1, Januari 2014
ABSTRACT
Landslide occurring in Hamlet Windusari, Metawana Village, District Pagentan,
Banjarnegara, Central Java Province is included into the type of Rotation Slide,
based Verhoef 1985. Landslide has a direction of movement of the turn of N040
E - N050 E / 70 to N070 E - N110 E / 30 - 40 , then on the bottom
moving with the general direction of N090 E - N120 E / 30 - 40 . Overall, the
general direction of movement of the landslide (ground motion) is N070 E N110 E / 30 - 40 . Based on the measurement of fracture, through a
comparison of the general direction of fault movement, fracture and landslide, it
is known that the landslide occurring has the same general direction relative to
the general direction of the fault and fracture area carefully situations. So it can
be concluded that in addition influenced by external factors such as climate,
environment, or natural factors, the structure that develops in the area very
carefully situations affect the landslide happens.
Keywords: Landslide, Influence of the structure
SARI
Pergerakan tanah yang terjadi di Dusun Windusari, Desa Metawana, Kecamatan
Pagentan, Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah adalah termasuk
kedalam tipe gelinciran (Rotation Slide), berdasarkan Verhoef 1985. Gerakan
tanah mempunyai arah pergerakan yang membelok dari N040E N050E/ 70
menjadi N070E N110E/ 30 - 40, kemudian pada bagian bawah bergerak
dengan arah umum N090E N120E/ 30 - 40. Secara keseluruhan, arah
umum pergerakan longsoran (gerakan tanah) adalah N070E N110E/ 30 40. Berdasarkan pengukuran rekahan, melalui perbandingan arah umum
pergerakan sesar, kekar dan pergerakan tanah, dapat diketahui bahwa
pergerakan tanah yang terjadi mempunyai arah umum yang relatif sama dengan
arah umum sesar maupun kekar daerah telitian. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa selain dipengaruhi oleh faktor faktor eksternal seperti iklim,
lingkungan, ataupun faktor alam, struktur yang berkembang pada daerah telitian
sangat berpengaruh terhadap gerakan tanah yang terjadi.
Kata Kunci : Pergerakan tanah, pengaruh struktur
PENDAHULUAN
Gerakan tanah (longsoran) merupakan salah satu peristiwa alam yang sering
menimbulkan bencana dan kerugian material, atau biasa diartikan dengan
perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan, tanah, bahan timbunan
dan material campuran yang bergerak kearah bawah dan keluar dari lereng.
Beberapa faktor utama penyebab terjadinya gerakantanah antara lain adalah
kondisi alam dan aktivitas manusia. Faktor alam yang menjadi penyebab
terjadinya gerakantanah antara lain tingginya curah hujan, kondisi tanah,
batuan, vegetasi, dan faktor kegempaan sebagai pemicunya. Aktivitas manusia
juga dapat menjadi penyebab terjadinya gerakantanah, sebagai contohnya
adalah penggunaan lahan yang tidak
teratur, seperti pembuatan areal
persawahan pada lereng yang terjal, pemotongan lereng yang terlalu curam,
penebangan hutan yang tidak terkontrol, dan sebagainya.
Kabupaten Banjarnegara terletak pada daerah yang mempunyai
topografi perbukitan hingga pegunungan, yaitu Pegunungan Serayu Utara dan
Pegunungan Serayu Selatan yang membujur barat - timur dan dipisahkan oleh
Sungai Serayu yang membentuk lembah serta kondisi geologi yang kompleks.
Kawasan lembah Sungai Serayu yang membentuk suatu dataran merupakan
daerah yang relatif stabil, sedangkan pada daerah Pegunungan Serayu Utara
dan Pegunungan Serayu Selatan merupakan daerah-daerah yang labil, karena
dikontrol oleh topografi curam dan mempunyai berbagai jenis batuan serta
struktur geologi yang komplek.
Jalan merupakan sarana transportasi yang vital bagi kehidupan manusia.
Perencanaan, pengembangan maupun perawatan (treatment) yang diberikan
harus sesuai dengan fungsi atau peruntukkannya. Kondisi geologi pada jalan
utama pada Dusun Windusari, dimana merupakan penghubung dengan Desa
yang berada di atasnya, antara lain Desa Metawana, dan Desa Pagentan,
sangat mendukung terjadinya gerakan tanah pada jalan tersebut, sehingga jalan
tersebut akhirnya terputus. Daerah tersebut merupakan endapan lunak, serta
adanya gejala struktur, sehingga rentan akan gerakan tanah (longsoran).
Lokasi penelitian, secara administratip berada di Desa Metawana, Desa
Pagentan, Desa Wonosroyo, Desa Watumalang, dimana keseluruhan adalah
termasuk ke dalam Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah dengan
sasaran utama berada pada Dusun Windusari, Kecamatan Metawana.
0
Secara geografis daerah penelitian berada pada posisi 109 4200 0
0
0
109 4400 bujur timur dan 07 1730 07 2000 lintang selatan. Pencapaian
daerah penelitian dapat ditempuh melalui sarana transportasi darat dengan
menggunakan kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat. Dari Kota
Yogyakarta ke arah Baratlaut menuju Kota Banjarnegara dengan jarak tempuh
sekitar 200 Km., selanjutnya menuju lokasi daerah sasaran utama yaitu Dusun
Windusari dengan jarak tempuh sekitar 50 Km ke arah Utara Kota Banjarnegara.
Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei 2007 sampai bulan Agustus 2007.
SEJARAH GEOLOGI
Batuan tertua yang dijumpai di daerah telitian adalah Batulempung yang
diendapkan bersamaan dengan terjadinya peristiwa genanglaut menjelang
Miosen Tengah. Kegiatan tektonik yang disertai dengan kegiatan gunungapi
terjadi pada Miosen Akhir sampai Pliosen Awal yang menghasilkan Formasi
Halang yang diendapkan secara selaras di atas Formasi Rambatan, yang
disusun oleh satuan batupasir gampingan, dan batupasir silikaan, serta breksi
vulkanik, dimana pada Formasi Halang, anggotanya mempunyai hubungan
interfingering. Penerobosan batuan bersusunan andesit terjadi pada akhir
Miosen Tengah. Diatas Formasi Halang diendapkan secara selaras Formasi
Tapak.
Peristiwa tektonik kembali terjadi lagi pada Pliosen Awal Pliosen Akhir
menyebabkan terjadinya pengangkatan, perlipatan, dan penyesaran. Peristiwa
ini diindikasikan sebagai penyebab hilangnya Formasi Tapak pada daerah
telitian. Pada masa ini terbentuk Formasi Damar pada suasana peralihan
darat. Formasi Damar di daerah telitian yang didominasi oleh satuan batupasir
tufan diendapkan secara tidak selaras dengan Formasi yang berada di
bawahnya, yaitu Formasi Halang dengan batas kontak erosional.
GEOMORFOLOGI DAERAH TELITIAN
Daerah telitian berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen,
1949), termasuk ke dalam fisiografi Pegunungan Serayu Utara Bagian Tengah.
Penulis melakukan pembagian satuan geomorfik daerah telitian menjadi dua
satuan geomorfik dimana kedua satuan geomorfik tersebut akan dibagi lagi
menjadi beberapa subsatuan geomorfik (Van Zuidam, 1983) . Daerah penelitian
dapat dibagi menjadi tiga satuan geomorfik dan lima subsatuan geomorfik.
Satuan geomorfik fluvial dengan subsatuan geomorfik dataran aluvial (F1).
Satuan geomorfik struktural meliputi subsatuan geomorfik perbukitan antiklin
(S1) dan subsatuan geomorfik perbukitan sinklin (S2) dan subsatuan geomorfik
lembah sinklin (S3). Satuan Geomorfik Vulkanik meliputi Subsatuan geomorfik
dike (V1).
STRATIGRAFI DAERAH TELITIAN
Daerah telitian berada pada cekungan Jawa Tengah bagian Utara (Asikin dkk,
1987). Penulis memakai acuan stratigrafi regional menurut Asikin dkk (1987)
yang menyederhanakan untuk membakukan nama-nama formasi yang ada di
Jawa Tengah Utara. Penulis mengelompokkan satuan batuan berdasarkan
dominasi penyebaran suatu batuan dengan kesamaan ciri fisik batuan yang
ditemui dilapangan yaitu ukuran butir, warna, dan komposisi. Urutan stratigrafi
daerah telitian dari tertua sampai ke muda berdasarkan beberapa formasi yang
dijumpai adalah antara lain sebagai berikut :
Formasi Rambatan.
Berumur Miosen Tengah Miosen Akhir (N14 N 17), anggota Formasi
Rambatan yang dijumpai dilapangan adalah satuan batulempung. Batulempung
Formasi Rambatan, berwarna abu-abu, ukuran butir <1/256mm, semen
karbonatan. Batulempung F. Rambatan mempunyai ciri fisik yang mudah
diremas, menyerpih.
Formasi Halang.
Formasi Halang, Formasi ini berumur Pliosen Awal (N18 N19), anggota
Formasi Halang yang dijumpai dilapangan terdiri dari satuan batupasir silikaan,
batupasir gampingan, dan bagian bawah berupa breksi andesit. Tebal formasi ini
bervariasi dari 200 meter sampai 500 meter disebelah Utara dan menipis kearah
Timur. Formasi ini diendapkan sebagai endapat turbidit dalam lingkungan batial
Foto 1.
Singkapan lapisan tegak di Kali Tulis.
Arah kamera N035 E. (LP 2 )
Foto 2.
Kenampakan zona hancuran di K.
Tulis Desa
Wonosroyo dengan
azimuth N065E. Arah kamera
N035E. (LP 5)
Foto 3.
Kenampakan mikro fold di Ds
Wonosroyo (LP47). Arah kamera
relative ke Selatan
Data dari sesar mendatar Kali Tulis ini kemudian dimasukkan kedalam
tabel klasifikasi berdasarkan Rickard, 1972, didapatkan nama sesar Kali Tulis ini
adalah Reverse Right Slip Fault. Dengan arah kemenerusan Tenggara Barat
Laut. Bagian Tenggara peta dapat dijumpai punggungan (G. Pandan) sebagai
indikasi kemenerusan sesar mendatar Kali Tulis
4. Antiklin Metawana
Penarikan sturktur antiklin yang terletak di Desa Metawana ini didasarkan data
data kedudukan pada lokasi pengamatan (LP) antara lain LP 16, LP 15, LP 29,
LP 27, LP 35 dan lokasi pengamatan yang berada disekitarnya. Didapatkan
kedudukan sayap antiklin rata rata N086E/ 30 dan N260E/ 50. Dari data
kedudukan tersebut kemudian dilakukan analisa lipatan dengan denggunakan
stereonet (Gambar 1) hingga diketahui interlimb angle sebesar 99, hinge
surface N087E/76, hinge line N087E/ 1, rake 1. Dari analisa lipatan
didapatkan pula kedudukan tegasan utama terbesar, menengah dan terkecil,
yaitu; 1 12, N357E ; 2 1, N188E ; 3 75, N185E. Penamaan antiklin ini
adalah Open Fold (Fleuty, 1964), dan Steeply Inclined Horizontal Fold (Rickard,
1971)
5. Antiklin Kali Tulis
Penarikan sturktur antiklin yang terletak di Kali tulis ini didasarkan data data
kedudukan pada lokasi pengamatan (LP) antara lain LP 5, LP 2, LP 45, LP 46,
LP 70, LP 70 dan lokasi pengamatan yang berada disekitarnya. Didapatkan
kedudukan sayap antiklin rata rata N246E/ 79 dan N076E/ 36. Dari data
kedudukan tersebut kemudian dilakukan analisa lipatan dengan denggunakan
stereonet hingga diketahui interlimb angle sebesar 60, hinge surface
N070E/70, hinge line N0248E/ 6, rake 7. Dari analisa lipatan didapatkan pula
kedudukan tegasan utama terbesar, menengah dan terkecil, yaitu; 1 19,
N338E ; 2 6, N248E ; 3 69, N142E. Penamaan antiklin ini adalah Close
Fold (Fleuty, 1964), dan Inclined Horizontal Fold (Rickard, 1971). Berikut
merupakan hasil analisa stereonet pada Antiklin Kali Tulis (Gambar 2)
Gambar 3. Hasil analisa gerakan tanah dengan metode Bishop Exit Entry
Berikut ini adalah pembahasan hasil analisis yang dilakukan pada lokasi
telitian. Berdasarkan observasi lapangan didapatkan dimensi lereng sebagai
berikut:
Ketinggian lereng
= 36 meter
Panjang lereng
= 24.594 meter
o
o
Sudut lereng
= 20 76
Kedalaman rekahan
= 0.2 0.5 meter
Data diatas termasuk data data struktur daerah telitian, jika didukung
dengan adanya data curah hujan dan data gempa yang dirasakan hingga ke
daerah telitian diharapkan akan menjadi data yang akurat untuk
memprediksi penyebab kelongsoran lokasi telitian serta prediksi
pergerakannya.
2. Data Kegempaan
Gempa berasal dari energi regangan (strain energy) yang lepas secara tibatiba
setelah terhimpun secara berangsurangsur selama kurun waktu tertentu.
Proses tersebut menimbulkan penjalaran getaran ke segala arah dalam tubuh
bumi, termasuk tubuh lereng yang akhirnya dapat berfungsi sebagai pemicu
terjadinya longsoran. Berikut ini data gempa bumi yang dirasakan sampai
wilayah Kabupaten Banjarnegara (Tabel 1 ).
Tabel 1. Data gempa bumi stasiun geofisika Kabupaten Banjarnegara
10
pengontol struktur lain pada daerah ini. Pada lokasi telitian dapat dijumpai kekar
kekar yang dibentuk oleh gerakan tanah, sehingga dapat dijadikan indikasi arah
pergerakan longsoran tersebut. Gerakan tanah pada bagian paling atas mempunyai
o
o
o
o
o
o
arah umum N 40 -50 E/70 dan arah umum
N 80 -90 E/70 .
Foto 8. Pergerakan tanah bagian atas dengan arah umum kekar N 40 -50 E/70
o
o
o
dan arah umum N 80 -90 E/70 .
Foto 9. Pergerakan tanah bagian tengah dengan arah umum N70 - 110 E/30 -40 .
Foto 10. Pergerakan tanah bagian bawah dengan arah umum N 90 -120 E/30 -40 .
11
12
telitian, juga merupakan faktor penting sebagai pemicu ketidakstabilan material baik
batuan, ataupun tanah pada daerah telitian.
Hujan yang turun di daerah penelitian sebagian besar akan menjadi aliran
permukaan dan sebagian meresap kedalam tanah melalui kekar-kekar yang ada.
Kekar pada batuan akan menyebabkan tanah/batuan tersebut menjadi lapuk
sehingga mengalami penurunan kuat geser, karena kehilangan kekuatan geser dan
dengan kondisi kemiringan lereng yang curam, serta beban yang berada di atasnya
menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak stabil.
Faktor lain yaitu basement dari daerah telitian yang mempunyai litologi
berupa batulempung Formasi Rambatan, sehingga apabila terjadi gempa bumi lokal
maupun regional pengaruhnya sangat besar terhadap gerakan massa tanah/batuan
karena sifatnya yang tidak mampu meredam getaran. Sifat batulempung yang relatif
impermeable juga menyebabkan peresapan air pada permukaan akan terhenti pada
bidang kontak kedua satuan tersebut, sehingga mengaakibatkan jenuhnya material
lapukan terhadap air.
Faktor lain selain faktor alam yang berperan terhadap terjadinya gerakan
tanah daerah Telitian ini adalah adanya penebangan liar oleh masyarakat setempat.
Gundulnya lahan didaerah telitian akan semakin mendorong cepatnya resapan air
oleh material lapukan dan mendorong terjadinya penurunan kekuatan geser pada
soil dan batuan. Kondisi alam serta faktor manusia yang terjadi di daerah telitian
inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya gerakan tanah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data, perhitungan serta pembahasan yang telah
dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil penelitian di lapangan didapatkan enam satuan batuan, yaitu satuan
batulempung Rambatan, batupasir Halang, satuan batupasir gampingan
Halang, satuan breksi vulkanik lapuk Halang, batupasir tufan Damar dan
Andesit.
2. Tingginya frekuensi kegempaan yang terjadi di daerah telitian merupakan salah
satu faktor penting sebagai pendukung gerakan tanah yang terjadi. Faktor
kegempaan ini merupakan pendorong ketidakstabilan material, tanah, batuan
yang berada pada lereng yang mengalami gerakan tanah.
3. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian adalah berupa Sesar
Naik Kali Tulis, Sesar Mendatar Tedunan dan Sesar Mendatar Kali Tulis. Selain
ketiga sesar tersebut struktur geologi yang terdapat di daerah telitian adalah
adanya Antiklin dengan sumbu yang berada di Desa Metawana dan antiklin
Kali Tulis, serta kekar kekar penyerta sesar yang berkembang, dengan arah
kelurusan sesar naik adalah N065E, dengan arah umum kekar N051E/ 80 N085E/ 79.
4. Arah pergerakan tanah membelok dari N040E N050E/ 70 menjadi N070E
N110E/ 30 - 40, kemudian pada bagian bawah bergerak dengan arah
umum N090E N120E/ 30 - 40. Secara keseluruhan, arah umum
pergerakan longsoran (gerakan tanah) adalah N070E N110E/ 30 - 40,
sehingga jenis gerakan tanah yang terjadi di daerah telitian berdasarkan
Verhoef 1985 adalah termasuk kedalam tipe gelinciran (Rotation Slide).
13
14