Laporan Pendahuluan Askep Osteomyelitis
Laporan Pendahuluan Askep Osteomyelitis
OSTEOMYELITIS
DISUSUN OLEH :
(C1109017)
(C1109032)
A. Pengertian
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hemotogen (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). (Reeves, 2001:257).
Osteomyelitis adalah infeksi substansi tulang oleh bakteri piogenik
(Overdoff, 2002:571).
Sedangkan menurut Bruce, osteomyelitis adalah infeksi pada tulang yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Osteomyelitis biasanya merupakan infeksi
bakteri, tetapi mikrobakterium dan jamur juga dapat menyebabkan osteomyelitis
jika mereka menginvasi tulang (Ros, 1997:90).
Menurut Price (1995:1200). Osteomyelitis adalah infeksi jaringan tulang.
Osteomyelitis akut adalah infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi
lokal akut atau trauma tulang, biasanya disebabkan oleh Escherichia coli,
staphylococcus aureus, atau streptococcus pyogenes (Tucker, 1998:429).
Jadi pengertian osteomyelitis yang paling mendasar adalah infeksi jaringan
tulang yang mencakup sumsum atau kortek tulang yang disebabkan oleh bakteri
piogenik. Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan
dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan
dengan cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut yang
tidak ditangani dengan baik (Price, 1995:1200).
B. Insidensi
Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian
seluruh usia bisa saja berisiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya
kasus ini banyak terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 2:1.
C. Etiologi
tulang
pokok
sering
menyebabkan
traumatik
osteomyelitis.
Osteomyelitis sering ditemukan pada orang yang lebih tua karena factor
penyebabnya berhubungan dengan penuaan (Reeves, 2001:273).
D. Patofisiologi
Osteomyelitis paling sering disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Organisme
penyebab
yang
lain
yaitu
salmonella,
streptococcus,
dan
E. Pathway
Proses penuaan, Luka tekanan, trauma
Operasi (Pembedahan)
Hospitaslisasi
Abses tulang
Nekrosis tulang
pembentukan
squestrum)
Terputusnya
Terputusnya
kontinuitas
kontinuitas
jaringan
jaringan
Port deentry
Perubahan bentuk
(ankylosing)
Merangsang
Merangsang
syaraf mieline
syaraf mieline
Alarm nyeri
Kuman masuk
Fungsi tulang
Menurun
Kemampuan melakukan
pergerakan menurun
Insisi
pembedahan
Gerak terbatas
Imobilisasi
kesalahan interpretasi
Alarm nyeri
Pertahanan
sekunder menurun
Risti Penyebaran
Infeksi
F. Klasifikasi
Kurang
G.
Pengetahuan
Ada dua macam infeksi tulang menurut Robbins dan Kumar (1995:463-464)
yaitu :
1) Osteomyelitis piogenik hematogen
Gangguan
Fisik osteomyelitis piogenik hematogen
Biasanya terjadi
padaMobilitas
anak-anak,
terutama disebabkan oleh staphylococcus aureus kemudian diikuti oleh
bacillus colli. Kecuali samonela, osteomyelitis hematogen biasanya
bermanisfestasi sebagai suatu penyakit demam sistemik akut yang disertai
dengan gejala nyeri setempat, perasaan tak enak, kemerahan dan
pembengkakan.
2) Osteomyelitis tuberculosis
Timbulnya secara tersembunyi dan cenderung mengenai rongga sendi.
Daerah yang sering kena adalah tulang-tulang panjang dari ekstremitas
dan tulang belakang. Osteomyelitis tuberkulosis dapat menyebabkan
deformitas yang serius (kifosis, skoliosis) berkaitan dengan destruksi dan
perubahan sumbu tulang belakang dari posisi normalnya.
H. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis osteomielitis berkembang secara progenesis penyakit, antara
lain :
1. Osteomyelitis akut berkembang secara progresif atau cepat.
Pada keadaan ini, mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakteri pada
kulit dan saluran nafas atas. Gejala lain dapat berupa nyeri konstan pada
daerah infeksi atau nyeri tekan dan terdapat gangguan fungsi anggota
gerak yang bersangkutan. Gejala umum timbul akibat bakteremia dan
organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh
lebih dari satu patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika
intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka
terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol
infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya
trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat
penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi.
Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan
bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah
terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan.
Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama
makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis
steril. Tetapi antibitika dianjurkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen
bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya
ahli
bedah
dapat
mengangkat
sequestrum).
Kadang
harus
dilakukan
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol
hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal
selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi
ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan
darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
2. Keluhan Utama
Alasan yang menyebabkan lansia masuk ke rumah sakit. Biasanya karena
adanya gangguan pada sistem muskoloskletal.
3. Genogram
Mengkaji silsilah keluarga yang berkaitan dengan penyakit osteomyelitis.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sejak kapan timbul keluhan, apakan ada riwayat trauma. Hal-hal yang
menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan. Timbulnya
untuk pertama kalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula tentang adatidaknya gangguan pada sistem lainnya. Kaji lansia untuk mengungkapkan
alasan lansia memeriksakan diri atau mengunjungi fasilitas kesehatan,
keluhan utama pasien dan gangguan muskuloskeletal meliputi :
a) Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan
pembuluh darah, sendi, fasia atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri
apakah sakit yang menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya
berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan
nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang.
Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas atau gerakan.
Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek
langsung atau tidak langsung terhadap muskuloskeletal, misalnya riwayat
trauma atau kerusakan tulang rawan, riwayat artritis dan osteomielitis.
11. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)
Pemeriksaan Fisik secara umum (keadaan umum, integument, kepala, mata,
telinga, hidung dan sinus, mulut dan tenggorokan, leher, payudara,
pernafasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, perkemihan, muskuloskletal,
sistem saraf pusat, sistem endokrin, reproduksi) tidak mengalami gangguan
sehingga tidak menjadi pengkajian secara khusus. Namun biasanya pada
sistem muskuloskeletal perlu dikaji lebih mendalam.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu :
1) Adanya deformitas dan ketidaksejajaran yang dapat disebabkan oleh
penyakit sendi
2) Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya
tumor tulang.
3) Pemendekan ekstrimitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
sejajar secara anatomis
4) Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan
sendi, teraba krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukkan
adanya patah tulang.
mengenai integritas
3 (fair)
secara penuh
Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh
dengan melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan
4 (good)
tahanan
Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat
5 (normal)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan rentang
gerak
3. Risiko Terhadap Perluasan Infeksi berhubungan dengan pembentukan abses
tulang.
4. Kurang Pengetahuan tentang pengobatan
C. Intervensi Keperawatan
No
1
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri b/d
inflamasi dan
Intervensi
1. Pantau tingkat
dan intensitas
Rasional
1. Tingkat dan intensitas
nyeri merupakan data
pembengkakan
perawatan klien
melaporkan nyeri
berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
- Skala nyeri 0-4
- Grimace (-)
- Gerakan melokalisir
nyeri (-)
nyeri
2. Lakukan
imobilisasi
dengan bidai
2.
3. Tinggikan
ekstrimitas yang
nyeri
3.
4. Ajarkan teknik
relaksasi (nafas
dalam)
4.
5. Kolaborasi
pemberian
analgesik sesuai
program terapi
2
Gangguan
mobilitas fisik b/d
nyeri,
keterbatasan
rentang gerak
Tujuan :
Setelah dilakukan
perawatan, klien
dapat melakukan
mobilisasi dengan
atau tanpa bantuan
perawat
Kriteria hasil :
- Klien dapat
melakukan ROM
aktif
- Klien dapat
berpindah dengan
bantuan alat
5.
1. Lakukan
1. Imobilisasi dapat
imobilisasi
mengurangi pergerakan
dengan bidai
daerah cedera sehingga
pada daerah
tidak terjadi kerusakan
yang mengalami
yang berlanjut, hal ini
kerusakan.
juga dapat membantu
menopang berat tubuh.
2. Ajarkan
2. Klien mungkin baru
penggunaan alat
mengenal dan tidak dapat
bantu berpindah
menggunakan alat bantu
mobilitas seperti kruk atau
walker sehingga peran
perawat adalah
memberikan pendidikan
tentang cara
3. Jelaskan pada
pasien tetntang
pentingnya
pembatasan
aktivitas
4. Latihan ROM
aktif dan
perpindahan
maksimal 2 kali
dalam sehari
5. Anjurkan
partisipasi
partisipasi aktif
sesuai
kemampuan
dalam kegiatan
sehari-hari
3
Risiko Terhadap
Perluasan Infeksi
berhubungan
dengan
pembentukan
abses tulang.
Setelah dilakukan
perawatan, tidak
terjadi perluasan
infeksi pada klien
Kriteria hasil :
- Tidak ada tandatanda infeksi
- WBC Normal
1. Pertahankan
tirah baring
dalam posisi
yang di
programkan
2. Tinggikan
ekstremitas
yang sakit,
instruksikan
klien / bantu
dalam latihan
rentang gerak
pada
ekstremitas
yang sakit dan
tak sakit
3. Beri
penyanggah
pada
ekstremitas
penggunaannya.
Klien mungkin tidak
mengerti mengenai tujuan
pembatasan gerak,
sehingga perawat harus
memberikan penyuluhan
tentang pentingnya
pembatasan aktivitas pada
pasien cedera.
Pemahaman klien
memungkinkan
peningkatan daya
kooperatif.
4. Latihan ROM dapat
mencegah penurunan
masa otot, kontraktur dan
peningkatan vaskularisasi.
Sehingga tidak timbul
komplikasi yang tidak
diharapkan
5. Partisipasi aktif dapat
membantu pemulihan
kesehatan dan melatih
kekuatan otot, sehingga
diharapkan klien dapat
mempertahankan
kekuatannya.
3.
2. Dapat meringankan
masalah gangguan
mobilitas fisik yang
dialami klien
3. Dapat meringankan
masalah gangguan
mobilitas yang dialami
klien
4.
5.
6.
7.
Kurang
Pengetahuan
tentang
pengobatan
Setelah diberikan
1. Kaji tingkat
tindakan
pengetahuan
keperawatan,
pasien.
diharapkan terjadi
peningkatan
pengetahuan
mengenai kondisi dan 2. Berikan
penanganan yang
informasi pada
bersangkutan,
pasien tentang
Kriteria Hasil :
perjalanan
- Melaporkan
penyakitnya.
pemahaman
3. Berikan
mengenai penyakit
penjelasan pada
yang dialami
pasien tentang
- Menanyakan
setiap tindakan
tentang pilihan terapi
keperawatan
yang merupakan
yang diberikan.
petunjuk kesiapan
belajar
DAFTAR PUSTAKA
6. Mengurangi gangguan
mobilitas fisik
7. Kolaborasi interprofesional
membantu proses
perawatan klien lebih
efektif
1. Mengetahui tingkat
pemahaman dan
pengetahuan pasien tentang
penyakitnya serta indikator
dalam melakukan
intervensi.
2. Meningkatkan pemahaman
klien tentang kondisi
kesehatan.
3. Mengurangi tingkat
kecemasan dan membantu
meningkatkan kerjasama
dalam mendukung program
terapi yang diberikan
Chang, Ester. Daly, John. Elliott, Daug. 2009. Patofisiologi ; Aplikasi pada Praktik
Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, editor soelarto reksoprojo,
Tangerang: Binarupa Aksara
Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
(Konsep, Prosess dan Praktik. Jakarta : EGC
Robbins, Stanley E. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC
Sjamsuhidayat, R. de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar llmu Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Susane C. Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
Suratun, at all. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E, dkk,. 2001. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC