Anda di halaman 1dari 7

BAB III

PENATALAKSANAAN DIABETES MELLITUS


Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu:
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah
dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus (Gustaviani, 2006).
A. TERAPI PREVENTIF
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi (Gustaviani,
2006).
Dalam menjalankan tugasnya, tenaga kesehatan memerlukan landasan empati, yaitu
kemampuan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Prinsip yang perlu
diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah :
- Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan
- Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana
- Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien.
Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan
yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium

- Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan


- Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi
- Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik.
(Gustaviani, 2006)
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan
DM secara holistik (Gustaviani, 2006).
2. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total dan merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Kunci keberhasilan
TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). TGM/Diet yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak,
sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas Dan Klinik, 2006) :
Karbohidrat
: 60-70%
Protein
: 10-15%
Lemak
: 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan
kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi
insulin dan memperbaiki respons sel-sel terhadap stimulus glukosa. Dalam salah
satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar
HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap
kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu
harapan hidup (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin (Gustaviani, 2006).

Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan.
Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari.
Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih
banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber
protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe,
karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi penderita
diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong
menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh
tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM
tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat
seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).
3. Latihan jasmani
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk
mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya,
tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat
bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat
CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training)
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM
tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan (Gustaviani, 2006).

B. TERAPI KURATIF

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (Gustaviani, 2006).
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien
DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan
kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan
menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan
penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat
keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum
termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas Dan Klinik, 2006). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4
golongan:
a.
b.
c.
d.

pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid


penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
penghambat glukoneogenesis (metformin)
penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

(Gustaviani, 2006)
- Pemicu Sekresi Insulin
1) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan
berat badan lebih.
2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin).
- Penambah sensitivitas terhadap insulin
1) Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung klas I-IV
- Penghambat glukoneogenesis
1) Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati


(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama

dipakai

pada

penyandang

diabetes

gemuk.

Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum


kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati. Metformin dapat memberikan efek samping
mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau
sesudah makan.
- Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
(Gustaviani, 2006)
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons
b.
c.
d.
e.
f.
g.

kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal


Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan
Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

(Gustaviani, 2006).
2.

Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe
I, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat
memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus
mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam
tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2
tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi
insulin disamping terapi hipoglikemik oral (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan
Klinik, 2006). Insulin diperlukan pada keadaan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Penurunan berat badan yang cepat


Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal \

g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)


h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
a.
b.
c.
d.

insulin kerja cepat (rapid acting insulin)


insulin kerja pendek (short acting insulin)
insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
insulin kerja panjang (long acting insulin)

(Gustaviani, 2006).
Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa
(insulin pump) atau jet injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan
insulin ke dalam kulit. Sediaan insulin untuk disuntikkan atau ditransfusikan
langsung ke dalam vena juga tersedia untuk penggunaan di klinik (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).

C. TERAPI PROMOTIF
Terapi promotif dalam pengendalian diabetes adalah dengan memberikan informasi dan
keterampilan:
a. Keterampilan serta informasi yang bersifat dasar (basic), awal (initial), atau bertahan
(survival), seperti :
Pentingnya gaya hidup sehat, dengan mengkonsumsi banyak sayur dan buah,
melakukan pola makan yang sehat, yakni terdiri dari karbohidrat kompleks,
mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi serat larut, membiasakan olah raga,
dan tidak merokok
Faktor resiko
Patofisiologi
Diagnosa
Cara- cara terapi
Pengenalan, penanganan, dan pencegahan komplikasi akut
Informasi yang pragmatis
b. Pendidikan tingkat lanjut (advance or continuing education), seperti:
Perawatan kaki
Perawatan mata
Hygiene umum
Penanganan faktor resiko

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Diabetes Mellitus, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Gustaviani, R., 2006, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2006, PB PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai