Anda di halaman 1dari 10

PEMBAHASAN

Skenario 2
Penderita perempuan 20 tahun datang dengan keluhan adanya rasa sakit
pada gigi geraham rahang bawah kanan belakang, rasa sakit cekot-cekot mulai
timbul 5 hari yang lalu. Penderita pergi ke puskesmas. Saat pergi ke puskesmas
penderita merasakan adanya pembengkakan pada pipinya. Di puskesmas,
penderita diperiksa dan setelahnya mendapat 2 macam obat, yaitu 1 macam
berjumlah 10 berupa kaplet diminum 4x sehari, dan 1 macamlagi brjumlah 10
diminum 3x sehari berupa tablet analgesik. Tetapi waktu telah taat minum obat
dari puskesmas pnderita merasa tidak ada perubahan, penderita malah merasa
sakit dan bengkaknya bertambah. Kemudian penderita memutuskan untuk ke poli
gigi Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga. Penderita juga merasakan demam sejak 2 hari yang lalu.
1. Pemeriksan Subjektif (anamnesa)
Identitas : Perempuan
Umur :

20 tahun

Keluhan : Rasa sakit pada gigi geraham rahang bawah kanan


belakang, rasa sakit cekot-cekot mulai timbul 5 hari
yang lalu, setelah diberi obat oleh puskesmas tidak
sembuh dan malah merasa sakit dan bengkaknya
bertambah.
2. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan Fisik

Ekstra oral :
a. Pembengkakan region pipi dan di tengah rahang kanan
bawah, berbatas tidak jelas
b. Warna merah
c. Palpasi pembengkakan teraba padat (firm) dan hangat,
tidak ada fluktuasi dan terasa nyeri

Intra oral :

a. Mukosa sekitar gigi 46 odematus dan warna


kemerahan
b.

Gigi 46 sisa akar, pada tekanan (druk) terasa nyeri


Pemeriksaan Penunjang
X-ray panoramik :

48 Impaksi mesioangular, gambaran radiolusen pada


sebelah mesial daerah mahkota.

Terlihat gambaran radiolusensi tidak berbatas jelas


pada periapikal gigi 46 sisa akar.

Dari hasil pemeriksaan intra oral, ekstra oral dan radiografi pasien di atas
mengalami infeksi ondotogen, dimana inflamasi yang disebabkan oleh karena
adanya invasi bakteri. Jalan masuk bakteri (port de entry) dalam kasus ini melalui
gigi 46 dan dapat juga melalui gigi 48. Pada gigi 46 yang hanya tinggal sisa akar
tersebut dapat dilalui bakteri untuk berpenetrasi dan berkembang biak di dalam
saluran akar dan mengeluarkan toksin sebagai hasil dari metabolismenya. Apabila
terdapat debris, maka debris tersebut akan menyumbat saluran akar dari gigi 46
dan menyebabkan tidak adanya suplai oksigen sehingga virulensi dari bakteri
akan semakin meningkat.
Awalnya, gigi 46 mengalami karies yang tidak dirawat sehingga menjadi
karies profunda, yaitu karies yang telah mencapai ruang pulpa. Dalam hal ini telah
terjadi respon inflamasi pada pulpa berupa tanda cardinal dari radang yang
dialami penderita. Seperti yang kita tahu, terdapat pembuluh darah dan syaraf di
dalam ruang pulpa sehingga bakteri yang telah masuk kedalamnya dan
berkembang biak, akan mengeluarkan toksin yang dapat merusak dan mematikan
jaringan yang terinfeksi. Aktivitas dari bakteri ini tentunya dengan adanya nutrisi
yang didapat melalui pembuluh darah. Dengan berjalannya waktu, bakteri yang
bertambah banyak dengan toksin yang juga meningkat ini akan memenuhi
pembuluh darah dan menyumbatnya. Sumbatan yang terjadi menyebabkan syaraf-

syaraf tidak mendapatkan nutrisi sehingga tidak ada vaskularisasi pada jaringan
yang pada akhirnya jaringan akan mengalami nekrosis.
Bila jaringan pulpa dapat menahan jejas yang masuk, menimbulkan
kerusakan jaringan yang sedikit dan mampu untuk pulih kembali maka
keradangan pulpa ini diklasifikasikan sebagai pulpitis reversibel. Pada proses
berikutnya jika kerusakan jaringan pulpa tambah meluas sehingga pemulihannya
tidak dapat tercapai, keradangan ini disebut pulpitis ireversibel. Jaringan pulpa
yang telah meradang tersebut mudah mengalami kerusakan secara menyeluruh
dan mengakibatkan pulpa menjadi nekrosis atau mati. Karena mikroorganisme
berperan penting pada kematian jaringan pulpa tersebut, sehingga disebut juga
sebagai gangren pulpa. Gangren pulpa untuk sementara mungkin tidak
menimbulkan nyeri, namun menjadi tempat kuman berkembang biak yang
akhirnya menjadi sumber infeksi. Produk infeksinya mudah menyebar ke jaringan
sekitarnya. Bila menyebar ke jaringan periapikal dapat terjadi periodontitis
periapikal atau disebut juga sebagai periodontitis apikalis.
Terdapat dua macam periodontitis apikalis, yaitu periodontitis apikalis
akut dan periodontitis apikalis kronis. Penyebaran pertama dari inflamasi pulpa ke
jaringan periradikuler disebut periodontitis apikalis akut. Periodontitis apikalis
akut dapat terjadi pada jaringan lunak berupa abses apikalis akut dan pada
jaringan keras berupa osteomyelitis. Abses apikalis akut adalah suatu lesi
likuifaksi setempat atau difus yang menghancurkan jaringan periradikuler. Tanda
dan gejala bergantung pada keparahan reaksinya, pasien dengan abses apikalis
akut biasanya mengalami ketidaknyamanan atau pembengkakan yang sedang
hingga parah. Selain itu, kadang-kadang disertai pula manifestasi sistemik dari
proses infeksi seperti meningkatnya suhu tubuh, malaise, dan leukositosis. Karena
hal ini muncul hanya pada pulpa yang mati, stimulasi elektrik atau panas tidak
akan menimbulkan respons tetapi pada perkusi dan palpasi biasanya akan timbul
nyeri.

Terdapat

tanda

radang

sebagai

respon

tubuh

terhadap

adanya

ketidakseimbangan yang dalam hal ini adalah adanya invasi bakteri. Tanda radang
tersebut terdiri atas rubor (merah), tumor (bengkak), kalor (panas), dolor (nyeri),
dan functiolaesa (penurunan fungsi).
Saluran pulpa yang sempit menyebabka drainase yang tidak sempurna
pada pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri

dan menyebar ke arah jaringan periapikal secara progresif. Ketika infeksi


mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeki ini dipengaruhi oleh jumlah
dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.
Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses

yaitu

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. bakteri Streptococcus mutans


(selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3 macam enzim yang sifatnya
destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase. Enzim ini berperan
layaknya parang petani yang membuka hutan untuk dijadikan ladang
persawahannya, ya.. enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari
jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya hyaluronidase,
artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar
sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi
antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini
rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan
yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.
Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim
dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media
perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu
merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.
Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses
abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed
bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host
dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang
terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses
disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi
penanganan.
Adanya

keterlibatan

bakteri

dalam

jaringan

periapikal,

tentunya

mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut,


namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup
tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi
abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.
S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja
mampu merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus
dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja

S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan


ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat
melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan
ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan
ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya
dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses
saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada
pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah
S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi,
tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit
yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan
bakteri dalam jumlah besar.
Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut
akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya
seringkali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup
mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus
dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi
atau keluar secara alami.
Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah
periapikal, yang notabene adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh,
maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak,
lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi
perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses.
Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi)
virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang
tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah,
ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh
dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.
Sebelum mencapai dunia luar, perjalanan pus ini mengalami beberapa
kondisi, karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone,
pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita
kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan

normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna
menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum.
Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga
terjadi ketika pus mulai mencapai korteks, dan melakukan eksudasinya dengan
melepas komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara
korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya
berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini tanpa gejala, tapi cenderung
menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul
pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis.
Adanya tambahan istilah serous disebabkan karena konsistensi eksudat
yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma,
dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga
tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.
Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak
mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi
yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang
sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, bedanya
adalah.. di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil
menembus korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses
yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses
subperiosteal.
Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa
jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang
sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih
serous.
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi,
maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space
terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas
mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess
Sedangkan pada gigi 48, posisi mesioangular dari gigi molar ketiga
berinklinasi ke arah mesial sehingga gigi molar tersebut hanya eruspi sebagian.
Posisi ini dapat menjadi port de entry bakteri dari pericorona. Pada awalanya

impaksi mesioangular gigi 48 bagian distal erupsi dengan sempurna. Sedangkan


bagian mesial berada di dalam mukosa gingiva. Dental sac yang meliputi bagian
mesial gigi 48 tersebut menghasilkan gambaran radiolusen pada pemeriksaan
penunjang x-ray panoramic. Pada saat bagian distal gigi 48 erupsi, dental sac
terbuka kemudian menyebabkan bakteri pada debris masuk. Bakteri Prevotella
intermedia merupakan bakteri patogen gram negatif yang berperan dalam infeksi
periodontal. Bakteri ini kemudian masuk lebih dalam yang kemudian
menyebabkan pericoronal damaged. Adanya destruksi ini menghasilkan respon
inflamasi terhadap invasi bakteri yang meningkat pula akibat adanya bakteri
anaerob dan kemudian menyebabkan edema pada musculus masseter. Serangan
bakteri akan memicu respon imun antara patogen dan host. Bakteri ini akan
menyebabkan pelepasan sitokin seperti interleukin-6 (IL-6) dan TNF- sehingga
meningkatkan jumlah produksi polimorfonuklear leukosit. Pada tahap awal
periodontitis

apikalis,

terjadi

peningkatan

PMN

yang

sekaligus

akan

meningkatkan pengeluaran radikal bebas dalam proses fagositosis melawan


infeksi. Respon inflamasi ini akan muncul tanda-tanda seperti rubor, dolor, kalor,
dan functiolaesa.
Oleh puskesmas kejadian ini dipremedikasi dengan antibiotik dan
analgesik untuk mengobatinya. Akan tetapi pasien tidak merasakan adanya
perubahan, pasien malah merasa sakit dan bengkaknya bertambah. Sakit dan
bengkak yang bertambah ini dikarenakan tidak dilakukan drainase untuk
mengeluarkan eksudat dari proses radang di gigi, meskipun telah diketahui bahwa
pasien merasa terjadi pembengkakan pada pipinya. Di dalam jaringan sendiri,
eksudat ini dikelilingi oleh dinding yang berfungsi untuk mencegah meluasnya
infeksi di sekitar gigi tersebut. Jika eksudat tidak didrainase serta dilakukan
premedikasi berupa antibiotik (dalam hal ini analgesik hanya pereda nyeri saja,
tanpa berefek pada respon inflamasi sendiri), maka antibiotik tidak dapat
menembus dinding eksudat tersebut. Hal ini akan memicu terjadinya ascending
infection (penjalaran infeksi lebih lanjut) yang mengakibatkan bertambah
besarnya bengkak. Bengkak yang bertambah besar akan menimbulkan nyeri yang
lebih hebat karena semakin banyak saraf yang terdesak, ini mengakibatkan

analgesik yang diberikan tidak efektif lagi karena dosis analgesik untuk bengkak
yang bertambah besar ini kurang.
Bengkak yang bertambah besar ini juga dapat disebabkan oleh pemberian
antibiotik yang tidak tepat sehingga tidak berefek apapun pada perikoronitis.
Pemberian antibiotik yang tidak tepat sebenarnya dapat dicegah dengan
pemeriksaan kultur untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi jaringan.
Akan tetapi hal ini tidak mungkin selalu dilakukan, sehingga tenaga medis
biasanya menggunakan pengalaman empirisnya untuk menentukan antibiotik
yang tepat. Umumnya bakteri yang menyebabkan infeksi dalam rongga mulut
adalah bakteri coccus aerob gram positif, coccus anaerob gram positif dan batang
anaerob gram negatif. Pemberian antibiotik antara 3-5 hari, jika masih terdapat
keluhan atau keluhan semakin bertambah maka perlu dilakukan penggantian
antibiotik. Tenaga medis di puskesmas kemungkinan besar memberikan antibiotik
bakteri aerob untuk mengobati perikoronitis pasien ini. Antibiotik ini tidak tepat
karena sebenarnya infeksi telah menjalar ke dalam jaringan, dibuktikan oleh
pembengkakan pada awal datang ke puskesmas. Bengkak ini menandakan bakteri
telah masuk hingga ke jaringan yang dalam, bakteri yang dapat masuk ke dalam
jaringan yang lebih dalam hanyalah bakteri anaerob. Kesalahan pemberian ini
seharusnya sudah dapat dideteksi saat hari ketiga sehingga tidak menambah besar
bengkak tersebut, serta dilakukan drainase untuk mengeluarkan eksudat radang.

Anda mungkin juga menyukai