Anda di halaman 1dari 7

Asteroid, Komet, dan Meteorit

Budi Dermawan
Staf Akademik Departemen Astronomi, FMIPA, ITB

1. Pendahuluan
Benda-benda kecil di Tata Surya mendiami rentang wilayah yang sangat lebar, dari
berada dekat Matahari sampai daerah sekitar sepuluh ribu Satuan Astronomi (SA). Mereka
terdiri dari beberapa kelompok yang menghuni daerah orbit tertentu sepanjang revolusinya
mengelilingi matahari. Secara umum kelompok-kelompok itu adalah: asteroid (sabuk-utama,
dekat-Bumi), komet (periode pendek dan panjang, ekliptik dan isotropik), obyek Kuiper (atau
Obyek Trans-Neptunus), Centaurus (antara Yupiter dan Neptunus), dan obyek hipotesis
vulcanoid (antara Matahari dan Merkurius) dan awan Oort.
Komet dikenal lebih dahulu karena penampakannya yang begitu eksotik di langit dengan
ekor yang terang menyala. Sementara itu asteroid baru ditemukan sekitar seabad lalu, yaitu
pada tahun 1901. Benda-benda kecil lainnya ditemukan bahkan kurang dari 15 tahun lalu,
misalnya Obyek Trans-Neptunus yang baru ditemukan pada tahun 1992, demikian halnya
dengan Centaurus. Telaah benda kecil pada tulisan ini akan secara khusus memaparkan
tentang Asteroid, Komet, dan Meteorit.

2. Asteroid
Sejak ditemukan pertama kali lebih dari seabad lalu, yakni asteroid (1) Ceres, telaah
asteroid telah berkembang sangat ekstensif. Asteroid yang sebagian besar menghuni daerah
antara planet Mars dan Yupiter memiliki karakteristik yang unik. Sampai saat ini telah
diketahui ratusan ribu asteroid, dan kurang dari setengahnya telah diketahui orbitnya secara
spesifik.
Ditinjau

dari

elemen

orbitnya

mengelilingi

Matahari,

asteroid

di

sabuk-utama

mengelompok pada daerah tertentu di antara daerah-daerah kosong. Kelompok asteroid ini
disebut famili, misalnya famili Koronis, Themis, Eos, dan Eunomia, yang anggotanya dapat
mencapai ratusan asteroid. Famili ini terbentuk dari hasil tumbukan terhadap asteroid induk
yang berukuran besar, kemudian hancur menjadi anggota famili yang memiliki evolusi
dinamis serumpun.
Daerah-daerah kosong pada sabuk-utama asteroid disebut daerah resonansi yang

bersifat melempar. Hal ini akibat adanya pola resonansi sistem Matahari-Yupiter yang akan
melempar asteroid yang masuk secara gravitasi ke tempat lain. Dengan demikian kala
hidup sebuah asteroid pada daerah resonansi tsb sangat singkat sehingga praktis sukar
sekali diamati. Sebaliknya, ada juga pola resonansi yang bersifat menghimpun, yang akan
menahan gangguan gravitasi lain untuk membuyarkan kelompok asteroid.
Beberapa daerah resonansi di bagian dalam sabuk-utama menjadi pelontar bagi
keberadaan asteroid dekat-Bumi. Diyakini bahwa secara dinamis asteroid dekat-Bumi ini
berasal dari sabuk-utama, dan membawa karakteristik yang sama dengan asteroid di bagian
dalam sabuk-utama. Asteroid dekat-Bumi, seperti halnya komet, menjadi perhatian khusus
karena terdapat kemungkinan orbitnya bersinggungan dengan orbit Bumi, yang dapat
mengakibatkan tabrakan. Survey pengamatan asteroid dekat-Bumi diupayakan untuk
secara statistik kita mengetahui 90 % asteroid yang berukuran lebih dari 1 km pada tahun
2008. Cukup banyak asteroid kecil berdiameter beberapa puluh meter yang melintas dekatBumi, yang kadang-kadang baru disadari beberapa hari, atau bahkan dalam hitungan jam
saja, dari hasil pengamatan patroli yang dilakukan.
Dari studi spektroskopi, diketahui bahwa permukaan asteroid dapat terdiri dari berbagai
jenis. Ada yang dominan karbon (tipe C), silikat (tipe S), metal (tipe M), dan gelap/kerogen
(tipe D). Studi spektroskopi ini sangat erat kaitannya dengan studi meteorit, yang ternyata
mengandung material sejenis. Hal ini diketahui dari kecocokan pantulan spektrum asteroid
dan meteorit, sehingga dikatakan memiliki tipe yang sama.
Seperti layaknya planet, asteroid berotasi terhadap sumbu rotasinya sendiri. Menarik
untuk disimak bahwa sampai saat ini asteroid sabuk-utama memiliki batas periode rotasi
yang tidak lebih cepat dari 2,2 jam. Baru pada studi terbaru diketahui bahwa asteroid sabukutama yang berukuran kecil dapat memiliki periode rotasi lebih cepat dari 2,2 jam.
Sementara itu beberapa puluh asteroid dekat-Bumi yang berukuran kecil (diameter < 200 m)
memiliki periode rotasi jauh lebih cepat daripada 2,2 jam. Beberapa di antaranya bahkan
periode rotasinya hanya berorde menit! Hal ini menjadi studi tersendiri mengenai materi
pengikat di dalam asteroid yang dapat menahan gaya lontar ke arah luar akibat rotasi yang
sedemikian cepat. Meskipun diyakini bahwa asteroid terdiri dari bongkahan-bongkahan yang
menyatu (rubble-pile) dengan derajat kekosongan (porositas) yang tinggi, gaya gesek di
persinggungan bongkahan-bongkahan tsb ternyata mampu untuk menahan asteroid tidak
hancur berantakan meskipun rotasinya cepat. Hal ini berlaku untuk asteroid-asteroid kecil
dengan diameter kurang dari dua ratus meter.
Pengamatan kurva cahaya (fotometri) asteroid telah lama dilakukan untuk mengetahui
secara umum bentuk asteroid dan ukurannya. Apabila kurva cahaya asteroid itu adalah
sinusoidal, maka dapat diduga bahwa bentuknya elipsoid. Namun telah ditemukan beberapa
2

asteroid yang memiliki kurva cahaya seakan tidak teratur, seperti pada asteroid (4179)
Toutatis. Asteroid ini rupanya memiliki gerak rotasi yang tidak biasa, yaitu berotasi terhadap
sumbu rotasi yang berguling, disebut gerak tumbling, yang bukan bagian gaya gravitasi.
Gerak tumbling ini umumnya diyakini hasil dari tumbukan yang melahirkan asteroid kecil,
yang rotasinya belum mencapai keadaan setimbang.
Penjelajahan antariksa menuju asteroid telah beberapa kali dilakukan. Beberapa tahun
lalu, wahana NEAR melakukan misi luar biasa menuju asteroid dekat-Bumi (433) Eros yang
diakhiri dengan mendaratkan wahana tsb ke permukaan asteroid. Yang terbaru, wahana
Hayabusa milik Jepang saat ini tengah melakukan misi untuk mengambil sampel asteroid
dan membawanya kembali ke Bumi pada tahun 2007. Sampel ini akan menjadi material
benda langit selain Bulan, yang dengan sengaja diambil untuk kepentingan ilmiah. Saat ini,
September 2005, wahana Hayabusa telah berada sangat dekat asteroid (25143) Itokawa
untuk melakukan pemetaan permukaannya dalam beberapa bulan guna menentukan titik
pendaratan pengambilan sampel.

3. Komet
Komet merupakan benda kecil di Tata Surya yang eksotik. Orbitnya sangat eksentrik
dengan eksentrisitas lebih dari 0,5 hingga mendekati 1 dan menjelajah dari beberapa SA
hingga puluhan ribu SA. Tatkala mendekati Matahari, komet akan mengeluarkan gas-debu
dan plasma sehingga tampak seperti memiliki ekor. Ekor gas-debu umumnya lebih pendek
(0,1 SA) daripada ekor plasma (1 SA). Komet memiliki inti tidak beraturan dan berukuran
sekitar 10 km yang diselubungi koma, yang muncul saat mendekati matahari akibat terpaan
tekanan radiasi dan angin matahari.
Melihat dari periode orbitnya, secara umum komet dikategorikan menjadi: komet periode
pendek (periode orbitnya < 200 tahun) dan periode panjang (periode > 200 tahun). Komet
Halley yang sangat terkenal (periode 76 tahun) dan komet keluarga Yupiter (periode < 20
tahun) termasuk ke dalam komet-komet periode pendek. Sebagian komet akan mengakhiri
hidupnya dengan jatuh secara gravitasi ke Matahari. Komet-komet seperti ini disebut
sungrazing comets.
Sudut pandang lain terhadap klasifikasi komet adalah tinjauan terhadap sebaran komet
yang dibagi menjadi: ekliptik dan isotropik. Komet-komet ekliptik memiliki inklinasi orbit (i)
yang tidak jauh dari ekliptika (rata-rata 11) dan memiliki parameter Tisserand lebih dari 2.
Parameter Tisserand (T) dinyatakan sebagai

aJ
a
2 (1 e 2 )
cos(i ) ,
a
aJ

(1)

dengan a menyatakan setengah sumbu-panjang orbit (indeks J menyatakan Yupiter), e


eksentrisitas, dan i inklinasi. Komet-komet yang berasal dari daerah sabuk Kuiper dan
keluarga Yupiter termasuk ke dalam kategori komet ekliptik. Sedangkan komet-komet
isotropik memiliki parameter Tisserand kurang dari 2. Termasuk dalam kategori ini adalah
komet-komet dari awan Oort (diperkirakan berisi ~1011 komet) yang periode orbitnya relatif
lebih lama.
Sepuluh tahun lalu, kita disuguhi peristiwa yang sangat jarang terjadi tentang tumbukan
komet ke planet, yaitu tumbukan komet Shoemaker-Levy 9 (SL9) ke planet Yupiter.
Meskipun belum begitu lama ditemukan, komet SL9 dalam penjelajahannya menuju
Matahari terjerat oleh gravitasi Yupiter. Hal ini mengakibatkan orbit komet SL9 berbelok dan
pecah menjadi banyak segmen sebelum menghantam planet secara sekuensial.
Penjelajahan wahana antariksa pernah beberapa kali dilakukan untuk mengamati komet
secara langsung. Menjelang penampakan komet Halley pada tahun 1986, wahana Giotto
diluncurkan dan memperoleh hasil yang mengagumkan tentang inti komet, sebelum
menabrakkan diri ke komet tsb. Program Deep Space 1 beberapa tahun lalu mengamati
komet Borrelly yang masih ada aktivitas meskipun telah berada jauh dari Matahari. Yang
terbaru pada awal Juli 2005, wahana Deep Impact mengamati komet Temple 1 dan secara
spektakuler menabrakkan diri pada komet tsb sehingga menyilaukan pengamat. Telaahtelaah insitu ini menjadi sangat penting karena materi komet diyakini mengandung materi
awal pembentukan Tata Surya. Dengan mengetahui dan memahami materi yang terdapat
pada komet, maka materi pembentukan Tata Surya dapat diketahui, termasuk kaitannya
dengan materi antar bintang dan pembentukan alam semesta.

4. Meteorit
Meteoroid adalah benda kecil dalam ruang antar-planet di Tata Surya yang berukuran
jauh lebih kecil daripada asteroid maupun komet, namun lebih besar daripada bulir debu
kosmik. Meteor sering disaksikan sebagai pijaran sesaat di atmosfer atas Bumi pada
ketinggian sekitar 80 sampai 110 km, saat meteoroid memasuki atmosfer. Bila tidak habis
terbakar sepanjang perjalanannya di atmosfer dan sampai di permukaan Bumi, bebatuan ini
dinamakan meteorit. Bebatuan yang berukuran 0,1 mm hingga beberapa cm akan habis di
atmosfer seperti yang kita lihat sebagai hujan meteor. Bebatuan yang berukuran lebih dari
sepuluh cm akan menjadi calon meteorit karena tidak habis terbakar di atmosfer.
Pada beberapa waktu tertentu sepanjang tahun, Bumi mengalami hujan meteor.
4

Bebatuan meteor ini biasanya berasosiasi dengan komet, misalnya grup Perseids, Leonids,
Geminids, atau Quadrantids. Hancurnya inti komet tsb akan menghasilkan bebatuan kecil
sepanjang garis orbitnya dahulu secara merata mengelilingi matahari. Tatkala orbit Bumi
berpapasan dengan orbit sisa inti komet ini, maka Bumi memasuki saat terjadinya hujan atau
badai meteor yang dapat berlangsung hingga beberapa hari. Dalam orbitnya mengelilingi
Matahari, meteoroid ini sangat dipengaruhi oleh gravitasi Yupiter. Untuk itu tidaklah
mengherankan apabila di Bumi ditemukan bebatuan yang diduga berasal dari sabuk-utama
asteroid atau bahkan dari planet Mars.
Mineralogi dan komposisi kimia menjadi topik penting telaah meteorit. Terdapat lebih dari
3000 meteorit yang tercatat pada katalog, yang terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: batuan biasa
(chondrites dan achondrites), batuan besi, dan besi. Sekitar 86 % meteorit adalah batuan
biasa tipe chondrites. Para ahli meteorit menduga bahwa perbedaan jenis ini menunjukkan
tempat bebatuan tsb terbentuk dahulu. Pengukuran radiometri menunjukkan bahwa usia
meteorit sekitar 4,5 milyar tahun, yang sama dengan usia Tata Surya. Hal ini menjadi
petunjuk keadaan awal pembentukan Tata Surya, sejalan dengan apa yang dapat ditelaah
dari komet.
Dari studi meteorit, kita dapat mengetahui jenis material asteroid dan komet. Seperti
yang telah dipaparkan di bagian 2., pantulan spektrum dari meteorit ini bersesuaian dengan
hasil pengamatan spektroskopi asteroid dan komet. Menarik untuk diketahui bahwa
komposisi isotop meteorit berbeda dengan sampel kebumian dan standar kosmik.
Penjelasan mengenai anomali ini berkaitan dengan adanya materi supernova yang terlontar
dan memperkaya isotop meteoroid. Kemungkinan lainnya adalah adanya tumbukan planet
yang dapat menjawab anomali isotop.

5. Tumbukan dengan Bumi


Ditemukannya kawah-kawah raksasa di permukaan Bumi membangkitkan keingintahuan
tentang asal mula terbentuknya, yang umumnya bersifat lokal. Dari berbagai studi diketahui
bahwa kawah-kawah itu merupakan hasil tumbukan benda langit berdaya besar (asteroid
atau komet), yang bergantung pada faktor ukuran dan besarnya kecepatan hantaman. Studi
ini memberi masukan berarti bagi telaah geologi dan biosfer yang berkaitan dengan suatu
generasi makhluk hidup. Punahnya beberapa generasi makhluk hidup di muka Bumi diyakini
berkaitan erat dengan usia kawah besar hasil tumbukan yang terdapat di permukaan Bumi.
Mengingat potensinya sebagai ancaman Bumi, komet dan asteroid dekat-Bumi menjadi
target pengamatan patroli. Sebagiannya yang berukuran besar (diameter beberapa km) telah
diteliti dan diperiksa orbitnya dengan seksama. Setiap beberapa bulan sekali, Pusat Minor
5

Planet dunia mengeluarkan daftar asteroid yang potensial dapat memiliki orbit yang
berpapasan dengan orbit Bumi. Meskipun peluang terjadinya tumbukan ini sangat kecil,
bahkan jauh lebih kecil daripada kecelakaan lalu lintas, namun bila terjadi, akibat yang
ditimbulkannya dapat sangat besar, bahkan jauh lebih besar daripada bom atom Hiroshima
kalau menimpa daratan dan tsunami dengan ketinggian lebih dari 100 m kalau menimpa
lautan.
6. Penutup
Benda-benda kecil di Tata Surya menempati daerah orbit yang beragam. Sabuk-utama
asteroid menjadi reservoar utama asteroid, dan sabuk Kuiper (obyek Trans-Neptunus)
tampaknya menjadi reservoar bersama bagi asteroid-luar dan komet. Sementara itu,
reservoar terbesar bagi komet adalah awan Oort yang masih dalam hipotesis. Secara
dinamis benda-benda kecil ini dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain melalui
mekanisme tertentu dengan memanfaatkan lontaran gravitasi. Beberapa misi luar angkasa
juga menyempatkan waktu untuk mengamati asteroid atau komet dalam perjalanannya
menuju target utama. Dari pengamatan insitu tsb kita memperoleh pengetahuan yang
seksama tentang asteroid dan komet.
Mengingat kemaslahatan umat manusia, pengamatan patroli terhadap komet dan
asteroid dekat-Bumi seharusnya menjadi pekerjaan bersama tingkat dunia. Selain itu,
keprihatinan akan sampah antariksa menjadi telaah sendiri yang perlu dicermati. Begitu
banyaknya satelit usang, sisa roket peluncur, pelindung satelit, dan barang sisa operasional
di luar angkasa, menuntut kita untuk waspada karena benda yang berukuran beberapa
hingga puluhan meter dapat tidak habis terbakar saat memasuki dan selama berada di
atmosfer. Untuk itu, kembali pengamatan patroli sangat diperlukan. Sangat sukar bagi para
astronom sekalipun untuk menentukan secara tepat di bagian Bumi manakah benda-benda
langit itu akan jatuh. Dengan kerjasama yang baik, posisi dan parameter orbit benda langit
itu akan lebih rinci diketahui untuk diambil langkah-langkah antisipasinya.

7. Pustaka
Asphaug, E., The Small Planets, Scientific American, May 2000, 46-55
Binzel, R. P., A New Century for Asteroids, Sky & Telescope, July 2001, 44-51
Encrenaz, T., & Bibring, J.-P, 1991, The Solar System, Springer-Verlag
Hoffman, T., & Marsden, B. G., The Booming Science of Sungrazing Comets, Sky &
Telescope, August 2005, 32-37
Levison, H. F. & Duncan, M. J., 2001, Cometary Dynamics, in Collisional Process in the Solar

System (M. Ya Marov & H. Rickman eds.), ASSL 261, 73-90


Woolfson, M. M., 2000, The Origin and Evolution of the Solar System, Institute of Physics
Publishing

Anda mungkin juga menyukai