Anda di halaman 1dari 12

InfoPOM

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Vol. 9, No. 1, Januari 2008

Editorial
Pembaca sekalian,
Susu dan produk olahan susu
merupakan produk pangan yang
terkait erat dengan kehidupan
sehari-hari manusia. Infopom kali
ini menyajikan artikel tentang
intoleransi laktosa atau defisiensi
laktase , kondisi dimana laktase
yang ada tidak cukup dapat/mampu
mencerna laktosa yang ada dalam
susu dan produk olahannya,
sehingga akan menyebabkan
gangguan pencernaan pada
penderita intoleransi laktosa.
Masalah pengawasan obat dan
makanan, utamanya dalam era
globalisasi, menjadi semakin
komplek dan tak terprediksi. Disisi
lain, ekspektasi masyarakat
terhadap kinerja Badan POM juga
tinggi. Badan POM agar dapat
melaksanakan tugas-tugas yang
diamanatkan dalam bidang
pengawasan obat dan makanan
harus melakukan konsolidasi dan
penguatan internal sources,
pengembangan Badan POM
sebagai Knowledge Based
Organization serta melakukan
creating value untuk publik. Pada
beberapa penerbitan terdahulu,
telah ditayangkan berbagai kinerja
pengawasan obat dan makanan di
Badan POM, Balai Besar POM di
Semarang serta Balai Besar POM
di Aceh. Untuk kali ini kami sajikan
kinerja pengawasan obat dan
makanan di Balai Besar POM di
Mataram.
Selain itu kami tampilkan juga
Keputusan Kepala Badan POM RI
Tentang Penggunaan Chitosan
Dalam Produk Pangan dan
Peraturan Kepala Badan POM RI
Tentang Larangan Penggunaan
Benzil Piperazin dalam Suplemen
Makanan.
Selamat membaca.

Edisi Januari 2008

BADAN POM RI
ISSN 1829-9334

KENALI INTOLERANSI
LAKTOSA LEBIH LANJUT
Pendahuluan
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula
atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada
keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula
sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian
besar mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa
penyapihan, pada manusia, laktase terus diproduksi sepanjang
hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu
mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan
seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa
atau defisiensi laktase.
Bisa dikatakan hampir setiap orang pernah mengkonsumsi susu atau
produk susu. Sejak dari masa bayi hingga dewasa dan usia lanjut,
orang terbiasa mengkonsumsi susu atau produk susu. Saat usia bayi
sampai usia balita adalah saat dimana konsumsi susu biasanya sangat
diperlukan karena nilai gizi yang dikandung susu. Namun pemberian
susu formula kepada bayi hanya dilakukan bila susu formula memang
benar-benar dibutuhkan untuk mengatasi keadaan dimana bayi tidak
bisa mendapatkan ASI karena berbagai sebab dan pertimbangan. Air
Susu Ibu (ASI) tetap merupakan makanan terbaik untuk bayi karena
selain memberikan semua unsur gizi yang dibutuhkan, ASI mengandung
komponen yang sangat spesifik, dan telah disiapkan untuk memenuhi
kebutuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung antibodi (zat
kekebalan tubuh) yang merupakan perlindungan alami bagi bayi baru
lahir. Menurut WHO, 98% wanita mempunyai kemampuan fisiologis
untuk menyusui, jadi hanya 2% saja yang tidak dapat menyusui
dengan alasan kemampuan fisiologis.
Intoleransi laktosa
Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat
di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa
menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu
glukosa dan galaktosa.
Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung
dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan
Halaman 1

Badan POM

INFOPOM

Daftar Isi
1. Kenali Intoleransi Laktosa
Lebih Lanjut
2. Pengawasan Obat dan
Makanan Balai Besar POM
di Mataram Tahun 2007
3. Keputusan Kepala Badan
POM
RI
tentang
Penggunaan Chitosan
dalam Produk Pangan
4. Peraturan Kepala Badan
POM RI tentang Larangan
Penggunaan Benzil
Piperazin
dalam
Suplemen Makanan.

dipecah oleh bakteri di dalam


usus halus. Proses fermentasi
yang terjadi dapat menimbulkan
gas yang menyebabkan
kembung dan rasa sakit di perut.
Sedangkan sebagian laktosa
yang tidak dicerna akan tetap
berada dalam saluran cerna dan
tidak terjadi penyerapan air dari
faeses sehingga penderita akan
mengalami diare.
Menurut the World Allergy
Organization, reaksi sampingan
non toksik terhadap makanan
disebut hipersensitivitas, bukan
alergi. Disebut alergi makanan
jika mekanismenya melibatkan
reaksi imunologi, yang dapat
diketahui dengan pemeriksaan
IgE. Adapun intoleransi makanan,
merupakan hipersensitivitas non
alergi terhadap makanan.
Frekuensi kejadian intoleransi
laktosa pada ras Kaukasia lebih
sedikit/jarang dibandingkan pada
orang Asia, Afrika, Timur Tengah,

Edisi Januari 2008

dan beberapa negara


Mediterania, dan juga pada ras
Aborigin Australia. Lima persen
dari ras Kaukasia dan 75% dari
yang bukan ras Kaukasia yang
tinggal di Australia mengalami
intoleransi laktosa.
Gejala
Orang yang mengalami
intoleransi laktosa biasanya
mempunyai batas toleransi untuk
mengkonsumsi laktosa, yang jika
mereka mengkonsumsi dalam
batas ini maka mereka akan
mengalami gejala yang minimal.
Beberapa gejala intoleransi
laktosa antara lain sakit perut,
perut kembung dan diare.
Kadang-kadang gejala intoleransi
laktosa sering disalah artikan
sebagai gejala dari irritable bowel
syndrome (IBS), padahal
penderita IBS bukanlah penderita
intoleransi laktosa. Penderita
IBS cenderung mengalami
kesulitan dalam mentoleransi
lemak.
Penyebab intoleransi laktosa
Intoleransi laktosa sebagian
besar disebabkan oleh faktor
genetik, dimana penderita
mempunyai laktase lebih sedikit
dibanding orang normal.
Beberapa faktor lain penyebab
intoleransi laktosa anatara lain
G a s t r o e n t e r i t i s , d a pa t
menyebabkan terjadinya
penguraian enzim laktase
yang dapat berlangsung
sampai beberapa minggu
I n f e k s i pa r a s i t , d a pa t
menyebabkan pengurangan
jumlah laktase sementara
waktu.
Defisiensi besi, rendahnya
asupan besi dapat
mengganggu pencernaan dan
penyerapan laktosa

Intoleransi laktosa pada bayi


Sekitar dua pertiga bayi yang
diberi air susu ibu (ASI) maupun
susu formula bayi, akan
mengalami defisiensi laktase
pada
bulan-bulan awal
kelahirannya, tetapi hal ini tidak
berbahaya. ASI mengandung
sekitar 7% laktosa. Jumlah
laktosa dalam ASI tidak
d i p e n g a r u h i o l e h a s u pa n
makanan ibu menyusui, artinya
ibu menyusui tidak dapat
mempengaruhi jumlah laktosa
dalam air susunya dengan
mengurangi atau meniadakan
makanan produk olahan susu.
Kelainan seperti gastroenteritis
dapat menguraikan enzim laktase
pada usus halus sehingga bayi
membutuhkan susu formula yang
bebas laktosa selama beberapa
minggu sampai kadar enzim
laktase mereka mengalami
pemulihan kembali. Sediaan
enzim laktase dalam bentuk drop
(obat tetes) merupakan salah
satu pilihan untuk mengatasi
masalah ini, walaupun hal ini
tidak selalu dapat menolong.
Pada sejumlah bayi yang
dilahirkan tanpa enzim laktase
sama sekali, formula susu bayi
bebas laktosa merupakan pilihan
utama untuk mengatasi keadaan
yang terjadi. Intoleransi laktosa
tidak atau jarang sekali
menyebabkan muntah pada bayi,
kalaupun terjadi muntah, maka
kemungkinan lebih merupakan
gejala alergi terhadap susu sapi.
Metoda diagnosis
Beberapa
metoda dapat
digunakan untuk mendiagnosa
intoleransi laktosa, antara lain:
- Hydrogen breath test
Merupakan pengujian terhadap
jumlah gas hidrogen yang
ditiupkan keluar melalui
pernafasan. Laktosa, yang
seharusnya dicerna oleh

Halaman 2

Badan POM

INFOPOM

laktase, mengalami fermentasi


oleh bakteri di saluran
pencernaan, sehingga akan
menyebabkan produksi gas
hidrogen lebih banyak dari
keadaan normal.
Elimination diet Merupakan
diagnosa dengan cara
meniadakan konsumsi
makanan yang mengandung
laktosa untuk melihat
perbaikan gejala. Jika gejala
muncul kembali ketika
makanan yang mengandung
laktosa diberikan lagi, hampir
bisa dipastikan penyebabnya
adalah intoleransi terhadap
laktosa.
Penanganan intoleransi
laktosa
Banyak orang yang mengalami
intoleransi laktosa mengatasinya
dengan pembatasan konsumsi
laktosa, seperti hanya minum
segelas susu. Bagi mereka yang
mengalami intoleransi laktosa,
beberapa anjuran berikut ini
mungkin dapat membantu:
~ Baca label pangan dengan
seksama
Bagi penderita intoleransi
laktosa agar terhindar dari halhal yang tidak diinginkan,
penting untuk membaca label
pangan dengan seksama
pada bagian daftar bahan
pangan (ingredient).
Produk pangan perlu
dihindari/dibatasi jumlah yang
dikonsumsi, jika mengandung
bahan-bahan seperti berikut
ini misalnya padatan susu,
padatan susu bebas lemak,
whey, gula susu.
~ Mengkonsumsi produk susu
fermentasi seperti keju
matang (mature atau ripened
cheeses), mentega atau
yoghurt, karena umumnya
jenis makanan ini ditoleransi
lebih baik dibanding susu

Edisi Januari 2008

~ Minum
susu
yang
mengandung banyak lemak
susu, karena lemak dapat
memperlambat transportasi
susu dalam saluran
perncernaan sehingga dapat
menyediakan waktu yang
cukup untuk enzim laktase
memecah gula susu.
~ Hindari mengkonsumi susu
rendah atau bebas lemak oleh
karena susu lebih cepat
ditransportasi dalam usus
besar dan cenderung
menimbulkan gejala pada
penderita intoleransi laktosa.
Disamping itu, beberapa
produk susu rendah lemak
juga mengandung serbuk
susu skim yang mengandung
laktosa dalam dosis tinggi.
~ Jangan menghindari semua
produk susu oleh karena nilai
gizi susu pada dasarnya
sangat dibutuhkan tubuh.
~ Mengkonsumsi susu dengan
laktosa yang telah diuraikan
(susu bebas laktosa).
~ Minum susu dalam jumlah
yang tidak terlalu banyak.
Banyak penderita intoleransi
laktosa dapat meminum 240
ml susu per hari, tetapi perlu
untuk mengamati/ seberapa
besar tingkatan toleransi tubuh
sendiri terhadap laktosa.
Banyak penderita toleran
terhadap sejumlah laktosa
yang terdapat dalam setengah
cangkir susu full cream, tiga
perempat cangkir es krim, tiga
perempat cangkir yoghurt, tiga
perempat cangkir keju mentah
(unripened cheeses).
~ Konsumsi produk susu yang
diolah dengan proses
pemanasan (seperti susu
bubuk), karena
pa d a
pemanasan, laktosa akan
dipecah menjadi glukosa dan
galaktosa, sehingga produk
seperti ini akan ditoleransi
lebih baik ,

~ Konsumsi produk kedelai


karena produk kedelai bebas
laktosa dan merupakan
sumber kalsium yang bagus
dan baik untuk menggantikan
susu dan produk susu lainnya.
Makanan yang mengandung
hidden lactose
Bagi yang memiliki intoleransi
laktosa, sebaiknya juga
menghindari makanan-makanan
yang mengandung laktosa
tersembunyi (hidden lactose)
antara lain biskuit dan kue (yang
mengandung susu atau padatan
susu), sereal olahan, saus keju,
sop krim, puding, coklat susu,
pancakes dan pikelets, scrambled
eggs, roti dan margarin
(mengandung susu).
KESIMPULAN
Laktosa adalah gula susu yang
dipecah oleh enzim laktase,
suatu enzim pencernaan yang
terdapat dalam usus halus.
Intoleransi laktosa adalah
berkurangnya kemampuan
untuk mencerna laktosa, yang
disebabkan oleh kekurangan
enzim laktase.
Gejala-gejala intoleransi
laktosa meliputi antara lain:
perut kembung (banyak gas),
sakit perut dan diare.
Untuk mencegah terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan
akibat intoleransi laktosa,
dapat dilakukan berbagai hal
seperti membaca label pangan
dengan seksama, pembatasan
jumlah susu yang dikonsumsi
dan pemilihan produk-produk
susu.
(Yusra Egayanti, SSi, Apt)
Sumber :
Australian society of clinical
immunology and allergy (ASCIA)
WHO, INFOSAN Information Note
No. 3/2006 Food Allergies

Halaman 3

Badan POM

INFOPOM

PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN


BALAI BESAR POM DI MATARAM
TAHUN 2007
Latar Belakang
Masalah pengawasan obat dan
makanan, utamanya dalam era
globalisasi, menjadi semakin
komplek dan tak terprediksikan.
Disisi lain, ekspektasi masyarakat
terhadap kinerja Badan POM juga
semakin tinggi. Badan POM,
agar dapat melaksanakan tugastugas yang diamanatkan dalam
bidang pengawasan obat dan
makanan, harus melakukan
konsolidasi dari penguatan
internal sources, pengembangan
Badan POM sebagai Knowledge
Based Organization serta
melakukan creating value untuk
publik. Pada beberapa penerbitan
terdahulu, telah ditayangkan
berbagai kinerja pengawasan
obat dan makanan di Badan
POM, Balai Besar POM di
Semarang serta Balai Besar POM
di Aceh.Untuk kali ini kami sajikan
kinerja pengawasan obat dan
makanan di Balai Besar POM di
Mataram. Tahun 2007 Balai
Besar POM di Mataram sesuai
Renstra 2005-2009 memiliki
program utama yang
dilaksanakan
secara
berkesinambungan dan
berkelanjutan, serta memiliki
kegiatan Lintas Sektor yang
merupakan kegiatan prioritas.
Berbagai program dan kegiatan
Lintas Sektor yang telah
dilakukan adalah :

Edisi Januari 2008

I.

Operasi Gabungan Nasional


( Opgabnas ), dalam rangka
peningkatan pemberantasan
produk obat dan makanan
ilegal di peredaran, yang
dilaksanakan secara serentak
bersama-sama seluruh
Balai/Balai Besar POM
diseluruh wilayah Indonesia.
Opgabnas dilakukan dengan
berkoordinasi dengan Polda
NTB di kota Mataram, Kab
L o m b o k Te n g a h d a n
Kabupaten Lombok Timur.
Hasil dari Opgabnas adalah
8 (delapan) sarana yang
diperiksa ditemukan :
1. Obat tanpa izin edar
sebanyak 1 item
2. Kosmetika tanpa izin edar
sebanyak 33 item
3. Obat tradisional tanpa izin
edar sebanyak 59 item.
Dari 8 (delapan) sarana 3
(tiga) sarana ditindaklanjuti
Pro Justitia dan masih dalam
proses penyidikan oleh
PPNS Balai Besar POM di
Mataram. Kegiatan operasi
dan penyidikan tindak pidana
di bidang obat dan
makanan ini bertujuan untuk
meningkatkan temuan kasus
tindak pidana dibidang obat
dan makanan yang ditindaklanjuti secara pro justitia
untuk mengungkapkan

pelaku utama, modus


operandi dan luasnya
jaringan.
II. Terkait dengan upaya untuk
mengatasi berbagai
permasalahan yang terjadi di
sepanjang rantai pangan,
Indonesia berupaya
menerapkan pendekatan
sistem pengawasan pangan
secara terpadu. Masalah
tersebut meliputi sering
terjadinya kasus keracunan
karena pangan ( pangan
tercemar oleh kontaminan
mikrobiologi dan kontaminan
zat beracun.), penggunaan
bahan tambahan ilegal,
penggunaan BTP ( Bahan
Tambahan Pangan) yang
melebihi batas, serta
lemahnya surveilan pangan.
Untuk itu pada bulan Mei
2004 pemerintah telah
melakukan pencanangan
Sistem Keamanan Pangan
Terpadu ( SKPT). Dalam
SKPT diperlukan suatu forum
kerjasama antar instansi
t e r k a i t
u n t u k
mengharmonisasikan
program keamanan pangan
nasional dan laboratorium
yang
berstandar
internasional. Dalam SKPT
dikembangkan tiga fungsi
kerangka analisis resiko yaitu

Halaman 4

Badan POM

INFOPOM

1. Manajemen resiko
2. Kajian resiko dan
3. Komunikasi resiko
Sehingga diperlukan tiga
jejaring yaitu : Jejaring
intelijen Pangan berdasarkan kajian resiko,
Jejaring Pengawasan
Pangan berdasarkan
menajemen resiko, Jejaring
Promosi Keamanan Pangan
berdasarkan komunikasi
resiko. Anggota-anggota
jejaring tersebut bekerjasama
sebagai mitra sejajar dengan
cara saling membagi
informasi, mendiskusikan
permasalahan yang ada,
membagi pengetahuan dan
meningkatkan keamanan
pangan ditingkat lokal,

regional dan nasional.


Sebagai tindak lanjut Sistem
Keamanan Pangan Terpadu
yang telah dicanangkan
Pemerintah, pada tahun 2007
lalu, Balai Besar POM di
Mataram mengadakan
pertemuan Pengembangan
Jejaring Pengawasan
Pangan Terpadu Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
Pertemuan dimaksudkan
untuk mendiskusikan
permasalahan keamanan
pangan yang ada di NTB,
selain itu juga bertujuan untuk
Pengembangan Jejaring
Pengawasan Pangan
Terpadu Provinsi Nusa
Tenggara Barat dalam rangka
meningkatkan kerjasama

Jika Anda memerlukan layanan


informasi obat, silakan hubungi:

Pusat Informasi Obat Nasional


(PIO Nas)
Jl. Percetakan Negara no. 23,
Jakarta Pusat 10560
Telp: 021-4259945 Fax: 021-42889117
Hp: 08121899530 (diluar jam kerja)
Email: informasi@pom.go.id
Website: www.pom.go.id

Edisi Januari 2008

dibidang pengawasan
keamanan pangan antar
instansi terkait di Provinsi
NTB.
Semua ini mempunyai tujuan
akhir untuk melindungi
masyarakat dari produk
pangan yang tidak memenuhi
p e r s y a r a ta n m u t u d a n
keamanan. Pada pertemuan
ini, selain dihadiri oleh wakilwakil Badan POM dan Balai
Besar POM di Mataram
dihadiri juga oleh wakil-wakil
dari jejaring lintas sektor yang
mencakup Badan Urusan
Ketahanan Pangan Daerah,
Dinas Perindag, Dinas
Kesehatan,Dinas Peternakan,
Dinas Perikanan dan
K e l a u ta n , s e r ta D i n a s
Pertanian dari Tingkat
Propinsi dan Kabupaten
/Kota.
III. Pada bulan September 2007
telah dilakukan pengamanan
terhadap daging olahan
impor sebanyak 242 kaleng
dan pemusnahan sebanyak
278 kaleng oleh Balai Besar
POM
di
Mataram.
Pengamanan dilakukan
bersama instansi terkait :
Dinas Peternakan Propinsi
NTB, Pemda Kota Mataram,
Dinas Kesehatan Kota
Mataram, BIKD Kota
Mataram dan Polres Kota
Mataram.
Kegiatan ini dilaksanakan
dalam rangka menindaklanjuti surat dari Dirjen
Peternakan Depatemen
Pertanian nomor :

Halaman 5

Badan POM

INFOPOM

126/PB.660/F/09/2007
tanggal 25 September 2007

IV. Workshop Prioritas Sampling


Dan Baku Pembanding.

tentang: jumlah sampel,

perihal peredaran daging

Workshop ini secara prinsip

prosentase jumlah sampel

olahan import dari negara

bertujuan bertujuan untuk

tiap produk dan penetapan

tertular Penyakit Mulut dan

mengatasi masalah sampling

produk di luar Prioritas

Kuku (PMK) antara lain

dan

Sampling.

berasal dari China, Malaysia

pengembangan Balai Besar

dan Philipina serta dari

/ Balai POM sebagai berikut:

pengadaan bahan baku

Menyepakati pengembangan

pembanding melalui skim

penyakit Bovine Spongiform

balai

registrasi.

Encephalopathy (BSE) dari

pengujian suatu produk

Prancis dan berdasarkan

tertentu.

negara yang masih tertular

surat Direktur Inspeksi dan

1.

2.

pengujian

sebagai

Memperoleh

serta

sentra

Sampling

mendatang

4. M e n e t a p k a n

prosedur

5. M e n g u s u l k a n pa n d u a n
kegiatan laboratorium Badan

solusi

POM

sebagai

hasil

Sertifikasi Badan POM RI

pelaksanaan Prioritas

pertemuan Banjarmasin,

nomor : PO.02.02.531.16172

Sampling di lapangan.

setelah dikaji ulang di

Memberikan rekomendasi

Mataram untuk dapat segera

tentang perbaikan Prioritas

dibuat SK Ka Badan POM.

tanggal 26 September 2007


perihal Daging Olahan Import.

Edisi Januari 2008

3.

Halaman 6

Badan POM

INFOPOM

KEPUTUSAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR HK.00.05.52.6581

TENTANG

PENGGUNAAN CHITOSAN DALAM PRODUK PANGAN

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.

Bahwa saat ini chitosan telah digunakan pada berbagai produk pangan;

b.

Bahwa chitosan tidak termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan


pengawet;

c.

Bahwa penggunaan chitosan pada produk pangan perlu diatur

d.

Bahwa sehubungan dengan huruf a, b dan c perlu ditetapkan


Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
Penggunaan Chitosan dalam produk pangan.

Mengingat :

1.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3495);

2.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara


Republik Indonesia tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara
Nomor

3.

3656);

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821 );

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan


Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867);

Edisi Januari 2008

Halaman 7

Badan POM

INFOPOM

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu


dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4424);

6.

Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas,


Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2002;

7.

Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2002;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pertama

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


TENTANG PENGGUNAAN CHITOSAN DALAM PRODUK PANGAN

Kedua

Chitosan adalah polisakarida yang tersusun lebih dari 5000 unit


lukosamin dan asetilglukosamin dengan berat molekul lebih dari satu
juta dalton

Ketiga

Chitosan sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua tidak


digolongkan sebagai bahan tambahan pangan pengawet dalam produk
pangan

Keempat

Chitosan sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua dapat


digunakan dalam produk pangan

Kelima

Chitosan sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua hanya dapat


d i g u n a k a n s e b a g a i b a h a n b a k u d a l a m p r o d u k pa n g a n

Keenam

Chitosan sebagai dimaksud dalam diktum kedua hanya dapat


dicantumkan sebagai komposisi pada label pangan

Ketujuh

Chitosan sebagai dimaksud dalam diktum kedua tidak dapat


berfungsi sebagai zat fungsional

Kedelapan

Edisi Januari 2008

Chitosan yang terkandung dalam pangan tidak dapat diklaim

Halaman 8

Badan POM

INFOPOM

Kesembilan

: Chitosan sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua yang


diedarkan harus memenuhi persyaratan spesifikasi:
- tingkat diasetilasi lebih dari 80%
- kelarutan dalam 1% asam asetat setara dengan 99%
- kelembaban kurang dari 10,0%
- sisa pemijaran kurang dari 2,0%
- bobot jenis 0,50 g/ml-0,60 g/ml
- kadar Arsen (As), Kadmium (Cd), Merkuri (Hg) dan Timbal
(Pb) kurang dari 5 ppm
- angka lempeng total kurang dari 10000 koloni/g
- kapang dan khamir kurang dari 1000 koloni/g
- tidak terdeteksi untuk E. coli, Staphylococcus dan Salmonella

Kesepuluh

: Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Kesebelas

: Keputusan ini dapat ditinjau kembali apabila berdasarkan


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ditemukan hal-hal
yang tidak sesuai lagi.

Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 23 Agustus 2007

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


KEPALA

Dr. Husniah Rubiana Thamrin Akib, MS, M.Kes, SpFK

Edisi Januari 2008

Halaman 9

Badan POM

INFOPOM

PERATURAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.00.05.42.6575
TENTANG
LARANGAN PENGGUNAAN BENZIL PIPERAZIN
DALAM SUPLEMEN MAKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI,
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dalam mengkonsumsi
suplemen makanan, maka suplemen makanan yang diedarkan harus
memenuhi

persyaratan

keamanan,

mutu

dan

khasiat/manfaat;

b. Bahwa hasil evaluasi/penilaian berdasar studi kepustakaan ternyata


benzil piperazin dan derivat piperazin yang mempunyai efek psikoaktif
tidak memenuhi persyaratan yang dimaksud pada huruf a;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan tentang Larangan Penggunaan Benzil Piperazin dalam
Suplemen Makanan.
Mengingat :

1.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);

2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan


Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
3. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
4.

Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 52
Tahun 2005;

5 . K e p u t u s a n K e pa l a B a d a n P e n g a w a s O b a t d a n M a k a n a n N o m o r
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan
K e p u t u s a n K e pa l a B a d a n P e n g a w a s O b a t d a n M a k a n a n N o m o r
HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;

Edisi Januari 2008

Halaman 10

Badan POM

INFOPOM

6. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor


HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan
Suplemen Makanan;
7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.41.1381 Tahun 2005 tentang Tata Laksana Pendaftaran
Suplemen Makanan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG


LARANGAN PENGGUNAAN BENZIL PIPERAZIN DALAM SUPLEMEN
MAKANAN

Pertama

Melarang memproduksi, mengimpor dan mengedarkan suplemen


makanan yang menggunakan/mengandung benzil piperazin dan atau
derivat piperazin yang mempunyai efek psikoaktif.

Kedua

Mencabut dan Membatalkan persetujuan pendaftaran suplemen makanan


yang menggunakan/mengandung benzil piperazin dan atau derivat
piperazin yang mempunyai efek psikoaktif.

Ketiga

Suplemen makanan yang telah dicabut dan dibatalkan persetujuan


pendaftarannya sebagaimana dimaksud dalam diktum Kedua, diberikan
tenggang waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya
peraturan ini harus ditarik dari peredarannya.

Keempat

Penarikan produk suplemen makanan sebagaimana dimaksud dalam


diktum Ketiga dilakukan oleh produsen, importir dan atau distributor
suplemen makanan tersebut.

Kelima

Pelanggaran terhadap peraturan ini akan dikenai sanksi administratif dan


atau sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Keenam

Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 23 Agustus 2007
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
KEPALA

Dr. Husniah Rubiana Thamrin Akib, MS, M.Kes, SpFK

Edisi Januari 2008

Halaman 11

1829-9334

Redaksi menerima naskah yang berisi informasi yang terkait dengan obat, makanan, kosmetika, obat
tradisonal, komplemen makanan, zat additif dan bahan berbahaya. Kirimkan melalui alamat redaksi
dengan format MS. Word 97 spasi ganda maksimal 2 halaman kuarto. Redaksi berhak mengubah sebagian
isi naskah untuk diterbitkan.

Alamat Redaksi : Pusat Informasi Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, Telp. 021-4259945, Fax. 021-42889117, e-mail :
informasi@pom.go.id

ISSN

Penasehat : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan ; Penanggung Jawab: Sekretaris
Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan ; Pimpinan Redaksi : Kepala Pusat Informasi Obat dan
Makanan ; Sekretaris Redaksi : Kepala Bidang Informasi Obat ; Tim Editor : Dra. Sri Hariyati,
MSc, Dra. Elza Rosita, MM, Dra. Sylvia N Utama, Apt, MM, Dra. Dyah Nugraheni, Apt,
Dra. Hermini Tetrasari, MSi, Ellen Simanjuntak, SE, Yustina Muliani, S.Si, Apt, Dra. Murti
Hadiyani, Dra. T. Asti Isnariani M.Pharm, Dewi Sofiah, S.Si, Apt, Arief Dwi Putranto, SSi, Dra.
Yusra Egayanti, Apt ; Redaksi Pelaksana : Yulinar, SKM, Dra. Helmi Fauziah, SSi, Sandhyani E.D,
S.Si, Apt, Indah Widiyaningrum, SSi, Eriana Kartika Asri, SSi, Denik Prasetiawati, SFarm; Sirkulasi :
Surtiningsih, Netty Sirait

771829 933428

InfoPOM

Anda mungkin juga menyukai