DEMAM THYPOID
A. Pengertian
Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus. Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi
klinis yang sama atau menyebabkan enteritis akut. Sinonim demam tifoid dan
demam paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever,
thyphus dan paratyphus abdominalis (Mansjoer, 2000).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Sinonim
dari demam tifoid adalah typhoid fever, enteric fever. Tifoid berasal dari
bahasa Yunani yang berarti smoke, karena terjadinya penguapan panas tubuh
serta gangguan kesadaran disebabkan demam yang tinggi (Dinda, 2008).
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan
rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin.
Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif,
penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam Tifoid juga
dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis. Demam tifoid adalah
penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteritik demam, sakit
kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang
juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam
tifoid (termasuk paratifoid) disebabkan oleh kuman salmonella typhi,
salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B dan salmonella paratyphi C.
fisis
membasahi
mulut,
membersihkan
lidah
dan
4) Gaster (Lambung)
Lambung menerima makanan dari esofagus melalui orifisium kardiak
dan bekerja sebagai penimbun sementara. Kontraksi otot lambung
mencapur makanan dengan getah lambung. Getah ini mengandung 0,4
% HCl yang mengasamkan semua makanan, bekerja sebagai
antiseptikdan desinfektan. Beberapa enzim pencernaan yang terdapat
dalam getah lambung yaitu:
a) Pepsin berfungsi mengubah protein menjadi pepton
b) Renin adalah ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein
dari karsinogen yang dapat larut
c) Lipase berfungsi memecahkan lemak.
b.
b)
c) Kolon Asendens
Terletak disebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke daerah hati.
d) Kolon Tranversum
Terletak dibawah hati berbelok pada flexura hepatica, lalu berjalan
melalui tepi daerah epigastri dan umbilika.
e) Kolon Desendens
Terletak di bawah limp, membelok sebagai flexura sinistra dan
kemudian berjalan melalui daerah kanan lumbal.
f) Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri.
3) Rektum
Merupakan struktur lanjutan dari kolon sigmoid. Panjang rektum adalah
sekitar 12 cm dan berjalan melalui diafragma pelvis menjadi kanal
anus.
4) Anus
Jalan keluar dari sisa makan yang diatur oleh jaringan otot lurik yang
membentuk baik sfinger internal dan eksternal.
2. Fisiologi Sistem Pencernaan
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrient, air dan
elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal tubuh.
Manusia menggunakan molekul-molekul organik yang terkandung dalam
makanan dan O2 untuk menghasilkan energi (Sherwood, 2001).
Motilitas
Motilitas mengacu pada kontraksi otot yang mencampur dan
mendorong isi saluran pencernaan. Otot polos di saluran pencernaan terus
menerus berkontraksi dengan kekuatan rendah yang disebut tonus.
Terhadap aktivitas tonus yang terus menerus terdapat dua jenis dasar
motilitas pencernaan yaitu :
1) Gerakan propulsif (mendorong) yaitu gerakan memajukan isi saluran
pencernaan ke depan dengan kecepatan yang berbeda-beda. Kecepatan
propulsif bergantung pada fungsi yang dilaksanakan oleh setiap organ
pencernaan.
2) Gerakan mencampur memiliki fungsi ganda. Pertama, mencampur
makanan dengan getah pencernaan. Kedua, mempermudah penyerapan
dengan memajankan semua bagian isi usus ke permukaan penyerapan
saluran pencernaan.
b.
Sekresi
Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran
pencernaan oleh kelenjar-kelenjar eksokrin. Setiap sekresi pencernaan
terdiri dari air, elektrolit, dan konstituen organik spesifik yang penting
dalam proses pencernaan (misalnya enzim, garam empedu, dan mukus).
Sekresi tersebut dikeluarkan ke dalam lumen saluran pencernaan.
c.
Pencernaan
Pencernaan merupakan proses penguraian makanan dari struktur
yang kompleks menjad struktur yang lebih sederhana yang dapat diserap
oleh enzim. Manusia mengonsumsi tiga komponen makanan utama, yaitu:
1) Karbohidrat
Kebanyakan makanan yang kita makan adalah karbohidrat dalam
bentuk polisakarida, misalnya tepung kanji , daging (glikogen), atau
tumbuhan (selulosa). Bentuk karbohidrat yang paling sederhana adalah
monosakarida seperti glukosa, fruktosa, dan galaktosa.
2) Protein
Protein terdiri dari kombinasi asam amino yang disatukan oleh ikatan
peptida. Protein akan diuraikan menjadi asam amino serta beberapa
polipeptida kecil yang dapat diserap dalam saluran pencernaan.
3) Lemak
Sebagian besar lemak dalam makanan berada dalam bentuk trigelsida.
Produk akhir pencernaan lemak adalah monogliserida dan asam lemak.
Proses pencernaan dilakukan melalui proses hidrolisis enzimatik.
Dengan menambahkan H2O dan enzim akan memutuskan ikatan
tersebut sehingga molekul-molekul kecil menjadi bebas.
d.
Penyerapan
Proses penyerapan dilakukan di usus halus. Proses penyerapan
memindahkan molekul-molekul
berfungsi dalam pencernaan protein untuk menghasilkan fragmenfragmen peptida. Karena fungsinya memecah protein, maka peptin
dalam lambung harus disimpan dan disekresikan dalam bentuk inaktif
(pepsinogen) agar tidak mencerna sendiri sel-sel tempat ia terbentuk.
3) Sekresi mukus: mukus berfungsi sebagai sawar protektif untuk
mengatasi beberapa cedera pada mukosa lambung.
4) Sekresi Gastrin: di daerah kelenjar pilorus (PGA) lambung terdapat sel
G yang mensekresikan gastrin. Aliran sekresi getah lambung akan
dihentikan bertahap seiring dengan mengalirnya makanan ke dalam
usus. Di dalam lambung telah terjadi pencernaan karbohidrat dan mulai
tejadi pencernaan protein. Makanan tidak diserap di lambung. Zat yang
diserap di lambung adalah etil alkohol dan aspirin.
d. Kerja usus halus
D. Patofisiologi
Kuman salmonella typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan
makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid
plaque Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella
typhi kemudian menembus ke lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai
kelenjar limfe messenterial yang juga mengalami hipertropi. Setelah melewati
kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typhi masuk kealiran darah melalui duktus
thoracicus. Kuman-kuman salmonella typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi
portal dari usus. Salmonella typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan
bagian-bagian lain system retikuloendotial (Admin, 2008).
Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitianeksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab
utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin
Salmonella typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu
terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat Salmonella typhi
berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena Salmonella typhi dan
endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang (Admin, 2008).
E. Epidemiologi
Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6 tahun
1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakitpenyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga
dapat menimbulkan wabah. Walaupun demam tifoid tercantum dalam undangundang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap belum ada,
sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti (Ashkenazi,
2002).
Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih
sering bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang
menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber
penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan
salmonella thypi yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering carrier.
Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman pergram tinja (Dinda,
2008).
Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan
yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di
daerah nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan
masih terus mengekskresi salmonella thypi dalam tinja dan air kemih selama
lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu merupakan predisposisi untuk
terjadinya carrier. Kuman-kuman salmonella thypi berada didalam batu empedu
atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat
radang menahun (Dinda, 2008).
F. Manifestasi Klinik
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang
timbul sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia,
tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran
penyakit bervariasi dari penyakit
gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini
menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah berpengalaman pun mengalami
kesulitan untuk membuat diagnosis klinis demam tifoid (Dinda, 2008).
Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit akut pada umumnya. Yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk
dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan
tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa
samnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada
orang Indonesia (Widodo, 2009).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas,
terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan
penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan
jumlah lekosit antara 3000 4000 /mm 3 ditemukan pada fase demam. Hal ini
diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu
H. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal :
a.
Perdarahan usus
b.
Perforasi usus
c.
Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra-intestinal :
a. Komplikasi kardiovaskular :
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
b. Komplikasi darah :
Anemia hemolitik, trombositopenia dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru :
Pneumonia, empiema dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu :
Hepatitis dan kolesistisis.
e. Komplikasi ginjal :
Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang :
Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis.
g. Komplikasi neuropsikatrik :
Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan
sindrom katatonia.
a.
Kloramfenikol
b. Thiamfenikol
c. Ko-trimoksazol
d. Ampisillin dan Amoksisilin
e. Sefalosporin generasi ketiga
f. Fluorokinolon.
Obat-obat simptomatik :
a.
b.
c.
J. Pathway
Makanan, Minuman, Air Tercemae
Mengandung Salmonella Thypi
Masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna
Masuk ke lambung
Salmonella dimusnakan
oleh asam lambung
Proses penyakit
Thypus Abdominalis
MK: Kurang pengetahuan
Toksemia
Usus halus
MK: Cemas
Ductus Thoracicus
Salmonella bersarang
di jaringan limfoid
Masuk kehati
plaque payeri
Mukosa membran
payeri cedera/luka
Tukak pada mukosa
payeri
K. Fokus Pengkajian
Dasar data atau data fokus pengkajian klien dengan demam thypoid
antara lain :
1. Pengumpulan Data
a. Wawancara
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia,
diare serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella
typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Hypertermi
dengan infeksi kuman salmonella thypi
bernubungan
2.
Risiko
kurang
volume
4.
5.
Nutrisi
kurang
dari
7.
Cemas
berhubungan
Kurang
pengetahun
1.
b. Intervensi :
1) Awasi masukan dan haluaran urine, karakter dan jumlah feces,
perkirakan IWL dan hitung SWL.
Rasional : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan,
fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman
untuk penggantian cairan.
2) Observasi TTV.
Rasional : Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat
menunjukkan respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.
3) Observasi adanya kulit kering berlebihan dan membran mukosa,
penurunan turgor kulit, prngisisan kapiler lambat.
Rasional : Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.
4) Ukur BB tiap hari.
Rasional : Indikator cairan dan status nutrisi.
5) Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring dan hindari kerja.
Rasional : Colon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk
menurunkan kehilangan cairan usus.
6) Catat kelemahan otot umum dan disritmia jantung
Rasional : Kehilangan cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidak
seimbangan elektrolit. Gangguan minor pada kadar serum dapat
mengakibatkan adanya dan/atau gejala ancaman hidup.
7) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
a)
Anti diare.
Rasional : Menurunkan kehilangan cairan dari usus.
c)
Antiemetik
Rasional : Digunakan untuk mengontrol mual dan muntah pada
eksaserbasi akut.
d)
Antipiretik
Rasional : Mengontrol demam. Menurunkan IWL.
e)
Elektrolit tambahan
Rasional : Mengganti kehilangan cairan melalui oral dan diare.
Tujuan :
1) Klien akan melaporkan penurunan frekuensi defakasi, konsistensi
kembali normal.
2) Klien akan mampumengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.
b.
Intervensi :
1) Observasi dan catat ferkuensi defakasi, karekteristik, jumlah dan
faktor pencetus.
Rasional : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji
beratnya episode.
b.
Intervensi :
1) Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan
terapi.
2) Dorong tirah baring dan/atau pembatasan aktifitas selama fase sakit
akut.
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik
untuk mencegah
Rasional
klien
untuk
menyatakan
perasaan
masalah
mulai
makanan/diet.
Rasional : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh
takut makan
berhubungan
dengan
Hiperperistaltik,diare
lama,
iritasi
Tujuan :
1) Klien akan melaporkan nyeri hialng/terkontrol.
2) Klien akan menampakkan perilaku rileks dan mampu tidur/istirahat
dengan tepat.
b. Intervensi :
1) Dorong klien untuk melaporkan nyeri yang dialami.
Rasional
analgesik.
2) Observasi laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya,
intensitas (skala 0-10), selidiki dan laporkan perubahan karakteristik
nyeri.
Rasional
Tujuan :
1) Klien
akan
menampakkan
perilaku
rileks
dan
melaporkan
b.
Intervensi :
1) Amati petunjuk perilaku mis : gelisah, peka rangsang, menolak,
kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.
Rasional
memungkinkan
energi
dapat
ditujukan
pada
penyembuhan/perbaikan.
6) Bantu klien untuk mengidentifikasi/memerlukan perilaku koping
yang digunakan pada masa lalu.
Rasional : Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan
masalah/stress saat ini, meningktkan rasa kontrol diri klien.
7) Bantu klien belajar mekanisme koping baru mis : teknik mengatasi
stress, keterampilan organisasi.
Rasional : Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat
membantu dalam menurunkan stress dan kecemasan, meningkatkan
kontrol penyakit.
8) Kolaborai tim medis dalam pemberian sedatif sesuai indikasi.
Rasional : Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan
memudahkan istirahat.
pengobatan
berhubungan
dengan
kesalahaninterpretasi
Tujuan :
1) Klien akan menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
pengobatan.
2) Klien akan dapat mengidentifikasi situasi stress dan tindakan khusus
untuk menerimanya.
3) Klien akan berpartisipai dalam program pengobatan.
4) Klien akan melakukan perubahan pola hidup tertentu.
b.
Intervensi :
1) Kaji persepsi klien tentang proses penyakit.
Rasional : Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran
kebutuhan belajar individu.
2) Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor
yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan
faktor penyebab.
Rasional : Pengetahuan dasar yang akurat memberikan klien
kesempatan untuk membuat keputusan informasi/pilihan tentang
masa depan dan kontrol penyakit kronis. Meskipun kebanyakan klien
tahu tentang proses penyakitnya sendiri, merek dapat mengalami
informai yang tertinggal atau salah konsep.
3) Jelaskan tentang obat yang diberikan, tujuan, frekuensi, dosis dan
kemungkinan efek samping.
N. Evaluasi
Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama demam tifoid
dikatakan berhasil/efektif jika :
1.
Klien
mampu
mengontrol
Komplikasi
minimal/dapat
dicegah.
3.
Stres
mental/emosi