INTISARI
Perkembangan teknologi informasi telah merubah sebagian besar metode pekerjaan dari
yang semula banyak mengandalkan analog menjadi digital. Tidak terkecuali dalam
pekerjaan survey dan pemetaan yang erat kaitannya dengan penentuan posisi di muka
bumi. Perkembangan ini secara disadari atau tidak telah membawa perubahan yang
sangat signifikan. Diantaranya adalah penggunaan GNSS dalam penentuan posisi di
muka bumi. Sebagaimana kita tahu, GPS adalah pemain tunggal dalam industri ini,
tetapi dalam beberapa dekade ini telah muncul satelit satelit penentuan posisi lain
seperti Glonass (Rusia), Galileo (Uni Eropa), Compass (China) sebagai kompetitor
GPS.
Aplikasi GNSS dalam survey dan pemetaan semakin menuntut ketelitian yang tinggi
dan produktifitas yang tinggi pula. Hal ini juga berlaku pada pengukuran bidang tanah.
Apalagi pengukuran bidang yang dilakukan di daerah perkotaan yang pergerakan dan
perkembanganya dinamis. Beberapa organisasi baik pemerintah maupun swasta telah
mengembangkan berbagai sistem pendukung observasi GNSS yang bertujuan untuk
meningkatkan ketelitian dan dengan hasil pengukuran secara real time. Salah satu
sistem tersebut adalah Continuously Operating Reference Stations (CORS) yang pada
awal pengembangannya dulu adalah sebagai infrastruktur pemantau pergerakan
geodinamik.
Tulisan ini akan menyajikan kajian mengenai urgensi pemanfaatan CORS untuk
percepatan pelayanan dan sebagai alternatif pengganti fungsi Titik Dasar Teknis (TDT)
yang semakin lama semakin tidak efektif dalam penggunaannya. Lebih jauh lagi, tulisan
ini juga akan membahas mengenai aplikasi dari jaringan ini untuk mendukung program
pertanahan seperti Reforma Agraria, LARASITA, IP4T, penanganan sengketa dan
konflik pertanahan, identifikasi tanah terlantar dan lain sebagainya.
Katakunci:GNSS-CORS, LARASITA, TDT, Reforma Agraria, IP4T
Satellite System (GNSS). Applikasi ini bisa mendapatkan ketelitian tinggi dengan
tingkat produktivitas yang tinggi pula. Pada awalnya, penentuan posisi relatif dengan
GNSS hanya bisa dilakukan dengan pengamatan yang lama dengan proses post
processing. Dalam perkembangannya, penentuan posisi secara real time telah banyak
menggantikan aplikasi relatif yang sudah ada.
Pada umumnya penentuan posisi secara real time ini hanya menggunakan satu base
station yang umum disebut sebagai GNSS Real Time Kinematic (single base RTK).
Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi, beberapa reference stations GPS
yang pada awalnya digunakan untuk kegiatan geodinamik telah digunakan sebagai
alternatif infrastruktur untuk pengamatan secara real time yang lazim disebut
Continuously Operating Reference Station (CORS) dengan aplikasi Network RTK. Pada
prinsipnya network RTK ini sangat mirip dengan single base RTK. Bedanya adalah
dalam network RTK ini koreksi terhadap rover receiver adalah sebuah koreksi jaringan
dengan ketelitian yang lebih bagus. Selain itu, network RTK ini mempunyai kehandalan
dalam memperpanjang jarak antara base dan rover. Single base RTK mempunyai
panjang jarak antara base dan rover lebih kecil atau sama dengan 10 km dan bergantung
kepada kekuatan sinyal radio pembawa koreksi. Sedangkan untuk network RTK,
jaraknya bisa di perpanjang sampai 30-50 km. Bahkan di daerah lintang rendah dan
lintang tinggi dari equator, cakupannya bisa mencapai 100 km.
Gambar 1. Beda Network RTK dan Single base RTK GNSS yang mempunyai limitasi
jarak antara base dan rover.
integrated
surveying
dimana
fungsi
real
time
didapat
dengan
station harus mampu menerima data GNSS dengan sampling rate 1 detik kemudian
merubahnya dalam bentuk RINEX format dan kemudian mengarsipkannya. Secara
global, arus perjalanan data dalam aplikasi ini dapat dilihat di gambar 4.
cukup banyak sengketa tanah yang timbul sebagai akibat letak dan batas bidang
tanah tidak benar. Karena itu, masalah pengukuran dan pemetaan serta penyediaan
peta berskala besar untuk keperluan penyelenggaraan pendaftaran tanah merupakan
hal yang tidak boleh diabaikan dan merupakan bagian yang penting yang perlu
mendapat perhatian yang serius dan seksama, bukan hanya dalam rangka
pengumpulan data dan penguasaan tanah, tetapi juga dalam penyajian data
penguasaan/pemilikan tanah dan penyimpanan data tersebut. Perkembangan
teknologi pengukuran dan pemetaan, seperti cara penentuan titik melalui Global
Positioning System
(GPS)
menyelenggarakan
pema-sangan,
pengukuran,
pemetaan
dan
c.
Ayat 3 : Jika di suatu daerah tidak ada atau belum ada titik-titik dasar teknik
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam melaksanakan pengukuran
untuk pembuatan peta dasar pendaftaran dapat digunakan titik dasar teknik lokal
yang bersifat sementara, yang kemudian diikatkan menjadi titik dasar teknik
nasional.
d.
direkonstruksi di lapangan setiap saat. Untuk maksud tersebut diperlukan titiktitik dasar teknik nasional.
e.
Penjelasan ayat 2 : Titik dasar teknik adalah titik tetap yang mempunyai
koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan perhitungan dalam suatu
sistem tertentu yang berfungsi sebagai titik kontrol ataupun titik ikat untuk
keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas.
- Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/KBPN nomor 3 Tahun 1997, diatur tentang
penggunaan metode satelit sebagaimana tercantum dalam:
a.
b.
c.
3.
Bisa dibayangkan berapa investasi dan jangka waktu yang dibutuhkan untuk memasang
TDT orde 4 dengan jarak tiap titik 100-150 meter diseluruh kawasan urban (90 juta ha)
di Indonesia ? Lebih jauh lagi, infrastruktur TDT ini sangat rawan baik mengalami
perusakan ataupun penggusuran. Kondisi dari jumlah TDT yang dipunyai BPN-RI dapat
dilihat di tabel 1. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa kebutuhan dana untuk
pemenuhan TDT di seluruh wilayah Indonesia sebesar 2,5 triliun dan dapat dipenuhi
selama 268 tahun hanya untuk orde 2 dan 3.
Permasalahan yang lain adalah, dari 85 juta bidang yang ada tersebut, BPN-RI sebagai
salah satu
instansi
yang
berwenang
dalam
pengelolaan
pertanahan sangat
Orde
II
III
Target
8.990
900.000
Realisasi
6.699
14.085
Sisa
2.291
885.915
Harga Satuan
5,5 juta
2,5 juta
Dana
Kec/Thn
12,6 miliar
100
2,2 triliun
3.300
Waktu
23 thn
268 thn
Masalah yang lain adalah kegunaan TDT setelah dipasang untuk mendukung
pengukuran kadastral sangat rendah. Hanya 5% atau bahkan kurang TDT yang benarbenar digunakan untuk mendukung pengukuran kadastral. Selain itu adalah ketersediaan
dan keakurasian TDT yang telah dipasang juga dipertanyakan. Tidak jarang TDT yang
baru dipasang langsung hilang atau bergeser dari posisi aslinya.
Infrastruktur CORS inilah yang diproyeksikan untuk menurunkan ketergantungan dan
penggunaan terhadap TDT secara konvensional disamping menurunkan pula biaya
pemeliharaan TDT tersebut sehingga akan mengurangi beban dan mempercepat
kegiatan pelayanan pertanahan. Hal ini tentunya menjadi isu lebih lanjut untuk
penggunaan CORS yang menggantikan TDT untuk menjamin legal formal bagi
pemegang hak atas tanah dalam pengukuran kadaster.
Prosiding Seminar Nasional GNSS CORS: Pengembangan dan Aplikasinya di Indonesia
Untuk membandingkan biaya antara CORS dan metode konvensional lain, sebuah
simulasi perbandingan dalam pengukuran bidang dibuat berdasarkan kondisi riil
dilapangan. Hasil simulasi dapat dilihat pada tabel 2 dengan estimasi harga dibuat
dalam satuan ribuan rupiah.
Tabel 2. Perbandingan biaya ukur untuk simulasi pengukuran poligon keliling dan 20 bidang
No. Matriks Pembanding Pengukuran Klasik Harga Pengukuran Modern Harga
1. Alat Ukur
Total Station
500 GNSS Receiver/CORS
500
Theodolit
200
Mid ban
100
2. SDM
Surveyor
200 Surveyor
200
Surveyor Assistant
100
3. Hari
2
2,200 1
700
4. Penghitungan
Operator
100 Operator
5. Total Harga
2,300
700
Dari tabel simulasi dan hitungan diatas terlihat bahwa pengukuran menggunakan
metode GNSS/CORS lebih efisien 3 kali lipat dibandingkan dengan pengukuran secara
konvensional. Efisiensi ini dilihat dari segi biaya, waktu dan tenaga kerja (SDM).
3.2. Perbandingan Biaya Pembangunan CORS dan TDT
Berikut ini adalah perhitungan matematis mengenai perbandingan pembangunan CORS
dengan TDT.
Tabel 3. Biaya hitungan perbandingan pembangunan CORS dan TDT konvensional.
Berdasarkan
hitungan diatas
diperoleh efisiensi
biaya
pembangunan
CORS
dibandingkan TDT konvensional seluruh wilayah Indonesia adalah 532 Miliar, serta
efisiensi waktu 18 tahun.
Prosiding Seminar Nasional GNSS CORS: Pengembangan dan Aplikasinya di Indonesia
10
4.
Jenis Pemeliharaan
Langganan internet
Perawatan base station
Perawatan instalasi
Honor operator
Biaya bulanan
Biaya tahunan
Biaya
500.000
100.000
100.000
300.000
1.000.000
12.000.000
11
Dalam mewujudkan dan mendukung visi Cadastre 2014 dari Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB), maka BPN-RI sebagai satu satunya institusi yang menjalankan fungsi
pendaftaran tanah harus mampu menyediakan dan memelihara serta memperbaharui
data pertanahan secara tepat, cepat dan akurat. Salah satunya adalah pengoperasian
CORS untuk mendukung pengukuran dan pemetaan kadaster di BPN-RI.
Continuously Operating Reference Stations (CORS) adalah sistem berbasis CORS yang
dimiliki dan dioperasikan secara penuh oleh BPN RI. Secara infrastruktur, cara kerja,
metodologi dan fungsi adalah sama dengan CORS. Sistem ini dikedepankan dan
diproyeksikan untuk menggantikan sistem konvensional yang ada. Antara lain alasan
yang dikedepankan adalah masalah efisiensi.
4.2. PILOT PROJECT CORS 2009
Sebagai awal melangkah menuju digitalisasi metode pengukuran, maka Deputi Bidang
Survei Pengukuran dan Pemetaan, BPN RI mengadakan sebuah pilot project berkaitan
dengan penggunaan CORS untuk pengukuran kadastral. Pilot project ini dilaksanakan di
wilayah Jabodetabek. Untuk pilot project ini sudah dibangun 3 base station di 3 Kantor
Pertanahan (Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi dan Kota Bogor) dan server pengendali
di Deputi Bidang Survei Pengukuran dan Pemetaan.
Gambar 5. Base Station di Kantor Pertanahan Kota Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten
Tangerang.
12
Bagi lokasi yang belum tersedia peta dasar pertanahan, pengukuran bidang tanah
dengan teknologi CORS yang dilengkapi dengan software Stand Alone System
(SAS) maka bidang tanah tersebut secara langsung akan terpetakan pada nomor
lembar tertentu dalam sistem proyeksi TM-3 (tersedia peta).
Sedangkan untuk manfaat secara nyata dan praktis di bidang pertanahan dapat diurakan
secara terperinci sebagai berikut :
4. 3. 1. CORS untuk LARASITA
Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah (LARASITA) adalah Kantor Pertanahan yang
bergerak sebagai upaya layanan kantor pertanahan dengan sistem jemput bola. Layanan
ini memanfaatkan mobil, motor dan perahu yang menyediakan jasa layanan seperti yang
ada di kantor pertanahan. Program ini adalah sebuah inovasi dalam meningkatkan
pelayanan publik di bidang pertanahan.
Untuk mendukung kelancaran program Larasita ini, beberapa hal yang dapat didukung
dari aplikasi jaringan referensi satelit pertanahan ini adalah :
1. Mobile positioning untuk menjejak dimanapun mobil Larasita bergerak.
2. Layanan pengukuran persil secara real time.
3. Mempercepat layanan gambar ukur.
Prosiding Seminar Nasional GNSS CORS: Pengembangan dan Aplikasinya di Indonesia
13
14
15
16
perkotaan bahkan lebih dengan memberikan ketelitian yang sama. Secara global
keuntungan yang diperoleh adalah:
1. TDT dalam jumlah banyak di suatu kota dapat digantikan dengan hanya satu
atau beberapa base stations.
2. Hasil yang diberikan dalam ketelitian tinggi, real time dan terintegrasi dalam
satu sistem koordinat.
3. Persil yang terbuka bisa langsung diukur sedangkan untuk yang mempunyai
tutupan vegetasi dan bangunan rapat bisa digunakan pengukuran terintegrasi.
4. Hasil ukuran bisa langsung diketahui di lapangan tanpa harus dibawa ke kantor
untuk perhitungan.
17
Selain itu, dalam kegiatan peta tunggal untuk mengintegrasikan sekian banyak lembar
peta diperlukan banyak titik ikat yang terpercaya dan bereferensi nasional. Dengan
menggunakan infrastruktur ini, titik sekutu dapat dipilih dan digunakan sepajang masih
dapat teridentifikasi di peta dan diamat menggunakan GNSS.
pengukuran
18
sistem koordinat yang berbeda. Sebagai contoh di kasus perebutan Pulau Sipadan dan
Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang dimenangkan oleh Malaysia.
Pengukuran dengan jaringan ini untuk daerah perbatasan dapat membantu setidaktidaknya meredam konflik dan menyediakan data spasial yang lengkap bagi Indonesia
untuk inventarisasi perbatasan. Hal ini sangat penting sekali jika daerah perbatasan ini
dijaga dengan dilakukan pemasangan tugu permanen dan selalu di cek ulang
pengukurannya maka akan mengurangi resiko kehilangan wilayah Republik Indonesia.
5. PELAKSANAAN UJICOBA
Ujicoba dilaksanakan dengan menggunakan 3 base station permanen yang dipasang
pada Kantor Pertanahan Kota Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Tangerang. Selain itu,
ujicoba dengan beberapa temporal base station juga dilaksanakan untuk menguji
ketahanan dan kehandalan sistem dan perangkat lunak.
Berikut ini adalah uraian singkat tentang ujicoba yang dilaksanakan :
1. Tempat ujicoba
Ujicoba dilaksanakan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi dengan
memanfaatkan ketersediaan base station yang telah dibangun di 3 Kantor
Pertanahan seperti tersebut diatas.
2. Peralatan ujicoba
Peralatan yang digunakan adalah :
a. Base station di tiga Kantor Pertanahan seperti tersebut diatas.
b. GNSS rover receiver.
c. Alat komunikasi.
d. Alat transportasi.
e. Notebook.
3. Metodologi ujicoba
Prosiding Seminar Nasional GNSS CORS: Pengembangan dan Aplikasinya di Indonesia
19
1173,0126
1173,0069
0,0057
KDKN1-KDKN3 menggunakan TS
KDKN1-KDKN3 menggunakan CORS
Selisih
6931,9829
6932,0301
-0,0472
KDKN1-KDKN2 menggunakan TS
KDKN1-KDKN2 menggunakan CORS
Selisih
8063,6133
8063,6629
-0,0496
Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran diatas TDT untuk dihitung jarak antar
TDT nya. Selisih jarak yang diperoleh antara kedua metode adalah 5 mm 4,9 cm.
5. 2. Hambatan Ujicoba
Secara umum tidak ditemui hambatan berarti dari segi penggunaan, pemanfaatan dan
pengoperasian alat. Tetapi hambatan terbesar adalah pada penggunaan teknologi
informasi dan telekomunikasi. Terutama sekali adalah ketidakstabilan dari layanan
internet yang digunakan untuk penyampaian koreksi pengukuran dari server pusat
kepada rover dan dari base station ke server pusat.
Hambatan ini sangat mengganggu sekali terutama pada saat dilakukan pengukuran
karena kadangkala pengukuran bisa mengalami penundaan karena jaringan internet
kurang stabil ataupun tidak mampu untuk melakukan streaming data.
Prosiding Seminar Nasional GNSS CORS: Pengembangan dan Aplikasinya di Indonesia
20
5. 3. Kesimpulan Ujicoba
Dari beberapa ujicoba tersebut (testing jarak dan koordinat), rata rata selisih tertinggi
yang diperoleh dari pengukuran dengan CORS dan metode konvensional lainnya adalah
5 cm. Hasil ujicoba menunjukkan bahwa pengukuran dengan CORS ketelitiannya dapat
mencapai fraksi mm untuk titik, panjangan dan luasan. Hal ini mengindikasikan bahwa
penggunaan infrastruktur CORS sangat layak untuk keperluan pengukuran kadastral.
Untuk menjamin kelancaran penggunaan CORS, maka hal yang perlu diperhatikan yaitu
kehandalan dan kestabilan jaringan internet. Ujicoba ini merekomendasikan untuk
penggunaan internet yang stabil dan mempunyai dedicated IP.
6. KESIMPULAN
Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan peraturan, teknologi CORS tidak bertentangan dengan
peraturan yang ada dan dimungkinkan untuk dimanfaatkan dalam
pelaksanaan program-program pertanahan.
2. Berdasarkan pertimbangan teknis, CORS layak digunakan.
3. Secara administrasi pertanahan, CORS memenuhi syarat.
4. Dari aspek ekonomi, pemanfaatan teknologi CORS nilainya lebih efisien
dibandingkan dengan metode konvensional.
5. Secara teknis pengukuran dan pemetaan dengan teknologi CORS, lebih
produktif dan efektif/tepat guna dibandingkan dengan metode lainnya.
6. Dibandingkan dengan sistem konvensional, teknologi CORS manfaatnya
lebih besar.
7. Perlu integrasi komunikasi data CORS dan LARASITA yang dikelola oleh
Pusdatin.
21