dan bukti-bukti yang akan digunakan dalam pengujian perincian saldo. Hubungan dua
hal ini biasanya mudah diternukan. Kedua aspek yang berhubungan disebutkan di
bawah ini, yaitu: Untuk penjualan, tujuan audit terkait keterjadian transaksi
memengaruhi tujuan audit terkait keberadaan saldo; Nilai realisasi dan tujuan audit
terkait saldo piutang dagang. Dalam mengevaluasi resiko pengendalian diluar tujuan
audit diatas, auditor harus mengidentifikasi dan melakukan pengujian terpisah.
d. Mendesain dan Melakukan Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif
atas Transaksi (Tahap II)
Auditor. menggunakan hasil pengujian substantif atas transaksi untuk
menentukan apakah perencanaan resiko deteksi sudah memenuhi untuk setiap tujuan
audit terkait saldo piutang dagang.
e. Mendesain dan Melakukan Prosedur Analitis (Tahap III)
Prosedur analitis biasanya dilakukan dalam tiga tahap audit yaitu selama
perencanaan, saat pelaksanaan pengujian terperinci, dan saat .rnenyelesaikan audit.
Prosedur analitis umunnya dilakukan selama tahap pengujian diselesaikan setelah
tanggal neraca, namun sebelum dilakukan pengujian perincian saldo. Auditor
rnenjalankan prosedur analitis untuk seluruh siklus penjualan dan penagihan, tidak
hanya piutang dagang. Hal ini perlu dilakukan karena terdapat hubungan erat antara
laporan laba/rugi dengan akun-akun pada neraca.
f. Mendesain dan Melakukan Pengujian Perincian Saldo Piutang Dagang (Tahap
III)
Pengujian perincian yang tepat terhadap saldo bergantung pada faktor-faktor
yang disebutkan. Resiko deteksi yang terencana untuk setiap tujuan audit terkait saldo
piutang dagang ditampilkan pada baris kedua terbawah. Tugas rnenggabungkan faktorfaktor penentu resiko deteksi terencana cukup kompleks karena pengukuran untuk
setiap faktor bisa saja salah dan penentuan bobot untuk setiap faktor sifatnya sangat
subjektif. Sebaliknya, hubungan antar faktor dan resiko deteksi terencana biasanya
mudah dilakukan.
B. MENDESAIN PENGUJIAN PERINCIAN SALDO
Dalam membahas pengujian perincian saldo piutang dagang, kita berfokus pada
tujuan audit-terkait saldo. Kita akan mengasumsikan dua hal, yaitu :
1. Auditor telah melengkapi, kertas kerja.
2. Auditor telah menetapkan resiko deteksi terencana untuk pengujian atas tujuan audit
terkait saldo.
a. Piutang Dagang Ditambahkan secara Tepat dan Sesuai dengan Berkas Utama
dan Buku Besar
Pada umumnya, auditor harus menelusuri sampel untuk saldo masing-masing
dokumen pendukung, seperti duplikat bukti penjualan untuk mencocokkan nama
pelanggan, saldo, dan penghitungan umur piutang yang tepat.
b. Piutang Dagang Dicatat Sesuai Keberadaannya
Konfirmasi atas saldo tagihan pelanggan merupakan pengujian paling penting
untuk menentukan keberadaan piutang dagang yang dicatat. Ketika pelanggan tidak
menanggapi konfirmasi, maka auditor perlu memeriksa dokumen pendukung untuk
mengecek pengiriman barang, juga menguji bukti penerimaan kas selama masa tenggat
(subsequent) untuk mengetahui apakah pembayaran sudah dilakukan.
c. Piutang Dagang Dicatat secara Lengkap
Bagi auditor, sulit untuk melakukan pengujian saldo rekening diluar neraca
saldo, kecuali bergantung pada perimbangan data piutang dagang diberkas utama. Jika
seluruh penjualan kepada pelanggan tidak dimasukkan dalam jurnal penjualan, maka
kurang saji pada piutang dagang tidak dapat diungkap melalui pengujian perincian
saldo.
d. Akurasi Piutang Dagang
Konfirmasi rekening yang diambil dari neraca saldo merupakan bentuk
pengujian perincian saldo yang paling umum dilakukan untuk mengetahui akurasi
piutang dagang.
e. Piutang Dagang Diklasifikasikan dengan Benar
Umumnya, auditor dapat mengevaluasi klasifikasi piutang dagang dengan
mudah. Auditor perlu mengecek apakah piutang yang sifatnya jangka panjang sudah
dipisahkan dari piutang dagang biasa, dan saldo kredit pada piutang .dagang yang
jumlahnya besar diklasifikasikan kembali menjadi utang dagang.
f. Penetapan Pisah Batas (Cutoff) Piutang Dagang secara Tepat
1) Salah Saji Akibat Pisah Batas (Cutoff Misstatement)
Tujuan pengujian pisah batas, tanpa memperhatikan jenis transaksi, adalah
untuk melihat apakah transaksi yang terjadi di akhir periode akuntansi dicatat pada
periode yang tepat. Untuk masing-masing hal tersebut, auditor perlu melakukan tiga
pendekatan dalam menetapkan kewajaran pisah batas, yaitu:
a) Menetapkan kriteria pisah batas yang tepat.
jumlah
yang
merekonsiliasi saldo piutang dagang pada tanggal konfirmasi dengan piutang dagang
pada tanggal neraca. Untuk melakukan prosedur analitis atas aktivitas selarna periode
intervensi; mungkin perlu dilakukan pengujian transaksi yang terjadi antara tanggal
konfirmai dan tanggal neraca.
d) Keputusan Pengambilan Sampel
Dilakukan dengan cara :
1. Jumlah Sampel
2. Pemilihan Sampel Pengujian
e) Menjalankan Pengendalian
Setelah sampel konfirmasi ditentukan, auditor tetap perlu melakukan
pengendalian konfirmasi hingga dikembalikan dari pelanggan. Sama halnya dengan
amplop pengembalian, juga harus dialamatkan kepada kantor KAP. Bila perlu, lakukan
pengiriman surat konfirmasi diluar kantor klien. Langkah-langkah ini diperlukan untuk
memastikan independensi komunikasi antara auditor dan pelanggan.
f) Tindak Lanjut Bila Tidak Ada Tanggapan
Surat konfirmasi yang tidak dikembalikan oleh pelanggan tidak dapat dianggap
sebagai bukti udit. Akan tetapi, konfirmasi negatif memang bisa menjadi bukti
keberadaan asersi. Jika menggunakan konfirmasi positif. Tujuan dari prosedur alternatif
adalah menentukan, tanpa konfirmasi, apakah akun yang tidak dijawab mernang benar
ada (existed), dan disajikan dengan benar pada tanggal konfirmasi. Untuk setiap
konfirmasi positif yang tidak dikembalikan, auditor dapat memeriksa dokumen untuk
menguji keberadaan dan akurasi transaksi penjualan individu yang tercantum dalam
saldo akhir piutang dagang, yaitu dengan :
1) Penerimaan Kas pada Masa Tenggat
2) Duplikat Faktur Penjualan
3) Dokumen Pengiriman
4) Korespondensi Dengan Klien
g) Analisis Perbedaan
Ketika permintaan konfirmasi dikembalikan oleh pelanggan, auditor harus
menentukan alasan jika ditemukan perbedaan. Beda waktu perlu dipisahkan dari
pengecualian (exception), yang merupakan salah saji atas saldo piutang dagang. Jenis
perbedaan yang biasa terjadi pada hasil konfirmasi meliputi:
1) Pembayaran Sudah Dilakukan
2) Barang Belum Diterima
3) Pengembalian Barang
4) Kesalahan Klerikal dan Jumlah yang Dipertentangkan
h) Pengambilan Kesimpulan
Ketika masalah perbedaan sudah diselesaikan, termasuk perbedaan yang
ditemukan saat melakukan prosedur alternatif, auditor harus melakukan evaluasi ulang
terhadap pengendalian internal. Setiap salah saji harus dianalisis untuk menentukan
apakah hal ini konsisten atau tidak konsisten dengan tingkat yang ditetapkan dalam
resiko pengendalian. Selain itu, perlu dipastikan bahwa sampel yang diambil dapat
mewakili populasi dengan benar. Meskipun jumlah salah sajl dalam sampel tidak
signifikan dalam mempengaruhi laporan keuangan, auditor perlu mempertimbangkan
jika salah saji itu rnenjadi material dalam populasi. Auditor harus selalu mengevaluasi
kondisi kualitatif dari salah saji yang ditemukan dalam sampel, tanpa memperhatikan
nominal salah saji populasi yang diestimasi. Keputusan akhir tentang piutang dagang
dan penjualan adalah mengenai apakah bukti memadai telah diperoleh melalui
pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi, prosedur analitis,
prosedur pisah batas, konfirmasi, dan pengujian substantif lain untuk menguatkan
pengambilan keputusan, mengenai kebenaran saldo yang disajikan.
D. MENGEMBANGKAN PENGUJIAN ATAS PROGRAM AUDIT PERINCI
Kita akan menggunakan kasus PT Perkakas Prima guna mengilustrasikan
pengembangan prosedur program audit untuk pengujian perincian dalam siklus penjualan
dan penagihan. Mira Abadi, seorang auditor senior, menyiapkan kertas kerja perencanaan
bukti dan memutuskan seberapa luas pengujian perincian saldo tersebut.informasi dari
setiap baris adalah sebagai berikut:
1. Salah saji yang dapat diterima. Ketentuan awal atas materialitas adalah di atas Rp
442.000.000,00 (sekitar 6% dari laba operasi sebesar Rp 7.370.000.000). 1a
mengalokasikan Rp 265.000.000 ke audit piutang dagang.
2. Resiko audit yang bisa diterima. Mira menentukan resiko audit yang dapat diterima
adalah tinggi karena perusahaan dalam kondisi keuangan yang bagus, stabilitas
keuangan yang tinggi, dan pengguna laporan keuangan hanya sedikit.
3. Resiko bawaan. Mira menentukan bahwa tingkatan resiko yang tak terhindarkan adalah
medium untuk keberadaan dan pisah batas karena hal-hal yang perlu diperhatikan
mengenai pengakuan pendapatan dalam PSA 70. Mira juga menentukan resiko yang tak
terhindarkan adalah medium untuk nilai realisasi. Pada tahun-tahun sebelumnya, klien
membuat penyesuaian audit atas cadangan piutang tak tertagih karena terbukti kurang
saji. Resiko bawaan untuk tujuan lain ditetapkan rendah.
4. Resiko pengendalian. Penentuan resiko pengendalian untuk setiap tujuan audit adalah
sama dengan Figur 13-6 (Jilid 1). (Perlu diingat bahwa hasil uji pengendalian dan
pengujian substantif atas transaksi pada Bab 13 adalah konsisten dengan penentuan
resiko pengendalian awal yang ditetapkan auditor, kecuali pada akurasi dan nilai
realisasi perijualan). Pengujian substantif atas hasil transaksi. Hasil pengujian ini juga
diambil dari Figur 13-6. (Perlu diingat dari Bab 13 bahwa seluruh hasil diterima kecuali
tujuan akurasi dan pisah batas untuk penjualan).
5. Prosedur analitis. Lihat Tabel 14-2 dan 14-3.
6. Resiko deteksi terencana dan bukti audit terencana. Dua baris ini ditujukan untuk setiap
tujuan berdasarkan kesimpulan dari baris lainnya.
konfirmasi positif, meskipun harus menambah biaya, tetapi masih bisa dinegosiasikan untuk
masalah fee kepada klien agar meminta persetujuan, karena konfirmasi salah saji material
harus membutuhkan respon klien, jika tidak ada respon maka auditor bisa menggunakan
prosedur lain.