Cover judul
Oleh :
TITIK HARYANTI
NIM : P1337424419180
Cogan, Robert Goldhammer, dan Richarct Weller di Universitas Harvard pada akhir dasa
warsa lima puluh tahun dan awal dasawarsa enam puluhan (Krajewski) 1982). Ada dua
asumsi yang mendasari supervisi praktek klinik. Pertama, pengajaran merupakan aktivitas
yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara berhati-hari melalui
ingin dikembangkan lebih menghendaki cara yang kolegial daripada cara yang outoritarian
(Sergiovanni, 1987).
Pada mulanya, supervisi Praktek klinik dirancang sebagai salah satu model atau
berpraktek. Dalam supervisi ini ditekanannya pada klinik, yang diwujudkan adalah bentuk
hubungan tatap muka antara dosen dan mahasiswa yang sedang berpraktek, Cogan (1973)
The rational and practice designed to improve the teacher’supervisi classroom performance.
It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these data and the
relationships between teacher and supervisor from the basis of the program, procedures, and
dengan praktis secara rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar
analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru dan
supervisor merupakan dasar program prosedur, dan strategi pembinaan perilaku mengajar
Tujuan supervisi klinik adalah untuk membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang
tidak atau kurang efektif. Menurut Sergiovanni (1987) ada dua sasaran supervisi klinik, yang
menurut penulis merefleksi multi tujuan supervisi klinik, yang menurut penulis merefleksi
multi tujuan supervisi pengajaran, khususnya pengembangan profesional dan motivasi kerja
mahasiswa, sebagaimana telah dikemukakan dalam bab I. Di satu sisi, supervisi klinik
dilakukan untuk membangun motivasi dan komitmen kerja guru. Di sisi lain, supervisi klinik
dilakukan untuk menyediakan pengembangan staf bagi guru. Sedangkan menurut dua orang
teoritisi lainnya, yaitu Acheson dan Gall (1987) tujuan supervisi praktek klinik adalah
meningkatkan pengajaran guru dikelas. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih
1. Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap mahasiswa , mengenai pengajaran yang
dilaksanakannya.
diberikan
yang berkesinambungan.
supervisi klinik sebagai berikut ; supervisi klinik berlangsung dalam bentuk hubungan tatap
muka antara supervisor dan mahasiswa, tujuan supervisi klinik itu adalah untuk
yang menjadi perhatian mahasiswa serta observasi kegiatan pengajaran di kelas, observasi
harus dilakukan secara cermat dan mendetail, analisis terhadap hasil observasi harus
dilakukan bersama antara supervisor dan mahsiswa dan hubungan antara supervisor dan
Sejak supervisi klinik diperkenalkan dan dikembangkan pada akhir dasawarsa lima
puluhan dan awal dasawarsa lima puluhan dan awal dasawarsa enam puluhan, penelitian
tentang efektivitas klinik dalam Supervisi praktek Klinik belum dilaksanakan secara luas dan
mendalam. Bahkan keberadaannya selama lima belas tahun supervisi klinik lebih bersifat
(Krajewski 1982). Namun ini telah banyak dipraktikkan supervisi klinik dan penelitian
dalam supervisi klinik menemukan bahwa melalui supervisi klinik supervisor dapat
dilakukan oleh Amidon, Shinn, dan Marthin yang bertujuan menjaring informasi mengenai
sikap mahasiswa dan supervisor terhadap supervisi klinik. Hasil ketiga penelitian ini
dilaporkan atau diinformasikan oleh Acheson dan Gall (1980) sebagai berikut. Blumberg dan
Amidon menemukan bahwa para mahasiswa lebih menyukai dan menghargai penerapan
komunikasi tidak langsung yang merupakan unsur penting dalam supervisi klinik yang
bergaya tidak langsung pula. Berdasarkan penelitiannya, Shinn menemukan dua kesimpulan
mengenai supervisi klinik, yaitu ; para mahasiswa banyak yang mengatakan bahwa teknik
supervisi klinik yang sangat bermanfaat, dan para mahasiswa lebih menyukai supervisi klinik
Sedangkan hasil penelitian Marthin menyatakan bahwa para mahasiswa bisa menerima
supervisi klinik sebagai satu pendekatan pembinaan . Ia menemukan bahwa kelompok yang
telah ditatar bisa menerima maksud evaluasi tahunan yang bertujuan memperbaiki pekerjaan
para mahasiswa itu sendiri dan sebagai promosi jabatan atau pertimbangan lain yang
Dalam proses supervisi kilinik selalu terdapat kegiatan yang disebut dengan istilah post
conference, lakukan setelah dilakukan observasi kelas. Di sini supervisor bersama mahasiswa
kegiatannya mengelola proses belajar mengajar. Tuckman dan Yates (1980) pernah
keterampilan mahasiswa. Dalam penelitian ini subyek dibagi dua kelompok, yaitu kelompok
eksperiman yang diberikan perlakukan berupa balikan dan kelompok kontrol yang tidak
B. Langkah-langkah Supervisi Klinik
Penjelasan konsep supervisi klinik dan beberapa hasil penelitian tentang keefektifannya
membawa kita untuk menyakini betapa pentingnya supervisi klinik sebagai satu pendekatan
berusaha untuk menerapkannya bagi guru-guru yang menjadi kawasan tanggung jawabnya.
Menurut Cogan (1973) ada delapan kegitan dalam supervisi klinik yang dinamainya
dengan siklus supervisi klinik. Di sini istilah siklus mengandung dua pengertian pertama.,
prosedur supervisi klinik terdiri dari sejumlah tahapan yang merupakan proses yang
berkesinambungan. Kedua, hasil pertemuan tahap akhir menjadi masukan untuk tahap
pertama pada siklus berikutnya. Kedelapan tahap yang dikemukakan oleh Cogan adalah
sebagai berikut
Menurut Mosher dan Purpel (1972) ada tiga aktivitas dalam proses supervisui klinik,
yaitu
(1) kontak dan komunikasi dengan guru untuk merencanakan observasi kelas
(3) tindak lanjut observasi kelas. Sedangkan menurut Goldhammer, Anderson, dan
Krajewski (1981) ada lima kegiatan dalam proses supervisi klinik, yang disebutnya dengan
(2) observasi,
Demikianlah, walaupun berbeda deskripsi pada para teriotisi di atas tentang langkah-
langkah proses supervisi klinik, sebenarnya langkah-langkah ini bisa dikembalikan pada tiga
(3) tahap pertemuan balikan. Dalam buku ajar sederhana ini penulis lebih cenderung
membagi siklus supervisi klinik menajdi tiga tahap juga sebagaimana tersebut di atas.
Deskripsi demikian juga dikemukakan oleh Acheson dan Gall (1987), Alexander Mackie
Tahap pertama dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan awal
tidak ada tahap yang lebih penting daripada tahap pertemuan awal ini.
Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan, bersama antara
supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil akhir
pertemuan awal ini adalah kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dan mahasiswa.
Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan awal ini tercipta kerja sama, hubungan
kemanusian dan komunikasi yang baik antara supervisor dengan mahasiswa. Selanjutnya
kualitas hubungan yang baik antara supervisor dan mahasiswa memiliki pengaruh signifikan
terhadap kesuksesan tahap berikutnya dalam proses supervisi klinik. Oleh sebab itu para
teoritisi banyak menyarankan agar pertemuan awal ini, dilaksanakan secara rileks dan
Pertemuan pendahuluan ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Dalam pertemuan
awal ini supervisor bisa menggunakan waktu 20 sampai 30 menit, kecuali jika siswa
sebaiknya dilaksanakan di satu ruangan yang netral, misalnya kafetaria, atau bisa juga di
kelas. Pertemuan di ruang praktek atau supervisor kemungkinannya akan membuat siswa
menjadi tidak bebas. Secara teknis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam
(3) menerjemahkan perhatian siswa ke dalam tingkah laku yang bisa diamati,
(4) mengidentifikasi prosedur untuk memperbaiki praktek siswa,
(8) memperjelas kontek praktek dengan melihat data yang akan direkam.
Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu agenda yag harus
a. Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan siswa tentang apa saja yang akan
diobservasi.
diimplementasikan.
2) Lamanya observasi
3) Tempat observasi
2) Akankah supervisor menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan observasinya jika demikian,
Proses pembelajaran klinis menekankan pada integrasi antara ilmu teoritis dan
praktek, serta sintesis untuk dapat menemukan alternatif pemecahan permasalahan dari
proses bimbingan yang optimal. Dalam tulisan ini dibahas model-model bimbingan yang
diterapkan diberbagai institusi pendidikan kedokteran dan kesehatan, serta dilakukan analisa
terhadap berbagai model tersebut untuk melihat model yang tepat diterapkan di institusi
Model supervisi, pembimbing adalah staf dari universitas (institusi pendidikan) dan
pembimbing tidak ikut melakukan pelayanan sehingga bimbingan tidak langsung pada saat
interaksi dengan pasien. Sebaliknya pada model preseptorsip, pembimbing adalah staf dari
rumah sakit atau staf yang juga bertugas di rumah sakit tersebut, sehingga bimbingan dapat
dilakukan dengan interaksi langsung dengan pasien dan saat memberikan penatalaksanaan.
model atau menerapkan dua model bimbingan atau lebih pada satu proses kepaniteraan
klinik. Dengan melihat apa yang telah diterapkan selama ini pada pendidikan kedokteran dan
kesehatan di Indonesia, maka penerepan model preseptorship merupakan model yang tepat
mencapai keterampilan tindakan asuhan kebidanan pada kasus nyata, kenyataan yang ada
terdapat kesenjangan antara nilai yang dicapai mahasiswa di lahan dengan nilai yang dicapai
pada ujian akhir program dan laporan pendahuluan kasus tidak sama dengan laporan asuhan
kebidanan yang tindakannya dilakukan oleh mahasiswa. Analisa Supervisi Klinik ini adalah
lahan praktik bersama pembimbing klinik, monitoring oleh pembimbing akademik, dan
guru memiliki peran yang sangat strategis, baik sebagai perencana pembelajaran, pelaksanaan
Materi ini menyajikan persoalan yang berkenaan dengan supervise klinis, mulai dari
pelaporan hasil supervise klinis. Penyajian materi dilakukan dengan menggunakan metode
ceramah berbantuan Laptop dan LCD, tanya jawab, dan simulasi. Adapun waktu yang
diperlukan untuk penyajian materi ini seluruhnya dibutuhkan sekira 4 jam pelajaran.
Tujuan akhir dari pemaparan materi ini, diharapkan para pengawas sebagai peserta
bimbingan teknis memiliki pemahaman tentang supervise klinis dan memperoleh gambaran
BAB II
MATERI INTI
Secara umum supervisi klinis diartikan sebagai bentuk bimbingan profesional yang diberikan
sistematis ini meliputi: perencanaan, observasi yang cermat atas pelaksanaan dan pengkajian
hasil observasi dengan segera dan obyektif tentang penampilan mengajarnya yang nyata.
(2) Siklus, yaitu serangkaian kegiatan yang merupakan daur ulang. Oleh karena itu makna
yang terkandung dalam istilah klinis merujuk pada unsur-unsur khusus, sebagai berikut:
b. Fungsi utama supervisor adalah mengajar keterampilan-keterampilan kepada siswa.
Pada sejumlah keterampilan mengajar yang mempunyai arti penting bagi pendidikan
Pada analisis yang konstruktif dan memberi penguatan (reinforcement) pada pola-pola
atau tingkah laku yang berhasil daripada “mencela” dan “menghukum” pola-pola tingkah
Didasarkan pada bukti pengamatan dan bukan atas keputusan penilaian yang tidak
d. Siklus dalam merencanakan, mengajar dan menganalisis merupakn suatu komunitas
e. Supervisi klinis merupakan suatu proses memberi dan menerima informasi yang
dinamis dimana supervisor dan guru merupakan teman sejawat didalam mencari pengertian
f. Proses supervisi klinis terutama berpusat pada interaksi verbal mengenai analisis
jalannya pelajaran.
g. Setiap guru mempunyai kebebasan maupun tanggung jawab untuk mengemukakan
mengajarnya.
h. Supervisor mempunyai kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis dan
mengevaluasi cara supervisi yang dilakukannya dengan cara yang sama seperti ketika ia
Secara skematik, perbedaan antara supervisi kelas dengan supervisi klinis sebagai berikut (La
1. Tujuan umum
Secara umum Supervisi klinis bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan
mengajar guru di kelas. Hubungan ini supervisi klinis merupakan kunci untuk meningkatkan
1. Tujuan khusus
1) Menyediakan suatu balikan yang objektif dalam kegiatan mengajar yang dilakuakan guru
pembelajaran.
4) Membantu guru mengembangkan diri secara terus menerus dalam karir dan profesi
Dalam supervisi klinis terdapat sejumlah prinsip umum yang menjadi landasan praktek,
antara lain:
1. Hubungan antara supervisor dengan guru adalah hubungan kolegial yang sederajat
dan bersifat interaktif. Hubungan semacam ini lebih dikenal sebagai hubungan antara
dialog professional yang interaktif dalam suasana yang intim dan terbuka. Isi dialog
pembelajaran.
2. Diskusi antara supervisor dan guru bersifat demokratis, baik pada perencanaan
pengajaran maupun pada pengkajian balikan dan tindak lanjut. Suasana demokratis itu
dapat terwujud jika kedua pihak dengan bebas mengemukakan pendapat dan tidak
pendapat yang dikemukakan didalam pertemuan tersebut dan pada akhirnya keputusan
3. Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru serta tetap berada
didalam kawasan (ruang lingkup) tingkah laku gurudalam mengajar secara aktual.
Dengan prinsip ini guru didorong untuk menganalisis kebutuhan dan aspirasinya didalam
didasarkan atas kontrak serta dilaksanakan dengan segera. Dari hasil analisis balikan
5. Mengutamakan prakarsa dan tanggung jawab guru baik pada tahap perencanaan,
mengalihkan sedini mungkin prakarsa dan tanggung jawab itu ke tangan guru diharapkan
pada gilirannya kelak guru akan tetap mengambil prakarsa untuk mengembangkan
dirinya.
Prinsip-prinsip supervisi klinis diatas membawa implikasi bagi kedua belah pihak (supervisor
dan guru).
Mau dan mampu memperlakukan guru sebagai kolega yang memerlukan bantuannya.
Perubahan sikap dari guru sebagai seseorang yang mampu mengambil prakarsa untuk
Prosedur supervisi klinis berlangsung dalam suatu proses berbentuk siklus, terdiri dari tiga
tahap yaitu: tahap pertemuan pendahuluan, tahap pengamatan dan tahap pertemuan balikan.
Dua dari tiga tahap tersebut memerlukan pertemuan antara guru dan supervisor, yaitu
Dalam tahap ini supervisor dan guru bersama-sama membicarakan rencana tentang materi
observasi yang akan dilaksanakan. Tahap ini memberikan kesempatan kepada guru dan
supervisor untuk mengidentifikasi perhatian utama guru, kemudian menterjemahkannya
kedalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati. Pada tahap ini dibicarakan dan ditentukan
pula jenis data mengajar yang akan diobservasi dan dicatat selama pelajaran berlangsung.
Suatu komunikasi yang efektif dan terbuka diperlukan dalam tahap ini guna mengikat
supervisor dan guru sebagai mitra didalam suasana kerja sama yang harmonis.
Secara teknis diperlukan lima langkah utama bagi terlaksananya pertemuan pendahuluan
1) Menciptakan suasana intim antara supervisor dengan guru sebelum langkah-langkah
selanjutnya dibicarakan.
3) Mengkaji ulang komponen keterampilan yang akan dilatihkan dan diamati.
4) Memilih atau mengembangkan suatu instrumen observasi yang akan dipakai untuk
5) Instrumen observasi yang dipilih atau yang dikembangkan dibicarakan bersama antara
Pada tahap ini guru melatih tingkah laku mengajar berdasarkan komponen keterampilan yang
telah disepakati dalam pertemuan pendahuluan. Di pihak lain supervisor mengamati dan
mencatat atau merekam tingkah laku guru ketika mengajar berdasarkan komponen
keterampilan yang diminta oleh guru untuk direkam. Supervisor dapat juga mengadakan
observasi dan mencatat tingkah laku siswa di kelas serta interaksi antara guru dan siswa.
pembaharuan pengajaran;
Memperoleh data atau informasi yang dapat digunakan dalam penyusunan program
Menumbuhkan kepercayaan diri pada guru untuk berbuat lebih baik; serta
proses belajar-mengajar.
Menciptakan situasi yang wajar, mengambil tempat didalam kelas yang tidak menjadi
pusat perhatian anak-anak, tidak mencampuri guru yang sedang mengajar, sikap waktu
Harus dapat membedakan mana yang penting untuk dicatat dan mana yang kurang
penting.
tentang rekaman observasi yang dibuat sebagai bahan dalam pembicaraan tahap ini. Dalam
hal ini supervisor harus mengusahakan data yang obyektif, menganalisis dan
menginterpretsikan secara koperatif dengan guru tentang apa yang telah berlangsung dalam
mengajar.
Setelah melakukan kunjuangan dan observasi kelas, maka supervisor seharusnya dapat
menganalisis data-data yang diperolehnya tersebut untuk diolah dan dikaji yang dapat
dijadikan pedoman dan rujukan pembinaan dan peningkatan guru-guru selanjutnya. Masalah-
masalah professional yang berhasil diidentifikasi selanjutnya perlu dikaji lebih lanjut dengan
maksud untuk memahami esensi masalah yang sesungguhnya dan faktor-faktor penyebabnya,
masalah yang mana yang dihadapi oleh kebanyakan guru di sekolah atau di wilayah itu.
Ketepatan dan kehati-hatian supervisor dalam menimbang suatu masalah akan berpengaruh
Dalam proses pengkajian terhadap berbagai cara pemecahan yang mungkin dilakukan, setiap
yang mungkin dihadapi. Alternatif pemecahan masalah yang terbaik adalah alternatif yang
paling mungkin dilakukan, dalam arti lebih banyak faktor-faktor pendukungnya dibandingkan
dengan kendala yang dihadapi. Disamping itu, alternatif pemecahan yang terbaik memiliki
nilai tambah yang paling besar bagi peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa.
(1) Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesan umum guru ketika ia mengajar serta
memberi penguatan.
utamanya.
(5) Menunjukan serta mengkaji bersama guru hasil observasi (Rekaman data).
(7) Menyimpulkan hasil dengan melihat apa yang sebenarnya merupakan keinginan atau
(8) Menentukan bersama-sama dan mendorong guru untuk merencanakan hal-hal yang perlu
seluruhan tahap didalam proses supervisi klinis dapat digambarkan dalam bagan siklus
– Refleksi
Laporan Hasil Pelaksanaan Supervisi ditujukan kepada pimpinan dan kepada orang yang
disupervisi. Kepada atasan atau pimpinan, laporan hasil supervisi dimaksudkan untuk
memberikan laporan mengenai temuan-temuan yang diperoleh dari kegiatan supervisi dan
selanjutnya dijadikan bahan untuk melakukan pembinaan kompetensi profesional bagi orang
yang disupervisi.
Laporan untuk pihak yang disupervisi dimaksudkan sebagai balikan dalam upaya
menyadarkan posisi kinerja dan meningkatkan kompetensi profesionalnya. Oleh karena itu,
bahasa yang digunakan dalam laporan supervisi untuk pihak yang disupervisi perlu
memperhatikan aspek-aspek psikologis, fisiologis, latar belakang pendidikan, masa kerja dan
aspek lainnya yang berhubungan dengan harga dari pihak yang disupervisi.
C. PENUTUP
Supervisi klinis akan terjadi jika hubungan kolegial antara pengawas dan guru telah terjalin
dengan baik. Tanpa prasyarat tersebut guru akan segan untuk meminta pengawas untuk
melakukan supervise klinis terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi guru dalam
pembelajaran.
Selain itu, keberhasilan supervise klinis juga akan sangat tergantung kepada sejauhmana
pengawas.
D. DAFTAR PUSTAKA
Glickman, C.D. (1985). Supervision of Intruction. Boston: Allyn and Bacon Inc.
Lovell, J.T. and Wiles, K. (1983). Supervision for Better Schools (Fifth Edition). New Jersey:
Nana Sudjana. (1988). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Sahertian, P.A. (2000). Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka
Sutisna, Oteng. (1993). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional.
Bandung: Angkasa.
Satori, Djam’an. (1989). Pengembangan Model Supervisi Sekolah Dasar (Penelitian terhadap
Sulu Lipu La Sulo. (1998). Supervisi Klinis Pendekatan Bimbingan dalam Penyelenggaraan
Wiles, J. and Bondi, J. (1980). Supervision: A Guide to Practic. Sydney: Charles E. Merril
Publishing Company.
LAMPIRAN
1. Dasar Pemikiran
pembelajaran)
1. Tujuan Supervisi
1. Manfaat
1. Metode
1. Ruang Lingkup
kesimpulan)
1. Temuan
1. Pemecahan Masalah
1. Kesimpulan
1. Rekomendasi
dalam PBM).
Iklan
Kencana, Jakarta Kajian Pembelajaran Praktek Klinik
Ketrampilan merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan
suatu aktivitas atau pekerjaan. Ketrampilan lebih sukar dimiliki daripada
pengetahuan. Namun, seseorang yang memiliki ketrampilan dengan
sendirinya sudah memiliki pengetahuan atas pekerjaan yang mereka
lakukan. Pada umumnya ketrampilan tidak mudah diperoleh dari perkuliahan,
terutama perkuliahan yang tidak disertai dengan studi kasus dan role play.
Kawasan psikomotorik, otot meliputi tujuan pendidikan yang berkenaan
dengan otot, ketrampilan motorik, atau gerak yang membutuhkan koordinasi
otot. Kawasan ini dibagi menjadi 5 tingkat yaitu Meniru dengan
contoh/Imitation (P1), Manipulasi/Manipulation (P2), Ketepatan
Presisi/Precision (P3), Akurasi dan Cepat/Articulation (P4), Spontan dan
Otomatis/Naturalization (P5).
Faktor Ketrampilan Klinik
Dalam pembelajaran praktik klinik, ada 4 (empat) kunci efektif yaitu
mahasiswa, instruksi klinis dan lingkungan praktik. berikut ulasannya.
a. Mahasiswa
Pemeran utama dalam proses pembelajaran klinik ini adalah
mahasiswa, pembimbing akademik dan pembimbing klinik bertindak sebagai
pendamping dan pengamat. Mahasiswa harus membaca, belajar,
menyelesaikan setiap tugas dan pekerjaan secara independent sesuai
dengan jadual pembelajaran, menghadiri presentasi kelas, dan sesi praktik.
Mahasiswa harus bersedia memperhatikan pembimbing akademik dan
pembimbing klinik serta mengajukan pertanyaan sehubungan dengan
pengalaman belajar yang dilakukannya. Aspek mahasiswa yang dapat
mendukung ketercapaian ketrampilan klinik adalah Karakteristik mahasiswa
meliputi minat dan ketrampilan berkomunikasi, Mahasiswa telah siap dan
ingin belaja, Mahasiswa mengetahui dan menyadari apa yang perlu dipelajari
(tujuan belajar dan hasil akhir yang diharapkan sudah jelas dan masih
banyak yang lainnya.
b. Instruktur klinis
Praktik klinik akan efektif jika didukung salah satunya dengan adanya
seseorang yang mengawasi, menilai dan memfasilitasi proses belajar.
Intervensi pembimbing klinik menjadi sangat diperlukan ketika jumlah dan
variassi pasien rendah, sehingga kualitas supervisi klinik yang baik dapat
meningkatkan performa mahasiswa selama menjalani pendidikan klinik.
Penelitian tentang karakteristik, perilaku dan ketrampilan instruktur klinis
pernah diteliti oleh Linda (2009) bahwa karakteristik, perilaku dan
ketrampilan instruktur klinis sangat penting dan perlu menjadi fokus
pendidikan klinik dalam meminimalkan hambatan dan efektif meningkatkan
proses pembelajaran.
Dalam praktik klinik berhubungan dengan koordinator praktik klinik,
pembimbing akademik dan pembimbing lahan praktik. Karakteristik dari
instruktur klinis yang efektif disebutkan sebagai :
(1) memiliki pengetahuan up-to-date,
(2) memiliki kualifikasi klinis dalam pendidikan,
(3) memiliki keahlian dalam pendidikan klinis,
(4) menguasai keahlian dalam berkomunikasi interpersonal, dan
(5) memiliki karakteristik pribadi seperti antusiasme dan keseriusan
terhadap pekerjaan, rasa humor, tanpa syarat menerima kesalahan dan
kekurangan, kesabaran dan bekerja fleksibel di lingkungan dengan siswa.
c. Lingkungan Praktik
Adanya lingkungan belajar di klinik yang kondusif merupakan salah satu
komponen kunci dalam praktik klinik yang efektif. Lingkungan pembelajaran
klinik (CLE) merupakan faktor penting dalam pendidikan klinis mahasiswa
keperawatan. Lingkungan pembelajaran klinik didefinisikan sebagai jalinan
interaksi di dalam lingkungan klinik yang memiliki pengaruh kuat terhadap
pembelajaran mahasiswa di klinik. Lingkungan klinik memiliki pengaruh yang
kuat terhadap proses belajar mahasiswa, karena memberikan bukti nyata
dan kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat secara aktif dalam
kegiatan klinik dan pembelajaran yang terintegrasi pada saat melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, membuat keputusan klinik dan
profesionalisme.
Banyak faktor dalam lingkungan klinis secara luas dengan
memperhatikan dimensi termasuk peralatan, pasien dan staf sebagai role
model, jumlah dan jenis kasus sebagai sumber belajar, standar praktik yang
digunakan termasuk standar alat dan bahan praktik, dan komitmen dan
kebijakan dari pimpinan lahan praktik.
Lingkungan belajar di rumah sakit merupakan konteks sosial yang unik
dengan kondisi khusus untuk pembelajar, kegiatan dan sumber belajar,
kesempatan untuk praktik aplikasi pengetahuan, evaluasi. Hutchinson (2003)
mengelompokkan variabel lingkungan belajar sebagai aspek yang dapat
berpengaruh terhadap proses belajar mahassiwa.
d. Perencanaan pendidikan
Dalam mencapai praktik klinik yang efektif perlu adanya suatu sistem yang
mendukung seluruh rangkaian proses belajar mengajar yang efektif, di mana
suatu perencanaan pembelajaran praktik diawali dengan suatu siklus
pembelajaran klinik diantaranya pembelajaran teori di kelas, pembelajaran di
laboratorium, mengadakan pertemuan pra praktik klinik, pelaksanaan praktik
klinik, pertemuan pasca praktik klinik, dan evaluasi dan tindak lanjut.
Pendahuluan Munculnya permasalahan pembelajaran yang dimaksud diatas tentu saja disebabkan berbagai hal
misalnya pembinaan yang kurang efektif dari supervisor, rendahnya hubungan kolegial guru melakukan tukar
pengalaman mengenai pembelajaran, terlalu sedikitnya informasi baru mengenai pembelajaran yang bisa
diakses oleh guru dan lain-lain. Semua permasalahan tersebut sebetulnya tidak perlu terjadi, jika
profesionalisme yang tinggi ada pada supervisor dan juga pendidik. Jika ada kemauan bersama untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran, maka permasalahan kesulitan mengajar bagi guru akan
dapat teratasi melalui kegiatan supervisi pembelajaran yang dilakukan oleh pengawas sekolah, kepala sekolah,
dan teman sejawat guru melalui kegiatan supervisi. Adapun sasaran utama supervisi pembelajaran adalah guru,
yaitu membantu guru dengan cara melakukan perbaikan situasi belajar-mengajar dan menggunakan
keterampilan mengajar dengan tepat.
Bantuan melalui kegiatan supervisi akan mampu untuk mengidentifikasi prilaku yang dapat diobservasi yang
mendasari konsep pembelajaran. Dalam hal ini supervisor membantu mahasiswa antara lain
(1) menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mengacu pada standar isi;
(2) memberikan contoh dan menjelaskan penggunaan model dan strategi pembelajaran;
(3) mengulang pertanyaan dan penjelasan jika siswa tidak memahaminya;
(4) membiarkan siswa mengajukan pertanyaan;
(5) mengucapkan kata-kata dengan jelas;
(6) hanya berbicara mengenai topik yang sedang diajarkannya;
(7) menggunakan kata-kata umum dan khusus berkaitan dengan mata pelajaran;
(8) menuliskan hal-hal penting di papan tulis;
(9) menghubungkan apa yang diajarkannya dengan kehidupan nyata; dan
(10) memberikan pertanyaan untuk mengetahui apakah siswa telah mengerti atau belum mengerti apa yang ia
ajarkan pada mereka.
1 1 Mukhtar, Orientasi supervisi Pendidikan, 2009, Jakarta, Gaung Persada hal 58 ISSN: 2579-7131
PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 67 Melalui pelaksanaan supervisi
pembelajaran yang dilakukan oleh supervisor, maka kondisi nyata di kelas tentang rendahnya mutu layanan
belajar dapat dilihat bersama. Rendahnya mutu layanan belajar di kelas dapat saja sebagai akibat antara lain dari
tata kelola sekolah yang tidak baik, pengawasan sekolah yang kurang berkualitas, rendahnya kualitas guru
dalam mengajar, minimnya fasilitas pembelajaran, yang kesemuanya itu berdampak negatif terhadap
keberhasilan sekolah. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka perlu ada upaya yang sungguhsungguh
membantu guru menggunakan strategi dan model pembelajaran serta keterampilan mengajar yang sesuai dengan
kebutuhan materi pembelajaran. Salah satu caranya adalah melalui kegiatan supervisi dengan pendekatan klinik
menggunakan fungsi sebagai pendiagnostik. Pendekatan klinis menggambarkan unsur-unsur dari sebuah
pertemuan antara supervisor dengan guru yang bersepakat dan berencana untuk melakukan observasi saat
mengajar. Teknik klinis ini dilakukan dengan memberi contoh-contoh bagaimana pertemuan adalah suatu
pertemuan yang produktif memecahkan masalah-masalah pembelajaran. Dengan demikian pada bagian ini
dibahas mengenai penerapan supervisi klinis untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Definisi Konsep
Supervisi Klinik Supervisi klinik sebagai suatu sistem instruksional yang menggambarkan perilaku supervisor
yang berhubungan secara langsung dengan guru atau kelompok guru untuk memberikan dukungan, membantu
dan melayani guru untuk meningkatkan hasil kerja guru dalam mendidik para siswa. Richard Waller
memberikan definisi supervisi klinis sebagaimana dikutip dalam John I. Bolla : “Clinical supervision may be
defined as supervision focused upon the improvement of instruction by means of systematic cycles of planning,
observation and intensive intellectual analysis of actual teaching performance in the interest of rational
modification”. 2 (sebagaimana supervise yang difokuskan pada perbaikan pengajaran dengan menjalankan
siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis intelektual yang intensif terhadap
penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk modifikasi yang rasional). Sedangkan Cogan (1973)
mendefinisikan supervisi klinik sebagai berikut. “The rational and practice designed to improve the teacher's
classroom performance. It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these data
and the relationships between teacher and supervisor from the basis of the program, procedures, and strategies 2
John. J.Bolla (1985). Supervisi Klinis. Jakarta : Departemen P dan K, Ditjen Pendidikan Tinggi (PPLPK) ISSN:
2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 68 designed to improve the
student's learning by improving the teacher's classroom behavior”3 . Bahwa supervisi klinik adalah upaya yang
dirancang secara rasional dan praktis untuk memperbaiki performansi guru di kelas, dengan tujuan untuk
mengembangkan profesional guru dan perbaikan pengajaran. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan
atas dasar analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru supervisor
merupakan dasar program, prosedur, dan strategi pembinaan perilaku, mengajar guru dalam mengembangkan
pembelajaran muridmurid. Cogan menekankan bahwa supervisi klinik adalah upaya bantuan secara langsung
yang diberikan supervisor kepada guru dengan cara melakukan observasi dan melakukan analisis hasil observasi
saat guru mengajar agar guru menjadi lebih efektif dalam melaksanakan tugas mengajar. Praktik supervisi klinik
dilandasi teori psikologi, belajar dan pembelajaran, kepemimpinan, teori motivasi, tepri organisasi, teori
komunikasi, administrasi dan manajemen. Semangat supervisi klinik menurut Acheson dan Gall, sukar
diungkapkan dalam kata-kata. Supervisi klnik adalah suatu proses yang interaktif, berkenaan dengan suatu gaya
mengajar guru yang berbeda. Agar proses supervisi klinik menjadi efektif maka antara supervisor dengan guru
bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan memiliki ide, emosi dan tindakan untuk pengembangan profesional
guru dari preservice atau inservice.
4 Teori yang melandasi supervisi klinik tersebut merupakan satu kerangka pengembangan dan praktik supervisi
klinik, sehingga ditemukan bagaimana cara mengajar yang efektif, menjadikan peserta didik belajar,
penggunaan model-model mengajar yang tepat, perubahan-perubahan model-model belajar sesuai kebutuhan
materi pelajaran. Berlandaskan teori tersebut bahwa proses-proses dari supervisi klinik konsisten dengan
pendekatan kemanusiaan dalam meningkatkan kualitas mengajar guru. Melalui penerapan supervisi klinik
model, strategi, metode, pendekatan dan teknik mengajar serta materi yang diajar secara konstan juga berubah
ke arah yang lebih baik dan berkualitas apalagi didukung peralatan yang cukup, dukungan material, fasilitas
belajar dan ruang phisik yang layak digunakan untuk belajar. Pada dasarnya perubahan itu memerlukan
keprofesionalan untuk mengembangkan pemahaman baru, keterampilan dan praktik. Dari landasan teori dan
pengalaman melakukan praktik supervisi klinik tersebut, dapat diyakini bahwa supervisi klinik adalah salah satu
kunci untuk memenuhi kualitas mengajar yang baik dan cara menjadikan peserta didik belajar menjadi lebih
baik dan berkualitas. Cogan menegaskan proses penyediaan bantuan oleh supervisor untuk guru, setelah
supervisor melakukan analisa hasil pengamatan pengajaran, umpan balik dari implementasi pengajaran yang
dilakukan oleh guru. 3 Cogan, M.L. 1973. Clinical Supervision. Boston: Hougton Mifflin hal 54 4 Acheson,
K.A. dan Gall, M.D. 1987. Techniques of Indonesia Clinical Supervision of Teachers. Second Edition. White
Plains. New York: Longman hal 3 ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April
2017 69 Dari hasil analisis tersebut akan ada pengembangan gagasan peningkatan untuk meningkatkan
dukungan pada guru. Sebagai pemimpin pembelajaran, maka guru perlu meningkatkan kualitas
kepemimpinannya untuk mengembangkan konsep yang kritis, teknis, dan kecakapan kemanusiaan. Sejarah dan
Perkembangan Supervisi Klinik Sejarah perkembangan Supervisi klinik mula-mula diperkenalkan dan
dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richart Weller di Universitas Harvard pada
akhir dasawarsa 1950an dan awal dasawarsa 1960an5 . Ada dua asumsi mendasari praktik supervisi klinik.
Pertama, pembelajaran merupakan aktivitas ,yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis
secara hati-hati. Melalui pengamatan dan analisis ini, seorang supervisor pendidikan akan dengan mudah
mengembangkan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang
profesionalismenya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara kesejawatan daripada cara yang otoriter6 .
Pada mulanya, supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model pendekatan dalam melakukan supervisi
pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktik mengajar. Dalam supervisi ini penekanannya pada
klinik yang diwujudkan dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan calon guru yang sedang
berpraktik. Karakteristik Supervisi Klinik Supervisi klinik mempunyai ciri-ciri khusus. Ciri-ciri yang dimaksud
adalah sebagai berikut: 1. Waktu untuk melaksanakan supervisi atas dasar kesepakatan. Sebab apa yang
dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran perlu dibahas dulu dalam pertemuan awal. Ini berarti supervisor
tidak dapat dating begitu saja melakukan supervisi terhadap guru yang sedang mengajar dalam kelas. 2.
Supervisi ini bersifat individual, artinya seorang guru disupervisi oleh seorang supervisor. 3. Guru yang
disupervisi dengan teknik supervisi klinis ini adalah guru yang kondisi atau kemampuannya sangat rendah. 4.
Ada pertemuan awal karena guru yang akan disupervisi memiliki banyak masalah atau banyak kelemahan dan
sangat mungkin ada beberapa kelemahan yang bersifat kronis, maka untuk memperbaiki tidak dapat dilakukan
sekaligus semua. Kasus-kasus yang diperbaiki harus satu per satu, masing-masing dengan cara tertentu. Dengan
demikian pertemuan awal mutlak dibutuhkan. 5 Krajewski, R.A. 1982 “Clinical Supervision : A Conpectual
Framework,” Journal of Research and Development of Indonesian Education. Volume 15. Athen, Georgia,
halaman 38-49. 6 Sergiovanni, T.J. 1987. The Pricipalship : A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn
and Bacon, Inc ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 70 5.
Dibutuhkan kerja sama yang harmonis antara guru yang disupervisi dengan supervisor. Kerja sama ini
dibutuhkan agar guru dapat dan mau mengeksplorasi diri, menceritakan secara terbuka tenang keadaan dirinya.
Eksplorasi ini dilakukan baik pada pertemuan awal maupun pada pertemuan balikan.
6. Hal-hal yang disupervisi adalah sesuatu yang spesifik, yang khas, dari sejumlah kelemahan yang dimiliki.
Kelemahan-kelemahan itu disusun berdasarkan ranking-nya, kemudian diadakan prioritas. Kasus-kasus
kelemahan itu kemudian diperbaiki lewat supervisi satu per satu.
7. Untuk memperbaiki kelemahan dibutuhkan hipotesis. Hipotesis ini dibuat sebelum proses supervisi
berlangsung. Hipotesis dibuat bersama antara guru dengan supervisor pada pertemuan awal.
8. Lama proses supervisi minimal dalam satu kali pertemuan guru mengajar dalam kelas. Kalau lebih dari satu
pertemuan dikhawatirkan guru menjadi payah, sehingga mengganggu konsentrasinya mengajar, yang berarti
supervisor akan mendapatkan data yang kurang tepat dalam proses supervisi itu.
9. Proses supervisi adalah seorang guru mengajar diobseravsi oleh seorang supervisor, tentang salah satu kasus
kelemahan guru bersangkutan, yang sudah disepakati sebelumnya.
10. Dalam proses supervisi, supervisor tidak boleh mengintervensi guru yang sedang mengajar. Tugas guru
mengajar dan mendidik dengan sebaik mungkin. Sementara itu tugas supervisor adalah mengobservasi secara
mendalam tentang perilaku guru yang bertalian dengan kasus yang sedang diperbaiki.
11. Ada pertemuan balikan. Sesudah supervisi selesai dilaksanakan maka diadakan pertemuan balikan untuk
menilai, membahas, dan mendiskusi hasil supervisi tadi. Guru diharapkan aktif mengevaluasi diri dan
merefleksi apa yang telah ia lakukan dalam mengajar. Kemudian guru bersama supervisor bekerja sama
membahas data tentang hasil supervisi itu sampai menemukan kesepakatan bersama.
12. Pada pertemuan balikan supervisor perlu memberikan penguatan kepada guru tentang hal-hal yang telah
berhasil ia perbaiki. Penguatan ini sangat besar artinya untuk mendorong guru memperbaiki diri secara
berkelanjutan.
13. Pertemuan balikan diakhiri dengan tindak lanjut bertalian dengan hasil-hasil supervisi tadi. Tindak lanjut ini
bisa berupa upaya menyempurnakan kasus lemah yang baru saja diperbaiki agar benar-benar baik dan bisa juga
berupa penanganan kasus kelemahan yang lain, apabila kasus yang diperbaiki tadi sudah dapat diterima atau
sudah memadai.
14. Karena supervisi klinis ini sifatnya sangat mendalam maka pada pertemuan . balikan ini diperbolehkan
dihadiri oleh guru-guru lain yang berminat untuk meningkatkan pengetahuan mereka.7 7 Made Pidarta,
Pemikiran tentang supervisi pendidikan, Jakarta bumi aksara, 1992 ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA:
Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 71
Tujuan Supervisi Klinik Pengawas sekolah maupun kepala sekolah yang malaksanakan supervisi klinis perlu
memahami secara jelas arah dan fokus supervisi klinik. Adapun fokus supervisi klinis adalah pebaikan cara guru
melaksanakan tugas mengajar menggunakan model dan strategi yang lebih interaktif dapat menjadikan peserta
didik belajar dan bukan mengubah kepribadian guru. Kemudian fokus supervisi klinis pada masalah mengajar
dalam jumlah keterampilan yang tidak terlalu banyak, mempunyai arti vital bagi pendidikan, berada dalam
jangkauan intelektual serta dapat diubah bila perlu. Hasil praktik supervisi klinik dengan arah dan fokus yang
jelas kemudian dilakukan analisis konstruktif dan memberi penguatan (reinforcement) terhada pola pola tingkah
laku yang berhasil dari "mencela" atau "menghukum" pola-pola atau tingkah laku yang belum sukses. Dalam hal
ini kegiatan supervisi klinik didasarkan bukti pengamatan dan bukan atas keputusan / penilaian yang tidak
didukung bukti nyata. Agar pelaksanaan supervisi klinis menjadi lebih fokus, maka pengawas sekolah
memahami secara jelas bahwa tujuan mengajar bagi guru adalah memberikan layanan belajar yang berkualitas.
Agar tujuan tersebut dapat dicapai, maka pengawas sekolah perlu menanamkan kepercayaan dan kesadaran
mengenai diri sendiri (self concerns) pada diri sendiri maupun pada guru binaannya. Dalam melaksanakan
supervisi klinik supervisor menciptakan hubungan dan bantuan, memahami kebutuhan dan "concern" guru,
membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan mengajar, mengobservasi dan menganalisa penampilan,
sebagai umpan balik supervisor menanggapi penampilan guru dan memberi saran dan nasehat. Menciptakan
hubungan baik menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan supervisi klinis, karena terjadi kesepakatan dan
komitmen bersama untuk meningkatkan kapasitas diri dalam mengajar. Hubungan baik ini akan membuat
komunikasi menjadi lancar dan pelaksanaannya dilakukan sesuai waktu yang disepakati. Hubungan baik juga
akan membangun komitmen bahwa pengajaran yang dilakukan harus berada pada standar kualitas yang tinggi,
hal ini dimaksudkan untuk memberi layanan belajar pada pesertadidik dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan
demikian diperkirakan hasil belajar dan kualitas lulusan juga menjadi lebih kompetitif. Mengacu pada
paradigma supervisi klinik tersebut, maka penting adanya persyaratan bagi supervisor untuk menjamin
pelaksanaannya sesuai standar yang dipersyaratkan.
Tujuan pokok dari supervisi klinis yang diharapkan menurut Cogan adalah menghasilkan guru yang
profesional dan bertanggung jawab secara profesi serta memiliki komitmen yang tinggi memperbaiki diri sendiri
atas bantuan orang lain8 . Acheson dan Gall mengatakan tujuan dari supervisi klinis adalah pengajaran efektif
dengan menyediakan umpan balik, dapat memecahkan permasalahan, membantu guru mengembangkan
kemampuan dan strategis, mengevaluasi guru, dan membantu guru untuk berprilaku yang baik sebagai upaya
pengembangan profesional para guru, dengan suatu penekanan pada meningkatkan kecakapan guru dalam
mengajar dalam sebuah ruangan kelas.
9 Kata kunci dari tujuan supervisi klinis ini adalah meningkatkan kualitas instruksional, yang pada gilirannya
dapat meningkatkan kualitas belajar peserta didik yang dilakukan melalui proses bantuan oleh supervisor
diberikan kepada guru baik atas rencana kerja supervisor maupun atas permintaan guru. Meningkatkan kualitas
instruksional melalui praktik supervisi klinis merupakan kebutuhan dasar keprofesionalan. Peningkatan kualitas
pembelajaran ini diperlukan sebab konteks praktik dapat mengubah kualitas layanan belajar secara konstan.
Tujuan supervisi klinis, juga menuntut secara kolektif hubungan antar guru dan supervisor di mana guru
mempunyai kendali dan tanggung jawab penuh tentang situasi belajar mengajar.10 Pada dasarnya tujuan umum
supervisi klinis adalah
(1) memberi tekanan pada proses "pembentukan dan pengembangan profesi";
(2) memberi respon terhadap pengertian utama serta kebutuhan guru yang berhubungan dengan tugasnya;
(3) menunjang pembaharuan pendidikan serta untuk "memerangi" kemerosotan;
(4) siswa dapat belajar dengan baik sehingga tujuan pendidikan dan pengajaran dapat tercapai secara maksimal;
dan
(5) kunci untuk meningkatkan kemampuan profesional guru.
Dari tujuan umum yang telah disebutkan di atas, maka dapat diperinci lagi ke dalam tujuan khusus sebagai
berikut:
1. Menyediakan bagi guru suatu feedback (balikan) yang obyektif dari kegiatan mengajar guru yang baru saja
dijalankan. Ini merupakan cermin agar guru dapat melihat apa sebenarnya yang mereka perbuat sementara
mengajar.
2. Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah mengajar.
3. Membantu guru mengembangkan keterampilan dalam menggunakan strategistrategi mengajar.
4. Sebagai dasar untuk menilai guru dalam kemajuan pendidikan, promosi jabatan atau pekerjaan mereka.
5. Membantu guru mengembangkan sikap positif terhadap pengembangan diri secara terus-menerus dalam karir
dan profesi mereka secara mandiri.
Menurut Cogan, ada delapan kegiatan dalam supervisi klinik yang dinamainya dengan siklus supervisi klinik. Di
sini istilah siklus mengandung dua pengertian.
Pertama, prosedur supervisi klinik terdiri atas sejumlah tahapan yang merupakan proses yang
berkesinambungan.
Kedua, hasil pertemuan tahap akhir menjadi masukan untuk tahap pertama pada siklus berikutnya. Kedelapan
tahap yang dikemukakan oleh Cogan, yitu:
1) tahap membangun dan memantapkan hubungan guru dengan supervisor,
2) tahap perencanaan bersama guru, 3) tahap perencanaan strategi observasi,
4) tahap observasi pengajaran, 5) tahap analisis proses belajar mengajar,
6) tahap perencanaan strategi pertemuan,
7) tahap pertemuan, dan
7) tahap penjajakan rencana pertemuan berikutnya.
Menurut Mosher dan Purpel , ada tiga aktivitas dalam proses supervisi klinik, yaitu:
1) tahap perencanaan,
2) tahap observasi, dan
3) tahap evaluasi dan analisis.
Sedangkan menurut Oliva, ada tiga aktivitas esensial dalam proses supervisi klinik, yaitu:
1) kontak dan komunikasi dengan guru untuk merencanakan observasi kelas,
2) observasi kelas, dan
3) tindak lanjut observasi kelas.
Terakhir menurut Goldharnmer, ada lima dalam proses supervisi klinik, yang disebutnya dengan sequence of
supervison yaitu:
1) pertemuan sebelum observasi,
2) observasi,
3) analisis dan strategi,
4) pertemuan supervisi, dan
5) analisis sesudah pertemuan supervise
Demikianlah, walaupun berbeda deskripsi oleh para teoretisi di atas tentang langkah-langkah proses supervisi
klinik, namun sebenarnya langkah-langkah bisa dikembalikan pada tiga tahap esensial yang berbentuk siklus,
yaitu
(1) tahap pertemuan awal,
(2) tahap observasi mengajar, dan
(3) tahap pertemuan balikkan. Dalam makalah ini penulis lebih cenderung membagi siklus supervisi klinik
menjadi tiga tahap sebagaimana pendapat Mosher dan purpel di atas. Deskripsi demikian juga 13 Cogan, opcit
April 2017 75 dikemukakan oleh Acheson dan Gall17, Alexander Mackie College of Advance Education18 dan
Mantja19 ketiga tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Tahap Pertemuan Awal Tahap pertama dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan awal
(preconference). Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas, sehingga banyak juga
para teoretisi supervisi klinik yang menyebutnya dengan istilah tahap pertemuan sebelum observasi
(preobservation conference), Menurut Sergiovanni, tidak ada tahap yang lebih penting daripada tahap pertemuan
awal ini.20 Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan secara bersama-sama antara
supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil pertemuan awal ini adalah
kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan awal
ini tercipta kerja sama, hubungan kemanusiaan dan komunikasi yang baik antara supervisor dan guru.
Selanjutnya, kualitas hubungan yang baik antara supervisor dan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap
kesuksesan tahap berikutnya dalam proses supervisi klinik. Oleh sebab itu, para teoretisi banyak menyarankan
agar pertemuan awal ini dilaksanakan secara rileks dan terbuka. Perlu sekali diciptakan
kepercayaan guru terhadap supervisor, sebab kepercayaan guru ini akan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan
pertemuan awal ini. Kepercayaan ini berkenaan dengan keyakinan guru bahwa supervisor memperhatikan minat
atau perhatian guru. Pertemuan pendahuluan ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Dalam pertemuan awal
ini supervisor bisa menggunakan waktu 20 sampai 30 menit, kecuali; Jika guru rnempunyai permasalahan
khusus yang membutuhkan diskusi panjang. Pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan di satu ruang yang netral,
misalnya kafetaria, atau bisa juga di kelas.
Pertemuan di ruang kepala sekolah atau supervisor kemungkinannya akan membuat guru menjadi tidak bebas.
Secara teknis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pertemuan awal ini, yaitu:
a. Menciptakan suasana yang akrab dan terbuka,
b. Mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dikembangkan guru dalam pengajaran. c. Menerjemahkan perhatian
guru ke dalam tingkah laku yang bisa diamati,
d. Mengidentifikasi prosedur untuk memperbaiki pengajaran guru,
e. Membantuuru memperbaiki tujuannya sendiri,
f. Menetapkan waktu observasi kelas,
g. Menyeleksi instrumen observasi kelas, dan
h. Memperjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan direkam. Goldhammer, Anderson, dan
Krajewski mendeskripsikan satu agenda yang harus dihasilkan pada akhir pertemuan awal. Agenda tersebut
meliputi:
a. Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru tentang apa saja yang akan diobservasi,
meliputi:
1) tujuan instruksional umum dan khusus pengajaran,
2) hubungan tujuan pengajaran dengan keseluruhan program pengajaran yang diimplementasikan,
3) aktivitas yang akan di observasi,
4) kemungkinan perubahan format aktivitas, sistem, dan unsur-unsur lain berdasarkan persetujuan interaktif
antara supervisor dan guru,
5) deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang balikannya diinginkan guru. b. Menetapkan
mekanisme atau aturan-aturan observasi, meliputi:
1) waktu jadwal observasi,
2) lamanya observasi,
3) tempat observasi.
c. Menetapkan rencana spesifik untuk melaksanakan observasi, meliputi:
1) di mana supervisor akan duduk selama observasi?,
2) akankah supervisor menjelaskan kepada murid-murid mengenai tujuan observasinya? Jika demikian, kapan?
Sebelum ataukah setelah pelajaran?,
3) akankah supervisor mencari satu tindakan khusus?,
4) akankah supervisor berinteraksi dengan murid-murid?,
5) perlukah adanya material atau persiapan khusus?,
6) bagaimanakah supervisor akan mengakhiri observasi?
Tahap Observasi Pengajaran Tahap kedua dalam proses supervisi klinik adalah tahap observasi pengajaran
secara sistematis dan objektif. Perhatian observasi ini ditujukan pada guru dalam bertindak dan kegiatan-
kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru. Waktu dan tempat observasi mengajar ini sesuai dengan kesepakatan
bersama antara supervisor clan guru pada waktu mengadakan pertemuan awal. Observasi mengajar, mungkin
akan terasa sangat kompleks dan sulit, dan tidak jarang adanya supervisor yang mengalami kesulitan. Dengan
demikian, menuntut supervisor untuk menggunakan bermacam-macam keterampilan. Menurut Daresh, ada dua
aspek yang harus diputuskan dan dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan selama melaksanakan observasi
mengajar, yaitu menentukan aspek-aspek yang akan di observasi dan bagaimana cara mengobservasinva.
Mengenai aspek-aspek yang akan di observasi harus sesuai dengan hasil diskusi bersama antara supervisor dan
guru pada waktu pertemuan awal22. Oliva menegaskan sebagai berikut “If we follow through with the cycle of
clinical supervision the teacher and supervisor in the preobservation conference have decided on the specific
behaviours of teacher and students which the supervisor will observe. The supervisor concentrates on the
Sedangkan mengenai bagaimana mengobservasi juga perlu mendapatkan perhatian. Maksud baik supervisi akan
tidak berarti apabila usaha-usaha observasi tidak bisa memperoleh data yang seharusnya diperoleh. Tujuan
utama pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi yang nantinya akan digunakan untuk
mengadakantukar pikiran dengan guru setelah observasi terakhir, sehingga guru bisa menganalisis secara cermat
aktivitas-aktivitas yang telah dilakukannya di kelas. Di sinilah letak pentingnya teknik dan instrumen observasi
yang bisa digunakan untuk mengobservasi guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Sehubungan dengan
teknik dan instrumen observasi ini, sebenamya para peneliti telah banyak mengembangkan bermacam-macam
teknik yang bisa digunakan dalam mengobservasi pengajaran. Acheson dan Gall mereview beberapa teknik dan
menganjurkan kita untuk menggunakannya dalam proses supervisi klinik. Beberapa teknik tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Selective verbatim. Di sini supervisor membuat semacam rekaman tertulis, yang biasa disebut dengan
verbatim transcript. Sudah barang tentu tidak semua kejadian verbal harus direkam; dan sesuai dengan
kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada pertemuan awal, hanya kejadian-kejadian tertentu yang
harus direkam secara selektif. Transkrip ini bisa ditulis langsung berdasarkan pengamatan, dan bisa juga
menyalin dari apa yang direkam terlebih dahulu melalui tape recorder.
2. Rekaman observasional berupa seating chart. Di sini supervisor mendokumentasikan perilaku murid-murid
sebagaimana mereka berinteraksi dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung. Seluruh kompleksitas
perilaku dan interaksi dideskripsikan secara bergambar. Melalui penggunaan seating chart ini, supervisor bisa
mendokumentasikan secara grafts interaksi guru dengan murid, murid dengan murid, sehingga dengan mudah
diketahui apakah guru berinteraksi dengan semua murid atau hanya dengan sebagian murid, apakah semua
murid atau hanya sebagian murid yang terlibat dalam proses belajar mengajar.
3. Wide lens techniques. Di sini supervisor membuat catatan yang lengkap mengenai kejadian-kejadian di kelas
dalam cerita yang panjang lebar. Teknik ini bisa juga disebut dengan anecdotal record.
4. Checklists and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi mengajar data mengumpulkan data perilaku
belajar mengajar. Perilaku belajar mengajar ini sebelumnya telah diklasifikasikan atau dikategorisasikan.
Contoh yang paling baik dari prosedur ini dalam observasi supervisi klinik adalah Skala analisis interaksi
Dalam analisis ini, aktivitas kelas diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu pembicaraan guru,.
Pertemuan Balikan Tahap ketiga dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan balikan. Pertemuan
balikan ini dilakukan segera setelah melaksanakan observasi pengajaran. dengan terlebih dahulu dilakukan
analisis terhadap hasil observasi.
Tujuan utama pertemuan balikan ini adalah menindak lanjuti apa saja yang dilihat oleh supervisor, sebagai
observer, terhadap proses belajar mengajar. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini ditekankan pada
identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara perilaku guru dan murid yang direncanakan dan
perilaku aktual guru dan murid, serta membuat keputusan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya
dilakukan sehubungan dengan perbedaan yang ada. Pertemuan balikan ini merupakan tahap yang penting untuk
mengembangkan perilaku guru dengan cara memberikan balikan tertentu. Balikan ini harus deskriptif, spesiflk,
konkret, bersifat memotivasi, aktual, dan akurat, sehingga betul-betul bermanfaat bagi guru26.
Paling tidak ada lima manfaat pertemuan balikan bagi guru, yaitu:
1) guru bisa diberi penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi dalam karyanya,
2) isu-isu dalam pengajaran bisa dideflnisikan bersama supervisor dan guru dengan tepat,
3) supervisor, bila mungkin dan perlu, bisa berupaya mengintervensi guru secara langsung untuk memberikan
bantuan didaktis dan bimbingan,
4) guru bisa dilatih dengan teknik ini untuk melakukan supervisi terhadap dirinya sendiri, dan
5) guru bisa diberi pengetahuan tambahan untuk meningkatkan tingkat analisis profesional diri pada masa yang
akan datang. Tentunya sebelum mengadakan pertemuan balikan ini supervisor terlebih dahulu menganalisis
hasil observasi dan merencanakan apa yang akan dibicarakan dengan guru. Begitu pula, diharapkan guru
menilai dirinya sendiri. Setelah itu dilakukan pertemuan balikan ini. Dalam pertemuan balikan ini sangat
diperlukan adanya keterbukaan antara supervisor dan guru. Sebaiknya, pertama-tama supervisor menanamkan
kepercayaan pada diri guru bahwa pertemuan balikan ini bukan untuk menyalahkan guru melainkan untuk
memberikan masukan balikan. Oleh sebab inilah banyak teoretisi menganjurkan agar pertama-tama yang harus
dilakukan oleh supervisor dalam setiap pertemuan balikan adalah memberikan penguatan (reinforcement)
terhadap guru. Baru setelah itu dilanjutkan dengan analisis bersama setiap aspek pengajaran yang menjadi
perhatian supervisi klinik.
Beberapa langkah penting yang harus dilakukan selama pertemuan balikan, adalah sebagai berikut.
a. Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesannya terhadap pengajaran yang dilakukan, kemudian
supervisor berusaha memberikan penguatan (reinforcement).
b. Menganalisis pencapaian tujuan pengajaran. Di sini supervisor bersama guru mengidentifikasi perbedaan
antara tujuan pengajaran yang direncanakan dengan tujuan pengajaran yang dicapai. 26 Sergiovanni, opcit 27
Goldharmer, logcit ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 79
c. Menganalisis target keterampilan dan perhatian utama guru. Di sini supervisor bersama guru mengidentifikasi
target keterampilan dan perhatian utama yang telah dicapai dan yang belum dicapai. Bisa jadi pada saat ini
supervisor menunjukkan hasil rekaman observasi, sehingga guru mengetahui apa yang telah dilakukan dan
dicapai, dan yang belum sesuai dengan target keterampilan dan perhatian utama guru sebagaimana disepakati
pada tahap, pertemuan awal. Apabila dalam kegiatan observasi supervisor merekam proses belajar mengajar
dengan alat elektronika, misalnya dengan menggunakan alat syuting, sebaiknya hasil rekaman ini
dipertontonkan kepada guru sehingga ia dengan bebas melihat dan menafsirkan sendiri.
d. Supervisor menanyakan perasaannya setelah menganalisis target keterampilan dan perhatian utamanya.
e. Menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya selama proses supervisi klinik. Di sini supervisor
memberikan kesempatan kepada guru untuk menyimpulkan target keterampilan dan perhatian utamanya yang
telah dicapai selama proses supervisi klinik.
f. Mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan berikut sekaligus menetapkan rencana berikutnya.
Dalam pelaksanaan supervisi klinik sangat diperlukan iklim kerja yang kondusif, baik dalam pertemuan awal,
observasi pengajaran, maupun dalam pertemuan balikan.
Faktor yang sangat menentukan keberhasilan supervisi klinik sebagai satu pendekatan supervisi pengajaran
adalah kepercayaan (trust) pada guru bahwa tugas supervisor semata-mata untuk membantu mengembangkan
pengajaran guru. Upaya memperoleh kepercayaan guru ini memerlukan satu iklim kerja, yang oleh para teoritisi
disebut dengan istilah kolegial (collegial). Pelaksanaan supervisi klinik bisa dikatakan telah memiliki iklim
kolegial apabila antara supervisor dan guru bukan ... something that a ssuperordinate (an administrator or
supervisor for example) does to a teacher, but as a peer - to - peer activity. Di samping itu, untuk melaksanakan
supervisi klinik sangat diperlukan kesediaan supervisor dan guru untuk meluangkan waktunya. Setiap
pelaksanaan supervisi klinik akan memerlukan waktu yang lama. Lovell dan Wile menegaskan bahwa: “to
implement clinical supervision, it is essential that supervisors and teacher have time to participate Indonesia
various kinds of activities on a continuing basis. Time is needed for pre-observation conferences, observations
and analysis of teaching, and post-observation, feed-back and corrective procedures. Clinical observation
requires Indonesia-depth thinking and working together over an extended period of time”. 29 Variasi Supervisi
Klinik 28 Daresh,opcit h 218 29 Lowel & wiles, 1983 h 211 ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi
Islam Vol.12, No.1, April 2017
Supervisi klinik memiliki beberapa variasi. Variasi-variasi tersebut dikemukakan oleh Wallace sebagai berikut.
a. Supervisi langsung. Dalam proses supervisi ini supervisor langsung mengarahkan dan member petunjuk
kepada guru. Sesuai dengan perilaku dan keinginan supervisor.
b. Supervisi alernatif. Supervisor dalam supervisi ini menunjukkan beberapa alternatif tindakan dalam proses
pembelajaran, yang boleh dipilih salah satu oleh guru.
c. Supervisi kolaborasi. Supervisor bekerja sama dengan guru yang disupervisi untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang diketemukan dalam kelas.
d. Supervisi tidak langsung. Dalam supervisi ini supervisor memberi kebebasan kepada guru untuk membuat
atau mencari pemecahan terhadap kesulitan-kesulitan dalam kelas pada waktu membina siswa belajar.
e. Supervisi kreatif. Dalam supervisi seperti ini supervisor mengkombinasikan keempat variasi tersebut, atau
memanfaatkan pandangan-pandangan yang terjadi pada sector lain.
f. Supervisi mengeksplorasi atau menolong diri sendiri. Guru yang disupervisi pada jenis supervisi ini adalah
menolong dirinya sendiri atau mengeksplorasi diri sendiri, dengan memanfaatkan pengalamannya mengajar
dalam kelas. Dia mengobservasi dirinya sendiri, mengkritik, dan merefleksi diri sebagai seorang guru.30
Keenam urutan variasi supervisi klinis tersebut, dinyatakan sebagai urutan yang dimulai dari supervisi paling
tradisional ialah yang terpusat pada supervisor, kearah penyelidikan atau pemilihan oleh guru, dan diakhiri
dengan keputusan guru berdasarkan pengalamannya dalam praktikAgar menjadi lebih jelas, berikut diberikan
contoh untuk masing-masing variasi supervisi klinis tersebut. Pada supervisi langsung, supervisor member resep
tentang cara memperbaiki kesalahan guru. Dalam proses pembelajaran kalau guru tampak tidak memperhatikan
siswa dalam mengajar, ia langsung ditegur oleh supervisor agar sering-sering memperhatikan para siswa. Dalam
pelajaran menggambar misalnya, tampak bahwa guru terlalu lama memberi contoh tentang cara-cara
menggambar burung, sehingga seolah-olah yang terlatih adalah guru, kurang memberi waktu berlatih kepada
siswasiswa. Pemakaian waktu yang salah ini diberitahu oleh supervisor, agar guru membatasi diri member
contoh, waktu harus diberikan lebih banyak kepada para siswa untuk berlatih. Contoh supervisi alternatif,
misalnya guru kelas I SD menghadapi kesulitan dalam membimbing siswa belajar membaca dan menulis.
Walaupun jumlah siswa mengalami masalah itu hanya tiga orang, namun hal itu tetap menguras perhatian 30
Ajayi, Lasisi.2006. "Bridging the Gap between University Supervisors and Hispanic Students Interpretatian of
English Language Development Teaching Practices During Intern Fieldwork Supervision in Inner City Middle
Schools of Los Angeles".Education 126.4:678 (12). Diakses 12 Juni 2007 dari Thomson Gale Universitas
Negeri Surabaya http://find.galegroup.com ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12,
No.1, April 2017 81 guru dalam upaya mengatasinya. Melihat keadaan ini supervisor mengemukakan tiga
alternative pemecahan, yaitu: (1) menambah waktu belajar khusus untuk mereka, (2) minta bantuan tenaga ahli
untuk mengajar ketiga siswa ini, dan (3) minta bantuan kepada orang tua siswa masing-masing untuk memberi
perhatian lebih besar kepada anak-anak ini terutama dalam pelajaran membaca dan menulis awal. Akhirnya guru
memilih alternative yang ketiga. Supervisi kolaborasi, adalah supervisi dengan melakukan kerja sama antara
guru dan supervisor dalam memecahkan masalah pembelajaran dalam kelas. Misalnya guru yang disupervisi
tidak mampu mengelola kelas, sehingga kelas tetap ribut tidak memperhatikan guru mengajar, walaupun guru
sudah beberapa kali mencoba mengubah strateginya dalam mengajar. Dalam pertemuan balikan setelah guru
selesai mengajar, kesulitan itu dibicarakan dan didiskusikan dengan supervisor. Dalam diskusi ini guru maupun
supervisor mengeluarkan pendapatnya masingmasing. Mereka memikirkan kemungkinan berhasil dan kurang
berhasilnya setiap alternative penyelesaian yang diketemukan. Akhirnya mereka sepakat mengelola kelas seperti
itu dilakukan dengan banyak atau sering member tugas kepada para siswa. Karena sibuk tentu mereka tidak
punya banyak kesempatan untuk bermainmain. Altematif ini dicoba pada pengajaran berikutnya. Contoh
supervisi tidak langsung, sebagai lawan dari supervisi langsung adalah sebagai berikut. Ketika guru yang
disupervisi mendapatkan kesulitan dalam pembelajarannya, supervisor tidak member resep untuk mengatasinya
seperti halnya pada supervisi langsung, melainkan member kesempatan mencari cara mengatasi kesulitannya.
Yang dilakukan oleh supervisor paling-paling memberi isyarat atau lambang-lambang yang dapat mengarahkan
pikiran guru dalam mengatasi masalah tersebut. Atau supervisor dapat juga mempengaruhi jalan pikiran guru
dengan pertanyaan-pertanyaan pancingan. Dalam supervisi kreatif, supervisor berkreasi atau berinovasi dalam
membimbing guru mengajar. Biasanya supervisor melihat situasi dan kemampuan guru itu mengajar. Setelah
memahami kondisi guru lalu supervisor mencoba metode pembimbingan yang baru dia kreasikan. Misalnya
dengan memberikan pendampingan kepada guru ketika mengajar. Artinya tiap kali guru melakukan kesalahan
sekecil apa pun segera ditegur oleh supervisor agar guru memperbaikinya. Kreasi ini dia ciptakan terinspirasi
oleh penataan pendampingan yang relative berhasil meningkatkan kualitas guru. Supervisi eksplorasi diri adalah
supervisi yang dilakukan dengan memberi kesempatan kepada guru yang disupervisi menilai dirinya sendiri
dalam melaksanakan pembelajaran dalam kelas. Contohnya, adalah ketika supervisor melihat guru yang
disupervisi memiliki kemampuan yang cukup maka supervisor memutuskan untuk melaksanakan supervisi
menilai diri sendiri. Dalam pertemuan balikan setelah proses supervisi selesai dilaksanakan supervisor
mempersilakan guru untuk menilai kinerjanya sendiri ketika mengajar tadi. Guru akan berpikir, mulai
mengingat-ingat apa yang dilakukan tadi, lalu ia ceritakan satu persatu aktivitasnya secara berturut-turut, disertai
dengan pendapatnya sendiri tentang kegiatannya. Di ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam
Vol.12, No.1, April 2017 82 sini guru menilai dirinya sendiri, dengan mengatakan masing-masing kegiatan tadi
apakah sudah baik, agak baik, atau kurang baik. Dalam hal ini supervisor juga menanyakan tentang cara-cara
memperbaiki kegiatan yang belum baik. Penutup Pengembangan supervisi klinik akan sangat efektif bilamana
dalam pelaksanaanya dilaksanakan dengan berorientasi pada sekolah unggulan atau sekolah yang dapat
menyediakan biaya pendidikan yang memadai, sehingga proses supervisi dapat dilaksanakan dengan tujuan
peningkatan kapasitas guru sekolah menjadi lebih profesional bukan untuk membantu guru yang lemah atau
bermasalah dalam mengajar, saya berpandangan bahwa guru seharusnya mendapatkan supervisi klinik yaitu
sejak menjadi calon guru, sebagaimana konsep awal lahirnya supervisi klinik yang dijelaskan diatas, dengan
harapan ketika menjadi guru sudah ada data supervisi klinik (semisal Medical Record dari Rumah sakit). Model
supervisi klinik kedepan harus berorientasi pada guru yang berprestasi dan dengan kemajuan teknologi digital,
permasalahan "mahalnya biaya supervisi klinik" dapat diatasi seperti alat untuk observasi cukup dengan
handycam atau dengan handphone berkamera, semua alat tersebut dapat dijangkau oleh semua orang. Sehingga
yang terpenting dalam supervisi klinik kedepan adalah pada kemauan yang kuat dari supervisor dan guru serta
kapasitas supervisor dalam menguasai teknologi digital. Model supervisi klinik ini lebih bertumpu pada
supervisor, oleh karena itu seorang supervisor harusnya dia adalah seorang ahli teknologi pendidikan. Sehingga
supervisi klinik dalam mengembangkan karier guru, layaknya mata kuliah tambahan dalam membangun profesi
guru. Sedangkan mengenai siklusnya fleksible mengikuti teori yang ada sebagaimana disebutkan diatas, Hal ini
harus didukung dengan pembiayaan dan sarana yang memadai, dan jika disuatu daerah tidak terdapat tenaga ahli
dalam teknologi pendidikan maka harusnya ada kebijakan untuk pendampingan supervisi klinik pada daerah
tersebut. Sebagai pilot project model supervisi klinik berorientasi pada guru berprestasi ini dapat dilakukan pada
sekolah sekolah bertaraf internasional (RSBI), hal ini seiring dengan tuntutan undang undang sisdiknas yang
mengamanahkan untuk setiap daerah ada rintisan sekolah bertaraf internasional. Daftar Rujukan Acheson, K.A.
dan Gall, M.D. Techniques of Indonesian Clinical Supervision of Teachers. Second Edition. White Plains. New
York: Longman. 1987. Alexander Mackie College of Advance Education. Supervision of Practice Teaching.
Primary Program, Sydney, Australia. 1981. Cogan, M.L. Clinical Supervision. Boston: Hougton Mifflin. 1973.
Daresh, J.C. Supervision as a Proactive Process. New york & London: Longman. 1989. Flanders, N.A.
Analyzing Teaching Behaviour. Reading, MA: Addison Wesley. 1970. ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA:
Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 83 Flanders, N.A. "Interaction Analysis and Clinical Supervision,"
Journal of Research and Development of Indonesian Education. Volume 9 (2). Athens, Georgia, halaman 45-57.
1976. Garman, N.B. "The Clinical Approach to Supervision," dalam Thomas J. Sergiovanni (ed). Supervision of
Teaching. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development. 1982. Glikman, CD.
Developmental Supervision. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development. 1981.
Goldhammer, R. Clinical Supervision: Special Methods for the Supervision of Teaching. Second Edition. New
York: Holt, Rinehart and Winston. 1969. Lowel, JT and wiles, K. Supervision for better schools. New Jersey
Englewood Clifs. 1983. Krajewski, R.A. "Clinical Supervision : A Conceptual Framework, "Journal of Research
and Development of Indonesion Education. Volume 15. Athen, Georgia, halaman 38-49. 1982. Mantja, W.
Efektivitas Supervisi Klinik dalam Pembimbingan Praktek Mengajar Mahasiswa IKIP Malang. Tesis, FPS IKIP
Malang. 1984. Mantja, W. Supervisi Pengajaran Kasus Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar Negeri
Kelompok Budaya Etnik Madura di Kraton. Disertasi, FPS IKIP Malang. 1989. Mosher, J.T. dan Purpel, D.E.
Supervision : The Reluctant Profession. Boston: Houghton Mifflin. 1972. Oliva, P.F. Supervision for Today's
School. Second Edition, White Plains. New York: Longman. 1984. Pidarta, Made, Pemikiran tentang supervisi
pendidikan, Jakarta bumiaksara, 1992 Sergiovanni, T.J. The Principalship: A Reflective Practice Perspective.
Boston: Allyn and Bacon, Inc. 1987. Seorgiovanni, J., Burlingame, Martin, Coombs, Fred S., Thurston, Paul W.
Educational Governance and Administration. Englewood Cliffs, New Jersey:
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang dapat
meningkatkan kepuasan masyarakat, dalam penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Pasien atau
masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu
layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan dan
diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu,
tanggap dan mampu menyembuhkan keluhan.
Proses penilaian kinerja karyawan sering kali kurang berjalan
dengan optimal dan tidak jarang dilakukan sekedar sebagai formalitas
belaka. Hal ini terjadi antara lain karena para atasan (manajer/supervisor)
kurang dibekali dengan keterampilan untuk melakukan bimbingan.
Pengelolaan sumberdaya manusia di bidang kesehatan dikatakan baik
apabila pimpinan dan manajemen memiliki kemampuan dalam melakukan
pengawasan dan bimbingan serta memberikan perhatian secara penuh
terhadap apa yang ditugaskan dan apa yang menjadi tanggung jawab
bawahannya, memperbaiki apa yang perlu diperbaiki atas hasil kerja yang
telah dilakukan dengan cara yang lebih profesional. Salah satu metode
yang dapat digunakan oleh seorang manajer untuk melakukan bimbingan
adalah dengan coaching.
Bimbingan merupakan proses pembelajaran untuk mengembangkan
kapasitas seseorang, yang umum digunakan dalam bidang
profesionalisme seseorang dalam bidang pekerjaannya. Bimbingan juga
merupakan bentuk kegiatan untuk meningkatkan kinerja dalam
memberikan pelayanan profesional berdasarkan ilmu pengetahuan, sikap
dan keterampilan. Coaching banyak digunakan dalam manajemen untuk
meningkatkan kemampuan profesional individu-individu dalam rumah
sakit atau tempat pelayanan kesehatan. Seseorang yang melakukan
coaching disebut coach (fasilitator) dan orang yang dibimbing disebut
coachee (peserta). Tujuan yang diperoleh dari coaching pada umumnya
untuk meningkatkan kinerja individu itu sendiri. Orang yang melakukan
coaching terikat dalam satu kerjasama yang baik dengan coacheenya
sehingga melalui proses ini terjalin sebuah kedekatan dan saling
pengertian yang lebih mendalam. Coaching dapat dikatakan sebagai
suatu metode pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya dalam bidang kesehatan yang pada
akhirnya akan meningkatkan kualitas asuhan kesehatan yang diberikan
pada pasien.
Berdasarkan penjelasan tentang deskripsi pekerjaan tugas atasan
(manajer/supervisor) sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen maka dapat
dikategorikan bahwa salah satu dari fungsi tersebut adalah penggerakan
(actuiting) yaitu memberikan bimbingan pada bawahan untuk mencapai
standar operasional. Salah satu bentuk model keterampilan atasan dalam
melakukan bimbingan dikenal dengan coaching.
BAB II
MATERI
1. Pengertian
Pada masa yang lalu, coaching sebagai sarana pengembangan
muncul dari dunia olahraga menjadi suatu alat penting untuk
pengembangan pribadi dalam pekerjaan dan untuk mencoba mengkaji
dalam pilihan hidup. Coaching juga tumbuh dalam bidang kehidupan,
pasarnya sendiri bahkan lebih beragam, berkisar dari coach yang bekerja
dalam bidang kesehatan seperti penghentian merokok, manajemen stres
dan diet, sampai gaya hidup. Pada bidang kesehatan ini para coach
secara khusus dilatih dengan latar belakang pelayanan kesehatan atau
psikologi. Dalam bidang kesehatan coaching merupakan alternatif untuk
konseling (Passmore, 2010).
Coaching merupakan proses untuk mencapai suatu prestasi kerja
dimana ada seorang yang mendampingi, memberikan tantangan,
menstimulasi dan membimbing untuk terus berkembang sehingga
seseorang bisa mencapai suatu prestasi yang diharapkan. Seseorang
yang melakukan coaching disebut coach dan orang yang dicoaching
disebut coachee. Proses coaching akan sangat menolong seseorang untuk
mengaktualisasikan dirinya, yaitu untuk mencapai satu titik dimana dia
tidak hanya dapat mengetahui keberadaannya saat itu tetapi juga
mengetahui potensi kemampuan yang seharusnya dapat dicapai. Orang
yang melakukan coaching terikat dalam satu kerjasama yang baik dengan
coacheenya sehingga melalui proses ini terjalin satu kedekatan dan saling
pengertian yang lebih mendalam (Riandi & Supriatno, 2009).
Proses coaching sering diartikan sebagai sarana untuk membantu
mengatasi dan memecahkan masalah pada individu, memberikan
motivasi dan dukungan semangat dalam melaksanakan tugasnya.
Kesempatan untuk peningkatan kerja bisa diperoleh melalui keterampilan.
Untuk memperoleh bantuan yang nyata dapat diberikan dari dukungan
individu atau organisasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
seorang fasilitator dalam melakukan bimbingan:
a. Apa hasil yang diharapkan atau yang diinginkan
b. Bagaimana cara mengukurnya
c. Perubahan apa yang diperlukan untuk memenuhi harapan atau hasil
yang diinginkan
Fasilitator harus menentukan apakah peserta mampu memenuhi
harapan atau hasil yang diinginkan. Terkait dengan waktu dan usaha yang
diperlukan untuk tujuan tersebut juga harus ditentukan dengan
menggunakan panduan kinerja (Mercurio, 2008).
2. Tujuan Coaching
Tujuan yang umum diperoleh dari coaching adalah dapat
meningkatkan kinerja individu dan organisasi, keseimbangan yang lebih
baik antara pekerjaan dengan kehidupan, motivasi yang lebih tinggi,
pemahaman diri yang lebih baik, pengambilan keputusan yang lebih baik
dan peningkatan pelaksanaan manajemen perubahan.
Beberapa tujuan coaching:
a. Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara individual
b. Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman
pembelajaran dengan bimbingan dan mengembangkan profesional
peserta
c. Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan
yang diberikan fasilitator dan pada saat yang sama mempersiapkan
keterampilan peserta dalam mengambil tanggung jawab dan pekerjaan
mendatang
d. Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi mereka
3. Proses Coaching
Proses coaching adalah untuk menetapkan dan menjelaskan arah
dan tujuan serta untuk mengembangkan rencana-rencana kerja untuk
mencapai tujuan. Selain itu dijelaskan juga satu pengertian mengenai hal-
hal yang penting dalam kehidupan bahwa kita diberikan kemampuan
untuk mengambil dan melaksanakan tanggung jawab yang telah
diberikan dan membangun serta melakukan setiap rencana kerja. Secara
sederhana proses coaching akan membantu untuk menciptakan visi yang
terbaik dan terbaru yang dimiliki dalam rangka mencapai suatu
keberhasilan. Dimana keberhasilan adalah saat kita dapat mencapai
tujuan secara kontinyu.
Coaching dan mentoring terkadang sulit dibedakan tetapi pada dasarnya
berbeda, seorang mentor mempunyai pengalaman dan pengetahuan di
bidang khusus, dimana kemudian bertindak sebagai penasihat, konselor,
pemandu, pembimbing, tutor ataupun guru. Hal ini berbeda dengan peran
coach yang tidak memberikan nasihat, tetapi lebih kepada membantu
coachee untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang ada
dalam dirinya, kemudian memfasilitasi coachee untuk dapat menjadi
penasihat bagi dirinya sendiri.
4. Teknik Coaching
a. Tahap Orientasi
Tahap ini merupakan tahap perkenalan dan tahap pengkondisian agar
tercipta suasana yang saling mempercayai.
b. Tahap Klarifikasi
Pada tahap ini dilakukan analisis permasalahan. Masalah yang akan
dipecahkan diuraikan sehingga jelas mana permasalahan utama dan juga
permasalahan mana yang akan dipecahkan terlebih dahulu.
c. Tahap Pemecahan (Perubahan)
Pada tahap ini coachee dengan bantuan coach berusaha mencari solusi
terhadap permasalahan yang dihadapi. Coach berusaha memberikan
saran dan alternatif-alternatif, namun coachee sendirilah yang harus
mengembangkan solusi permasalahan yang dihadapi.
d. Tahap Penutup
Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap apa yang telah dicapai
coachee dari proses coaching. Hal-hal yang pada tahap pendahuluan
disepakati untuk diubah atau diperbaiki akan dinilai apakah tujuan
tersebut telah tercapai atau belum.
5. Keuntungan Coaching
a. Dapat mendorong kemampuan masing-masing individu sesuai
dengan minatnya
b. Dapat menilai masing-masing peserta dengan berbagai metode
penilaian termasuk observasi
c. Dapat mengikuti lebih dekat setiap perkembangan peserta
d. Coaching lebih pada pendekatan personal dibanding dengan training
kelompok
e. Peserta merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk
melakukan keterampilan yang baru dipelajari karena bimbingan
berlangsung terus menerus dan personal