Anda di halaman 1dari 9

A.

METODOLOGI DESAIN PENGUJIAN PERINCIAN SALDO


Terdapat delapan tujuan umum ini sama untuk seluruh akun, yang disebut tujuan
audit terkait saldo piutang dagang. Kedelapan tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Piutang dagang dalam neraca saldo sesuai dengan jumlah pada berkas utama, dan
jumlah totalnya secara tepat ditambahkan sesuai dengan buku besar (kecocokan
perincian).
2. Pencatatan piutang dagang yang terjadi (keberadaan).
3. Seluruh piutang dagang sudah dihitung (kelengkapan).
4. Jumlah piutang dagang yang tepat (akurasi).
5. Piutang dagang diklasifikasikan dengan benar (klasifikasi).
6. Pisah batas waktu piutang dagang yang tepat (pisah batas).
7. Piutang dagang dinyatakan dalam nilai yang dapat direalisasikan (terealisasikan).
8. Klien memiliki hak atas piutang dagang (hak).
Metodologi Desain Pengujian Perincian Saldo Piutang Dagang sebagai Berikut :
a. Mengidentitikasi Resiko Bisnis Klien yang Memengaruhi Piutang Dagang
(Tahap I)
Auditor memahami bisnis dan internal klien serta mengevaluasi tujuan
manajemen dan proses bisnis untuk mengidentifikasi resiko bisnis klien yang secara
signifikan dapat mernengaruhi pelaporan keuangan termasuk piutang.
b. Menetapkan Salah Saji yang Dapat Diterima dan Mengevaluasi Resiko Bawaan
(Tahap 1)
Auditor terlebih dahulu memberikan penilaian awal mengenai materialitas
untuk keseluruhan laporan keuangan, mengalokasikan jumlah yang dianggap material
untuk setiap akun neraca, termasuk piutang dagang.
c. Mengevaluasi Resiko Pengendalian dalam Siklus Penjualan dan Penagihan
(Tahap I)
Pengendalian internal atas

penjualan dan bukti penerimaan kas yang

berhubungan dengan piutang dagang. Auditor umumnya memperhatikan tiga aspek


pengendalian internal, yaitu: Pengendalian untuk menghindari atau mendeteksi
pencurian, Pengendalian atas penetapan pisah batas, Pengendalian yang berhubungan
dengan cadangan piutang tidak tertagih.
Auditor harus menghubungkan resiko pengendalian atas tujuan audit terkait
transaksi dan tujuan audit terkait saldo, terutama untuk merencanakan resiko deteksi

dan bukti-bukti yang akan digunakan dalam pengujian perincian saldo. Hubungan dua
hal ini biasanya mudah diternukan. Kedua aspek yang berhubungan disebutkan di
bawah ini, yaitu: Untuk penjualan, tujuan audit terkait keterjadian transaksi
memengaruhi tujuan audit terkait keberadaan saldo; Nilai realisasi dan tujuan audit
terkait saldo piutang dagang. Dalam mengevaluasi resiko pengendalian diluar tujuan
audit diatas, auditor harus mengidentifikasi dan melakukan pengujian terpisah.
d. Mendesain dan Melakukan Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif
atas Transaksi (Tahap II)
Auditor. menggunakan hasil pengujian substantif atas transaksi untuk
menentukan apakah perencanaan resiko deteksi sudah memenuhi untuk setiap tujuan
audit terkait saldo piutang dagang.
e. Mendesain dan Melakukan Prosedur Analitis (Tahap III)
Prosedur analitis biasanya dilakukan dalam tiga tahap audit yaitu selama
perencanaan, saat pelaksanaan pengujian terperinci, dan saat .rnenyelesaikan audit.
Prosedur analitis umunnya dilakukan selama tahap pengujian diselesaikan setelah
tanggal neraca, namun sebelum dilakukan pengujian perincian saldo. Auditor
rnenjalankan prosedur analitis untuk seluruh siklus penjualan dan penagihan, tidak
hanya piutang dagang. Hal ini perlu dilakukan karena terdapat hubungan erat antara
laporan laba/rugi dengan akun-akun pada neraca.
f. Mendesain dan Melakukan Pengujian Perincian Saldo Piutang Dagang (Tahap
III)
Pengujian perincian yang tepat terhadap saldo bergantung pada faktor-faktor
yang disebutkan. Resiko deteksi yang terencana untuk setiap tujuan audit terkait saldo
piutang dagang ditampilkan pada baris kedua terbawah. Tugas rnenggabungkan faktorfaktor penentu resiko deteksi terencana cukup kompleks karena pengukuran untuk
setiap faktor bisa saja salah dan penentuan bobot untuk setiap faktor sifatnya sangat
subjektif. Sebaliknya, hubungan antar faktor dan resiko deteksi terencana biasanya
mudah dilakukan.
B. MENDESAIN PENGUJIAN PERINCIAN SALDO
Dalam membahas pengujian perincian saldo piutang dagang, kita berfokus pada
tujuan audit-terkait saldo. Kita akan mengasumsikan dua hal, yaitu :
1. Auditor telah melengkapi, kertas kerja.
2. Auditor telah menetapkan resiko deteksi terencana untuk pengujian atas tujuan audit

terkait saldo.
a. Piutang Dagang Ditambahkan secara Tepat dan Sesuai dengan Berkas Utama
dan Buku Besar
Pada umumnya, auditor harus menelusuri sampel untuk saldo masing-masing
dokumen pendukung, seperti duplikat bukti penjualan untuk mencocokkan nama
pelanggan, saldo, dan penghitungan umur piutang yang tepat.
b. Piutang Dagang Dicatat Sesuai Keberadaannya
Konfirmasi atas saldo tagihan pelanggan merupakan pengujian paling penting
untuk menentukan keberadaan piutang dagang yang dicatat. Ketika pelanggan tidak
menanggapi konfirmasi, maka auditor perlu memeriksa dokumen pendukung untuk
mengecek pengiriman barang, juga menguji bukti penerimaan kas selama masa tenggat
(subsequent) untuk mengetahui apakah pembayaran sudah dilakukan.
c. Piutang Dagang Dicatat secara Lengkap
Bagi auditor, sulit untuk melakukan pengujian saldo rekening diluar neraca
saldo, kecuali bergantung pada perimbangan data piutang dagang diberkas utama. Jika
seluruh penjualan kepada pelanggan tidak dimasukkan dalam jurnal penjualan, maka
kurang saji pada piutang dagang tidak dapat diungkap melalui pengujian perincian
saldo.
d. Akurasi Piutang Dagang
Konfirmasi rekening yang diambil dari neraca saldo merupakan bentuk
pengujian perincian saldo yang paling umum dilakukan untuk mengetahui akurasi
piutang dagang.
e. Piutang Dagang Diklasifikasikan dengan Benar
Umumnya, auditor dapat mengevaluasi klasifikasi piutang dagang dengan
mudah. Auditor perlu mengecek apakah piutang yang sifatnya jangka panjang sudah
dipisahkan dari piutang dagang biasa, dan saldo kredit pada piutang .dagang yang
jumlahnya besar diklasifikasikan kembali menjadi utang dagang.
f. Penetapan Pisah Batas (Cutoff) Piutang Dagang secara Tepat
1) Salah Saji Akibat Pisah Batas (Cutoff Misstatement)
Tujuan pengujian pisah batas, tanpa memperhatikan jenis transaksi, adalah
untuk melihat apakah transaksi yang terjadi di akhir periode akuntansi dicatat pada
periode yang tepat. Untuk masing-masing hal tersebut, auditor perlu melakukan tiga
pendekatan dalam menetapkan kewajaran pisah batas, yaitu:
a) Menetapkan kriteria pisah batas yang tepat.

b) Mengevaluasi apakah .klien telah melakukan prosedur yang mernadai untuk


menentukan tingkat kewajaran pisah batas.
c) Menguji apakah pisah batas yang ditetapkan adalah tepat.
2) Pisah Batas Penjualan
Sebagian besar klien yang bergerak dibidang perdagangan dan manufaktur
mencatat penjualan berdasarkan kriteria pengiriman barang. Beberapa perusahaan
mencatat faktur pada saat perpindahan kepemilikan, yang dapat terjadi sebelum
pengiriman, pada saat memulai pengiriman, atau selama pengirirnan berlangsung.
Agar Pengukuran dilakukan secara tepat pada periode berjalan, maka metode yang
digunakan harus mengikuti Prinsip Akuntansi Berterima Umum dan diterapkan
secara konsisten. Bagian terpenting pada evaluasi metode klien dalarn menetapkan
pisah batas adalah saat menentukan prosedur apa yang digunakan. Jika klien
menerbitkan dokumen pengiriman secara urut nomor, maka auditor akan sangat
mudah mengevaluasi dan menguji pisah batasnya. Pemisahan tugas antara fungsi
pengiriman dan penagihan juga rnenguatkan kecenderungan untuk mencatat
transaksi pada periode yang tepat.
3) Pisah Batas Retur Dan Cadangan Penjualan
GAAP mensyaratkan retur penjualan harus dibandingkan dengan penjualan
terkait jika jumlahnya material. Di kebanyakan perusahaan, retur penjualan dicatat
pada periode akuntansi dimana transaksi ini terjadi, dengan asumsi yang hampir
sama, yaitu adanya saling hapus (offsetting) jumlah pada awal dan akhir periode
akuntansi. Pendekatan ini dapat diterima selama jumlahnya tidak material. Beberapa
perusahaan menyediakan cadangan, mirip dengan cadangan piutang tak tertagih,
untuk jumlah retur yang diperkirakan terjadi selama periode jeda.
4) Pisah Batas Penerimaan Kas
Pengujian untuk salah saji pisah batas penerimaan kas cukup mudah
dilakukan, yaitu dengan menelusuri pencatatan penerimaan kas ke setoran bank pada
periode jeda yang terdapat di laporan bank. Pada tingkat tertentu, auditor dapat
rnengandalkan konfirmasi atas piutang dagang untuk menemukan salah saji pada
pisah batas penjualan, retur, dan cadangan penjualan, dan penerimaan kas.
5) Piutang Dagang dinyatakan dalam Nilai Terealisasi
GAAP mensyaratkan perusahaan mencatat piutang dagang dalam jumlah
tertinggi yang dapat ditagih. Nilai terealisasi piutang dagang sama dengan jumlah
total piutang dagang dikurangi dengan cadangan piutang tak tertagih. Untuk
menghitung cadangan, klien mengestimasi jumlah total piutang dagang yang
diperkirakan tidak dapat ditagih. Prediksi ini tentunya tidak dapat dilakukan secara

tepat, tetapi auditor perlu mengevaluasi apakah klien sudah menetapkan


cadangannya secara masuk akal dengan mempertimbangkan semua fakta.
Untuk memulai evaluasi cadangan atas piutang tak tertagih, auditor
menganalisis hasil pengujian pengendalian mengenai kebijakan kredit klien. Auditor
menghadapi dua kesalahan yang biasa terjadi dalam mengevaluasi cadangan dengan
memeriksa saldo jangka panjang secara individu pada neraca saldo. Pertama, mereka
mengabaikan tingkat kecukupan cadangan untuk akun jangka pendek, meskipun
beberapa akun ini jelas-jelas tidak tertagih. Kedua, sulit untuk membandingkan hasil
tahun berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya dalam basis yang tidak terstruktur.
6) Piutang Tak Tertagih
Setelah auditor puas dengan akun cadangan, mudah baginya untuk memeriksa
piutang tak tertagih. Diasumsikan bahwa:
a) Saldo awal akun cadangan diverifikasi sebagai bagian dari audit sebelumnya.
b) Jumlah tak tertagih yang dihapus diverifikasi sebagai bagian dari pengujian
substantif atas transaksi.
c) Saldo akhir-akun cadangan diverifikasi untuk berbagai tujuan.
Piutang tak tertagih merupakan saldo sisa yang diverifikasi dari perhitungan kembali.
g. Klien Berhak atas Piutang Dagang
Hak klien atas piutang dagang biasanya tidak menyebabkan masalah audit
karena piutang umumnya memang milik klien. Untuk mendapatkan informasi
mengenai keterbatasan hak klien atas piutangnya, auditor perlu mendiskusikan dengan
klien, melakukan konfirmasi ke bank, atau memeriksa kontrak utang sebagai bukti
bahwa piutang dagang dipakai sebagai jaminan, dan memeriksa berkas korespondensi.
h. Penyajian dan Pengungkapan Piutang Dagang
Pengujian dari keempat tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan
dilakukan sebagai bagian dari penyelesaian tahapan audit. Untuk mengevaluasi
kecukupan penyajian dan pengungkapan tersebut, auditor perlu memiliki pemahaman
SAK dan persyaratan penyajian dan pengungkapan secara menyeluruh. Bagian penting
dari evaluasi meliputi keputusan apakah klien telah memisahkan hal-hal material yang
memerlukan pengungkapan terpisah dalarn laporan keuangan.
C. KONFIRMASI PIUTANG DAGANG
Konfirmasi piutang menekankan pada pentingnya konfirmasi, mengingat
konfirmasi merupakan bukti yang sangat diandalkan. Tujuan utama konfirmasi piutang
dagang adalah untuk memenuhi tujuan keberadaan, akurasi, dan pisah batas (cutoff).
a) Persyaratan Standar Auditing
Standar auditing mensyaratkan konfirrnasi piutang dagang dalam kondisi normal. PSA
07 (SA 330) menyebutkan tiga pengecualian terhadap persyaratan konfirmasi tersebut,
yaitu:

1. Piutang dagang jumlahnya tidak material.


2. Auditor mempertirnbangkan bahwa konfirmasi merupakan bukti yang tidak efektif
karena tingkat respons yang rendah atau tidak dapat diandalkan.
3. Kornbinasi dari tingkat resiko bawaan dan resiko pengendalian adalah rendah dan
bukti substantif lain dapat diakumulasikan sebagai bukti yang cukup.
b) Jenis-Jenis Konfirmasi
Dalam melakukan prosedur konfirmasi, auditor harus memutuskan terlebih dulu jenis
konfirmasi yang digunakan.
1. Konfirmasi Positif (Positive Confirmation)
Konfirmasi positif adalah komunkasi. yang ditujukan kepada debitor untuk
meminta konfirmasi secara langsung apakah saldo yang disebutkan dalarn
konfirmasi tersebut benar atau salah, yaitu :
1) Formulir Konfirmasi Kosong (Blank Confirmation Form)
Jenis konfirmasi positif yang tidak menyebutkan

jumlah

yang

dikonfirmasi, tetapi mensyaratkan penerirna untuk mengisi jumlahnya atau


memasukkan informasi lain.
2) Konfirmasi Tagihan (Invoice Confirmation)
Konfirmasi tagihan juga memiliki kekurangan, yaitu tidak mengonfirmasi
saldo akhir secara langsung.
2. Konfirmasi Negatif (Negative Contirmation)
Dengan konfirmasi negatif, pelanggan bisa saja tidak merespons dan
dianggap menyetujui jumlah yang dikonfirmasi, meskipun mungkin sebenarnya
pelanggan mengabaikan permintaan konfirrnasi. Meskipun demikian, konfirmasi
negatif lebih murah dibandingkan konfirmasi positif karena tidak membutuhkan
permintaan konfirmasi kedua dan tidak membutuhkan tindak lanjut jika tidak ada
respons. Auditor berhak menentukan jenis konfirmasi yang akan digunakan, dan hal
ini sebaiknya berdasarkan fakta dalam audit. PSA 07 menyatakan bahwa konfirmasi
negatif dapat dilakukan hanya jika tiga kondisi berikut dipenuhi.
1. Piutang dagang terdirii dari sejumlah besar akun bersaldo kecil.
2. Kombinasi antara resiko pengendalian dan resiko bawaan adalah rendah.
3. Jika diyakini bahwa penerima konfirmasi tidak mengabaikan konfirmasi yang
diminta.
c) Penetapan Waktu (Timing)
Bukti yang paling dapat diandalkan dari konfirmasi diperoleh saat konfirmasi
tersebut dikirimkan sesegera mungkin seteiah penutupan tanggal neraca. Dengan ini,
auditor dapat secara langsung menguji saldo piutang dagang dari laporan keuangan
tanpa perlu memperhatilcan transaksi yang terjadi antara tanggal konfirmasi dan tanggal
neraca. Jika auditor memutuskan untuk mengonfirmasi piutang dagang sebelum akhir
tahun, maka auditor tersebut biasanya menyiapkan skedul ke depan untuk

merekonsiliasi saldo piutang dagang pada tanggal konfirmasi dengan piutang dagang
pada tanggal neraca. Untuk melakukan prosedur analitis atas aktivitas selarna periode
intervensi; mungkin perlu dilakukan pengujian transaksi yang terjadi antara tanggal
konfirmai dan tanggal neraca.
d) Keputusan Pengambilan Sampel
Dilakukan dengan cara :
1. Jumlah Sampel
2. Pemilihan Sampel Pengujian
e) Menjalankan Pengendalian
Setelah sampel konfirmasi ditentukan, auditor tetap perlu melakukan
pengendalian konfirmasi hingga dikembalikan dari pelanggan. Sama halnya dengan
amplop pengembalian, juga harus dialamatkan kepada kantor KAP. Bila perlu, lakukan
pengiriman surat konfirmasi diluar kantor klien. Langkah-langkah ini diperlukan untuk
memastikan independensi komunikasi antara auditor dan pelanggan.
f) Tindak Lanjut Bila Tidak Ada Tanggapan
Surat konfirmasi yang tidak dikembalikan oleh pelanggan tidak dapat dianggap
sebagai bukti udit. Akan tetapi, konfirmasi negatif memang bisa menjadi bukti
keberadaan asersi. Jika menggunakan konfirmasi positif. Tujuan dari prosedur alternatif
adalah menentukan, tanpa konfirmasi, apakah akun yang tidak dijawab mernang benar
ada (existed), dan disajikan dengan benar pada tanggal konfirmasi. Untuk setiap
konfirmasi positif yang tidak dikembalikan, auditor dapat memeriksa dokumen untuk
menguji keberadaan dan akurasi transaksi penjualan individu yang tercantum dalam
saldo akhir piutang dagang, yaitu dengan :
1) Penerimaan Kas pada Masa Tenggat
2) Duplikat Faktur Penjualan
3) Dokumen Pengiriman
4) Korespondensi Dengan Klien
g) Analisis Perbedaan
Ketika permintaan konfirmasi dikembalikan oleh pelanggan, auditor harus
menentukan alasan jika ditemukan perbedaan. Beda waktu perlu dipisahkan dari
pengecualian (exception), yang merupakan salah saji atas saldo piutang dagang. Jenis
perbedaan yang biasa terjadi pada hasil konfirmasi meliputi:
1) Pembayaran Sudah Dilakukan
2) Barang Belum Diterima
3) Pengembalian Barang
4) Kesalahan Klerikal dan Jumlah yang Dipertentangkan
h) Pengambilan Kesimpulan
Ketika masalah perbedaan sudah diselesaikan, termasuk perbedaan yang
ditemukan saat melakukan prosedur alternatif, auditor harus melakukan evaluasi ulang
terhadap pengendalian internal. Setiap salah saji harus dianalisis untuk menentukan

apakah hal ini konsisten atau tidak konsisten dengan tingkat yang ditetapkan dalam
resiko pengendalian. Selain itu, perlu dipastikan bahwa sampel yang diambil dapat
mewakili populasi dengan benar. Meskipun jumlah salah sajl dalam sampel tidak
signifikan dalam mempengaruhi laporan keuangan, auditor perlu mempertimbangkan
jika salah saji itu rnenjadi material dalam populasi. Auditor harus selalu mengevaluasi
kondisi kualitatif dari salah saji yang ditemukan dalam sampel, tanpa memperhatikan
nominal salah saji populasi yang diestimasi. Keputusan akhir tentang piutang dagang
dan penjualan adalah mengenai apakah bukti memadai telah diperoleh melalui
pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi, prosedur analitis,
prosedur pisah batas, konfirmasi, dan pengujian substantif lain untuk menguatkan
pengambilan keputusan, mengenai kebenaran saldo yang disajikan.
D. MENGEMBANGKAN PENGUJIAN ATAS PROGRAM AUDIT PERINCI
Kita akan menggunakan kasus PT Perkakas Prima guna mengilustrasikan
pengembangan prosedur program audit untuk pengujian perincian dalam siklus penjualan
dan penagihan. Mira Abadi, seorang auditor senior, menyiapkan kertas kerja perencanaan
bukti dan memutuskan seberapa luas pengujian perincian saldo tersebut.informasi dari
setiap baris adalah sebagai berikut:
1. Salah saji yang dapat diterima. Ketentuan awal atas materialitas adalah di atas Rp
442.000.000,00 (sekitar 6% dari laba operasi sebesar Rp 7.370.000.000). 1a
mengalokasikan Rp 265.000.000 ke audit piutang dagang.
2. Resiko audit yang bisa diterima. Mira menentukan resiko audit yang dapat diterima
adalah tinggi karena perusahaan dalam kondisi keuangan yang bagus, stabilitas
keuangan yang tinggi, dan pengguna laporan keuangan hanya sedikit.
3. Resiko bawaan. Mira menentukan bahwa tingkatan resiko yang tak terhindarkan adalah
medium untuk keberadaan dan pisah batas karena hal-hal yang perlu diperhatikan
mengenai pengakuan pendapatan dalam PSA 70. Mira juga menentukan resiko yang tak
terhindarkan adalah medium untuk nilai realisasi. Pada tahun-tahun sebelumnya, klien
membuat penyesuaian audit atas cadangan piutang tak tertagih karena terbukti kurang
saji. Resiko bawaan untuk tujuan lain ditetapkan rendah.
4. Resiko pengendalian. Penentuan resiko pengendalian untuk setiap tujuan audit adalah
sama dengan Figur 13-6 (Jilid 1). (Perlu diingat bahwa hasil uji pengendalian dan
pengujian substantif atas transaksi pada Bab 13 adalah konsisten dengan penentuan
resiko pengendalian awal yang ditetapkan auditor, kecuali pada akurasi dan nilai
realisasi perijualan). Pengujian substantif atas hasil transaksi. Hasil pengujian ini juga

diambil dari Figur 13-6. (Perlu diingat dari Bab 13 bahwa seluruh hasil diterima kecuali
tujuan akurasi dan pisah batas untuk penjualan).
5. Prosedur analitis. Lihat Tabel 14-2 dan 14-3.
6. Resiko deteksi terencana dan bukti audit terencana. Dua baris ini ditujukan untuk setiap
tujuan berdasarkan kesimpulan dari baris lainnya.

SOAL KASUS BUKU ARENS BAB 14


Identifikasi Kasus
Dalam kasus pada bab 14 halaman 1 yang menjelaskan kasus tentang Sistem Pengendalian
Internal, terdapat masalah yaitu setelah santi sujono (auditor) melakukan prosedur audit
pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi penjualan terdapat salah saji
dalam jumlah yang cukup signifikan, hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman klien
tentang perubahan sistem pengendalian internal atas transaksi penjualan dan penerimaan kas
termasuk implementasi penjualan berbasis internet. Karena terjadinya salah saji dalam jumlah
yang signifikan tersebut maka auditor tidak dapat mengirimkan permintaan konfirmasi
negatif sejumlah 200 seperti biasa.
Usulan Sistem Pengendalian
Untuk klien diharapkan agar lebih menguasai sistem transaksi berbasis internet agar salah
saji bisa diminimalisir tidak seperti yang terjadi pada kasus, atau klien bisa menggunakan
sistem transaksi seperti tahun sebelumnya dimana pada saat dilakukan audit pada tahun
tersebut tidak terjadi salah saji.
Untuk auditor, karena salah saji dalam jumlah material,

maka yang dikirim adalah

konfirmasi positif, meskipun harus menambah biaya, tetapi masih bisa dinegosiasikan untuk
masalah fee kepada klien agar meminta persetujuan, karena konfirmasi salah saji material
harus membutuhkan respon klien, jika tidak ada respon maka auditor bisa menggunakan
prosedur lain.

Anda mungkin juga menyukai