Anda di halaman 1dari 7

Teori & Praktek

Sebuah

Model

Supervisi

Perkembangan

Psikologis Integratif Bagi Tenaga Ahli Konselor


Sekolah Yang Sedang Dalam Masa Pelatihan
Glenn W. Lambie dan Shari M. Shias
Abstraksi
Tenaga ahli konselor sekolah (PSC) pada tingkatan yang lebih tinggi dalam
perkembangan psikologis berhadapan dengan situasi yang kompleks dan
diharapkan dapat menjalankan tugas-tugas yang berkaitan dengan konselor
dengan penuh rasa empati, fleksibilitas, toleransi terhadap ambiguitas,
batasan-batasan kondisi, kepekaan baik personal maupun interpersonal
dan kepedulian yang akan lebih efektif dibandingkan dengan mereka yang
berada pada tingkatan perkembangan yang lebih rendah. Artikel ini
memperkenalakan sebuah model supervisi klinis yang dirancang untuk
memajukan pertumbuhan psikologis (kematangan ego) dari para tenaga ahli
PSC yang sedang dalam masa pelatihan; model komponen praktis saat ini;
dan pembahasan mengenai implikasinya bagi para pendidik tenaga ahli,
pengawas, dan peneliti.
A. Pendahuluan
Konselor sekolah profesional (PSC) praktek dalam lingkungan yang
kompleks sering di isolasi dan tanpa supervisi klinis (Herlihy, Gray, &
McCollum, 2002). Selain itu, PSC memiliki beban kasus yang semakin
besar, dengan rata-rata nasional saat ini dari 476 siswa dan tinggi 920
dalam satu negara (US Department of Education, 2007). PSC menyediakan
layanan intervensi krisis untuk siswa, yang melibatkan situasi stres dan
kompleks yang berhubungan dengan ide bunuh diri (Capuzzi, 2002) dan

penyalahgunaan dan penelantaran anak (Lambie, 2005). Menambah


tantangan ini adalah peran ambiguitas: administrator sekolah, guru,
keluarga, dan kelompok-kelompok lain sering melihat peran PSC berbeda
(Culbreth, Scarborough, Bank-Johnson & Solomon, 2005). Penelitian telah
menunjukkan bahwa peningkatan kadar perkembangan psikologis positif
mempengaruhi

kemampuan

seseorang

untuk

beradaptasi

dan

mengakomodasi kondisi yang kompleks dan stres (Manners & Durkin,


2000,2001; Manners, Durkin, & Nesdale, 2004). Untuk alasan ini,
persiapan PSC perlu memfasilitasi pertumbuhan psikologis, upaya terapi
meningkatkan siswa untuk menjadi profesional adaptif dan fungsional.
Dalam literatur diterangkan bahwa pada tingkatan perkembangan
psikologis yang lebih tinggi diperkirakan akan berbanding lurus dengan
rasa empati, kompleksitas konseptual, toleransi terhadap ambiguitas,
kepekaan

personal

maupun

interpersonal,

otonomi

dan

keterkaitan,

penyesuaian diri dan fleksibilitasnya (Chandler, Alexander, & Heaton, 2005;


Lambie, 2007; Manners et al., 2004; Noam, Young, & Jilnina, 2006).
Artikel ini menggambarkan model supervisi klinis integratif yang
dirancang untuk mempromosikan dan meningkatkan siswa konseling
sekolah

perkembangan

pengembangan

psikologis.

kemajuan

Selain

keterampilan

itu,

model

konseling

mendukung

klinis

seperti

pembelajaran aktif, kasus konseptualisasi, dan penerapan praktek teori.


Untuk tujuan pasal ini, istilah perkembangan psikologis, kematangan
psikologis, dan pertumbuhan psikologis digunakan secara bergantian.
Pedoman Etis untuk konseling Supervisor, dibuat oleh Asosiasi untuk
konselor

Pendidikan

pengawasan

klinis

dan

sebagai

Pengawasan
proses

(ACES,

"pemantauan

1993),

mendukung

kinerja

klinis

dan

pengembangan profesional yang disupervisi" (STANDARD 2.C). Selain itu,


ACES pendukung supervisi klinis yang konsisten dan terstruktur di mana
di pengawas tinjauan praktek supervisee dengan konseli "melalui audio
dan / atau video tape atau pengamatan langsung" (Standard 2,06). Sesuai

dengan standar etika konseling, sangat penting dari PSC dan pelatihan
PSCs- di- menerima supervisi klinis sedang berlangsung.
Supervisi klinis merupakan faktor kunci dalam mempersiapkan
konseling untuk berfungsi dalam lingkungan kerja yang kompleks (Bernard
& Goodyear, 2009). Artikel ini memberikan para pendidik PSC dan
pengawas sumber daya praktis untuk mendukung perkembangan psikologis
mahasiswa pascasarjana dan aplikasi mereka keterampilan konseling
lanjutan. Secara khusus, (a) mendefinisikan dan ulasan tentang supervisi,
(b) memperkenalkan model supervisi klinis integratif yang dirancang untuk
mempromosikan kematangan psikologis supervisees ', dan (c) menawarkan
panduan praktis untuk mendukung pelaksanaan dan evaluasi model di
PSC program persiapan.
B. PSC Supervision
Supervisi diartikan sebagai sebuah proses dimana seorang tenaga
ahli

yang

berpengalaman

melaksanakan

perencanaan

sebagaimana

layaknya, tingkatan, lisensi, dan/atau sebuah sertifikasi yang menyediakan


dukungan yang konsisten, arahan-rahan, dan timbal balik kepada para
konselor yang masih dalam masa pelatihan, mengembangkan kemampuan
psikologis, profesionalisme, serta pertumbuhan keahlian mereka sembari
mengevaluasi

kelaikan

penyampaian

pelayanan

mereka

(Bernard

&

Goodyear, 2009; Studer, 2005). Peranan dan tanggung jawab para


supervisor menurut ACES (The Association for Counselor Education and
Supervision, 1993) adalah sebagai berikut:
a. Monitoring kesejahteraan para klien;
b. Mendorong suatu pemenuhan dengan hukum yang relevan, layak,
dan berdasarkan standar professional untuk praktek secara klinis;
c. Monitoring performa klinis dan perkembangan keahlian para tenaga
ahli yang sedang di supervisi;
d. Evaluasi dan sertifikasi performa dan kemampuan potensial terkini
para tenaga ahli yang sedang di supervisi untuk tujuan akademik,
pengamatan, pemilihan, penempatan kerja, dan lainnya.

(Standar 2.00)
Penting bagi kita untuk mengetahui perbedaan antara supervisi
administratif dan supervisi klinis. Suatu hal yang lumrah bahwa para
tenaga ahli PSC menerima supervisi administratif (Herlihy et al., 2002; Page,
Pietrzak, & Sutton, 2001), namun biasanya ini dilaksanakan oleh kepala
sekolah atau personil lainnya (contohnya., psikolog sekolah, koordinator
pembimbing) yang tidak pernah mendapatkan pelatihan mengenai supervisi
konselor atau peran konseling sekolah secara kontemporer (American
School Counselors Association, 2005). Sementara itu, supervisi klinis
dilaksanakan oleh para tenaga ahli yang berpengalaman dan terlatih dalam
hal supervisi konselor dan dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,
keahlian klinis, serta perkembangan personal dan interpersonal para tenaga
ahli yang sedang di supervisi. Oleh karena itu dalam menjaga standar etik
konseling, sangat penting bagi tenga ahli PSC dan PSC yang masih dalam
masa pelatihan untuk menerima supervisi klinis secara berkesinambungan.
Tujuan dari supervisi klinis adalah untuk meningkatkan layanan
yang komprehensif PSC memberikan kepada semua pemangku kepentingan
sementara juga memantau praktek etis mereka (Spence et al, 2001; Study,
2005). PSC sering tidak menerima supervisi klinis di lapangan (Herlihy et
al., 2002); Namun, PSC sangat menginginkannya (Page, et., al., 2001).
Untuk

PSC,

akuntabilitas
keterampilan

manfaat
yang
dan

supervisi

lebih

klinis

besar;

kompetensi;

(c)

(b)

meliputi

(a)

meningkatkan

peningkatan

efektivitas

dan

pengembangan

perasaan

dukungan,

kepercayaan, kepuasan kerja, pengembangan identitas profesional, dan self


efficacy; dan (d) penurunan perasaan terisolasi, ambiguitas peran, dan
kelelahan (Herlihy et al, 2002, Lambie, 2007). Karena supervisi klinis
memberikan manfaat yang luas tersebut untuk bekerja profesional, nilai
supervisi klinis sesuai PSCs- di - pelatihan oleh universitas dan lapangan
berdasarkan (lokasi) pengawas jelas

C. An Integrative Psychological Developmental Clinical Sopervision


Model (Model Supervervisi Perkembangan Psikologis Integratif)
Artikel ini menyajikan Model Supervisi Perkembangan Psikologis
Integratifthe integrative psychological developmental supervision model
(IPDSM)yang dirancang untuk mendukung perkembangan psikologis para
tenaga

ahli

PSC

yang

sedang

dalam

masa

pelatihan

dan

untuk

meningkatkan penyampaian pelayanan konseling yang lebih maju untuk


para klien. Dari sekian banyak model konseling dan supervisi, IPDSM ini
berlandasakan pada teori yang dirumuskan oleh Loevinger (1976) mengenai
perkembangan egoego developmental theory. Model ini dipilih karena
landasan dan dukungan empiris, kelengkapan, dan hubungannya dengan
kualitas para konselor sesuai dengan yang diharapkan.
Ego Development
Dalam teori perkembangan ego nya, Loevinger mendefinisikan ego
sebagai sebuah landasan holistik yang mewakili kesatuan dasar struktural
dari suatu organisasi kepribadian (sebagaimana dikutip dalam Manners &
Durkin, 2001, hal. 542), dan juga perkembangan ego menggabungkan
kognitif, moral, diri sendiri, interpersonal, dan perkembangan karakter.
Loevinger menggambarkan tingkatan ego dalam delapan tingkatan yang
berbeda yang dapat dilihat dalam tabel 1. Tingkatan ini merupakan
struktur keseimbangan yang membangun sebuah rentetan hirarki invarian,
yang mengarah pada peningkatan kepekaan personal dan interpersonal,
pengendalian diri, kemandirian, komplesitas konseptual, dan integrasi
(Manners et al., 2004, hal. 19). Ketika para ahli PSC yang masih dalam
masa

pelatihan

dihadapkan

dengan

pengalaman-pengalaman

atau

informasi yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada untuk mereka
sendiri atau sekitarnya, ini akan menimbulkan apa yang selama ini
dikatakan

sebagai

ketidak

sesuaian,

konflik

kognitif,

atau

ketidak

seimbangan (Manners & Durkin, 2000, hal. 478). Untuk mencapai


keseimbangan, para siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan mereka
dengan melakukan pemahanam terhadap informasi-informasi yang baru
kedalam skema yang ada saat ini (yang menghasilkan stabilitas dalam
perkembangan) atau merubah skema mereka terhadap informasi baru atau
konseptualisasi

(yang

menghasilkan

pertumbungan

perkembangan

[Manners, et al., 2004]). Tenaga ahli PSC yang masih dalam masa pelatihan
akan memahami pengalaman-pengalaman mereka dan belajar dari situ
hingga

pengalaman

yang

baru

akan

mereka

temukan,

yang

akan

menimbulkan ketidaksesuaian kognitif dan membentuk tahapan akomodasi


dan pematangan ego.

Tabel 1
Tingkatan Perkembangan Ego Beserta Deskripsi Loevinger
Tingkat
Impulsif (E2)
Melindungi diri sendiri (E3)
Konfromis (E4)

Peka terhadap diri sendiri


(E5)
Teliti (E6)

Individualistik (E7)

Mandiri (E8)

Deskripsi
Kebutuhan fisik serta dorongan-dorongan
Dikotomi sederhana (contohnya, baik atau buruk)
Oportunistik dan eksploitais
Biasanya yang menyangkut masalah ritual dan tradisi
Menghormati peraturan dan penerimaan sosial
Perhatian terhadap diri sendiri dalam istilah konkrit yang

paling sederhana (misalnya, saya orang yang baik)


meningkatkan kepekaan terhadap diri sendiri dan refleksi
mengurangi men-stereotype, namun masih belum dapat

melihat perbedaan individual


Transisi perkembangan yang signifikan yang ditandai oleh

peningkatan dalam mengambil suatu sudut pandangan


Perkembangan standar internal dan pilihan personal serta

tanggung jawab
Meningkatakan rasa individualistik dan kepekaan dari

ketidak cocokan dan empati


Apresiasi yang lebih besar terhadap perbedaan, empati dan

kebersamaan
Meningkatnya rasa menghormati kepada orang lain, pilihan

mereka, serta kebutuhan mereka akan kemandirian


Pemahaman yang lebih luas mengenai keterlibatan dan kerja

Terintegrasi (E9)

keras untuk pemenuhan kebutuhan sendiri


Individualistic, kemandirian, kesesuaian, dan aktualisasi diri
Beberapa individu mencapai tingkatan perkembangan sosialkognitif ini

Anda mungkin juga menyukai