dapat mengurangi kenyamanan. Menurut asalnya, saluran
dibedakan menjadi :
a. Saluran Alam ,meliputi selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai besar sampai saluran
terbuka alamiah.
b. Saluran Buatan ,seperti saluran pelayaran, irigasi, parit pembuangan, dan lain-lain.
Saluran terbuka buatan mempunyai istilah yang berbeda-beda antara lain :
Saluran (canal) : biasanya panjang dan merupakan selokan landai yang dibuat di tanah,
dapat dilapisi pasangan batu/tidak atau beton, semen, kayu maupu aspal.

Talang (flume) : merupakan selokan dari kayu, logam, beton/pasangan batu, biasanya
disangga/terletak di atas permukaan tanah, untuk mengalirkan air berdasarkan
perbedaan tinggi tekan.
Got miring (chute) : selokan yang curam.
Terjunan (drop) : seperti got miring dimana perubahan tinggi air terjadi dalam jangka
pendek.
Gorong-gorong (culvert) : saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air melewati jalan
raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya.
Terowongan Air Terbuka (open-flow tunnel) : selokan tertutup yang cukup panjang,
dipakai untuk mengalirkan air menembus bukit/gundukan tanah.





























BAB III

DATA DAN SURVEY

3.1. Metodelogi Penelitian
3.1.1. Pengaturan Penelitian
a. Waktu Penelitian : Penelitian dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 23 November
2013.
b. Tempat Penelitian : Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pudak kecamatan kumpeh
ulu kabupaten Muaro Jambi.
3.1.2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah masyarakat Desa Pudak khususnya di daerah rawa dan
keadaan rawa serta bangunan exiting teknik sipil yan ada di daerah pemanfaatan rawa
tersebut.
1. Teknik Pengumpulan data
- Observasi
Observasi dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti dan pengamat.Observasi dalam
penelitian ini adalah observasi langsung yaitu peneliti dan pengamat melihat dan mengamati
secara langsung, kemudian mencatat semua fakta kondisi setempat.
- Wawancara
Wawancara pada penelitian ini menggunakan interview tidak berstruktur karena
peneliti memandang model ini adalah paling luwes, dimana subyek diberi kebebasan untuk
menguraikan jawabannya dan ungkapan ungkapan pandangannya secara santai namun
serius dan sesuai faktanya. Interview ini digunakan untuk mendapatkan data tentang
pendapat tokoh setempat mengenai keadaan-keadaan kondisi daerah rawa setempat.

2. Alat pengumpul data
- Lembar observasi
Lembar observasi atau kuesioner yang sifatnya ipen euded (terbuka) dan lentur,
sehingga dapat menggali data sesuai dengan yang telah ditetapkan.




- Pedoman wawancara

Teknik wawancara dilakukan dengan akrab dan terbuka serta mendalam, dengan ini
diharapkan dapat menangkap informasi secara utuh oleh karena itu, teknik wawancara
ini sering disebut wawancara mendalam (in-depth-interviewing (HB.Sutopo, 2002).
- Validasi data
Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan di catat dalam kegiatan penelitian,
harus diusahakan kemantapan kebenarannya.Oleh karena itu, setiap peneliti harus
dapat memilih dan menentukan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan valisasi
data yang diperolehnya yakni dengan teknik triangulasi (HB.Sutopo.2002).

3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah masyarakat sekitar daerah Rawa Desa pudak, serta topografi
daerah Rawa Desa Pudak.
Data yang di peroleh dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis :
1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari penduduk langsung dengan mengajukan
pertanyaan secara tertulis untuk mendapatkan jawaban diperlukan oleh peneliti.
2. Data sekunder yaitu data penunjang yang diperoleh dari lembaga pemerintah setempat
dan instansi terkait lainnya.

















3.3. Data Hasil Penelitian


DESA SECARA UMUM
A. Kondisi Fisik Wilayah
1) Keterangan Umum
1. Luas Desa : 1.604 Ha / 20 km
2

a. Kebun campuran : 596,52 Ha
b. Sawah : 994,48 Ha
c. Perkantoran : 2 Ha
d. Perkarangan : 9 Ha
e. Kuburan : 2 Ha

2. Lahan Basah
Terdiri dari :
a. Tanah Rawa : 375 Ha
b. Pasang Surut : 83 Ha
c. Tanah Gambut : 102 Ha
d. Kolam Ikan : 260 Ha

3. Batas Wilayah
a. Sebelah Utara : Desa Kemingking
b. Sebelah Selatan : Desa Ksg Pudak dan Ksg Kota Karang
c. Sebelah Barat : Desa Kota Karang dan Ksg Lopak Alai
d. Sebelah Timur : Desa Muaro Kumpeh dan Talang Duku

2) Jarak Pusat Pemerintahan
1. Ke ibukota kabupaten/kotamadya : 14 km
2. Ke ibu kota provinsi : 12 km

3) Wilayah Administratif
Jumlah Dusun : 3 dusun
Jumlah RW : -
Jumlah RT : 21




B. Penduduk
1) Jumlah Penduduk
- Jumlah Penduduk Seluruhnya : 5165 jiwa
- Laki-laki : 2597 jiwa
- Perempuan : 2568 jiwa
- Kepala Keluarga : 1368 jiwa

C. Potensi
- Potensi Fisik Manusia : Masyarakat berpotensi memberdayakan pemanfaatan
lingkungan terbukti dengan mayoritas mata pencaharian
penduduk sebagai petani dan peternak
Air : Sistem pengairan baik karena air bersumber dari sungai
dan pengairan rawa untuk kebutuhan pertanian,
peternakan dan perkebunan.
- Potensi non fisik :
1. Aparatur desa sebagai sumber kelancaran jalannya
pemerintahan.
2. Sarana transportasi umum yang kurang memadai
tetapi masyarakat rata-rata sudah mempunyai
kendaraan sendiri seperti sepeda motor.

D. Mata Pencaharian
1. PNS : 68 orang
2. Bidan : 2 orang
3. Dokter : -
4. Petani : 1091 kk
5. ABRI/Polri : 13 orang
6. Wiraswasta : 136 orang
7. Dll : 13 orang





E. Sarana dan Prasarana


A. Perhubungan
- Terminal : -
- Jalan : 10 km
Jalan Beton : 700 m
Jalan Setapak : 1 km
- Jembatan : 6 unit
- Gorong-gorong : 20 unit
- Stasiun KA : -
- Wartel : -

B. Pendidikan
- TK/PAUD : 3 unit
- SD : 2 unit
- MI : 2 unit
- SLTP : 1 unit
- SMU : -
- SMK : -
- MAN : -
- Pondok Pesantren : 1 unit
- Perguruan Tinggi : -

C. Perekonomian
- Pasar : -
- Perbankan : -
- Koperasi : 2 unit

- Pertanian : 50 %
- Perikanan : 25 %
- Peternakan : 20 %




D. Hiburan/Rekreasi


E. Kesehatan
- Poliklinik : -
- Puskesmas pembantu : 1 unit

F. Tempat Ibadah
- Masjid : 4 buah
- Musolah : 7 buah
- Gereja : -
- Vihara : -
- Kuil : -

G. Alat Transportasi Umum :
- Angkot :-
- Ojek : 50 kendaraan
- Bus : -
- Andong : -

H. Komunikasi
- Pos Surat : -
- Radio antar penduduk : -
- Interkom : -











DESA DAERAH PEMANFAATAN RAWA
A. Potensi

Rawa Desa Pudak merupakan rawa pasang surut dikarenakan terjadinya kenaikan
muka air satu kali dalam setahun.
- Potensi Fisik
Manusia: Masyarakat berpotensi memberdayakan
pemanfaatan lingkungan terbukti dengan
mayoritas mata pencaharian penduduk sebagai
petani dan peternak
Air : Sistem pengairan baik karena air bersumber dari
sungai dan pengairan rawa untuk kebutuhan
pertanian, peternakan dan perkebunan.

B. Data Exiting Bangunan Teknik Sipil
- Pintu Air : 7
- Jembatan : 2 (pnpm)
- Saluran Irigasi / Drainase : 5
- Jalan cor beton : 3

C. Sistem kerja bangunan teknik sipil :
- Pintu Air : Dibuka dan ditutup oleh masyarakat tergantung kebutuhan
pengairan.
- Jembatan : Sarana penghubung aktivitas warga desa pudak khususnya
daerah rawa.
- Saluran irigasi : Mengalirkan air yang dibuka melalui pintu air ke jaringan
saluran pengairan sawah .

D. Umur rata-rata Bangunan Teknik Sipil :
- Pintu air : tahun 2011 sebelumnya dibangun pada tahun 1985
- Jembatan : tahun dibangun pada tahun 2011 dan 2013
- Saluran irigasi : tahun 2011 sebelumnya dibangun pada tahun 1985
- Jalan cor beton : -




BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Rawa Desa Pudak
Rawa Desa Pudak memiliki wilayah lahan, atau area yang secara permanen selalu
jenuh air, permukaan air tanahnya dangkal, atau tergenang air dangkal hampir sepanjang
waktu dalam setahun. Air umumnya tidak bergerak, atau tidak mengalir (stagnant), dan
bagian dasar tanah berupa lumpur.
Wilayah Rawa Desa Pudak termasuk wilayah Rawa Lebak, yaitu daerah rawa yang
tidak dipengaruhi oleh pasang surut sungai. Daerah rawa ini merupakan lahan tanah berbentuk
cekungan dan dalam musim hujan seluruhnya digenangi air. Tetapi pada musim kemarau air
tersebut berangsur-angsur kering bahkan kadang ada yang kering sama sekali selama masa
yang relatif singkat (1-2 bulan). Untuk daerah yang berada didekat sungai, air yang
menggenangi daerah rawa berasal dari luapan sungai disekitarnya, dan ada pula daerah rawa
yang mudah tenggelam terus menerus akibat hujan sebelum melimpahkan airnya kedaerah
sekitarnya.
Rawa Desa Pudak dengan luas 375 ha memiliki 7 Pintu Air, 5 Saluran/Drainase, dan 2
Jembatan. Rawa Desa Pudak di fungsikan sebagai Alat pengairan atau irigasi persawahan,
juga difungsikan untuk membuat kolam ikan (perikanan). Rawa Desa pudak mengairi 994,48
ha sawah dan 260 Ha kolam ikan yang tidak di fungsikan sebagaimana mestinya (tidak
optimal).

4.2. Data exsiting bangunan teknik sipil untuk pengelolaan daerah yang ada
a. Pintu air
Pintu air adalah Pintu air (gates) Digunakan untuk mengatur, membuka dan
menutup aliran air di saluran baik yang terbuka maupun tertutup. PIntu air yang
digunakan pada Rawa Desa Pudak adalah Pintu Angkat/Kerek (Lift Gate). Pintu
ini digunakan dengan cara mengangkat dan menurunkan pintu dari atas saluran
dengan menggunakan kabel pengerek/pengangkat. Jenis pintu ini ideal dipakai jika
saluran tidak terlampau lebar. Pada rawa Desa Pudak, terdapat 7 pintu air. Dari
tujuh pintu air, kesemuanya berfungsi dengan baik. Hal tersebut didasarkan pada
hasil pengamatan penulis serta wawancara pada nara sumber yang menyatakan
bahwa pintu air tersebut masih berfungsi baik.



b. Jembatan
Jembatan merupakan Didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
34 Tahun 2006 tentang Jalan, yang dimaksud dengan jembatan adalah jalan
yang terletak di atas permukaan air dan/atau di atas permukaan tanah. Sedang
menurut wikipedia, jembatan adalah sebuah struktur yang sengaja dibangun untuk
menyeberangi jurang atau rintangan seperti air sungai, lembah, rel kereta api
maupun jalan raya. Di tinjau dari segi strukturnya, jenis jembatan yang digunakan
pada Rawa Desa Pudak adalah Jembatan Balok. Jembatan Balok Merupakan
jembatan yang paling sederhana kalau ditinjau dari bentuk struktural karena
didukung oleh penyangga/ubutment awal dan akhir dari dek jembatan, disebut juga
sebagai beam bridge. Ada 2 jembatan pada Rawa desa Pudak. Jembatan tersebut
dibangun pada 2011 dan 2013. Kedua jembatan tersebut masih berfungsi dengan
sangat baik dan merupakan salah satu jalur transportasi aktif di Desa pudak.
Jembatan tersebut menghubungkan jalan utama dengan daerah perumahan warga
dan jalan utama dengan persawahan.

c. Drainase
Drainase adalah Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang
sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan kompenen
penting dalam perencanaan kota(perencanaan infrastruktur khususnya). Drainase
juga dapat diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan salah satu cara
pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah. Ada dua jenis
drainase, yaitu Drainase (Saluran) tertutup dan Drainase (Saluran) terbuka.
Drainase yang digunakan pada desa Pudak adalah jenis Saluran Terbuka. Jumlah
drainase di Desa Pudak ada 5 buah. Kelima drainase tersebut masih berfungsi,
walau ada di beberapa tempat tidak befungsi secara optimal.

4.3. Dampak positif dan Negatif tentang adanya bangunan teknik sipil
a. Pintu Air
Dampak positif dari pintu air di Desa Rawa Pudak adalah sebagai alat untuk
menyeimbangkan jumlah air pada du saluran drainase sesuai dengan
kebutuhannya.




b. Jembatan
Dampak positif dari jembatan di Desa Rawa Pudak yaitu sebagai jalur transportasi
aktif di Desa pudak. Jembatan tersebut menghubungkan jalan utama dengan
daerah perumahan warga dan jalan utama dengan persawahan.

c. Drainase
Dampak positif dari Drainase di Rawa Desa Pudak yaitu untuk mengurangi
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehigga lahan dapat difungsikan
secara optimal juga berfungsi untuk mengendalikan air hujan yang berlebihan
sehinga tidak terjadi bencana banjir.

4.3. Pengoperasian bangunan teknik sipil di Desa Pudak
a. Pintu Air
Pintu air digunakan pada saat air pada suatu saluran berlebih, atau air di butuhkan
di kawasan lainnya, maka pintu air pun di operasikan. Beberapa pintu air tidak
berfungsi dikarenakan adanya rumput-rumput dan tanaman liar yang tumbuh pada
pinggir atau dinding-dinding rawa sehingga menyumbat aliran air. Hal tersebut
terjadi karena kurangnya perhatian pemda terhadap perawatan bangunan-bangunan
yang telah dibangun. Resiko yang disebabkan oleh tersumbatnya saluran air adalah
banjir yang akan menggenangi desa Pudak serta tidak optimalnya pengairan pada
lahan pertanian.

b. Jembatan
Jembatan berfungsi untuk menghubungkan jalan utama dengan daerah perumahan
warga dan jalan utama dengan persawahan. Karena merupakan jalur transportasi,
maka jembatan beroperasi selama 24 jam penuh.

c. Drainase
Drainase berfungsi untuk untuk mengurangi kelebihan air dari suatu kawasan atau
lahan, sehigga lahan dapat difungsikan secara optimal juga berfungsi untuk
mengendalikan air hujan yang berlebihan sehinga tidak terjadi bencana banjir.
Drainase di Rawa Desa Pudak memiliki masalah yaitu tersumbatnya aliran air di
karenakan tanaman-tanaman atau rumput-rumput liar yang tumbuh di pinggir
dinding drainase/saluran. Tidak maksimalnya penggunaan drainase akan
mengakibatkan kurang optimalnya proses irigasi (pengairan sawah) sehingga hasil
pertanian yang di dapat tidak maksimal.




































E. Bangunan Teknik Sipil tersebut dibuat oleh Pemerintah Setempat (DINAS PU
Muaro Jambi)
Lampiran Dokumentasi







Kondisi Rawa Desa Pudak Pemanfaatan Daerah Rawa Desa Pudak

PINTU AIR DAN SALURAN/DRAINASE























JEMBATAN













BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Desa Pudak merupakan desa yang mempunyai rawa lebak dikarenakan tidak di
pengaruhi pasang suru sungai.
2. Data exiting bangunan teknik sipil berupa pintu air, jembatan, saluran/drainase, dan
jalan cor beton.
3. Pemanfaatan desa berupa areal persawahan, budidaya ikan, dan berternak.
4. Unsur-unsur desa yaitu Daerah, Penduduk serta Tata kehidupan.
5. Potensi Desa terbagi 2 yaitu potensi fisik dan non fisik.
6. Fungsi Rawa merupakan sebagai penyeimbang ekosistem kehidupan khususnya satwa
dan bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar untuk diambil sumber daya alamnya.

B. Saran
Jumlah tanaman atau rumput liar yang meningkat di ekosistem rawa dapat
mengganggu keseimbangan ekosistem sehingga perlu adanya penanganan seperti
konservasi rawa atau membuat bangunan sipil seperti turap pada pinggiran drainase, agar
tanaman atau rumput liar tersebut tidak tumbuh lagi sehingga tidak menyumbat saluran
air.
Demi terwujudnya pemanfaatan rawa, dan menjaga keaslian rawa tersebut maka
diperlukannya gotong-royong dari masyarakat, maupun aparatur pemerintahan desa.
Pengambilan SDA yang baik di daerah rawa disarankan menggunakan cara tradisional,
agar potensi kerusakan rawa bias ditekan dan bias dicegah.

Anda mungkin juga menyukai