PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dampak globalisasi dan kemajuan zaman telah memberikan
pengaruh terhadap dunia pendidikan. Persaingan dalam peningkatan
sumberdaya manusia membuat perguruan tinggi harus terus meningkatkan
kualitas pendidikannya. Sistem perencanaan metode pembelajaran yang
efektif akan dapat meningkatkan kualitas dan kompetensi mahasiswa. Oleh
karena itu suatu Perguruan Tinggi harus membekali peserta didiknya
dengan attitude, knowledge, skill dan insight sehingga dapat menciptakan
lulusan bidan yang berkualitas dan memiliki daya saing tinggi. Namun
selain di kampus, mahasiswa juga dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah
di milikinya di lahan praktik.
Belajar di lingkungan klinik memiliki banyak keunggulan.
Pembelajaran klinik berfokus pada masalah nyata dalam konteks praktik
professional. Peserta didik termotivasi oleh kesesuaian kompetensi yang
dilakukan melalui partisipasi aktif pembelajaran klinik; sedangkan
pemikiran, tindakan dan sikap profesional di perankan oleh pembimbing
klinik ( clinical instruction atau CI ). Lingkungan klinik merupakan wadah
bagi maahsiswa untuk belajar pemeriksaan fisik, argumentasi klinik,
pengambilan keputusan, empati, serta profesionalisme yang diajarkan dan
dipelajari sebagai satu kesatuan.
Pembelajaran Praktik Klinik adalah suatu proses transformasi
mahasiswa menjadi seorang bidan professional yang memberi kesempatan
mahasiswa untuk beradaptasi dengan perannya dengan perannya sebagai
bidan professional di situasi nyata pada pelayanan kesehalan klinik atau
komunitas (Nursalam & Ferry, 2009).
Tujuan dari praktik klinik selain menerapkan konsep adalah
diharapkan peserta didik lebih aktif dalam setiap tindakan sehingga
terampil dalam menggunakan teori dan tindakan. Hal lain yang menjadi
pencapaian di lahan klinik adalah kemampuan pengambilan keputusan
klinis yang mengintegrasikan teori, hukum, pengetahuan, prinsip dan
pemakaian keterampilan khusus. Di lahan klinik peserta didik juga dapat
bereksperimen dengan menggunakan konsep dan teori untuk praktik,
menyelesaikan masalah dan mengembangkan bentuk perawatan baru
(Nursalam & Ferry, 2008).
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan supervise?
2. Apa yang dimaksud dengan conference?
3. Apa yang dimaksud dengan bed site teaching?
4. Apa yang dimaksud dengan ronde keperawatan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu supervise.
2. Untuk mengetahui apa itu conference.
3. Untuk mengetahui apa itu bed site teaching.
4. Untuk mengetahui apa itu ronde keperawatan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Supervisi
1. Konsep Supervisi Klinik
Supervisi klinik, mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh
Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richarct Weller di
Universitas Harvard pada akhir dasa warsa lima puluh tahun dan awal
dasawarsa enam puluhan (Krajewski) 1982). Ada dua asumsi yang
mendasari praktek supervisi klinik. Pertama, pengajaran merupakan
aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan
analisis secara berhati-hati melalui pengamatan dan analisis ini,
supervisor pengajaran akan mudah mengembangkan kemampuan guru
mengelola proses pembelajaran. Kedua,guru-guru yang profesionalnya
ingin dikembangkan lebih menghendaki cara yang kolegial daripada cara
yang outoritarian (Sergiovanni, 1987).
Pada mulanya, supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model
atau pendekatan dalam melakukan supervisi pengajaran terhadap calon
guru yang sedang berpraktek mengajar. Dalam supervisi ini ditekanannya
pada klinik, yang diwujudkan adalah bentuk hubungan tatap muka antara
supervisor dan calon guru yang sedang berpraktek, Cogan (1973)
mendefinisikan supervisi klinik sebagai berikut :
The rational and practice designed to improve the
teacher’supervisi classroom performance. It takes its principal data from
the events of the classroom. The analysis of these data and the
relationships between teacher and supervisor from the basis of the
program, procedures, and strategies designed to improve the
student’supervisi learning by improving the teacher’supervisi classroom
behavior (Cogan 1973, halaman 54).
Sesuai dengan pendapat Cogan ini, supervisi klinik pada dasarnya
merupakan pembinaan performansi guru mengelola proses belajar
mengajar. Pelaksanaannya didesain dengan praktis secara rasional. Baik
desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis data
3
mengenai kegiatan-kegiatandi kelas. Data dan hubungan antara guru dan
supervisor merupakan dasar program prosedur, dan strategi pembinaan
perilaku mengajar guru dalam mengembangkan belajar murid-murid.
Cogan sendiri menekankan aspek supervisi klinik pada lima hal, yaitu (1)
prosessupervisi klinik, (2) interaksi antara calon guru dan murid, (3)
performansi calon guru dalam mengajar, (4) hubungan calon guru dengan
supervisor, dan (5) analisis data berdasarkan peristiwa aktual di kelas.
4
Demikianlah sekilas konsep spuervisi klinik bila disimpulkan, maka
karakteristik supervisi klinik sebagai berikut ; supervisi klinik berlangsung
dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan guru, tujuan
supervisi klinik itu adalah untuk pengembangan profesional guru.
Kegiatan supervisi klinik ditekankan pada aspek-aspek yang menjadi
perhatian guru serta observasi kegiatan pengajaran di kelas, observasi
harus dilakukan secara cermat dan mendetail, analisis terhadap hasil
observasi harus dilakukan bersama antara supervisor dan guru dan
hubungan antara supervisor dan guru harus bersifat kolegial bukan
autoritarian.
5
e. Supervisi klinis merupakan suatu proses memberi dan menerima informasi
yang dinamis dimana supervisor dan guru merupakan teman sejawat
didalam mencari pengertian bersama mengenai proses pendidikan.
f. Proses supervisi klinis terutama berpusat pada interaksi verbal mengenai
analisis jalannya pelajaran.
g. Setiap guru mempunyai kebebasan maupun tanggung jawab untuk
mengemukakan pokok-pokok persoalan, menganalisis cara mengajarnya
sendiri dan mengembangkan gaya mengajarnya.
Supervisor mempunyai kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis
dan mengevaluasi cara supervisi yang dilakukannya dengan cara yang
sama seperti ketika ia menganalisis dan mengevaluasi cara mengjar guru
6
Menurut Mosher dan Purpel (1972) ada tiga aktivitas dalam proses
supervisi klinik, yaitu (1) tahap perencanaan, (2) tahap observasi, dan (3)
tahap evaluasi dan analisis.
Menurut Oliva (1984) ada tiga aktivitas esensial dalam proses
supervisi klinik, yaitu (1) kontak dan komunikasi dengan guru untuk
merencanakan observasi kelas (2) observasi kelas, dan (3) tindak lanjut
observasi kelas.
Sedangkan menurut Goldhammer, Anderson, dan Krajewski
(1981) ada lima kegiatan dalam proses supervisi klinik, yang disebutnya
dengan sequence of supervision, yaitu (1) pertemuan sebelum observasi
(2) observasi, (3) analisis dan strategi, (4) pertemuan supervisi, dan (5)
analisis sesudah pertemuan supervisi.
7
observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil akhir pertemuan awal ini
adalah kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dan guru. Tujuan
ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan awal ini tercipta kerja sama,
hubungan kemanusian dan komunikasi yang baik antara supervisor
dengan guru. Selanjutnya kualitas hubngan yang baik antara supervisor
dan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan tahap
berikutnya dalam proses supervisi klinik. Oleh sebab itu para teoritisi
banyak menyarankan agar pertemuan awal ini, dilaksanakan secara
rileks dan terbuka. Perlu sekali diciptakan kepercayaan guru terhadap
supervisor, sebab kepercayaan ini akan mempengaruhi efektivitas
pelaksanaan pertemuan awal ini. Kepercayaan ini berkenaan dengan
kenyakinan guru bahwa supervisor memperhatikan minat atau
perhatian guru.
Pertemuan pendahuluan ini tidak membutuhkan waktu yang
lama. Dalam pertemuan awal ini supervisor bisa menggunakan waktu
20 sampai 30 menit, kecuali jika guru mempunyai permasalahan
khusus yang membutuhkan diskusi panjang. Pertemuan ini sebaiknya
dilaksanakan di satu ruangan yang netral, misalnya kafetaria, atau bisa
juga di kelas. Pertemuan di ruang kepala sekolah atau supervisor
kemungkinannya akan membuat guru menjadi tidak bebas. Secara
teknis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pertemuan
awal ini, yaitu (1) menciptakan suasana yang akrab dan terbuka, (2)
mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dikembangkan guru dalam
pengajaran. (3) menerjemahkan perhatian guru ke dalam tingkah laku
yang bisa diamati, (4) mengidentifikasi prosedur untuk memperbaiki
pengajaran guru, (5) membantu guru memperbaiki tujuannya sendiri
(6) menetapkan waktu observasi kelas, (7) menyeleksi instrumen
observasi kelas, dan (8) memperjelas konteks pengajaran dengan
melihat data yang akan direkam.
Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu
agenda yag harus dihasilkan pada akhir pertemuan awal. Agenda
tersebut adalah :
8
a. Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru
tentang apa saja yang akan diobservasi.
1) Tujuan instruksional umum dan khusus pengajaran
2) Hubungan tujuan pengajaran dengan keseluruhan program
pengajaran yang diimplementasikan.
3) Aktivitas yang akan diobservasi
4) Kemungkinan perubahan formal aktivitas, sistem, dan unsur-
unsur lain berdasarkan persetujuan interaktif antara supervisor
dan guru.
5) Deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang
balikannya diinginkan guru.
b. Menetapkan mekanisme atau aturan-aturan observasi meliputi :
1) Waktu (jadwal) observasi
2) Lamanya observasi
3) Tempat observasi
c. Menetapkan rencana spesifik untuk melaksanakan observasi
meliputi:
1) Dimana supervisor akan duduk selama observasi
2) Akankah supervisor menjelaskan kepada murid-murid
mengenai tujuan observasinya jika demikian, kapan sebelum
ataukah setelah pelajaran.
3) Akankah supervisor mencari satu tindakan khusus.
4) Akankah supervisor berinteraksi dengan murid-murid
5) Perlukah adanya material atau persiapan khusus
6) Bagaimanakah supervisor akan mengakhiri observasi
9
sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada
waktu mengadakan pertemuan awal.
Observasi mengajar, mungkin akan terasa sangat kompleks dan
sulit, dan tidak jarang adanya supervisor yang mengalami kesulitan.
Dengan demikian supervisor dituntut untuk menggunakan bermacam-
macam ketrampilan. Menurut Daresh (1989) ada dua aspek yang harus
diputuskan dan dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan sesudah
melaksanakan observasi mengajar, yaitu menentukan aspek-aspek
yang akan diobservasi mengajar dan bagaimana cara
mengobservasinta.Aspek-aspek yang akan diobservasi harus sesuai
dengan hasil diskusi antara supervisor dan guru pada waktu pertemuan
awal. Aliva (1984) menegaskan sebagai berikut :
If we follow through with the cycle of clinical supervisor the
teacher and supervisor in the preobservation conference have decided
on the specific behaviors of teacher and students which the supervisor
will observe. The supervisor concentrates on the presence or absence
of the spesific behaviors (Oliva : 1984, halaman 502).
Sedangkan mengenaibagaimana mengobservasi juga perlu
mendapatkan perhatian. Maksud baik supervisi akan tidak berarti
apabila usaha-usaha observasi tidak bisa memperoleh data yang
seharusnya diperoleh. Tujuan utama pengumpulan data adalah untuk
memperoleh informasi yang nantinya akan digunakan untuk
mengadakan tukar pikiran dengan guru setelah observasi aktivitas yang
telah dilakukan di kelas. Di sinilah letak pentingnya teknik dan
instrumen oberservasi yang bisa digunakan untuk mengobservasi guru
mengelola proses belajar mengajar.
Sehubungan dengan teknik dan instrumen ini, sebenarnya pada
peneliti telah banyak yang mengembangkan bermacam-macam teknik
yang bisa digunakan dalam mengobservasi pengajaran. Acheson dan
Gall (1987) mereview beberapa teknik dan mengajurkan kita untuk
menggunakannya dalam proses supervisi klinis beberapa teknik
tersebut adalah sebagai berikut:
10
a. Selective verbatim
Di sini supervisor membuat semacam rekaman tertulis, yang bisa
dibuat dengan a verbatim transcript. Sudah barang tentu tidak semua
kejadian verbal harus direkam dan sesuai dengan kesepakatan bersama
antara supervisor dan guru pada pertemuan awal, hanya kejadian-
kejadian tertentu yang harus direkam secara selektif. Transkrip ini bisa
ditulis langsung berdasarkan pengamatan dan bisa juga menyalin dari
apa yang direkam terlebih dahulu melalui tape recorder.
b. Rekaman observasional berupa a seating chart
Di sini, supervisor mendokumentasikan perilaku-perilaku murid-murid
sebagaimana mereka berinteraksi dengan seorang guru selama
pengajaran berlangsung. Seluruh kompleksitas perilaku dan interaksi
di deskripsikan secara bergambar. Melalui penggunaan a seating chart
ini, supervisor bisa mendokumentasikan secara grafis interaksi guru
dengan murid-murid dengan murid. Sehingga dengan mudah diketahui
apakah guru hanya berinteraksi dengan semua murid atau hanya
dengan sebagian murid, apakah semua murid atau hanya sebagian
murid yang terlibat proses belajar mengajar.
c. Wide-lens techniques
Di sini supervisor membuat catatan yang lengkap mengenai kejadian-
kejadian di kelas dan cerita yang panjang lebar. Teknik ini bisa juga
disebut dengan anecdotal record.
d. Checkliss and timeline coding
Di sini supervisor mengobservasi dan mengumpulkan data perilaku
belajar mengajar.Perilaku pembelajaran ini sebelumnya telah
diklasifikasi atau dikategorikan. Contoh yang paling baik prosedur ini
dalam observasi supervisi klinik adalah skala analisis interaksi
Flanders (Flanders; 1970). Dalam analisis ini, aktivitas kelas
diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu pembicaraan guru,
pembicaraan murid dan tidak ada pembicaraan (silence), Tabel 4.1
merupakan satu contoh analisis interaksi Flanders.
Tabel 4.1 Kategori Analisis Interaksi Franders
11
Guru Respons 1. Perasaab menerima. Menerima dan
Berbicara mengklasifikasi sikap/perasaan murid
dalam cara yang tidak menakutkan.
Perasaan ini bisa positif atau negatif.
2. Penghargaan dan dorongan. Penghargaan
dan dorongan terhadap murid, misalnya
dengan mengatakan “um hmm” atau
teruskan. Ini merupakan upaya untuk
menghin dari ketegangan
3. Menerima atau menggunakan ide murid.
Menjawab pembicaraan murid.
Mengklasifikasi, membangun, atau
mengajukan pertanyaan berdasarkan ide-
ide murid.
4. Bertanya. Bertanya tentang isi dan
prosedur, berdasarkan ide guru, dengan
maksud murid akan menjawabnya.
Inisiasi 5. Berceramah. Mengemukakan fakta atau
opini tentang isi atau prosedur :
mengekspresikan idenya sendiri,
memberikan penjelasan sendiri
6. Memberikan petunjuk. Memberi
petunjuk, komando, perintah, dimana
murid melakukan
7. Mengkritik. Mengemukakan sesuatu
untuk mengubah perilaku murid murid
dari pola yang tak diterima menjadi pola
yang diterima.
Respons 8. Murid berbicara-merespons. Murid
berbicara untuk merespons kontak guru
yang situasinya terbatas
9. Murid berbicara-inisiasi. Murid
12
mengemukakan idenya baik secara
spontan maupun dalam sosialisasi guru.
Kebebasan mengembangkan opini
pemikiran , berjalan diluar struktur yang
ada
Inisiasi 10. Kesunyian atau kebingungan. Istirahat,
kesunyian sebentar, kebingungan karena
komunikasi tidak bisa dimengerti
pengamat.
Sumber : Acheson, K.A dan Gall, M.D1987. Techniques in the the
clinical supervision of the Teachers. White Plains, N.Y., Longman
13
terjadi justru sebaliknya. Dan banyak hal, supervisor hanya belajar satu
teknik observasi yang disukainya, misalnya teknik analisis Interaksi
Flanders, dan menggunakannya setiap teknik memiliki kelebihan dan
kekurangan. Akan tetapi kelebihan-kelebihan setiap teknik dengan
cepat akan hilang apabila supervisor lebih berwawasan terhadap hanya
satu teknik yang dipahami dan disukai dengan tidak mengikuti
perhatian pengajaran guru.
14
melakukan supervisi terhadap dirinya sendiri, dan (5) guru busa diberi
pengetahuan tambahan untuk meningkatkan tingkat analisis
profesional diri pada masa yang akan datang.
15
Apabila dalam kegiatan observasi supervisor merekam proses
belajar mengajar dengan alat elektronik, misalnya dengan
menggunakan alat syuting, maka sebaiknya hasil rekaman ini
dipertontonkan kepada guru sehingga ia dengan bebas melihat dan
menafsirkannya sendiri.
d. Supervisor menanyakan perasaannya setelah menganalisis target
keterampilan dan perhatian utamanya.
e. Menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya selama
proses supervisi klinik. Disini supervisi memberikan kesempatan
kepada guru untuk menyimpulkan target keterampilan dan
perhatian utamanya yang telah dicapai selama proses supervisi
klinis.
f. Mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan berikut
sekaligus menetapkan rencana berikutnya.
Demikian tiga pokok dalam proses supervisi klinik. Ketiga tahap ini
sebenarnya berbentuk siklus, yaitu tahap pertemuan awal, tahap
observasi mengajar, dan tahap pertemuan balikan. Rincian ketiga tahap
ini telah dibahas di muka, dan terangkum dalam gambar 6.1 berikut
ini.
16
Tahap Pertemuan Awal Tahap Observasi Mengajar
17
diperlukan kesediaan supervisor dan guru untuk meluangkan
waktunya. Setiap pelaksanaan supervisi klinik akan memerlukan waktu
yang lama.
B. Conference
1. Pengertian Conference
Konferens adalah langkah awal yang harus dilakukan oleh
instruktur klinis dalam memberikan pengarahan dan bimbingan
terhadap mahasiswa. Dalam konferens instruktur klinis memberikan
pengarahan terhadap mahasiswa yang akan melakukan pelayanan
kesehatan. Sehingga para mahasiswa mendapatkan pengertian akan
apa yang akan dilakukan setelah berada di tempat pasien.
a) Pre conference
Pre-konferens merupakan tahapan sebelum melakukan konferens
yang akan dilakukan oleh para instruktur klinis dimana akan
dijelaskan apa yang akan dilakukan oleh setiap mahasiswa sebelum
melakukan tindakan keperawatan. Sedangkan dalam Pre-konferens
para instruktur klinis harus sudah menyiapkan apa yang akan
dibahas dalam konferens sehingga tidak banyak waktu yang
terbuang.
b) Post conference
Pos konferens adalah fase dimana dari hasil pembahasan di buat
evaluasi. Setiap mahasiswa harus mampu melakukan evaluasi dari
setiap konferens yang sudah dilaksanakan sehingga mahasiswa
tahu apa yang harus dilakukan berikutnya. Pembahasan yang sudah
dibuat akan menjadi acuan untuk bisa berpartisipasi dalam
menyelesaikan masalah yang timbul dari setiap tindakan selama
berpraktek.
18
Mendiskusikan rencana belajar mengacu pada kontrak belajar
yang telah dibuat peserta didik.
Mengkaji kesiapan diri peserta didik untuk melaksanakan
praktik seperti pemahaman konsep, sikap dan kondisi
psikologis.
Mengidentifikasi kasus sesuai kebutuhan belajar dalam kontrak
belajar.
b) Post conference
Pembimbing bersama peserta didik mendiskusikan kegiatan
belajar yang telah dilakukan. Pembimbing meminta agar setiap
mahasiswa menceritakan kegiatan yang telah dilakukan.
Memberikan penguat terhadap keberhasilan yang telah
diperoleh. Peserta diminta untuk mengevaluasi sendiri proses
belajar yang telah dilakukan.
Secara bersama sama menilai pencapaian tujuan belajar /
kompetensi. Peserta didik diminta menilai sendiri pencapaian
tujuan belajar / kompetensinya dan merumuskan tindak lanjut
untuk merumuskan kegiatan belajar berikutnya.
Instruktur menandatangani pencapaian kompetensi dalam buku
pencapaian ketrampilan yang telah menunjukkan
kemampuannya dalam pencapaian kompetensi tertentu.
3. Pelaksanaan converence
a. Memeriksa kelengkapan peralatan converence
b. Memastikan semua peralatan berfungsi dengan baik.
c. Memastikan semua pengisi acara conference hadir
d. Menyambut peserta yang datang, bisa dengan mengisi daftar hadir
e. Menempatka minimal satu panitia di setiap sesi
f. Mencatat notulensi di setiap sesi
19
C. Bed Side Teaching
1. Pengertian
Bedside teaching adalah pembelajaran yang dilakukan langsung di
depan pasien. Dengan metode bedside teaching mahasiswa dapat
menerapkan ilmu pengetahuan, melaksanakan kemampuan
komunikasi, keterampilan klinik dan profesionalisme, menemukan seni
pengobatan, mempelajari bagaimana tingkah laku dan pendekatan
dokter kepada pasien.
Bedside teaching merupakan pembelajaran kontekstual dan
interaktif yang mendekatkan pembelajaran pada real clinical
setting. Bedside teaching merupakan metode pembelajaran yang
peserta didiknya mengaplikasikan kemampuan kognitif, psikomotor
dan afektif secara terintegrasi. Sementara itu, dosen bertindak sebagai
fasilitator dan mitra pembelajaran yang siap untuk memberikan
bimbingan dan umpan balik kepada peserta didik. Di dalam
proses bedside teaching diperlukan kearifan fasilitator tentang
kemungkinan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan sebagai akibat
dari interaksi antara peserta didik (mahasiswa kesehatan) dan pasien.
20
4. Pelaksanaan bed side teaching
a. Membuat peraturan dasar
Pastikan setiap orang tahu apa yang diharapkan dari mereka.
Mencakup etika.
Batasi interupsi jika mungkin.
Batasi penggunaan istilah kedokteran saat di depan pasien.
b. Perkenalan
Perkenalkan seluruh anggota tim.
Jelaskan maksud kunjungan.
Biarkan pasien menolak dengan sopan.
Anggota keluarga diperkenankan boleh berada dalam ruangan
jika pasien mengizinkan.
Jelaskan pada pasien atau keluarga bahwa banyak yang
akandidiskusikan, mungkin tidak diterapkan langsung pada
pasien.
Undang partisipasi pasien dan keluarga.
Posisikan pasien sewajarnya posisi tim di sekitar tempat tidur.
c. Anamnesa
Hindari pertanyaan tentang jenis kelamin atau ras.
Hindari duduk di atas tempat tidur pasien.
Izinkan interupsi oleh pasien dan pelajar untuk menyoroti hal
penting atau untuk memperjelas.
Jangan mempermalukan dokter yang merawat pasien.
d. Pemeriksaan fisik
Minta pelajar untuk memeriksa pasien.
Izinkan pasien untuk berpartisipasi(mendengarkan
bising, meraba hepar, dll).
Minta tim untuk mendemonstrasikan teknik yang tepat.
Berikan beberapa waktu agar pelajar dapat menilai hasil
pemeriksaan yang baru pertama kali ditemukan.
e. Pemeriksaan Penunjang
Jika mungkin tetap berada disamping tempat tidur.
21
Rongent, ECG bila mungkin.
Izinkan pasien untuk meninjau ulang dan berpartisipasi.
f. Diskusi
Ingatkan pasien bahwa tidak semua yang didiskusikan akan
dilaksanakan, biarkan pasien tahu kapan itu biasa dilaksanakan.
Hati-hati memberikan pertanyaan yang tidak dapat dijawab
kepada mahasiswa yang merawat pasien.
Berikan pertanyaan pertama kali pada tim yang paling junior.
“Saya tidak tahu” adalah jawaban yang tepat, setelah itu
gunakan kesempatan untuk mencari jawaban.
Hindari bicara yang tidak perlu.
Izinkan pasien untuk bertanya sebelum meninggalkan tempat
tidur.
Minta pasien untuk menanggapi bedside teaching yang telah
dilakukan.
Ucapkan terima kasih pada pasien.
22
- Pasien salah pengertian dalam diskusi
- Pasien tidak terbuka
- Pasien tidak koorportf atau marah
D. Ronde keperawatan
23
b. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan
yang berasal dari masalah klien.
c. Meningkatkan validitas data klien.
d. Menilai kemampuan justifikasi.
e. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja.
f. Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana
perawatan.
4. Tipe Ronde
Tipe ronde keperawatan dikenal dlm studi kepustakaan.
Diantaranya ialah menurut Close & Castledine (2005) ada empat tipe
ronde yaitu matrons’ rounds, nurse management rounds, patient
comfort rounds & teaching nurse.
a. Matron nurse menurut Close & Castledine (2005) seorang perawat
berkeliling ke ruangan-ruangan, menanyakan keadann pasien
sesuai jadwal rondenya. Yg dikerjakan perawat ronde ini ialah
memeriksa standart pelayanan, kebersihan & kerapihan, & menilai
penampilan & kemajuan perawat dlm memberikan pelayanan pada
pasien.
b. Nurse management rounds menurut Close & Castledine (2005)
ronde ini ialah ronde manajerial yg melihat pada rencana
pengobatan & implementasi pada sekelompok pasien. Buat melihat
prioritas tindakan yg sudah dikerjakan serta melibatkan pasien &
keluarga pada proses interaksi. Pada ronde ini tak terjadi proses
pembelajaran antara perawat & head nurse.
c. Patient comport nurse menurut Close & Castledine (2005) ronde
disini berfokus pada kebutuhan utama yg dibutuhkan pasien di
rumah sakit. Fungsi perawat dlm ronde ini ialah mencukupi semua
kebutuhan pasien. Misalnya ketika ronde dikerjakan dimalam hari,
perawat menyiapkan tempat tidur buat pasien tidur.
d. Teaching rounds menurut Close & Castledine (2005) dikerjakan
antara teacher nurse dgn perawat / mahasiswa perawat, dimana
24
terjadi proses pembelajaran. Teknik ronde ini biasa dikerjakan
karena perawat / mahasiswa perawat.Dgn pembelajaran langsung.
Perawat / mahasiswa bisa langsung mengaplikasikan ilmu yg
didapat langsung pada pasien.
Daniel (2004) walking round yg tersusun dari nursing round,
physician-nurse rounds / interdisciplinary rounds. Nursing rounds
ialah ronde yg dikerjakan antara perawat dgn perawat. Physician-
nurse ialah ronde pada pasien yg dikerjakan karena dokter dgn
perawat, sedangkan interdisciplinary rounds ialah ronde pada
pasien yg dikerjakan karena aneka macam tenaga kesehatan
meliputi dokter, perawat, ahli gizi serta fisioterapi, dsb.
25
o Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut.
o Pemberian justifikasi karena perawat primer/ perawat konselor/
kepala ruangan tentang kasus klien serta tindakan yang mau
dikerjakan.
o Tindakan keperawatan pada kasus prioritas yg sudah & yg mau
ditetapkan.
c. Pasca Ronde
Mendiskusikan hasil temuan & tindakan pada klien tersebut serta
menetapkan tindakan yg butuh dikerjakan.
26
rencana askep, Menaikkan kemampuan justifikasi,
Menaikkan kemampuan menilai hasil kerja.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini kita bisa mengetahui apa itu :
a. supervisi klinik
pada dasarnya merupakan pembinaan performansi guru
mengelola proses belajar mengajar.
b. Konferens
langkah awal yang harus dilakukan oleh instruktur klinis dalam
memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap mahasiswa.
c. Bed site teaching
Bedside teaching adalah pembelajaran yang dilakukan langsung
di depan pasien
d. Ronde keperawatan
suatu metode pembelajaran klinik yang memungkinkan peserta
didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan teoritis ke
dalam peraktik keperawatan secara langsung.
28
DAFTAR PUSTAKA
29