Anda di halaman 1dari 8

41

BAB 5. KLASIFIKASI HURUF


TERSIER INDONESIA
Populasi Foraminifera besar di Indonesia berkembang cukup baik
dan relatif lengkap serta
tersingkap pada batuan karbonat.
Berdasarkan atas Foraminifera besar
tersebut telah berhasil
disusun Klasifikasi Huruf Tersier Indonesia (Letter Clasification
Tertiary of Indonesia). Klasifikasi tersebut selalu disempurnakan
berdasarkan penemuan fosil yang baru.

Gambar 5.1. Beberapa genus Foraminifera besar (gbr.kiri),


gambaran sayatan vertikal Foraminifera besar (gbr.kanan).
5.1. KLASIFIKASI HURUF TERSIER
Penyusunan Klasifikasi Huruf Tersier Indonesia ( Letter
Classification Tertiary of Indonesia ) mempunyai kronologi sebagai
berikut:
1. Letter Clasification Tertiary of Indonesia, yang pertama
disusun oleh Van Der Vlerk dan Umbgrove (1927)
2. Letter Clasification Tertiary of Indonesia yang kedua
merupakan penyempurnaan dari yang pertama, disusun oleh
Leupold dan Van Der Vlerk (1931)
3. Letter Clasification Tertiary of Indonesia yang ketiga,
merupakan penyempurnaan yang kedua, disusun oleh Rutten
(1948), disertakan beberapa fosil indeks Foraminifera besar
untuk Eocene dan hingga Pleistocene.
Sesuai dengan dinamika perubahan dan penyempurnaan Letter
Clasification Tertiary of Indonsia
(Klasifikasi Huruf Tersier
Indonesia) yang selalu
mengalami penyempurnakan, para
paleontologist menyebut pula sebagai Klasifikasi Huruf Tersier
Terbuka Indonesia (=Opened Letter Clasification Tertiary of
Indonesia), artinya klasifikasi tersebut masih terbuka untuk

42

disempunakan. Hal ini dapat dimengerti dalam usaha untuk


mewadahi penemuan fosil yang baru.
Catatan
Disebut Klasifikasi Huruf, karena semua terminologi
dinyatakan dengan huruf (Teriary dengan huruf T, sedang
untuk Eocene hingga Pleistocene dinyatakan dengan huruf a,
b, c, d, e, f, g dan h)
Disebut
dengan
kata
Indonesia,
karena
data
yang
dipergunakan untuk penyusunan semuanya didasarkan fosil
Foraminifera besar yang ditemukan di Indonesia.
Disebut terbuka (Opened), karena telah mengalami perubahan
demi penyempurnaan dan masih dimungkinkan untuk
disempurnakan dimasa mendatang.
5.2. KLASIFIKASI HURUF TERSIER INDONESIA TERBUKA
Perhatikan langkah-langkah penyempurnaan sebagai berikut:
1. Klasifikasi

(pertama) Huruf
Tersier
Indonesia- oleh
Van Der Vlerk
dan Umbgrove
1927)
2. Klasifikasi
(kedua) Huruf
Tersier
Indonesia-oleh
Leupold dan Van
Der Vlerk, 1931)
3. Klasifikasi
(ketiga) Huruf
Tersier
Indonesia-oleh
Rutten, 1948)
4. Adams (tahun ?)
Fosil-fosil
berikut:
No
1
2
3

Memanfaatkan 15 species/genus Foraminifera


besar, Tersier di Bagi mulai dari Ta (=Eocene
bawah), Tb (=Eocene atas), Tc-d (+Oligocene),
Te-f (=Miocene), Tg (=Pliocene bawah), Th
(=Pliocene atas). [Lihat tabel 6.1. hal 137buku Paleontologi Aplikasi (Sukandarrumidi
2008)]
Mempertimbangkan
48
species/genus
Foraminifera besar dimana Ta dibagi menjadi
Ta1 dan Ta2, Tb, Tc, Td, Te1-4, Tf1-3, Tg dan Th1-2.
[(Lihat tabel 6.2 hal 138-buku Paleontologi
Aplikasi (Sukandarrumidi, 2008)]
Mempertimbangkan
38
species/genus
Foraminifera besar dengan pembagian Ta/b
(=Eocene), Tc-d (Oligocene), Te1-4, Te5, Tf1, Tf2-3,
(=Miocene) dan Tg/h (=Pliocene).[Lihat tabel;
6.3, hal 142- buku Paleontologi Aplikasi
(Sukandarrumidi, 2008)]
Berusaha untuk melakukan penyempurnaan,
namun hasil akhir belum dipublikasikan.

yang dipergunakan oleh Rutten (1948) adalah sebagai


Nama
Nummulites (Camerina)
N.javana =N. perforata
N.djokdjokartae, N.vredenburgi

43

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

N.fichteli-intermedia
Assilina
Pellatispira
Biplanispira
Heterostegina
H.bornensis
Spiroclypeus
S.vermicularis
Other species of Spiroclypeus
Cycloclypeus
C. koolhoveni
C.oppenoorthi
C.eidae
C.indopacificus
Borelis (=Alveolina)
Borelis (=Fasciolites)
Borelis (=Flosculina)
Neoalveolinella pygmea
Flosculinella
Alveolinella
Austrotrilina (Trillina howchini)
Lepidocyclina
Lepidocyclina (Polylepidina)
L. (Eulepidina)
L. (Multilepidina)
Miogypsina
M (Miogypsinoides)
M (Miogypsina)
Discocyclina

Beberapa gambar Foraminifera besar

Gambar 5.2. Sketsa sayatan horizontal Lepidocyclina (gbr.kiri),


sayatan vertikal Lepidocyclina (gbr.kanan)

44

Gambar 5.3. Sayatan vertikal Discocyclina dispansa (gbr.kiri),


sayatan horizontal Discocyclina (gbr.kanan)

Gambar 5.4. Gambaran skematis sayatan Miogypsina

Gambar 5.5. Sayatan Assilina (gbr.kiri), sayatan vertikal dan sayatan


horizontal Assilina (gbr.kanan)

45

Gambar 5.6. Fosil Nummulites utuh (gbr.kiri), sayatan vertikal


Nummulites (gbr.tengah), sayatan horizontal Nummulites
(gbr.kanan)

Gambar 5.7. Bentuk fosil Cycloclypeus (gbr.kiri), sayatan horozintal


dan vertikal (gbr.tengah), dan sayatan horisontal (gbr.kanan)

Gambar 5.8. Bentuk fosil Pellatispira sayatan vertikal (gbr.kiri),


sayatan horisontal (gbr.tengah), dan beberapa specimen Pellatispira
(gbr.kanan)

Gambar 5.9. Berbagai bentuk specimen fosil Heterostegina


(sayatan horisontal)

46

Gambar 5.10. Skema sayatan Spiroclypeus (gbr.kiri), sayatan


Spiroclypeus (gbr.tengah), sayatan Spiroclypeus dan Lepidocyclina
(gbr.kanan)

Gambar 5.11. Bentuk fosil Alveolina (gbr.kiri), sayatan horisontal


Alveolina (gbr.tengah), sayatan vertikal Alveolina (gbr.kanan)

Gambar 5.12. Bentuk spesimen fosil Alveolinella (gbr.kiri), sayatan


horisontal dan sayatan vertikal Alveolinella (gbr.tengah), sayatan
vertikal Alveolinella (gbr.kanan).

47

Gambar 5.13.

Berbagai bentuk sayatan fosil Flosculina

Gambar 5.14. Berbagai bentuk fosil Flosculinella

Gambar 5.15. Berbagai bentuk fosil Austrotrilina (Trilina)

48

Gambar 5.16 Berbagai bentuk fosil Miogypsinoides


Keterangan
Dari beberapa gambar tersebut diatas tampak bahwa untuk
melakukan penelitian yang berkaitan dengan fosil Foraminifera
besar perlu dibuat sayatan vertikal dan sayatan horisontal untuk
masing-masing individu (genus/species).
Untuk jenis Foraminifera kecil baik yang benthonik maupun
planktonik, karena bentuknya yang sangat kecil, disamping sifatnya
yang mudah dilepaskan dari batuan sedimen, identifikasi jenis
Foraminifera ini dilakukan dalam bentuk fosil utuh. Identifikasi
hingga tingkatan species dilakukan dengan melihat fosil secara
utuh dalam bentuk tiga dimensi. Oleh sebab itu untuk melihat
dengan mudah dalam rangka deskripsi hingga tingkatan species
paling sedikit anda wajib memiliki 3 specimen untuk satu species.
Apabila anda hanya memiliki 1 specimen saja maka fosil dapat
diputar balik untuk mengetahui keseluruhan bentuk dalam tiga
dimensi.
Walaupun demikian tidak jarang
fosil Foraminifera kecil akan
didapatkan bersama dengan fosil Foraminifera besar dalam sayatan
tipis batuan. Bentukan sayatan tipis Foraminifera kecil untuk para
pemula sulit untuk menduga nama pada genus. Namun demikian
untuk mereka yang sudah biasa melihat sayatan tipis batuan yang
terikut sayatan tipis fosil Foraminifera kecil sangat mudah untuk
mengenalnya. Oleh sebab itu, pada anda disarankan banyak melihat
berbagai bentuk fosil, baik fosil Foraminifera besar maupun fosil
Foraminifera kecil dalam sayatan batuan.
Catatan kerja

Anda mungkin juga menyukai