Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan.
Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari.
Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih
banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber
protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe,
karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi penderita
diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong
menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh
tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM
tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat
seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).
3. Latihan jasmani
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk
mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya,
tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat
bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat
CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training)
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM
tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan (Gustaviani, 2006).
B. TERAPI KURATIF
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (Gustaviani, 2006).
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien
DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan
kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan
menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan
penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat
keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum
termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas Dan Klinik, 2006). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4
golongan:
a.
b.
c.
d.
(Gustaviani, 2006)
- Pemicu Sekresi Insulin
1) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan
berat badan lebih.
2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin).
- Penambah sensitivitas terhadap insulin
1) Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung klas I-IV
- Penghambat glukoneogenesis
1) Metformin
dipakai
pada
penyandang
diabetes
gemuk.
Metformin
(Gustaviani, 2006).
2.
Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe
I, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat
memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus
mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam
tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2
tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi
insulin disamping terapi hipoglikemik oral (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan
Klinik, 2006). Insulin diperlukan pada keadaan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
(Gustaviani, 2006).
Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa
(insulin pump) atau jet injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan
insulin ke dalam kulit. Sediaan insulin untuk disuntikkan atau ditransfusikan
langsung ke dalam vena juga tersedia untuk penggunaan di klinik (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).
C. TERAPI PROMOTIF
Terapi promotif dalam pengendalian diabetes adalah dengan memberikan informasi dan
keterampilan:
a. Keterampilan serta informasi yang bersifat dasar (basic), awal (initial), atau bertahan
(survival), seperti :
Pentingnya gaya hidup sehat, dengan mengkonsumsi banyak sayur dan buah,
melakukan pola makan yang sehat, yakni terdiri dari karbohidrat kompleks,
mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi serat larut, membiasakan olah raga,
dan tidak merokok
Faktor resiko
Patofisiologi
Diagnosa
Cara- cara terapi
Pengenalan, penanganan, dan pencegahan komplikasi akut
Informasi yang pragmatis
b. Pendidikan tingkat lanjut (advance or continuing education), seperti:
Perawatan kaki
Perawatan mata
Hygiene umum
Penanganan faktor resiko
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Diabetes Mellitus, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Gustaviani, R., 2006, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2006, PB PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), Jakarta.