Oleh
DITTA RIA ARINI
260110110087
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
Propionibacterium acnes
Klasifikasi bakteri Propionibacterium acnes adalah:
Orde
: Actinomycetales
Family
: Propionibacteriaceae
Genus
: Propionibacterium
Spesies
: Propionibacterium acnes
PENGOBATAN
Propionibacerium acnes, dan juga spesies Propionibacterium spp., lainnya
secara umum peka terhadap antibiotik benzilpenisilin, amoksisilin, cefazolin,
cefotetan, generasi ketiga sefalosporin, kloramfenikol, klindamisin (CL),
eritromisin (EM), imipenem, meropenem, tetrasiklin (TET), vankomisin,
rifampisin, fluoroquinolon, linezolid (LIN) dan kombinasi antara penisilin dan
inhibitor betalaktamase. Propionibacterium spp., umumnya resisten terhadap 5nitronidazol (metronidazol, tinidazol dan ornidazol), aminoglikosida, dan
mupirosin (Oprica, 2006).
A. Pengobatan Acne dengan Agen Antibakteri
A. 1)Pengobatan Oral
Beberapa contoh antibakteri yang digunakan oral untuk pengobatan
penyakit ini yaitu Golongan Siklin, Makrolida, Klindamisin, Kombinasi
Trimetoprim dan Co-trimoxazole, dan Levofloksasin.
Antibiotik golongan siklin merupakan antibiotik pilihan berdasarkan
efikasi, kejadian resistensi antibiotik, dan keamanannya.
Antibiotik golongan makrolida jarang digunakan karena banyaknya
kasus resistensi dan resistensi silang dengan klindamisin. Klindamisisn juga
jarang digunakan karena adanya efek samping yang terjadi yaitu
pseudomembranous
ii.
tetrahidrofolat bakteri
Menghambat enzim gyrase bakteri
Inhibisi produksi mediator pro-inflamasi (oleh antibiotik golongan
iii.
iv.
SpeciesI)
Menurunkan aktivasi C3 dan inhibisi kolagen dan MMPs (golongan
siklin)
(Oprica, 2006).
A. 2)Pengobatan Topikal
Mekanisme kerja antibiotik topikal sebagai berikut;
Sebagai anti-inflamasi dengan supresi kemotaksis leukosit, aktivitas
i.
Sodium sulfacetamide
tunggal.
Meskipun
tidak
signifikan,
sebuah
penelitian
titik pada E. coli basa nukleotida 2057 membuat rendahnya tingkat resistensi
terhadap eritromisin dan tidak terjadinya resistensi terhadap klindamisin.
Sebaliknya, mutasi titik E. coli basa nukleotida 2058 menghasilkan berbagai
tingkat resistensi terhadap kedua eritromisin dan klindamisin, sedangkan mutasi
titik E. coli basa nukeotida 2059 menghasilkan tingkat resistensi tinggi terhadap
eritromisin dan rendah untuk klindamisin (Coates et al., 2002). Oleh karena itu,
kebanyakan P. acnes resisten terhadap eritromisin dan resistensi silang terhadap
klindamisin (Coates et al., 2002). Dalam sebuah penelitian, pasien yang diobati
dengan klindamisin topikal memiliki peningkatan Propionibacteria yang tahan
terhadap eritromisin pada 64% dari pasien yang sebelumnya telah diobati dengan
eritromisin oral dibandingkan dengan hanya 20% dari pasien tanpa pengobatan
sebelumnya (Eady et al., 1989).
Tiga fenotipe untuk P. acnes yang resisten terhadap eritromisin
telah
eritromisin ditemukan pada 24 strain, tipe III pada 3 strain dan tipe IV sebanyak
22 strain dan 9 strain dengan mutasi tak dikenal. Dalam kasus tetrasiklin, 34 dari
38 strain menunjukkan mutasi pada basa nitrogen 1058. Sembilan isolat yang
resisten terhadap eritromisin dari Jerman tidak memiliki mutasi pada 23S rRNA
tapi memang menunjukkan pola resistensi ditemukan dengan fenotipe I
(Zouboulis et al., 2003).
Urutan domain V pada 23S rRNA mengungkapkan bahwa 49 dari 58 genom
dari strain yang resisten terhadap eritromisin mengalami mutasi titik pada peptidil
tranferase. Tiga isolat yang berasal dari Inggris menunjukkan tingkat resistensi
yangr endah terhadap eritromisin dengan ditandai adanya transisi G A pada E.
coli basa nukleotida 2057. Seperti dapat dilihat dari Tabel 4, strain ini tetap
sensitif terhadap antibiotik lain MLS (Makrolida-Linkosamida-Streptogramin B).
Dua Puluh Empat isolat, termasuk satu atau lebih strain dari masing-masing
negara kecuali Jerman mengalami transisi A G pada E. coli basa ekuivalen
2058. Strain ini sangat resisten terhadap eritromisin, azitromisin, tylosin dan IA
pristinamycin. MIC dari spiramisin, josamycin dan klindamisin agak rendah. Dua
puluh dua isolat, dan khususnya 10 dari 11 berasal dari Perancis, menunjukkan
transisi A G pada E. coli basa ekuivalen 2059. Strain ini sangat resisten
terhadap semua makrolida (Ross et al., 2001). Sembilan isolat yang resisten
terhadap eritromisin, semua berasal dari Jerman dan tidak terjadi mutasi pada
domain V dari 23S rRNA. Pada beberapa kasus, pola resistensi silang sepenuhnya
konsisten dengan mutasi pada 2058 tetapi tidak ada mutasi yang terdeteksi.
Namun lima dari sembilan isolat, MIC untuk azitromisin jauh lebih rendah
daripada strain yang mengalami mutasi pada basa nykleotida 2058 atau 2059.
Berdasarkan sequencing gen 16S rRNA, terjadi transisi CG pada E. coli basa
ekuivalen 1058 terjadi pada 34 dari 38 strain yang resisten terhadap tetrasiklin
(Ross et al., 2001).
Penelitian Rose et al. (1997) menunjukkan bahwa basa genetika yang resisten
terhadap eritromisin dan klindamisin pada P. acnes dan telah diklasifikasikan
menurut
pola
resistensi
silang
terhadap
antibiotika
MLS
(Makrolida-
10
Tabel 3. Mekanisme genetik pada isolat yang resisten terhadap antibiotik MLS.
Resistensi bakteri terhadap makrolida dan linkosamida melalui modifikasi sisi
target dengan metilasi atau mutasi yang menyebabkan antibiotik berikatan dengan
sisi aktif pada ribosom target, melalui efflux antibiotik dan inaktivasi obat
(Leclercq, 2002). Modifikasi target ribosom menyebabkan resistensi terhadap
kedua antibiotik (eritromisin dan klindamisin) namun mekanisme terakhir hanya
menyebabkan resistensi terhadap salah satunya.
11
Mekanisme resistensi yang sering terjadi yaitu mutasi titik (pada genotipe I
dan IV) (Ross et al., 2001). Efek fenotipe mutasi daerah phylogenetic pada
ribosomal subunit (pusat peptidiltransferase) pada domain V dari 23S rRNA dapat
disebabkan karena kondisi lingkungan. Mutasi kedua pada rRNA memungkinkan
untuk menjaga mutasi pertama pada P. acnes. Posisi A2058 merupakan nukleotida
kunci yang termasuk pada interaksi makrolida pada ribosom. Pada strain P. acnes ,
substitusi pada A2058G menunjukkan bahwa terjadinya resistensi tinggi pada
semua antibiotik kelompok MLS, dan tingkat resistensi tertinggi pada makrolida
beranggotakan 14 cincin (Vester et al., 2001). Posisi A2057 hanya terbatas untuk
propionibacteria dan Helicobacter pylori yang resisten terhadap clarithromisin
dan menunjukkan adanya resistensi rendah terhadap makrolida beranggotakan 14
cincin namun tidak terjadi resistensi pada makrolida beranggotakan 16 cincin.
Posisi A2059 menunjukkan adanya resistensi terhadap makrolida yang
beranggotakan 14 dan 16 cincin, namun terjadi resistensi lebih tinggi pada
josamisin (makrolida beranggotakan 16 cincin) dibandingkan pada mutasi
A2058G (Oprica, 2006).
40 gen erm telah ditemukan, namun hanya gen erm(X) yang ditemukan pada
Propionibacterium acnes. Untuk strain yang resisten terhadap klindamisineritromisin yang tidak terjadi mutasi namun termasuk ke dalam fenotipe resisten,
terjadi mekanisme resistensi lainnya seperti mutasi protein ribosomal (L4 atau
L22); transisi pada posisi 2611 domain V dari 23S rRNA atau delesi pada domain
II dari 23S rRNA. Mekanisme yang mungkin terjadi tersebut ditunjukkan dengan
adanya resistensi pada makrolida (Oprica, 2006).
Terdapat tiga mekanisme resistensi tetrasiklin pada Propionibacterium acnes.
Pertama, efflux obat yang bergantung pada energi. Kesua yaitu mekanisme
proteksi atau pengubahan ribosom dan yang ketiga yaitu inaktivasi enzimatik oleh
produk tet(X). Mutasi pada 16S rRNA menyebabkan perubahan binding site pada
ribosom yang ditemukan pada 12 dari 27 strain P. acnes (Ross et al., 2001).
12
Dilihat dari beberapa bukti yang ada, jelas bahwa strain resisten antibiotik
dari P. acnes ditemukan di seluruh dunia. Tingkat resistensi terbesar untuk
erythromycin, namun terkadang resistensi tetrasiklin termasuk minocycline juga
terjadi, dan juga pengurangan sensitivitas untuk klindamisin. Peggunaan
antibiotika jangka panjang sekarang ini sulit diandalkan kecuali diresepkannya
benzoil peroksida untuk menekan munculnya strain resisten. Strategi lain adalah
penggunaan
retinoid
topikal
untuk
mempertahankan
penghilangan
DAFTAR PUSTAKA
Coates, P., Vyakrnam S., Eady EA., Jones CE., Cove JH., Cunliffe WJ. 2002.
Prevalence of antibiotic-resistant propionibacteria on the skin of acne
13
14