Halaman Judul.......................................................................................................i
Kata Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan dan Manfaat.................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Asal Usul Makna Kebebasan..................................................................3
2.2 Kebebasan dalam Perspektif Islam.........................................................7
a. Sumber Kebebasan.............................................................................9
b. Batasan Kebebasan.............................................................................11
2.3 Penerapan Konsep Kebebasan dalam Kehidupan...................................13
a. Konsep Kebebasan Beragama dalam Perspektif Al-Quran...............13
b. Kebebasan Berkespresi dalam Islam..................................................15
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................................17
3.2 Saran........................................................................................................18
Daftar Pustaka.......................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era modern pada saat ini pendidikan merupakan sesuatu yang menjadi
keperluan yang terbilang mendesak. Sehingga tidak heran apabila pemerintah
sedang gencar melancarkan program pendidikan gratis dan program program lain
serupa dengan visi untuk mencerdaskan anak bangsa. Oleh karena itu meski tidak
semua masyarakat yang ada dapat menempuh pendidikan hingga ke perguuruan
tinggi, setidaknya mereka telah memiliki bekal untuk bisa menjadi masyarakat
yang kritis dalam melaukan sesuatu hal, oleh karena itu, masyarakat saat ini boleh
dibilang merupakan masyarakat modern dengan latar belakang pendidikan yang
memadai.
Sehingga bila kita kembali mengingat pada masa penjajahan, dimana
Indonesia bertahun tahun mengalami penderitaan yang sedemikian rupa
merupakan salah satu contoh keadaan bangsa Indonesia tanpa pendidikan saat itu.
Hanya kaum cendekiawan seperti Bung Karno yang dapat mensiasati pergolakan
yang ada. Itu semua tak lepas dari adanya ilmu pengetahuan yang beliau miliki.
Dalam atmosfer pendidikan yang dibangun itulah kemudian masyarakat lahir
sebagai seorang individu yang kritis. Individu yang menjunjung tinggi makna
kebebasan dalam diri mereka masing masing. Sehingga kita kerap menjumpai
berbagai fenomena yang berkaitan dengan makna kebebasan seperti aksi unjuk
rasa, aksi pembelaan Hak asasi manusia, dan lain lain. Akan tetapi seiring
berjalannya wakktu ternyata kebebasan bukan hanya menjadi suatu senjata untuk
bangkit dari ketertindasan melainkan menjadi suatu alasan beberapa individu
untuk melakukan penyelewengan penyelewengan yang mengatas namakan
kebebasan. Seperti misalnya saat kita melihat seseorang mengkritik atau lebih
mengarah pada konteks mencampuri urusan orang lain seperi yang dilakukan
Farhat Abbas yang kemudian berujung pada perilaku menyakiti orang lain akan
tetapi ia mengatas namakan perilakunya itu sebagai sesuatu kebebasan
berpendapat bagi individu untuk berpendapat, maka hal tersebut sebenarnya telah
keluar tatanan yang telah ditentukan dalam ajaran islam.
Dalam makalah ini akan membahas mengenai makna kebebasan dalam kaca
mata Islam. Akhir-akhir ini wacana kebebasan semakin menemukan momentum,
sekaligus meretas ketidakpastian makna kebebasan itu sendiri. Arti sebuah
kebebasan seolah melindungi semua faham keagamaan, misalnya, walau harus
bertabrakan dengan kaidah-kaidah prinsip yang telah ditegaskan dalam suatu
agama. Akhirnya, semua perilaku selalu merasa dilindungi oleh kebebasan.
Goyang erotis seorang penyanyi, pornografi, prostisusi, homoseksual, lesbian,
bahkan penistaan agama juga berargumentasi dengan dalil kebebasan.
Oleh karena itu, tema ini dirasa sangat perlu untuk di bahas dalam forum kuliah
untuk kemudian bersama sama berdiskusi mengenai apa makna kebebasan dalam
perspektif islam itu sebenarnya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang emnjadi rmusan masalah
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana asal usul kemunculan makna kebebasan?
2. Bagaimana makna kebebasan dalam perspektif islam, jika dilihat dari
sumber dan batasannya ?
3. Bagaimana penerapan konsep kebebasan dalam kehidupan manusia?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan bagi penulis:
1. Penulis menjadi lebih mengetahui tentang makna kebebasan dalam islam
2. Penulis lebih dapat mengetahui batasan dan sumber kebebasan dalam
perspektif islam
3. Penulis mengetahui penerapan konsep kebebasan dalam kehidupan manusia
Tujuan bagi pembaca:
1. Makalah ini diharapkan menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis
serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari.
2. Pembaca dapat bersikap dan bercakap sesuai dengan ajaran agama Islam
yang telah diatur dalam Al-quran dan hadist
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu bentuk
penjelasan kepada masyarakat secara luas mengenai arti dan makna kebebasan
dalam islam dengan berlandaskan pada Al-Quran dan hadist.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Usul Makna Kebebasan
Manusia diciptakan oleh Allah dan kelak akan kembali kepada Sang
Pencipta. Sedangkan kehidupan manusia di dunia bukanlah satu-satunya
kehidupan yang ia alami. Dunia hanyalah salah satu fase dari lima fase kehidupan
manusia: alam ruh, alam rahim, alam dunia, alam barzah dan alam akhirat.
Konsep tentang kebebasan manusia, tidak terbatas pada kehidupan dunia saja,
melainkan semenjak periode alam ruh dan berlanjut hingga alam akhirat. Hanya
saja, di alam dunia inilah kita saat ini dengan kesadaran dan potensi akal yang
diberikan oleh Yang Maha Kuasa, mengkonsepsikan dan mengaplikasikan
konsep-konsep yang ada dengan bimbingan wahyu Allah SWT. Menurut Syed
Muhammad Naquib Al-Attas, kebebasan manusia dapat dilacak sejak terjadinya
perjanjian primordial (primordial covenant) yang ditekan oleh setiap individu di
hadapan sang Pencipta. Yang isinya adalah pengakuan seorang hamba akan
rububiyah Allah semata atas dirinya dan semua alam. Isi perjanjian tersebut
dimuat dalam al Quran, surat al-Araf, 172:
implikasi dari kesaksian itu. Disinilah jejak kebebasan manusia dimulaikan. Ayat
lain yang juga relevan dengan ayat diatas adalah dalam surat al-Ahzab: 72
Artinya: Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah
diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan)
kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan)
yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah
sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa (Q.S. An Nahl : 30)
Maka, sebaik-baik ikhtiar (kebebasan memilih yang terbaik) adalah ikhtiar
yang dilakukan oleh orang-orang yang muttaqiin, yaitu mereka yang memilih
kebaikan hidup di akhirat daripada kebaikan yang ada di dunia (al Kahfi;46, adhDhuha;4, at-Taubah;38). Mereka inilah yang menemukan kebahagiaan spiritual
(saadah) dalam kehidupannya.
Kebahagiaan spiritual, menurut Al-Attas, secara sadar bisa dialami dalam
kehidupan di dunia ini dan lebih panjang dari pada kebahagiaan level fisik dan
psikologis. Kebahagiaan spiritual sangat terkait dengan keyakinan terhadap
kebenaran Mutlak, iman, dan perilaku moral. Menurut Al Attas, kebahagiaan
spiritual terjadi secara bersamaan dengan kebahagiaan fisik dan psikologis.
Kebahagiaan dalam Islam bukanlah sesuatu yang berakhir dalam dirinya sendiri;
sebaliknya, kebahagiaan itu akan membimbing manusia ke tingkat akhir yang
lebih tinggi, yang dalam kehidupan dunia ini disebut dengan cinta kepada Allah
swt (mahabbah). Inilah yang disebut dengan persiapan ke arah pencapaian yang
hakiki dan abadi pada hari kemudian, yaitu kebahagiaan berupa kemampuan
melihat Allah swt.
Bagi seorang Muslim, kebebasan mengandung tiga makna sekaligus.
Pertama, kebebasan identik dengan fitrah yaitu tabiat dan kodrat asal manusia
sebelum diubah, dicemari, dan dirusak oleh sistem kehidupan disekelilingnya.
5
Seperti kata Nabi saw: kullu mawludin yuladu ala l-fitrah. Setiap orang terlahir
sebagai mahluk dan hamba Allah yang suci bersih dari noda kufur, syirik dan
sebagainya. Namun orang-orang disekelilingnya kemudian mengubah statusnya
tersebut menjadi ingkar dan angkuh kepada Allah. Maka orang yang bebas ialah
orang yang hidup selaras dengan fitrahnya, karena pada dasarnya ruh setiap
manusia telah bersaksi bahwa Allah itu Tuhannya. Sebaliknya, orang yang
menyalahi fitrah dirinya sebagai abdi Allah sesungguhnya tidak bebas, karena ia
hidup dalam penjara nafsu dan belenggu syaitan.
Makna kedua dari kebebasan adalah daya kemampuan (istithaah) dan
kehendak (masyiah) atau keinginan (iradah) yang Allah berikan kepada kita
untuk memilih jalan hidup masing-masing. Apakah jalan yang lurus (as-shirath almustaqim) ataukah jalan yang lekuk. Apakah jalan yang terjal mendaki ataukah
jalan yang mulus menurun. Apakah jalan para nabi dan orang-orang sholeh,
ataukah jalan syaitan dan orang-orang sesat. Siapa yang mau beriman,
dipersilakan. Siapa yang mau ingkar, pun dipersilakan. Kebebasan disini
melambangkan kehendak, kemauan dan keinginan diri sendiri. Bebasnya manusia
berarti kembali kepadanya mau senang di dunia ataukah di akhirat. Firman Allah:
(QS al Isra:18-19)
baik. Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah
keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia
kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya
suatu bahagianpun di akhirat. (QS asy Syura:20).
Terserah padanya apakah mau tunduk atau durhaka kepada Allah. Apakah
mau menghamba kepada sang Khaliq atau mengabdi kepada makhluk. Sudah
barang tentu, kebebasan ini bukan tanpa konsekuensi dan pertanggungjawaban.
Dan benarlah firman Allah bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Setiap manusia
dijamin kebebasannya untuk menyerah ataupun membangkang kepada Allah,
berislam ataupun kafir. Mereka yang berislam dengan sukarela (thawan) lebih
unggul dari mereka yang berislam karena terpaksa (karhan), apatah lagi
dibandingkan dengan mereka yang kafir dengan sukarela.
Ketiga, kebebasan dalam Islam berarti memilih yang baik (ikhtiyar).
Ikhtiar menghendaki pilihan yang tepat dan baik akibatnya. Oleh karena itu, orang
yang memilih keburukan, kejahatan, dan kekafiran itu sesungguhnya telah
menyalahgunakan kebebasannya. Sebab, pilihannya bukan sesuatu yang baik
(khayr). Disini kita dapat mengerti mengapa dalam dunia beradab manusia tidak
dibiarkan bebas untuk membunuh manusia lain.
Jadi, dalam tataran praktis, kebebasan sejati memantulkan ilmu dan adab,
manakala kebebasan palsu mencerminkan kebodohan dan kebiadaban. Kebebasan
seyogianya dipandu ilmu dan adab supaya tidak merusak tatanan kehidupan.
Supaya membawa kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Istilah yang tepat untuk kebebasan dalam Islam terdapat dalam salah satu
istilah syariat; ikhtiar. Ikhtiar tidaklah sama dengan ide modern tentang
kebebasan. Sebab akar kata ikhtiar adalah khair (baik), yang berarti memilih
yang terbaik. Oleh karena itu, jika bukan memilih sesuatu yang baik, pilihan itu
bukanlah benar-benar pilihan, melainkan sebuah ketidak adilan (zhulm). Memilih
sesuatu yang terbaik adalah kebebasan sejati dan untuk melakukannya seseorang
dituntut untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Disinilah proses
pendidikan memainkan peran pentingnya. Sebaliknya, memilih sesuatu yang
buruk adalah pilihan yang berdasarkan kejahilan dan bersumber dari aspek-aspek
yang tercela nafsu hewani.1
Dalam agama Islam, kebebasan yang dibangun adalah berasas pada tauhid
dan setelah itu pada akhlak fadhilah. Dengan demikian, kedua asas ini
menjelaskan segala aturan dan tata-nilai yang berhubungan dengan perbuatan
pribadi manusia dan sosialnya, semenjak urusan partikular hingga urusan yang
paling penting, dari pelbagai dimensi.
Kata kebebasan dalam Islam diungkapkan dengan dua istilah. Pertama
dengan istilah hurriyah dan kedua, dengan ikhtiyar. Dalam al-Mausuah alIslamiyah al-Ammah, kebebasan didefinisikan sebagai kondisi keislaman dan
keimanan yang membuat manusia mampu mengerjakan atau meninggalkan
sesuatu sesuai kemauan dan pilihannya, dalam koridor sistem Islam, baik aqidah
maupun moral. Dari pengertian ini terdapat dua bentuk kebebasan, yaitu:
1. Kebebasan internal (hurriyah dakhiliyah) yaitu kekuatan memilih antara dua
hal yang berbeda dan bertentangan. Kebebasan jenis ini tergambar dalam
kebebasan berkehendak (hurriyat al-iradah), kebebasan nurani (hurriyat
adh-dhomir), kebebasan jiwa (hurriyat an-nafs) dan kebebasan moral
(hurriyat al-adabiyah).Kedua, kebebasan eksternal (hurriyat kharijiyah).
Bentuk kebebasan ini terbagi menjadi tiga: ath-thabiiyah, yaitu kebebasan
yang terpatri dalam fitrah manusia yang menjadikannya mampu melakukan
sesuatu sesuai apa yang ia lihat; as-siyasiyah, yaitu kebebasan yang telah di
berikan oleh peraturan perundang-undangan;ad-diniyah, kemampuan atas
keyakinan terhadap berbagai mazhab keagamaan.
1
Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al Attas, Wan Mohd Nor
Wan Daud, Mizan, Bandung, 2003. Halaman 102
8
10
Dalam pandangan dunia Ilahi (divine world view) tiada seorang pun yang
memiliki kekuasaan atas orang lain kecuali Tuhan. Hal ini ditegaskan dalam
al-Quran sebagai pedoman pandangan dunia Ilahi, Menetapkan hukum itu
hanyalah hak Allah. (Qs. Al-Anam [6]:57). Oleh karena itu, berasaskan
kaidah agama (baca: Islam), tiada satu pun hukum, aturan, tatanan yang dapat
membatasi kebebasan manusia kecuali Tuhan. Namun berlansungnya
kehidupan sosial manusia bergantung pada pengalaman kebebasan dan hakhak mutual sesama manusia dimana manusia dalam keterbatasan ini tidak
memiliki alternatif lain. Aturan, hukum, tatanan, norma yang dianugerahkan
Tuhan berupa kebebasan ini adalah untuk manusia guna menyempurna.
Salah seorang orientalis, Marcell Boisard, yang cukup fair menilai pandangan
ini berkata bahwa, Dalam agama Islam, kebebasan dan kesetaraan manusia
merupakan sebuah hak yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Dan
pendelegasian hak ini kepada manusia ini tidak berada dalam kekuasaan
manusia lainnya sehingga manusia harus berhutang-budi kepadanya. Seluruh
manusia harus mentaati dustur Ilahi dan menghormati kebebasan manusia
lainnya. Sejatinya, tidak ada di dunia ini orang yang hidup bebas secara
mutlak, karena kebebasan mutlak justru akan membuat ketidakbebasan atau
ketidaknyamanan bagi orang-orang di sekitarnya, sedangkan dalam Islam
seperti yang disebutkan dalam kitab al mausuah al islamiyah al ammah,
kebebasan memiliki terminologi tersendiri, kebebasan dalam Islam adalah
kondisi keislaman
dan keimanan
yang
membuat
manusia
mampu
11
Jelas bahwa bahwa kita tidak mengenal adanya kebebasan mutlak dan tidak
terbatas. Lantaran karakter setiap maujud adalah mengikut pada maujud
tersebut. Maujud yang terbatas memiliki sifat yang terbatas. Manusia yang
merupakan makhluk terbatas, mau-tak-mau sifat-sifat kesempurnaannya
seperti bebas, hidup, ilmu, berkuasa dan berkehendak juga terbatas.
Kant dalam memberikan batasan kebebasan manusia perlu melakukan analogi
dan berkata, Setiap pohon apabila ia berbentuk satu pohon yang berkembang
di samping cabang-cabangnya dan mendiami sebuah ruang dan batangnya
berkembang secara tidak langsung. Akan tetapi pohon ini di tengah belantara
di antara pepohonan secara langsung tumbuh-berkembang ke atas dan di
samping pepohonan lainnya, ia mendiami sebuah atmosfer yang sesuai
dengan kondisi dirinya dan batangnya aman dari lengkungan dan tetap lurus
ke atas tidak bengkok. Yang dapat diadopsi dari analogi Kant ini adalah
bahwa kebebasan manusia merupakan sifat esensial dapat tersedia dan
berkembang pada wilayah sosial di antara individu yang beragam. Pelbagai
kebutuhan esensial dan natural manusia dapat terpenuhi dalam pola-laku
sosial seperti pemenuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, dan
pengobatan. Dalam memenuhi kebutuhan ini manusia bebas namun pada saat
yang sama ia terbatas dan tergantung pada kebebasan orang lain.
Kebebasan yang dimiliki manusia ini berkembang pada pola-laku sosial.
Kebebasan dalam artian ini merupakan sebuah masalah sosial. Manusia
ketika terjun dan berinteraksi langsung dengan makhluk sosial lainnya, di
samping ia bebas juga pada saat yang sama terbatas. Ia harus memperhatikan
kebebasan orang lain. Lantaran tidak ada kebebasan yang tanpa batasan.
Kebebasan tanpa batasan ini bukan saja mustahil tapi juga tidak memiliki
makna.
Sebuah perumpamaan sederhana misalnya saya ingin membangun sebuah
rumah (papan). Dalam menentukan corak, lebar, tinggi dan warna saya
memiliki kebebasan. Namun pada saat yang sama kebebasan saya ini
bergantung pada kebebasan orang lain. Membangun rumah asalkan tidak
mengganggu kebebasan, ketenangan dan kenyamanan tetangga sebagai
makhluk sosial lainnya boleh-boleh saja. Dan saya tidak memiliki kuasa
12
untuk memaksakan, corak, lebar, tinggi dan warna rumah yang saya pilih
secara bebas, kepada orang lain.
2.3 Penerapan Konsep Kebebasan dalam Kehidupan
a. Konsep Kebebasan Beragama dalam Perspektif Al-Quran
Dalam Al-Baqarah 256, yang berbunyi:
Artinya: Bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Dan juga dalam Surat
Al-Hajj: 40, berbunyi:
13
Tetapi Allah tidak menghendaki yang demikian, karena itu Dia memberikan
kebebasan kepada manusia untuk memilih sendiri jalan yang dianggapnya
baik, mengemukakan pendapatnya secara jelas dan bertanggung jawab. Di
sini dapat ditarik kesimpulan bahwa kebebasan berpendapat, termasuk
kebebasan memilih agama, adalah hak yang dianugerahkan Tuhan kepada
setiap insan.
Terlihat kebebasan beragama, mengemukakan pendapat dan demokrasi,
merupakan prinsip-prinsip ajaran Islam. Atas dasar itu pula, kitab suci umat
Islam mengakui kenyataan tentang banyaknya jalan yang dapat ditempuh
umat manusia. Mereka diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam
kebaikan, kesemuanya demi kedamaian dan kerukunan: Allah memberi
petunjuk melalui wahyu-Nya siapa yang mengikuti keridhaan-Nya dengan
14
Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah
sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu
mereka dan katakanlah: Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan
Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah lah
Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu
amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah
mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya lah kembali (kita).
b. Kebebasan Berekspresi dalam Islam
15
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsep tentang kebebasan manusia, terdapat pada lima fase kehidupan
manusia, yaitu alam ruh, alam rahim, alam dunia alam barzah dan alam akhirat.
Akan tetapi manusia diberikan kesadaran dan potensi akal hanya di alam dunia
untuk mengkonsepsikan dan mengaplikasikan konsep-konsep yang ada dengan
bimbingan wahyu Allah SWT. Makna kebebasan mengandung tiga arti, yaitu: (1)
Kebebasan identik dengan fitrah yaitu tabiat dan kodrat asal manusia sebelum
diubah, dicemari, dan dirusak oleh sistem kehidupan disekelilingnya, (2)
Kebebasan adalah daya kemampuan (istithaah) dan kehendak (masyiah) atau
keinginan (iradah) yang Allah berikan kepada kita untuk memilih jalan hidup
masing-masing, dan (3) Kebebasan dalam Islam berarti memilih yang baik
(ikhtiyar). Aplikasi konsep kebebasan telah termuat dalam ikhtiar, yaitu memilih
yang terbaik.
Istilah yang tepat untuk kebebasan dalam islam terdapat dalam salah satu
istilah syariat yaitu ikhtiar. Ikhtiar adalah khair (baik), yang berarti memilih yang
terbaik. Oleh karena itu, jika bukan memilih sesuatu yang baik, pilihan itu
bukanlah benar-benar pilihan, melainkan sebuah ketidak adilan (zhulm). Kata
kebebasan dalam islam diungkapkan dengan dua istilah. Pertama dengan
istilah hurriyah dan kedua, dengan ikhtiyar. Kebebasan internal (hurriyah
dakhiliyah) yaitu kekuatan memilih antara dua hal yang berbeda dan bertentangan.
Ikhtiyar adalah khair atau baik, yang berarti memilih sesuatu yang terbaik. Islam
memandang kebebasan berdasarkan sudut pandang dari sumber kebebasan dan
batasan kebebasan. Kebebasan bersumber dari tabiat takwini manusia. Tabiat
takwini ini adalah kekuatan yang bernama kehendak (iradah) yang bersemayam
17
dijalankan
yaitu,
mempertunjukkan penghinaan atas sakral yang diyakini seseorang, (2) Hadis Nabi
yang terkenal, yang mewajibkan kita untuk merubah kemungkaran, membenci
kemunkaran di dalam hati ketika kemunkaran tadi tidak bisa dirubah dengan
tangan atau kata-kata. Oleh karena itu, tidaklah mungkin menghargai nilai
kebebasan berbicara yang memungkinkan terjadinya penghinaan terhadap Islam,
(3) Kebebasan bereskpresi di Barat adalah sebuah nilai yang telah menyebabkan
kerusakan yang besar dalam masyarakat. Di Eropa, penghinaan atas Nabi Isa
(Jesus), putra Maryam, adalah hal yang biasa. Orang Kristen di Barat telah
terbiasa dengan penghinaan semacam itu dan hanya sedikit saja yang protes atau
tidak menerima penghinaan tersebut.
3.2 Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih dapat dikatakan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami mohon saran dan
masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah di masa mendatang.
Semoga apa yang ada dalam makalah ini dapat bermanfaatn bagi semua pihak.
18
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku
Abdullah yatimin, studi akhlak dalam perspektif Al- Quran. Jakarta:amzah, 2008
As-Suyuthi, Jalaluddin, Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, Surabaya:
Maktabah Daarul Kutub Al-Arabiyah, 1414 H.
_________________, Riwayat Turunnya Ayat-Ayat Suci Al-Quran, terjm. M.
Abdul Mujieb AS, Lubbun Nuql fi Asbbin Nuzl, Surabaya: Mutiara
Ilmu, 1986
Dumartheray, Roland dkk, Agama dalam Dialog: Pencerahan, Perdamaian dan
Masa Depan, cet.2, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2003.
Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Hermeneutik,
Jakarta: Paramadina, 1996.
Nata abudin, akhlak tasawuf. Jakarta:rajawali pers, 2012
Referensi Web
http://inpasonline.com/new/kebebasan-dalam-pandangan-islam/ diakses tanggal
12 Maret 2015
http://insistnet.com/tiga-makna-kebebasan-dalam-islam-2/ diakses tanggal 12
Maret 2015
http://www.himmahfm.com/muslimah-corner/439-kebebasan-dalam-perspektifislam-dan-barat diakses tanggal 12 Maret 2015
http://majalahgontor.net/terminologi-kebebasan-dalam-perspektif-islam/
diakses
diakses
19