Anda di halaman 1dari 18

PENYAKIT

ALZHEIMER
R. DINDA
H1A012050

PENDAHULUAN
Penyakit Alzheimer merupakan penyakit
degenerative otak yang bersifat progresif
lambat. Penyakit ini agak jarang ditemukan
di Indonesia, tetapi sering dibahas karena
berkaitan dengan demensia. Gejala penyakit
Alzheimer khas, antara lain gangguan
memori, bingung, dan gangguan kognitif .
Penyakit ini paling sering terjadi pada usia
lebih dari 60 tahun. Frekuensi laki- laki dan
perempuan sama. Insidensi kasus meningkat
seiring bertambahnya usia harapan hidup.

EPIDEMIOLOGI

Insiden terjadinya penyakit Alzheimer


meningkat sesuai umur antara 0,3% - 0,6%
terjadi pada usia 65 69 tahun dan 5,3% 7,5% terjadi pada usia 85 90 tahun

ETIOLOGI
Beberapa faktor genetik, imunologik, infeksi
virus , intoksikasi, familial, dan kelainan
kromosom . Tiga gen yang berhubungan
dengan 90% kasus awitan dini (gejala timbul
sebelum usia 65 tahun), yaitu gen presenilin1 pada kromosom 14, gen presenilin-2 pada
kromosom 1, dan gen protein pembentuk
amiloid pada kromosom 21

PATOFISIOLOGI

Secara makroskopik, perubahan otak pada AD


melibatkan kerusakan pada neuron korteks
dan hipokampus, serta penimbunan amiloid
dalam pembuluh darah intracranial

Secara mikroskopik ada dua perubahan yang terjadi


antara lain:
Perubahan morfologis
Pada seseorang yang terkena AD, terjadi fosforilasi
abnormal dari protein tau. Tau yang abnormal terpluntir
masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya
masing- masing terluka. Dengan kolapsnya sistem
transport internal, hubungan intraselular tidak berfungsi
dan terjadi kematian sel. Lesi khas kedua adalah plak
senilis, terdiri dari beta amiloid yang terbentuk dalam
cairan jaringan di sekeliling neuron.
Perubahan biokimia dalam SSP
Secara neurokimia, kelainan pada otak yang paling awal
pada pasien AD adalah deplesi penanda kolinergik missal
kolinasetiltransferase.

MANIFESTASI KLINIS

Kehilangan memori yang mengganggu kehidupan seharihari.


Kesulitan dalam perencanaan atau pemecahan masalah.
Kesulitan menyelesaikan tugas-tugas di rumah, di
tempat kerja, atau di waktu luang.
Kebingungan dengan waktu atau tempat.
Kesulitan memahami gambar visual dan hubungan
spasial.
Masalah baru dengan kata-kata dalam berbicara atau
menulis.
Pengambilan keputusan buruk.
Penarikan dari pekerjaan atau kegiatan sosial.
Perubahan suasana hati dan kepribadian.

PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Diagnosis probable didukung oleh: terdapat


perburukan fungsi kognitif khusus seperti berbahasa
(afasia), motorik (apraksia), dan persepsi (agnosia);
aktivitas hidup seharihari dan pola kebiasaan
terganggu;
riwayat keluarga positif serta didukung oleh
pemeriksaan neuropatologik serta pemeriksaan
penunjang lainnya: punksi lumbal normal (dievaluasi
sesuai standar), EEG normal atau menunjukkan
sedikit kelainan seperti bertambahnya aktivitas
gelombang atrofi otak tampak progresif melalui
pemindai tomografi komputer scan (computed
tomography; CT scan) yang dilakukan berulang.

Gambaran klinis berikut mengarah pada diagnosis


probable setelah penyebab demensia lain tersingkir,
seperti:
progesivitas penyakit berlangsung terus dan
bertahan; terdapat gejala penyerta seperti depresi,
insomnia, inkontinensia, delusi, ilusi, halusinasi,
catastrophic verbal, emosi yang meledak-ledak,
disfungsi seksual, dan penurunan berat badan;
abnormalitas lain terdapat pada beberapa pasien
terutama pada penyakit tahap lanjut, yang
mencakup fungsi motorik seperti peningkatan tonus
otot, mioklonus, atau gangguan gait; kejang pada
tahap lanjut; hasil CT scan tampak normal.

Gambaran berikut menyebabkan diagnosis


probable menjadi ragu: awitan tiba-tiba atau
apoplektik; temuan lesi neurologik fokal;
seperti hemiparesis, kehilangan fungsi
sensorik, penurunan fungsi lapang pandang,
dan inkoordinasi, timbul pada tahap dini
penyakit; kejang atau gangguan gait pada
saat awitan atau tahap dini penyakit.

Diagnosis klinis possible: mungkin ditegakkan


berdasarkan temuan sindrom demensia tanpa
gangguan neurologik, psikiatrik, ataupun
sistemik lainnya yang dapat menyebabkan
demensia, serta dengan awitan atau presentasi
klinis yang bervariasi; mungkin ditegakkan
ketika terdapat gangguan sekunder sistemik
atau otak yang dapat memicu demensia, meski
bukan penyebab; jika terdapat satu penurunan
kognitif yang parah dan progresif yang tidak
disebabkan oleh hal lain sebaiknya diikuti
dengan pemeriksaan lebih lanjut.
Kriteria diagnosis pasti (definite): Memenuhi
kriteria klinis probable dan terbukti melalui
biopsi atau otopsi.

Pemeriksaan penunjang:

MRI berkurangnya sel di daerah


hipokampus
EEG didapatkan perubahan gelombang
lambat pada lobus frontalis yang non
spesifik. Sensitivitas tinggi, sehingga
disarankan untuk dilakukan setidaknya satu
kali.

TATA LAKSANA

Mengembangkan rencana perawatan


Terapi untuk penurunan kognisi:
Pada saat ini terdapat tiga cholinesterase
inhibitor (ChEIs) dan satu N-methyl-Daspartat (NMDA) antagonis yang disetujui
sebagai monoterapi maupun terapi kombinasi
untuk meningkatkan fungsi atau
memperlambat penurunan kognitif pada
pasien dengan demensia ringan, sedang, atau
berat.

Merawat gejala perilaku


Dengan perawatan gejala perilaku ini didapatkan beberapa
keuntungan yaitu:
1. Lebih sedikit pasien dengan perilaku yang sulit dikelola dan
lebih sedkit waktu yang dihabiskan untuk mengelola gejala ini
2. Lebih sedikit waktu yang dibutuhkan untuk berlatih dalam
menghadapi adanya kesulitan memori, gangguan dalam
aktivitas sehari-hari, sehingga beban, kekhawatiran dapat
berkurang
3. Hubungan yang lebih baik pada pasien dengan keluarga
4. Tingkat kemarahan, overload persepsi dan ketegangan yang
lebih rendah
5. Agar dapat mencapai manfaat ini, pasien Alzheimer
menghadiri praktek ini setidaknya dua hari per minggu dalam
tiga bulan.

Mengobati kondisi komorbid


Menyediakan End-of-Life Care

PROG DAN KOMPLIKASI

Derajat beratnya penyakit


Variabilitas gambaran klinis
Perbedaan individual seperti usia, keluarga
demensia, dan jenis kelamin.
Ketiga faktor ini diuji secara statistik,
ternyata faktor pertama yang paling
mempengaruhi prognostik penderita
Alzheimer. Pasien dengan penyakit Alzheimer
mempunyai angka harapan hidup rata-rata 410 tahun sesudah diagnosis dan biasanya
meninggal dunia akibat infeksi sekunder

DAFTAR PUSTAKA
Aprahamian,I., Stella, F., Forlenza, O.V. (2013). New treatment strategies for Alzheimers disease: is
there a hope?. Indian J Med Res 138 pp 449-460

Department of Public Health. 2008. Guideline for Alzheimers Disease ManagementCalifornia Workgroup:
California, 19-38. Available at:
http://www.cdph.ca.gov/programs/alzheimers/Documents/professional_GuidelineFullReport.pdf
(Accessed: 2015, April 26)

Harsono. (2011).Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi Pertama. Yogyakarta: Gadjah.Mada University Press

Lovestone, S. (2009). Biomarkers for Alzheimers disease spinal taps, brain scans, bloodtests and the
critical role of brain donation. Biomedical Research Centre for Mental Health.

Price,S.A., Wilson, L. M. (2009). Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Thies,W., Bleiler,L. (2012). Alzheimers Association Report 2012 Alzheimers disease facts and figures.
Alzheimers & Dementia 8 (2012) 131168

Tjahyanto, A., Budiman, Y. (2011). Peran Pencitraan Resonansi Magnetik sebagai Alat Diagnosis Penyakit
Alzheimer J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 5

Tsolaki et al. (2012). Electroencephalogram and Alzheimers Disease:


Clinical and Research Approaches. International Journal of Alzheimer Disease Hindawi Publishing
Corporation.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai