Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No.

1, Januari 2014

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP GERAKAN TANAH


DI DUSUN WINDUSARI, DESA METAWANA, KECAMATAN PAGENTAN
KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH
RR. Mekar Ageng Kinasti
Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

ABSTRACT
Landslide occurring in Hamlet Windusari, Metawana Village, District Pagentan,
Banjarnegara, Central Java Province is included into the type of Rotation Slide,
based Verhoef 1985. Landslide has a direction of movement of the turn of N040
E - N050 E / 70 to N070 E - N110 E / 30 - 40 , then on the bottom
moving with the general direction of N090 E - N120 E / 30 - 40 . Overall, the
general direction of movement of the landslide (ground motion) is N070 E N110 E / 30 - 40 . Based on the measurement of fracture, through a
comparison of the general direction of fault movement, fracture and landslide, it
is known that the landslide occurring has the same general direction relative to
the general direction of the fault and fracture area carefully situations. So it can
be concluded that in addition influenced by external factors such as climate,
environment, or natural factors, the structure that develops in the area very
carefully situations affect the landslide happens.
Keywords: Landslide, Influence of the structure

SARI
Pergerakan tanah yang terjadi di Dusun Windusari, Desa Metawana, Kecamatan
Pagentan, Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah adalah termasuk
kedalam tipe gelinciran (Rotation Slide), berdasarkan Verhoef 1985. Gerakan
tanah mempunyai arah pergerakan yang membelok dari N040E N050E/ 70
menjadi N070E N110E/ 30 - 40, kemudian pada bagian bawah bergerak
dengan arah umum N090E N120E/ 30 - 40. Secara keseluruhan, arah
umum pergerakan longsoran (gerakan tanah) adalah N070E N110E/ 30 40. Berdasarkan pengukuran rekahan, melalui perbandingan arah umum
pergerakan sesar, kekar dan pergerakan tanah, dapat diketahui bahwa
pergerakan tanah yang terjadi mempunyai arah umum yang relatif sama dengan
arah umum sesar maupun kekar daerah telitian. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa selain dipengaruhi oleh faktor faktor eksternal seperti iklim,
lingkungan, ataupun faktor alam, struktur yang berkembang pada daerah telitian
sangat berpengaruh terhadap gerakan tanah yang terjadi.
Kata Kunci : Pergerakan tanah, pengaruh struktur

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

PENDAHULUAN
Gerakan tanah (longsoran) merupakan salah satu peristiwa alam yang sering
menimbulkan bencana dan kerugian material, atau biasa diartikan dengan
perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan, tanah, bahan timbunan
dan material campuran yang bergerak kearah bawah dan keluar dari lereng.
Beberapa faktor utama penyebab terjadinya gerakantanah antara lain adalah
kondisi alam dan aktivitas manusia. Faktor alam yang menjadi penyebab
terjadinya gerakantanah antara lain tingginya curah hujan, kondisi tanah,
batuan, vegetasi, dan faktor kegempaan sebagai pemicunya. Aktivitas manusia
juga dapat menjadi penyebab terjadinya gerakantanah, sebagai contohnya
adalah penggunaan lahan yang tidak
teratur, seperti pembuatan areal
persawahan pada lereng yang terjal, pemotongan lereng yang terlalu curam,
penebangan hutan yang tidak terkontrol, dan sebagainya.
Kabupaten Banjarnegara terletak pada daerah yang mempunyai
topografi perbukitan hingga pegunungan, yaitu Pegunungan Serayu Utara dan
Pegunungan Serayu Selatan yang membujur barat - timur dan dipisahkan oleh
Sungai Serayu yang membentuk lembah serta kondisi geologi yang kompleks.
Kawasan lembah Sungai Serayu yang membentuk suatu dataran merupakan
daerah yang relatif stabil, sedangkan pada daerah Pegunungan Serayu Utara
dan Pegunungan Serayu Selatan merupakan daerah-daerah yang labil, karena
dikontrol oleh topografi curam dan mempunyai berbagai jenis batuan serta
struktur geologi yang komplek.
Jalan merupakan sarana transportasi yang vital bagi kehidupan manusia.
Perencanaan, pengembangan maupun perawatan (treatment) yang diberikan
harus sesuai dengan fungsi atau peruntukkannya. Kondisi geologi pada jalan
utama pada Dusun Windusari, dimana merupakan penghubung dengan Desa
yang berada di atasnya, antara lain Desa Metawana, dan Desa Pagentan,
sangat mendukung terjadinya gerakan tanah pada jalan tersebut, sehingga jalan
tersebut akhirnya terputus. Daerah tersebut merupakan endapan lunak, serta
adanya gejala struktur, sehingga rentan akan gerakan tanah (longsoran).
Lokasi penelitian, secara administratip berada di Desa Metawana, Desa
Pagentan, Desa Wonosroyo, Desa Watumalang, dimana keseluruhan adalah
termasuk ke dalam Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah dengan
sasaran utama berada pada Dusun Windusari, Kecamatan Metawana.
0
Secara geografis daerah penelitian berada pada posisi 109 4200 0
0
0
109 4400 bujur timur dan 07 1730 07 2000 lintang selatan. Pencapaian
daerah penelitian dapat ditempuh melalui sarana transportasi darat dengan
menggunakan kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat. Dari Kota
Yogyakarta ke arah Baratlaut menuju Kota Banjarnegara dengan jarak tempuh
sekitar 200 Km., selanjutnya menuju lokasi daerah sasaran utama yaitu Dusun
Windusari dengan jarak tempuh sekitar 50 Km ke arah Utara Kota Banjarnegara.
Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei 2007 sampai bulan Agustus 2007.
SEJARAH GEOLOGI
Batuan tertua yang dijumpai di daerah telitian adalah Batulempung yang
diendapkan bersamaan dengan terjadinya peristiwa genanglaut menjelang
Miosen Tengah. Kegiatan tektonik yang disertai dengan kegiatan gunungapi
terjadi pada Miosen Akhir sampai Pliosen Awal yang menghasilkan Formasi
Halang yang diendapkan secara selaras di atas Formasi Rambatan, yang

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

disusun oleh satuan batupasir gampingan, dan batupasir silikaan, serta breksi
vulkanik, dimana pada Formasi Halang, anggotanya mempunyai hubungan
interfingering. Penerobosan batuan bersusunan andesit terjadi pada akhir
Miosen Tengah. Diatas Formasi Halang diendapkan secara selaras Formasi
Tapak.
Peristiwa tektonik kembali terjadi lagi pada Pliosen Awal Pliosen Akhir
menyebabkan terjadinya pengangkatan, perlipatan, dan penyesaran. Peristiwa
ini diindikasikan sebagai penyebab hilangnya Formasi Tapak pada daerah
telitian. Pada masa ini terbentuk Formasi Damar pada suasana peralihan
darat. Formasi Damar di daerah telitian yang didominasi oleh satuan batupasir
tufan diendapkan secara tidak selaras dengan Formasi yang berada di
bawahnya, yaitu Formasi Halang dengan batas kontak erosional.
GEOMORFOLOGI DAERAH TELITIAN
Daerah telitian berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen,
1949), termasuk ke dalam fisiografi Pegunungan Serayu Utara Bagian Tengah.
Penulis melakukan pembagian satuan geomorfik daerah telitian menjadi dua
satuan geomorfik dimana kedua satuan geomorfik tersebut akan dibagi lagi
menjadi beberapa subsatuan geomorfik (Van Zuidam, 1983) . Daerah penelitian
dapat dibagi menjadi tiga satuan geomorfik dan lima subsatuan geomorfik.
Satuan geomorfik fluvial dengan subsatuan geomorfik dataran aluvial (F1).
Satuan geomorfik struktural meliputi subsatuan geomorfik perbukitan antiklin
(S1) dan subsatuan geomorfik perbukitan sinklin (S2) dan subsatuan geomorfik
lembah sinklin (S3). Satuan Geomorfik Vulkanik meliputi Subsatuan geomorfik
dike (V1).
STRATIGRAFI DAERAH TELITIAN
Daerah telitian berada pada cekungan Jawa Tengah bagian Utara (Asikin dkk,
1987). Penulis memakai acuan stratigrafi regional menurut Asikin dkk (1987)
yang menyederhanakan untuk membakukan nama-nama formasi yang ada di
Jawa Tengah Utara. Penulis mengelompokkan satuan batuan berdasarkan
dominasi penyebaran suatu batuan dengan kesamaan ciri fisik batuan yang
ditemui dilapangan yaitu ukuran butir, warna, dan komposisi. Urutan stratigrafi
daerah telitian dari tertua sampai ke muda berdasarkan beberapa formasi yang
dijumpai adalah antara lain sebagai berikut :
Formasi Rambatan.
Berumur Miosen Tengah Miosen Akhir (N14 N 17), anggota Formasi
Rambatan yang dijumpai dilapangan adalah satuan batulempung. Batulempung
Formasi Rambatan, berwarna abu-abu, ukuran butir <1/256mm, semen
karbonatan. Batulempung F. Rambatan mempunyai ciri fisik yang mudah
diremas, menyerpih.
Formasi Halang.
Formasi Halang, Formasi ini berumur Pliosen Awal (N18 N19), anggota
Formasi Halang yang dijumpai dilapangan terdiri dari satuan batupasir silikaan,
batupasir gampingan, dan bagian bawah berupa breksi andesit. Tebal formasi ini
bervariasi dari 200 meter sampai 500 meter disebelah Utara dan menipis kearah
Timur. Formasi ini diendapkan sebagai endapat turbidit dalam lingkungan batial

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

atas. Pada daerah lelitian, anggota F. Halang dengan satuan batupasir


gampingan, mempunyai hubungan menjadi dengan breksi vulkanik.
Formasi Damar.
Formasi Tapak, formasi ini berumur Pliosen Akhir (N19-N21), diendapkan
secara tidak selaras di atas Formasi Rambatan, terdiri dari batulempung tufan,
breksi gunungapi, batupasir, dan tuf. Diendapkan pada lingkungan non marine
Anggota Formasi Damar yang dijumpai dilapangan adalah satuan batupasir
tufan, diendapkan dilingkungan non - marine. Batupasir tufan, berwarna putih
keabu-abuan, matrik terdiri dari kuarsa, feldspar. Ukuran butir pasir halus sedang, bentuk butir membulat, terpilah baik, tebal antara 10 sampai 20 cm.
Dijumpai dalam keadaan lapuk.
Intrusi
Intrusi di daerah telitian dijumpai secara setempat setempat dan dengan skala
kecil, antara lain di Desa Watumalang dan Desa Windusari. Kedua intrusi yang
dijumpai mempunyai komposisi yang sama. Batuannya berupa andesit,
berwarna abu abu kehitaman, hipokristalin, fn. halus fn. sedang (<1 - 5mm),
subhedral euhedral, inequigranular, komposisi plagioklas, piroksen, gelas,
mineral opak. Berdasarkan radiometric dating (Soeria Atmadja, 1994), intrusi ini
berumur 3,01 juta tahun (Pliosen Bawah).
STRUKTUR GEOLOGI DAERAH TELITIAN
struktur yang berkembang, yang dapat dijumpai di daerah telitian adalah:
1. Sesar Naik Kali Tulis
Tidak dijumpai bidang sesar pada sesar naik di daerah telitian, penarikan sesar
naik dengan bentukan membelok sepanjang Kali Tulis didasarkan data lapangan
pendukung, antara lain sebagai berikut :
Adanya lapisan tegak di sepanjang Kali Tulis (Foto 1) yang berada pada
lithologi batulempung dan batugamping pasiran F. Rambatan.
Dijumpai adanya zona hancuran (hanging wall) di sepanjang Kali Tulis.
(Foto 2)
Adanya zona lipatan mikro (Mikro fold) pada daerah telitian (Foto 3)
Didapatkan kekar kekar dengan arah umum N051E/ 80 N085E/
79 (Foto 4)

Foto 1.
Singkapan lapisan tegak di Kali Tulis.
Arah kamera N035 E. (LP 2 )

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

Foto 2.
Kenampakan zona hancuran di K.
Tulis Desa
Wonosroyo dengan
azimuth N065E. Arah kamera
N035E. (LP 5)

Foto 3.
Kenampakan mikro fold di Ds
Wonosroyo (LP47). Arah kamera
relative ke Selatan

Foto 4. Kenampakan Shear Fracture di K. Tulis, Arah kamera N035 E. (LP5)

2. Sesar Mendatar Kali Tulis


Dijumpai bidang sesar pada sesar mendatar yang terletak di Kali Tulis dengan
kedudukan bidang sesar N153E/ 78 (Foto 5), pada bidang sesar, dapat
ditemukan struktur gores garis (Foto 6) dengan besar plunge 28, bearing 157,
dan rake sebesar 30.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

Data dari sesar mendatar Kali Tulis ini kemudian dimasukkan kedalam
tabel klasifikasi berdasarkan Rickard, 1972, didapatkan nama sesar Kali Tulis ini
adalah Reverse Right Slip Fault. Dengan arah kemenerusan Tenggara Barat
Laut. Bagian Tenggara peta dapat dijumpai punggungan (G. Pandan) sebagai
indikasi kemenerusan sesar mendatar Kali Tulis

3. Sesar Mendatar Tedunan


Penarikan sesar mendatar yang berlokasi di Desa Tedunan dilakukan setelah
dilakukan analisa stereonet dengan menggunakan data kekar pada Lp 39 dan
LP 42, yaitu kekar gerus (Shear) dan kekar tarik (Gash). Berdasarkan data
kekar, didapatkan arah umum shear yaitu N047E/ 83 dan arah umum gash
yaitu N080/ 62. Dari arah tersebut didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu
N032/ 70, plunge 38, bearing 53, dan rake sebesar 43 (Foto. 7). Penamaan
sesar mendatar Tedunan ini adalah Reverse Left Slip Fault (Rickard, 1972).
Sesar tedunan ini diperkirakan memotong dua satuan batuan yaitu satuan
batupasir Formasi Halang dan satuan batupasir gampingan Formasi Halang.

Foto 7. Kenampakan kekar di Desa Tedunan, Arah kamera N170E. (LP42)

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

4. Antiklin Metawana
Penarikan sturktur antiklin yang terletak di Desa Metawana ini didasarkan data
data kedudukan pada lokasi pengamatan (LP) antara lain LP 16, LP 15, LP 29,
LP 27, LP 35 dan lokasi pengamatan yang berada disekitarnya. Didapatkan
kedudukan sayap antiklin rata rata N086E/ 30 dan N260E/ 50. Dari data
kedudukan tersebut kemudian dilakukan analisa lipatan dengan denggunakan
stereonet (Gambar 1) hingga diketahui interlimb angle sebesar 99, hinge
surface N087E/76, hinge line N087E/ 1, rake 1. Dari analisa lipatan
didapatkan pula kedudukan tegasan utama terbesar, menengah dan terkecil,
yaitu; 1 12, N357E ; 2 1, N188E ; 3 75, N185E. Penamaan antiklin ini
adalah Open Fold (Fleuty, 1964), dan Steeply Inclined Horizontal Fold (Rickard,
1971)
5. Antiklin Kali Tulis
Penarikan sturktur antiklin yang terletak di Kali tulis ini didasarkan data data
kedudukan pada lokasi pengamatan (LP) antara lain LP 5, LP 2, LP 45, LP 46,
LP 70, LP 70 dan lokasi pengamatan yang berada disekitarnya. Didapatkan
kedudukan sayap antiklin rata rata N246E/ 79 dan N076E/ 36. Dari data
kedudukan tersebut kemudian dilakukan analisa lipatan dengan denggunakan
stereonet hingga diketahui interlimb angle sebesar 60, hinge surface
N070E/70, hinge line N0248E/ 6, rake 7. Dari analisa lipatan didapatkan pula
kedudukan tegasan utama terbesar, menengah dan terkecil, yaitu; 1 19,
N338E ; 2 6, N248E ; 3 69, N142E. Penamaan antiklin ini adalah Close
Fold (Fleuty, 1964), dan Inclined Horizontal Fold (Rickard, 1971). Berikut
merupakan hasil analisa stereonet pada Antiklin Kali Tulis (Gambar 2)

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

6. Sinklin Kali Tulis


Penarikan sturktur sinklin yang terletak di Kali tulis ini didasarkan rekonstruksi
penampang sayatan geologi daerah telitian, dimana sinklin ini terbentuk sebagai
akibat adanya sesar naik, sehingga sinklin ini merupakan seretan (Drag Fold) dari
sesar naik.
GEOLOGI TEKNIK DAERAH TELITIAN
Sifat fisik dan mekanik tanah daerah telitian di dapatkan dari hasil analisa sampel
undisturb yang diambil di lapangan. Pengambilan sampel undisturb dilakukan pada
lokasi longsor, yaitu jalan utama sebagai penghubung antara desa Windusari
dengan Desa Metawana, Anggrongsari, Tanjung, ataupun desa yang berada di
sebelah Utara Windusari. Pada titik longsor, dilakukan pengambilan contoh di tiga
tempat, yaitu bagian atas atau bagian tanah yang tidak longsor, bagian tengah atau
tepat pada tanah yang longsor, dan bagian bawah atau bagian setelah longsoran.
pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan pipa paralon dengan panjang
40cm. Setelah undisturb tube tersebut masuk semua ke dalam tanah, kemudian
akan ditarik kembali, lalu undisturbed tube tersebut ditutup kedua ujungnya dengan
menggunakan lilin/malam agar sifat aslinya tidak terganggu.
Sampel undisturb yang diambil dari lapangan kemudian dianalisa di
laboratorium mekanika tanah sehingga didapatkan sifat fisik dan mekanik dari
sampel tersebut. Adapun parameter yang diuji antara lain : kadar air, berat jenis,
batas atterberg, dan direct shear test. Beberapa uji sifat fisik dan mekanik yang
dilakukan antara lain :
a. Batas Atteberg
Hasil pemeriksaan didapatkan bahwa tanah daerah telitian mempunyai nilai
batas plastis rata rata sebesar 21.065%, batas cair sebesar 40%, dan indeks
plastis rata rata sebesar 18.935%.
b. Pemeriksaan Berat Jenis
Pemeriksaan Berat Jenis dilakukan untuk dapat mengetahui berat jenis tanah
pada daerah telitian. Setelah dilakukan pemeriksaan Berat Jenis tanah, dapat
diketahui bahwa berat jenis rata rata tanah pada lokasi longsor adalah
3
sebesar 0.627 gr/ cm .
c.

Pemeriksaan Berat Isi Tanah


Pemeriksaan Berat Isi Tanah dilakukan untuk mengetahui berat isi tanah daerah
telitian yang merupakan perbandingan antara berat tanah basah dengan
3
volumenya dalam satuan gr/ cm . Dari pemeriksaan Berat Isi Tanah didapatkan
3
hasil berat isi tanah sebesar 0.851 gram/ cm , berat isi kering sebesar 0.855
3
gram/ cm , dan nilai kadar air sebesar 20.301%.

d. Uji Geser Langsung


Uji Kuat Geser Langsung dilakukan untuk dapat mengetahui kekuatan tanah
terhadap gaya horizontal. Hasil pemeriksaan yang dilakukan menunjukkan
bahwa kohesi tanah pada lokasi longsor adalah sebesar 0.9, sedangkan nilai
dari sudut pergeserannya adalah sebesar 15.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

DATA PENDUKUNG PENELITIAN


Dalam penelitian kali ini, ada beberapa data skunder yang diperlukan untuk
mendukung hasil penelitian, melalui beberapa data pendukung tersebut diharapkan
hasil penelitian dapat lebih akurat. Adapun data pendukung penelitian antara lain
sebagi berikut :
1. Analisa Faktor Keamanan
Tujuan dari analisis faktor keamanan adalah untuk menghitung faktor keamanan
minimum dari suatu lereng dan letaknya dari pusat keruntuhannya. Dalam hal ini
penulis menggunakan SLOPE/W. Analisa dilakukan pada lereng lokasi longsor
daerah telitian. Dari hasil analisis, diperoleh nilai Factor Safety (FS) sebesar
0.864 atau Labil.

Gambar 3. Hasil analisa gerakan tanah dengan metode Bishop Exit Entry

Berikut ini adalah pembahasan hasil analisis yang dilakukan pada lokasi
telitian. Berdasarkan observasi lapangan didapatkan dimensi lereng sebagai
berikut:
Ketinggian lereng
= 36 meter
Panjang lereng
= 24.594 meter
o
o
Sudut lereng
= 20 76
Kedalaman rekahan
= 0.2 0.5 meter
Data diatas termasuk data data struktur daerah telitian, jika didukung
dengan adanya data curah hujan dan data gempa yang dirasakan hingga ke
daerah telitian diharapkan akan menjadi data yang akurat untuk
memprediksi penyebab kelongsoran lokasi telitian serta prediksi
pergerakannya.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

2. Data Kegempaan
Gempa berasal dari energi regangan (strain energy) yang lepas secara tibatiba
setelah terhimpun secara berangsurangsur selama kurun waktu tertentu.
Proses tersebut menimbulkan penjalaran getaran ke segala arah dalam tubuh
bumi, termasuk tubuh lereng yang akhirnya dapat berfungsi sebagai pemicu
terjadinya longsoran. Berikut ini data gempa bumi yang dirasakan sampai
wilayah Kabupaten Banjarnegara (Tabel 1 ).
Tabel 1. Data gempa bumi stasiun geofisika Kabupaten Banjarnegara

3. Data Curah Hujan


Data curah hujan digunakan sebagai data pendukung metode pendekatan pada
perhitungan besarnya curah hujan. Hal tersebut dikarenakan musim di
Indonesia sudah tidak dapat di prediksi lagi. Berikut ini adalah data curah hujan
di Kabupaten Banjarnegara (Tabel 2)
Tabel 2. Laporan jumlah curah hujan stasiun geofisika Kabupaten Banjarnegara

PENGARUH STRUKTUR TERHADAP PERGERAKAN TANAH


Gerakan tanah yang terjadi pada daerah telitian, selain dipengaruhi oleh faktor
faktor seperti curah hujan, berat jenis tanah, jenis lithologi, kelerengan, dan faktor
kegempaan, juga sangat dipengaruhi oleh adanya struktur yang berkembang di
daerah telitian. Hal tersebut diasumsikan berdasarkan kesamaan arah kelurusan
sesar naik N065/ 85 dengan arah kelurusan pergerakan longsoran yang
mempunyai arah umum N070 - 110E/ 30 - 40. Selain dilihat dari arah kelurusan
sesar naik, pergerakan tanah yang terjadi juga dikontrol oleh kekar kekar yang
terbentuk oleh sesar tersebut.
Lokasi longsoran berada di jalan beraspal penghubung utama desa
Windusari, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara, dengan koordinat batas
jalan 368171, 9190484. Arah pergerakan tanah pada daerah telitian dipengaruhi
oleh kekar kekar yang berkembang sebagai akibat adanya sesar naik sebagi

10

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

pengontol struktur lain pada daerah ini. Pada lokasi telitian dapat dijumpai kekar
kekar yang dibentuk oleh gerakan tanah, sehingga dapat dijadikan indikasi arah
pergerakan longsoran tersebut. Gerakan tanah pada bagian paling atas mempunyai
o
o
o
o
o
o
arah umum N 40 -50 E/70 dan arah umum
N 80 -90 E/70 .

Foto 8. Pergerakan tanah bagian atas dengan arah umum kekar N 40 -50 E/70
o
o
o
dan arah umum N 80 -90 E/70 .

Foto 9. Pergerakan tanah bagian tengah dengan arah umum N70 - 110 E/30 -40 .

Foto 10. Pergerakan tanah bagian bawah dengan arah umum N 90 -120 E/30 -40 .

11

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

Secara keseluruhan, berdasarkan pengukuran data kekar, didapatkan arah


o
o
o
o
o
o
umum kekar pada gerakan tanah ini adalah N 60 -70 E/70 dan N 100 120 E/70 .
Menurut klasifikasi Verhoef 1985, secara umum gerakan tanah didaerah telitian
dapat digolongkan kedalam tipe Rotation Slide (gelinciran). Gelinciran rotasi adalah
gerakan yang terjadi pada regangan geser dan perpindahan sepanjang bidang
longsor yang berbentuk setengah lingkaran, log, spiral atau hiperbola, retakan
berbentuk konsentris atau mengarah pada gerakannya.
MEKANISME GERAKAN TANAH
Gerakan massa pada suatu lereng, secara umum disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara gaya pendorong terhadap gaya penahan pada suatu
lereng, yaitu jika besarnya gaya pendorong melampaui besarnya gaya penahan.
Gaya yang dapat bertindak sebagai gaya pendorong atau penggerak antara lain
gaya berat massa tanah atau batuan, tekanan air pori di dalam massa batuan, dan
beban di atas massa tanah atau batuan

Gambar 4. Model pergerakkan tanah memutus jalan uatama daerah Windusari


berdasarkan data kekar.
Berdasarkan klasifikasi menurut Verhoef (1985) gerakan tanah yang terjadi
di daerah penelitian merupakan jenis Rotational Slide dengan bidang longsoran
senderung memutar, material yang bergerak berupa soil hasil lapukan dari breksi
vulkanik Formasi Halang. Keberadaan satuan breksi vulkanik lapuk Formasi halang
ini secara tidak selaras berada di atas satuan batulempung Formasi Rambatan yang
mempunyai kedudukan relatif tegak. Batas kontak kedua satuan tersebut dibatasi
oleh sesar naik yang relatif memotong daerah telitian menjadi 2 bagian. Adanya
sesar naik yang kemudian menjadi struktur utama pengontrol daerah telitian,
dimana sesar nai ini mempunyai struktur struktur penyerta diantaranya adalah kekar
kekar (Shear dan Gash). Tingginya frekuensi kegempaan yang terjadi pada daerah

12

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

telitian, juga merupakan faktor penting sebagai pemicu ketidakstabilan material baik
batuan, ataupun tanah pada daerah telitian.
Hujan yang turun di daerah penelitian sebagian besar akan menjadi aliran
permukaan dan sebagian meresap kedalam tanah melalui kekar-kekar yang ada.
Kekar pada batuan akan menyebabkan tanah/batuan tersebut menjadi lapuk
sehingga mengalami penurunan kuat geser, karena kehilangan kekuatan geser dan
dengan kondisi kemiringan lereng yang curam, serta beban yang berada di atasnya
menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak stabil.
Faktor lain yaitu basement dari daerah telitian yang mempunyai litologi
berupa batulempung Formasi Rambatan, sehingga apabila terjadi gempa bumi lokal
maupun regional pengaruhnya sangat besar terhadap gerakan massa tanah/batuan
karena sifatnya yang tidak mampu meredam getaran. Sifat batulempung yang relatif
impermeable juga menyebabkan peresapan air pada permukaan akan terhenti pada
bidang kontak kedua satuan tersebut, sehingga mengaakibatkan jenuhnya material
lapukan terhadap air.
Faktor lain selain faktor alam yang berperan terhadap terjadinya gerakan
tanah daerah Telitian ini adalah adanya penebangan liar oleh masyarakat setempat.
Gundulnya lahan didaerah telitian akan semakin mendorong cepatnya resapan air
oleh material lapukan dan mendorong terjadinya penurunan kekuatan geser pada
soil dan batuan. Kondisi alam serta faktor manusia yang terjadi di daerah telitian
inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya gerakan tanah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data, perhitungan serta pembahasan yang telah
dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil penelitian di lapangan didapatkan enam satuan batuan, yaitu satuan
batulempung Rambatan, batupasir Halang, satuan batupasir gampingan
Halang, satuan breksi vulkanik lapuk Halang, batupasir tufan Damar dan
Andesit.
2. Tingginya frekuensi kegempaan yang terjadi di daerah telitian merupakan salah
satu faktor penting sebagai pendukung gerakan tanah yang terjadi. Faktor
kegempaan ini merupakan pendorong ketidakstabilan material, tanah, batuan
yang berada pada lereng yang mengalami gerakan tanah.
3. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian adalah berupa Sesar
Naik Kali Tulis, Sesar Mendatar Tedunan dan Sesar Mendatar Kali Tulis. Selain
ketiga sesar tersebut struktur geologi yang terdapat di daerah telitian adalah
adanya Antiklin dengan sumbu yang berada di Desa Metawana dan antiklin
Kali Tulis, serta kekar kekar penyerta sesar yang berkembang, dengan arah
kelurusan sesar naik adalah N065E, dengan arah umum kekar N051E/ 80 N085E/ 79.
4. Arah pergerakan tanah membelok dari N040E N050E/ 70 menjadi N070E
N110E/ 30 - 40, kemudian pada bagian bawah bergerak dengan arah
umum N090E N120E/ 30 - 40. Secara keseluruhan, arah umum
pergerakan longsoran (gerakan tanah) adalah N070E N110E/ 30 - 40,
sehingga jenis gerakan tanah yang terjadi di daerah telitian berdasarkan
Verhoef 1985 adalah termasuk kedalam tipe gelinciran (Rotation Slide).

13

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014

5. Berdasarkan analisa yang dilakukan dengan menggunakan software Slope/W


didapatkan faktor keamanan pada daerah telitian adalah sebesar 0.864 yaitu
tergolong dalam kelas labil dengan kemungkinan longsor adalah biasa terjadi.
6. Penanggulangan atau cara untuk menanggulangi gerakan tanah serupa adalah
dengan, mensosialisasikan kepada masyarakat setempat agar tidak
membangun bangunan yang mempunyai beban massa terlalu berat, serta
mensosialisasikan penggunaan lahan yang tepat pada daerah tersebut.
Penyuluhan tentang akibat dari penebangan liar yang dilakukan selama ini, juga
dirasa perlu dilakukan. Metode keteknikan yang dapat dilakukan adalah dengan
cara membuat saluran permukaan (Surface drainage) yang terencana, untuk
mengatur aliran permukaan agar lereng dan daerah sekitar lereng tidak
tergenang oleh air atau dapat mengurangi jumlah resapan sehingga dapat
mengurangi resiko longsor pada daerah tersebut.
7. Metode penanggulangan lain yang dapat dilakukan untuk bangunan yang
berada di tepi lereng adalah dengan dibangun bronjong searah dengan arah
umum kekar yang ada pada daerah telitian
8. Melalui perbandingan arah umum pergerakan sesar, kekar dan pergerakan
tanah, dapat diketahui bahwa pergerakan tanah yang terjadi mempunyai arah
umum yang relatif sama dengan arah umum sesar maupun kekar daerah
telitian. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa struktur yang berkembang
pada daerah telitian mempunyai pengaruh terhadap gerakan tanah yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, F. G., 1981, Engineering Properties of Soils and Rocks, first published,
Butterworths, New York, 449 p.
Bowles, J. E., 1991, Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Edisi ke-2, Erlangga,
Jakarta.
Braja, M. D., 1995, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknik), Jilid 2,
Erlangga, Jakarta.
Condon W.H., L Pardyanto, K.B Ketner, T.C Amin, S. Gafoer, H. Samodra, 1996,
Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan, Jawa, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Hatcher, R.D., Jr, 1990, Structural Geology, Principles, Concept, and Problem,
Merril Publishing Company, Columbus, 257p.
John Krahn.,2004, Stability Modeling with SLOPE/W An Engineering Methodology,
GEO-SLOPE/W International Ltd, Alberta, Canada.
Ragan, D. M, 1973, Structural Geology An Introduction to Geometrical Techniques,
Second Edition, John Wiley & Sons, Inc, New York, 58, 133p
Verhoef., 1985, Slope Movement and Type of Processes in Landslide, Analysis and
Control Transportation Research Board, National Academy of Science, Washington
D.C.

14

Anda mungkin juga menyukai