Anda di halaman 1dari 61

TUGAS

ANALISA SUPERVISI PRAKTEK KLINIK

( DOSEN SRI RAHAYU Skp.Ns, S.Tr.Keb, M.Kes)

Cover judul

Oleh :
TITIK HARYANTI
NIM : P1337424419180

KELAS NON REGULER KERJASAMA


DINKES KABUPATEN GROBOGAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SEMARANG
JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

SUPERVISI PRAKTEK KLINIS


Konsep Dasar dan Prosedur Pelaksanaannya

Supervisi Praktek klinik, mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L.

Cogan, Robert Goldhammer, dan Richarct Weller di Universitas Harvard pada akhir dasa

warsa lima puluh tahun dan awal dasawarsa enam puluhan (Krajewski) 1982). Ada dua

asumsi yang mendasari supervisi praktek klinik. Pertama, pengajaran merupakan aktivitas

yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara berhati-hari melalui

pengamatan dan analisis ini, supervisor pengajaran akan mudah mengembangkan

kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang profesionalnya

ingin dikembangkan lebih menghendaki cara yang kolegial daripada cara yang outoritarian

(Sergiovanni, 1987).

Pada mulanya, supervisi Praktek klinik dirancang sebagai salah satu model atau

pendekatan dalam melakukan supervisi pengajaran terhadap mahasiswa yang sedang

berpraktek. Dalam supervisi ini ditekanannya pada klinik, yang diwujudkan adalah bentuk

hubungan tatap muka antara dosen dan mahasiswa yang sedang berpraktek, Cogan (1973)

mendefinisikan supervisi klinik sebagai berikut :

The rational and practice designed to improve the teacher’supervisi classroom performance.

It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these data and the

relationships between teacher and supervisor from the basis of the program, procedures, and

strategies designed to improve the student’supervisi learning by improving the

teacher’supervisi classroom behavior (Cogan 1973, halaman 54).


Sesuai dengan pendapat Cogan ini, supervisi praktek klinik pada dasarnya merupakan

pembinaan performansi guru mengelola proses belajar mengajar. Pelaksanaannya didesain

dengan praktis secara rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar

analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru dan

supervisor merupakan dasar program prosedur, dan strategi pembinaan perilaku mengajar

guru dalam mengembangkan belajar murid-murid. Cogan sendiri menekankan aspek

supervisi klinik pada lima hal, yaitu

(1) proses supervisi klinik,

(2) interaksi antara dosen dan mahasiswa,

(3) performansi dosen dalam mengajar,

(4) hubungan dosen dengan supervisor, dan

(5) analisis data berdasarkan peristiwa aktual di kelas.

Tujuan supervisi klinik adalah untuk membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang

tidak atau kurang efektif. Menurut Sergiovanni (1987) ada dua sasaran supervisi klinik, yang

menurut penulis merefleksi multi tujuan supervisi klinik, yang menurut penulis merefleksi

multi tujuan supervisi pengajaran, khususnya pengembangan profesional dan motivasi kerja

mahasiswa, sebagaimana telah dikemukakan dalam bab I. Di satu sisi, supervisi klinik

dilakukan untuk membangun motivasi dan komitmen kerja guru. Di sisi lain, supervisi klinik

dilakukan untuk menyediakan pengembangan staf bagi guru. Sedangkan menurut dua orang

teoritisi lainnya, yaitu Acheson dan Gall (1987) tujuan supervisi praktek klinik adalah

meningkatkan pengajaran  guru dikelas. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih

spesifik, sebagai berikut.

1.      Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap mahasiswa , mengenai pengajaran yang

dilaksanakannya.

2.      Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran.


3.      Membantu mahasiswa mengembangkan keterampilannnya menggunakan strategi yang telah

diberikan

4.      Mengevaluasi mahasiswa untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya.

5.      Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional

yang berkesinambungan.

Demikianlah sekilas konsep spuervisi klinik bila disimpulkan, maka karakteristik

supervisi klinik sebagai berikut ; supervisi klinik berlangsung dalam bentuk hubungan tatap

muka antara supervisor dan mahasiswa, tujuan supervisi klinik itu adalah untuk

pengembangan profesional mahasiswa. Kegiatan supervisi klinik ditekankan pad aspek-aspek

yang menjadi perhatian mahasiswa serta observasi kegiatan pengajaran di kelas, observasi

harus dilakukan secara cermat dan mendetail, analisis terhadap hasil observasi harus

dilakukan bersama antara supervisor dan mahsiswa dan hubungan antara supervisor dan

mahasiswa harus bersifat kolegial bukan autoritarian.

A.   Bebebrapa Penelitian Supervisi Klinik

Sejak supervisi klinik diperkenalkan dan dikembangkan pada akhir dasawarsa lima

puluhan dan awal dasawarsa lima puluhan dan awal dasawarsa enam puluhan, penelitian

tentang efektivitas klinik dalam Supervisi praktek Klinik belum dilaksanakan secara luas dan

mendalam. Bahkan keberadaannya selama lima belas tahun supervisi klinik lebih bersifat

sebagai ide pendidikan belaka daripada praktek yang workable dalam latar pendidikan

(Krajewski 1982). Namun ini telah banyak dipraktikkan supervisi klinik dan penelitian

efektivitasnya. Walaupun hanya beberapa penelitian sederhana, tetapi hasilnya menunjukkan

ke efektifan supervisi klinik.


Misalnya, Flanders (1970) yang lebih memusatkan perhatiannya pada analisis interaksi

dalam supervisi klinik menemukan bahwa melalui supervisi klinik supervisor dapat

membantu mahasiswa menganalisis interaksi yang dilakukan di kelas. Penelitian lainnya

dilakukan oleh Amidon, Shinn, dan Marthin yang bertujuan menjaring informasi mengenai

sikap mahasiswa dan supervisor terhadap supervisi klinik. Hasil ketiga penelitian ini

dilaporkan atau diinformasikan oleh Acheson dan Gall (1980) sebagai berikut. Blumberg dan

Amidon menemukan bahwa para mahasiswa lebih menyukai dan menghargai penerapan

komunikasi tidak langsung yang merupakan unsur penting dalam supervisi klinik yang

bergaya tidak langsung pula. Berdasarkan penelitiannya, Shinn menemukan dua kesimpulan

mengenai supervisi klinik, yaitu ;  para mahasiswa banyak yang mengatakan bahwa teknik

supervisi klinik yang sangat bermanfaat, dan para mahasiswa lebih menyukai supervisi klinik

yang berbentuk tidak langsung.

Sedangkan hasil penelitian Marthin menyatakan bahwa para mahasiswa bisa menerima

supervisi klinik sebagai satu pendekatan pembinaan . Ia menemukan bahwa kelompok yang

telah ditatar bisa menerima maksud evaluasi tahunan yang bertujuan memperbaiki pekerjaan

para mahasiswa itu sendiri dan sebagai promosi jabatan atau pertimbangan lain yang

menyangkut pekerjaan mereka.

Dalam proses supervisi kilinik selalu terdapat kegiatan yang disebut dengan istilah post

conference, lakukan setelah dilakukan observasi kelas. Di sini supervisor bersama mahasiswa

menganalisis kegiatan pembelajaran yang telah diobservasi sebelumnya. Dengan demikian

secara otomatis, melalui kegiatan post conference  memperoleh balikan mengenai

kegiatannya mengelola proses belajar mengajar. Tuckman dan Yates (1980) pernah

melakukan penelitian tentang efektivitas pemberian balikan dalam meningkatkan

keterampilan mahasiswa. Dalam penelitian ini subyek dibagi dua kelompok, yaitu kelompok

eksperiman yang diberikan perlakukan berupa balikan dan kelompok kontrol yang tidak
B.   Langkah-langkah Supervisi Klinik   

Penjelasan konsep supervisi klinik dan beberapa hasil penelitian tentang keefektifannya

membawa kita untuk menyakini betapa pentingnya supervisi klinik sebagai satu pendekatan

dalam mengembangkan pengajaran guru. Sudah seharusnyalah setiap supervisor pengajaran

berusaha untuk menerapkannya bagi guru-guru yang menjadi kawasan tanggung jawabnya.

Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana prosedurnya.

Menurut Cogan (1973) ada delapan kegitan dalam supervisi klinik yang dinamainya

dengan siklus supervisi klinik. Di sini istilah siklus mengandung dua pengertian pertama.,

prosedur supervisi klinik terdiri dari sejumlah tahapan yang merupakan proses yang

berkesinambungan. Kedua, hasil pertemuan tahap akhir menjadi masukan untuk tahap

pertama pada siklus berikutnya. Kedelapan tahap yang dikemukakan oleh Cogan adalah

sebagai berikut

(1) tahap membangun dan memantapkan hubungan guru-supervisor,

(2) tahap perencanaan bersama guru,

(3) tahap perencanaan strategi observasi,

(4) tahap observasi pengajaran,

(5) tahap analisis proses pembelajaran,

(6) tahap perencanaan strategi pertemuan,

(7) tahap pertemuan, dan

(8) tahap penjajakan rencana pertemuan berikutnya.

Menurut Mosher dan Purpel (1972) ada tiga aktivitas dalam proses supervisui klinik,

yaitu

(1) tahap perencanaan,

(2) tahap observasi, dan


(3) tahap evaluasi dan analisis. Menurut Oliva (1984) ada tiga aktivitas esensial dalam

proses supervisi klinik, yaitu

(1) kontak dan komunikasi dengan guru untuk merencanakan observasi kelas

(2) observasi kelas, dan

(3) tindak lanjut observasi kelas. Sedangkan menurut Goldhammer, Anderson, dan

Krajewski (1981) ada lima kegiatan dalam proses supervisi klinik, yang disebutnya dengan

sequence of supervision, yaitu

(1) pertemuan sebelum observasi

(2) observasi,

(3) analisis dan strategi,

(4) pertemuan supervisi, dan

(5) analisis sesudah pertemuan supervisi.

Demikianlah, walaupun berbeda deskripsi pada para teriotisi di atas tentang langkah-

langkah proses supervisi klinik, sebenarnya langkah-langkah ini bisa dikembalikan pada tiga

tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu

(1) tahap pertemuan awal,

(2) tahap observasi mengajar, dan

(3) tahap pertemuan balikan. Dalam buku ajar  sederhana ini penulis lebih cenderung

membagi siklus supervisi klinik menajdi tiga tahap juga sebagaimana tersebut di atas.

Deskripsi demikian juga dikemukakan oleh Acheson dan Gall (1987), Alexander Mackie

College of advanced Education (1981) dan Mantja (1984).

1.     Tahap Pertemuan Awal

Tahap pertama dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan awal

(preconference). Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas


sehingga banyak juga para teoritisi supervisi klinik yang menyebutkan dengan istilah tahap

pertemuan sebelum observasi (preobservation Conference). Menurut Sergiovanni (1987)

tidak ada tahap yang lebih penting daripada tahap pertemuan awal ini.

Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan, bersama antara

supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil akhir

pertemuan awal ini adalah kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dan mahasiswa.

Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan awal ini tercipta kerja sama, hubungan

kemanusian dan komunikasi yang baik antara supervisor dengan mahasiswa. Selanjutnya

kualitas hubungan yang baik antara supervisor dan mahasiswa memiliki pengaruh signifikan

terhadap kesuksesan tahap berikutnya dalam proses supervisi klinik. Oleh sebab itu para

teoritisi banyak menyarankan agar pertemuan awal ini, dilaksanakan secara rileks dan

terbuka. Perlu sekali diciptakan kepercayaan mahasiswa terhadap supervisor, sebab

kepercayaan ini akan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan pertemuan awal ini.

Kepercayaan ini berkenaan dengan kenyakinan mahasiwa bahwa supervisor memperhatikan

minat atau perhatian terhadap mahasiwa.

Pertemuan pendahuluan ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Dalam pertemuan

awal ini supervisor bisa menggunakan waktu 20 sampai 30 menit, kecuali jika siswa

mempunyai permasalahan khusus yang membutuhkan diskusi panjang. Pertemuan ini

sebaiknya dilaksanakan di satu ruangan yang netral, misalnya kafetaria, atau bisa juga di

kelas. Pertemuan di ruang praktek atau supervisor kemungkinannya akan membuat siswa

menjadi tidak bebas. Secara teknis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam

pertemuan awal ini, yaitu

(1) menciptakan suasana yang akrab dan terbuka,

(2) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dikembangkan siswa dalam praktek.

(3) menerjemahkan perhatian siswa ke dalam tingkah laku yang bisa diamati,
(4) mengidentifikasi prosedur untuk memperbaiki praktek siswa,

(5) membantu siswa memperbaiki tujuannya sendiri

(6) menetapkan waktu observasi kelas,

(7) menyeleksi instrumen observasi kelas, dan

(8) memperjelas kontek praktek dengan melihat data yang akan direkam.

Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu agenda yag harus

dihasilkan pada akhir pertemuan awal. Agenda tersebut adalah :

a.     Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan siswa tentang apa saja yang akan

diobservasi.

1)     Tujuan instruksional umum dan khusus pengajaran

2)     Hubungan tujuan pengajaran dengan keseluruhan program pengajaran yang

diimplementasikan.

3)     Aktivitas yang akan diobservasi

4)     Kemungkinan perubahan formal aktivitas, sistem, dan unsur-unsur lain berdasarkan

persetujuan interaktif antara supervisor dan guru.

5)     Deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang balikannya diinginkan guru.

b.     Menetapkan mekanisme atau aturan-aturan observasi meliputi :

1)     Waktu (jadwal) observasi

2)     Lamanya observasi

3)     Tempat observasi

c.      Menetapkan rencana spesifik untuk melaksanakan observasi meliputi:

1)     Dimana supervisor akan duduk selama observasi

2)     Akankah supervisor menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan observasinya jika demikian,

kapan sebelum ataukah setelah pelajaran.

3)     Akankah supervisor mencari satu tindakan khusus.


4)     Akankah supervisor berinteraksi dengan siswa

5)     Perlukah adanya material atau persiapan khusus

6)     Bagaimanakah supervisor akan mengakhiri observasi

Proses pembelajaran klinis menekankan pada integrasi antara ilmu teoritis dan

praktek, serta sintesis untuk dapat menemukan alternatif pemecahan permasalahan dari

kasus-kasus yang ditemukan. Dalam mencapai sasaran pembelajaran tersebut, dibutuhkan

proses bimbingan yang optimal. Dalam tulisan ini dibahas model-model bimbingan yang

diterapkan diberbagai institusi pendidikan kedokteran dan kesehatan, serta dilakukan analisa

terhadap berbagai model tersebut untuk melihat model yang tepat diterapkan di institusi

pendidikan kedokteran dan kesehatan Indonesia.

Terdapat dua model yang umum dilaksanakan pada bimbingan klinis,

yaitu supervision model (model supervisi) dan preceptorship model (model preseptorsip).

Model supervisi, pembimbing adalah staf dari universitas (institusi pendidikan) dan

pembimbing tidak ikut melakukan pelayanan sehingga bimbingan tidak langsung pada saat

interaksi dengan pasien. Sebaliknya pada model preseptorsip, pembimbing adalah staf dari

rumah sakit atau staf yang juga bertugas di rumah sakit tersebut, sehingga bimbingan dapat

dilakukan dengan interaksi langsung dengan pasien dan saat memberikan penatalaksanaan.

Namun, pada pelaksanaannya, penerapannya sering dilakukan dengan kombinasi beberapa

model atau menerapkan dua model bimbingan atau lebih pada satu proses kepaniteraan

klinik.  Dengan melihat apa yang telah diterapkan selama ini pada pendidikan kedokteran dan

kesehatan di Indonesia, maka penerepan model preseptorship merupakan model yang tepat

untuk dilaksanakan, dengan perbaikan kualitas dan kuantitas bimbingan.

Pembelajaran klinik kebidanan merupakan salah satu proses pembelajaran untuk

mencapai keterampilan tindakan asuhan kebidanan pada kasus nyata, kenyataan yang ada
terdapat kesenjangan antara nilai yang dicapai mahasiswa di lahan dengan nilai yang dicapai

pada ujian akhir program dan laporan pendahuluan kasus tidak sama dengan laporan asuhan

kebidanan yang tindakannya dilakukan oleh mahasiswa. Analisa Supervisi Klinik ini adalah

untuk mengetahui bagaimanakah manajemen pembelajaran klinik kebidanan mahasiswa

kebidanan meliputi perencanaan oleh institusi pendidikan, proses pembelajaran klinik di

lahan praktik bersama pembimbing klinik, monitoring oleh pembimbing akademik, dan

evaluasi pembelajaran klinik oleh institusi pendidikan kebidanan.

Pembelajaran merupakan unsur terpenting dalam pencapaian keberhasilan pendidikan dan

guru memiliki peran yang sangat strategis, baik sebagai perencana pembelajaran, pelaksanaan

pembelajaran, dan penilai pembelajaran.

Materi ini menyajikan persoalan yang berkenaan dengan supervise klinis, mulai dari

pengertian, karakteristik, prinsip-prinsip, dan prosedur pelaksanaan supervise klinis serta

pelaporan hasil supervise klinis. Penyajian materi dilakukan dengan menggunakan metode

ceramah berbantuan Laptop dan LCD, tanya jawab, dan simulasi. Adapun waktu yang

diperlukan untuk penyajian materi ini seluruhnya dibutuhkan sekira 4 jam pelajaran.

Tujuan akhir dari pemaparan materi ini, diharapkan para pengawas sebagai peserta

bimbingan teknis memiliki pemahaman tentang supervise klinis dan memperoleh gambaran

pelaksanaan supervise klinis bagi guru di sekolah.

 
BAB II

MATERI INTI

1.    Pengertian Supervisi Klinis

 Secara umum supervisi klinis diartikan sebagai bentuk bimbingan profesional yang diberikan

kepada mahasiswa berdasarkan kebutuhannnya melalui siklus yang sistematis. Siklus

sistematis ini   meliputi: perencanaan, observasi yang cermat atas pelaksanaan dan pengkajian

hasil observasi dengan segera dan obyektif tentang penampilan mengajarnya yang nyata.

Jika dikaji berdasarkan istilah dalam “klinis”, mengandung makna:

(1) Pengobatan (klinis) dan

(2) Siklus, yaitu serangkaian kegiatan yang merupakan daur ulang. Oleh karena itu makna

yang terkandung dalam istilah klinis merujuk pada unsur-unsur khusus, sebagai berikut:

 Adanya hubungan tatap muka antara siswa didalam proses supervisi.

 Terfokus pada tingkah laku yang sebenarnya didalam kelas.

 Adanya observasi secara cermat.

 Deskripsi pada observassi secara rinci.

 Pengawas dan supervisor bersama-sama menilai penampilan siswa.

 Fokus observasi sesuai dengan permintaan kebutuhan siswa.

2.    Karakteristik Supervisi Klinis

  Merujuk pada pengertian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa karakteristik

supervisi klinis, yaitu:


        a.    Perbaikan dalam praktek klinik mengajar mengharuskan siwa mempelajari

keterampilan intelektual dan bertingkah laku berdasarkan keterampilan tersebut.

        b.    Fungsi utama supervisor adalah mengajar keterampilan-keterampilan kepada siswa.

        c.    Fokus supervisi klinis adalah:

 Perbaikan cara mengajar dan bukan mengubah kepribadian mahasiswa.

 Dalam perencanaan pengajaran dan analisisnya merupakan pegangan supervisor

dalam memperkirakan perilaku mengajar mahasiswa.

 Pada sejumlah keterampilan mengajar yang mempunyai arti penting bagi pendidikan

dan berada dalam jangkauan guru.

 Pada analisis yang konstruktif dan memberi penguatan (reinforcement) pada pola-pola

atau tingkah laku yang berhasil daripada “mencela” dan “menghukum” pola-pola tingkah

laku yang belum sukses.

 Didasarkan pada bukti pengamatan dan bukan atas keputusan penilaian yang tidak

didukung oleh bukti nyata.

        d.    Siklus dalam merencanakan, mengajar dan menganalisis merupakn suatu komunitas

dan dibangun atas dasar pengalaman masa lampau.

        e.    Supervisi klinis merupakan suatu proses memberi dan menerima informasi yang

dinamis dimana supervisor dan guru merupakan teman sejawat didalam mencari pengertian

bersama mengenai proses pendidikan.

         f.    Proses supervisi klinis terutama berpusat pada interaksi verbal mengenai analisis

jalannya pelajaran.
        g.    Setiap guru mempunyai kebebasan maupun tanggung jawab untuk mengemukakan

pokok-pokok persoalan, menganalisis cara mengajarnya sendiri dan mengembangkan gaya

mengajarnya.

        h.    Supervisor mempunyai kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis dan

mengevaluasi cara supervisi yang dilakukannya dengan cara yang sama seperti ketika ia

menganalisis dan mengevaluasi cara mengajar guru.

Secara skematik, perbedaan antara supervisi kelas dengan supervisi klinis sebagai berikut (La

Sulo, 1988 : 9):

No. Aspek Supervisi Kelas Supervisi Klinis

Prakarsa dan Tanggung


1. Terutama oleh supervisor Diutamakan oleh guru
Jawab

Hubungan Supervisor- Realisasi guru- Realisasi kolegial yang


2.
Guru siswa/atasan-bawahan sederajat dan interaktif

Cenderung direktif atau


3. Sifat Supervisi Bantuan yang demokratis
otokratif

Diajukan oleh guru sesua


Samar-samar atau sesuai 
4. Sasaran Supervisi kebutuhannya, dikaji
keinginan supervisor
bersama menjadi kontrak

5. Ruang Lingkup   Umum dan luas Terbatas sesuai kontrak

Bimbingan yang analitik


6. Tujuan Supervisi Cenderung evaluatif
deskriptif

Peran Supervisor dalam Banyak memberi tahu dan


7. Bertanya untuk analisis d
Pertemuan mengarahkan

8. Balikan Samar-samar atau atas Dengan analisis dan

kesimpulan supervisor interpretasi bersama atas


data observasi sesuai kon
1. 3.    Tujuan Supervisi Klinis

1. Tujuan umum

Secara umum Supervisi klinis bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan

mengajar guru di kelas. Hubungan ini supervisi klinis merupakan kunci untuk meningkatkan

kemampuan professional guru.

1. Tujuan khusus

Secara khusus Supervisi klinis bertujuan untuk:

1)    Menyediakan suatu balikan yang objektif dalam kegiatan mengajar yang dilakuakan guru

dengan berfokus terhadap:

a)    Kesadaran dan kepercayaan diri dalam mengajar.

b)    Keterampilan-keterampilan dasar mengajar yang diperlukan.

2)    Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pembelajaran.

3)    Membantu guru mengembangkan keterampilan dalam menggunakan strategi-strategi

pembelajaran.

4)    Membantu guru mengembangkan diri secara terus menerus dalam karir dan profesi

mereka secara mandiri.

1. 4.    Prinsip-prinsip Supervisi Klinis

Dalam supervisi klinis terdapat sejumlah prinsip umum yang menjadi landasan praktek,

antara lain:
1. Hubungan antara supervisor dengan guru adalah hubungan kolegial yang sederajat

dan bersifat interaktif. Hubungan semacam ini lebih dikenal sebagai hubungan antara

tenaga professional berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman, sehingga terjalin

dialog professional yang interaktif dalam suasana yang intim dan terbuka. Isi dialog

bukan pengarahan atau instruksi dari supervisor/pengawas melainkan pemecahan masalah

pembelajaran.

2. Diskusi antara supervisor dan guru bersifat demokratis, baik pada perencanaan

pengajaran maupun pada pengkajian balikan dan tindak lanjut. Suasana demokratis itu

dapat terwujud jika kedua pihak dengan bebas mengemukakan pendapat dan tidak

mendominasi pembicaraan serta memiliki sifat keterbukaan untuk mengkaji semua

pendapat yang dikemukakan didalam pertemuan tersebut dan pada akhirnya keputusan

ditetapkan atas persetujuan bersama.

3. Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru serta tetap berada

didalam kawasan (ruang lingkup) tingkah laku gurudalam mengajar secara aktual.

Dengan prinsip ini guru didorong untuk menganalisis kebutuhan dan aspirasinya didalam

usaha mengembangkan dirinya.

4. Pengkajian balikan dilakukan berdasarkan data observasi yang cermat yang

didasarkan atas kontrak serta dilaksanakan dengan segera. Dari hasil analisis balikan

itulah ditetapkan rencana selanjutnya.

5. Mengutamakan prakarsa dan tanggung jawab guru baik pada tahap perencanaan,

pengkajian balikan bahkan pengambilan keputusan dan tindak lanjut. Dengan

mengalihkan sedini mungkin prakarsa dan tanggung jawab itu ke tangan guru diharapkan

pada gilirannya kelak guru akan tetap mengambil prakarsa untuk mengembangkan

dirinya.

 
Prinsip-prinsip supervisi klinis diatas membawa implikasi bagi kedua belah pihak (supervisor

dan guru).

a. Implikasi bagi supervisor antara lain:

 Memiliki keyakinan akan kemampuan guru untuk mengembangkan dirinya serta

memecahkan masalah yang dihadapinya.

 Memiliki sikap terbuka dan tanggap terhadap setiap pendapat guru.

 Mau dan mampu memperlakukan guru sebagai kolega yang memerlukan bantuannya.

b. Implikasi bagi guru antara lain:

 Perubahan sikap dari guru sebagai seseorang yang mampu mengambil prakarsa untuk

menganalisis dan mengembangkan dirinya.

 Bersikap terbuka dan obyektif dalam menganalisis dirinya.

1. 5.    Prosedur Supervisi Klinis

Prosedur supervisi klinis berlangsung dalam suatu proses berbentuk siklus, terdiri dari tiga

tahap yaitu: tahap pertemuan pendahuluan, tahap pengamatan dan tahap pertemuan balikan.

Dua dari tiga tahap tersebut memerlukan pertemuan antara guru dan supervisor, yaitu

pertemuan pendahuluan dan pertemuan lanjutan.

1. a.     Tahap Pertemuan Pendahuluan

Dalam tahap ini supervisor dan guru bersama-sama membicarakan rencana tentang materi

observasi yang akan dilaksanakan. Tahap ini memberikan kesempatan kepada guru dan
supervisor untuk mengidentifikasi perhatian utama guru, kemudian menterjemahkannya

kedalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati. Pada tahap ini dibicarakan dan ditentukan

pula jenis data mengajar yang akan diobservasi dan dicatat selama pelajaran berlangsung.

Suatu komunikasi yang efektif dan terbuka diperlukan dalam tahap ini guna mengikat

supervisor dan guru sebagai mitra didalam suasana kerja sama yang harmonis.

Secara teknis diperlukan lima langkah utama bagi terlaksananya pertemuan pendahuluan

dengan baik, yaitu:

1)    Menciptakan suasana intim antara supervisor dengan guru sebelum langkah-langkah

selanjutnya dibicarakan. 

2)    Mengkaji ulang rencana pelajaran serta tujuan pelajaran. 

3)    Mengkaji ulang komponen keterampilan yang akan dilatihkan dan diamati. 

4)    Memilih atau mengembangkan suatu instrumen observasi yang akan dipakai untuk

merekam tingkah laku guru yang akan menjadi perhatian utamanya. 

5)    Instrumen observasi yang dipilih atau yang dikembangkan dibicarakan bersama antara

guru dan supervisor.

1. b.     Tahap Pengamatan/Observasi Mengajar

Pada tahap ini guru melatih tingkah laku mengajar berdasarkan komponen keterampilan yang

telah disepakati dalam pertemuan pendahuluan. Di pihak lain supervisor mengamati dan

mencatat atau merekam tingkah laku guru ketika mengajar berdasarkan komponen

keterampilan yang diminta oleh guru untuk direkam. Supervisor dapat juga mengadakan

observasi dan mencatat tingkah laku siswa di kelas serta interaksi antara guru dan siswa.

Kunjungan dan observasi yang dilaksanakan supervisor bermanfaat untuk mengetahui

pelaksanaan pembelajaran sebenarnya. Manfaat observasi tersebut antara lain dapat:


 Menemukan kelebihan atau kekurangan guru dalam melaksanakan pembelajaran guna

pengembangan dan pembinaan lebih lanjut;

 Mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan suatu gagasan

pembaharuan pengajaran;

 Secara langsung mengetahui keperluan dan kebutuhan masing-masing guru dalam

melaksanakan proses belajar-mengajar;

 Memperoleh data atau informasi yang dapat digunakan dalam penyusunan program

pembinaan profesinal secara terinci;

 Menumbuhkan kepercayaan diri pada guru untuk berbuat lebih baik; serta

 Mengetahui secara lengkap dan komprehensif tentang hal-hal pendukung kelancaran

proses belajar-mengajar.

Dalam proses pelaksanaannya, supervisor seharusnya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Menciptakan situasi yang wajar, mengambil tempat didalam kelas yang tidak menjadi

pusat perhatian anak-anak, tidak mencampuri guru yang sedang mengajar, sikap waktu

mencatat tidak akan menimbulkan prasangka dari pihak guru.

 Harus dapat membedakan mana yang penting untuk dicatat dan mana yang kurang

penting.

 Bukan melihat kelemahan, melainkan melihat bagaimana memperbaikinya.

 Harus diperhatikan kegiatan atau reaksi murid-murid tentang proses belajar.

1. c.     Tahap Pertemuan Lanjutan

Sebelum pertemuan lanjutan dilaksanakan supervisor mengadakan analisis pendahuluan

tentang rekaman observasi yang dibuat sebagai bahan dalam pembicaraan tahap ini. Dalam

hal ini supervisor harus mengusahakan data yang obyektif, menganalisis dan
menginterpretsikan secara koperatif dengan guru tentang apa yang telah berlangsung dalam

mengajar.

Setelah melakukan kunjuangan dan observasi kelas, maka supervisor seharusnya dapat

menganalisis data-data yang diperolehnya tersebut untuk diolah dan dikaji yang dapat

dijadikan pedoman dan rujukan pembinaan dan peningkatan guru-guru selanjutnya. Masalah-

masalah professional yang berhasil diidentifikasi selanjutnya perlu dikaji lebih lanjut dengan

maksud untuk memahami esensi masalah yang sesungguhnya dan faktor-faktor penyebabnya,

selanjutnya masalah-masalah tersebut diklasifikasi dengan maksud untuk menemukan

masalah yang mana yang dihadapi oleh kebanyakan guru di sekolah atau di wilayah itu.

Ketepatan dan kehati-hatian supervisor dalam menimbang suatu masalah akan berpengaruh

terhadap keberhasilan proses pembinaan professional guru yang bersangkutan selanjutnya.

Dalam proses pengkajian terhadap berbagai cara pemecahan yang mungkin dilakukan, setiap

alternatif pemecahan masalah dipelajari kemungkinan keterlaksanaannya dengan cara

mempertimbangkan factor-faktor peluang yang dimiliki, seperti fasilitas dan kendala-kendala

yang mungkin dihadapi. Alternatif pemecahan masalah yang terbaik adalah alternatif yang

paling mungkin dilakukan, dalam arti lebih banyak faktor-faktor pendukungnya dibandingkan

dengan kendala yang dihadapi. Disamping itu, alternatif pemecahan yang terbaik memiliki

nilai tambah yang paling besar bagi peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa.

Langkah-langkah utama pada tahap pertemuan lanjutan adalah:

(1)  Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesan umum guru ketika ia mengajar serta

memberi penguatan.

(2)  Mengkaji ulang tujuan pelajaran.

(3)  Mengkaji ulang target keterampilan serta perhatian utama guru.


(4)  Menanyakan perasaan guru tentang jalannya pelajaran berdasarkan target dan perhatian

utamanya.

(5)  Menunjukan serta mengkaji bersama guru hasil observasi (Rekaman data).

(6)  Menanyakan perasaan guru setelah melihat rekaman data tersebut.

(7)  Menyimpulkan hasil dengan melihat apa yang sebenarnya merupakan keinginan atau

target guru dan apa yang sebenarnya terjadi atau tercapai.

(8)  Menentukan bersama-sama dan mendorong guru untuk merencanakan hal-hal yang perlu

dilatih atau diperhatikan pada kesempatan berikutnya.

 seluruhan tahap didalam proses supervisi klinis dapat digambarkan dalam bagan siklus

supervisi sebagai berikut:

TAHAP PERTEMUAN AKHIRDiskusi Balikan:

–          Interpretasi bersama

–          Analisis data

–          Refleksi

Analisis Pendahuluan teknis rekaman observasi

Revisi oleh guru(bila perlu)

TAHAP AWAL PERTEMUAN PENDAHULUANPembentukan kerangka kerja:

–          Suasana intim

–          Kaji ulang

–          Instrumen observasi (kontrak)


Perencanaan/Persiapanguru

TAHAP OBSERVASI MENGAJAR Pelaksanaan Mengajar:

–          Pencatatan tingkah laku guru oelh supervisor

Gambar :  Siklus Pelaksanaan Supervisi Klinis

1. 6.    Pelaporan Supervisi Klinis

Laporan Hasil Pelaksanaan Supervisi ditujukan kepada pimpinan dan kepada orang yang

disupervisi. Kepada atasan atau pimpinan, laporan hasil supervisi dimaksudkan untuk

memberikan laporan mengenai temuan-temuan yang diperoleh dari kegiatan supervisi dan

selanjutnya dijadikan bahan untuk melakukan pembinaan kompetensi profesional bagi orang

yang disupervisi.

Laporan untuk pihak yang disupervisi dimaksudkan sebagai balikan dalam upaya

menyadarkan posisi kinerja dan meningkatkan kompetensi profesionalnya. Oleh karena itu,

bahasa yang digunakan dalam laporan supervisi untuk pihak yang disupervisi perlu

memperhatikan aspek-aspek psikologis, fisiologis, latar belakang pendidikan, masa kerja dan

aspek lainnya yang berhubungan dengan harga dari pihak yang disupervisi.

C.   PENUTUP

Supervisi klinis akan terjadi jika hubungan kolegial antara pengawas dan guru telah terjalin

dengan baik. Tanpa prasyarat tersebut guru akan segan untuk meminta pengawas untuk

melakukan supervise klinis terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi guru dalam

pembelajaran.

Selain itu, keberhasilan supervise klinis juga akan sangat tergantung kepada sejauhmana

pengawas memberikan bimbingan sesuai kemampuan professional yang dimilikinya dan


sejauhmana guru secara terbuka melaksanakan bimbingan yang telah diberikan oleh

pengawas.

D.   DAFTAR PUSTAKA

Glickman, C.D. (1985). Supervision of Intruction. Boston: Allyn and Bacon Inc.

Lovell, J.T. and Wiles, K. (1983). Supervision for Better Schools (Fifth Edition). New Jersey:

Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.

Nana Sudjana. (1988). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sahertian, P.A. (2000). Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka

Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sutisna, Oteng. (1993). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional.

Bandung: Angkasa.

Satori, Djam’an. (1989). Pengembangan Model Supervisi Sekolah Dasar (Penelitian terhadap

Efektivirtas Sistem Pelayanan/Bantuan Profesional bagi Guru-guru SD di Cianjur Jawa

Barat). Disertasi Doktor pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Sulu Lipu La Sulo. (1998). Supervisi Klinis Pendekatan Bimbingan dalam Penyelenggaraan

Program Pengalaman Lapangan (PPL). Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPGSM.

Waite, D. (1991). Intructional Supervision from a Situational Perspective. Teaching and

Teacher Education, 8 (4), 319-332.

Wiles, J. and Bondi, J. (1980). Supervision: A Guide to Practic. Sydney: Charles E. Merril

Publishing Company.

Winardi. (1996). Manajemen Supervisi. Bandung: Mandar Maju.


 

LAMPIRAN

CONTOH: Outline Laporan Hasil Pelaksanaan Supervisi Pengajaran

Bab I     Pendahuluan

1. Dasar Pemikiran

(Menyajikan uraian tentang kedudukan dan pentingnya supervisi dalam pengelolaan

pembelajaran)

1. Tujuan Supervisi

(Menjelaskan tujuan supervisi kelas dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan)

1. Manfaat

(Menjelaskan dampak positif pelaksanaan supervisi)

1. Metode

(Menjelaskan cara yang digunakan dalam melaksanakan supervisi)

Bab II    Pelaksanaan Supervisi

1. Waktu dan Sasaran

(Menginformasikan kapan supervisi dilaksanakan dan siapa saja yang disupervisi)

1. Ruang Lingkup

(Menjelaskan aspek-aspek yang disupervisi)

1. Instrumen yang Digunakan

(Menjelaskan alat pengumpul data yang digunakan dalam kegiatan supervisi)

1. Teknik Analisis Data


(Menjelaskan teknik perhitungan yang digunakan dalam mengolah data untuk merumuskan

kesimpulan)

1. Temuan

(Melaporkan hasil yang diperoleh sesuai dengan ruang lingkup)

1. Pemecahan Masalah

Menjelaskan langkah pemecahan masalah yang telah dilakukan Pengawas)

Bab III   Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Kesimpulan

(Menyajikan kesimpulan atas hasil supervisi pengajaran yang telah dilaksanakan)

1. Rekomendasi

(Menyajikan beberapa rekomendasi ke arah pembinaan dan peningkatan profesional guru

dalam PBM).

Materi Kegiatan Bimbingan Teknis Pengawas Sekolah 2007

Sub. Direktorat Pendidikan Menengah Direktorat Tenaga Kependidikan

Direktorat Jenderal peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Iklan
Kencana, Jakarta Kajian Pembelajaran Praktek Klinik
Ketrampilan merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan
suatu aktivitas atau pekerjaan. Ketrampilan lebih sukar dimiliki daripada
pengetahuan. Namun, seseorang yang memiliki ketrampilan dengan
sendirinya sudah memiliki pengetahuan atas pekerjaan yang mereka
lakukan. Pada umumnya ketrampilan tidak mudah diperoleh dari perkuliahan,
terutama perkuliahan yang tidak disertai dengan studi kasus dan role play.
Kawasan psikomotorik, otot meliputi tujuan pendidikan yang berkenaan
dengan otot, ketrampilan motorik, atau gerak yang membutuhkan koordinasi
otot. Kawasan ini dibagi menjadi 5 tingkat yaitu Meniru dengan
contoh/Imitation (P1), Manipulasi/Manipulation  (P2), Ketepatan
Presisi/Precision (P3), Akurasi dan Cepat/Articulation (P4), Spontan dan
Otomatis/Naturalization (P5).
Faktor Ketrampilan Klinik
Dalam pembelajaran praktik klinik, ada 4 (empat) kunci efektif yaitu
mahasiswa, instruksi klinis dan lingkungan praktik. berikut ulasannya.
a.       Mahasiswa
Pemeran utama dalam proses pembelajaran klinik ini adalah
mahasiswa, pembimbing akademik dan pembimbing klinik bertindak sebagai
pendamping dan pengamat. Mahasiswa harus membaca, belajar,
menyelesaikan setiap tugas dan pekerjaan secara independent sesuai
dengan jadual pembelajaran, menghadiri presentasi kelas, dan sesi praktik.
Mahasiswa harus bersedia memperhatikan pembimbing akademik dan
pembimbing klinik serta mengajukan pertanyaan sehubungan dengan
pengalaman belajar yang dilakukannya. Aspek mahasiswa yang dapat
mendukung ketercapaian ketrampilan klinik adalah Karakteristik mahasiswa
meliputi minat dan ketrampilan berkomunikasi, Mahasiswa telah siap dan
ingin belaja, Mahasiswa mengetahui dan menyadari apa yang perlu dipelajari
(tujuan belajar dan hasil akhir yang diharapkan sudah jelas dan masih
banyak yang lainnya.
b.      Instruktur klinis
Praktik klinik akan efektif jika didukung salah satunya dengan adanya
seseorang yang mengawasi, menilai dan memfasilitasi proses belajar.
Intervensi pembimbing klinik menjadi sangat diperlukan ketika jumlah dan
variassi pasien rendah, sehingga kualitas supervisi klinik yang baik dapat
meningkatkan performa mahasiswa selama menjalani pendidikan klinik.
Penelitian tentang karakteristik, perilaku dan ketrampilan instruktur klinis
pernah diteliti oleh Linda (2009) bahwa karakteristik, perilaku dan
ketrampilan instruktur klinis sangat penting dan perlu menjadi fokus
pendidikan klinik dalam meminimalkan hambatan dan efektif meningkatkan
proses pembelajaran.
Dalam praktik klinik berhubungan dengan koordinator praktik klinik,
pembimbing akademik dan pembimbing lahan praktik. Karakteristik dari
instruktur klinis yang efektif disebutkan sebagai :
(1) memiliki pengetahuan up-to-date,
(2) memiliki kualifikasi klinis dalam pendidikan,
(3) memiliki keahlian dalam pendidikan klinis,
(4) menguasai keahlian dalam berkomunikasi interpersonal, dan
(5) memiliki karakteristik pribadi seperti antusiasme dan keseriusan
terhadap pekerjaan, rasa humor, tanpa syarat menerima kesalahan dan
kekurangan, kesabaran dan bekerja fleksibel di lingkungan dengan siswa.

c.       Lingkungan Praktik
Adanya lingkungan belajar di klinik yang kondusif merupakan salah satu
komponen kunci dalam praktik klinik yang efektif. Lingkungan pembelajaran
klinik (CLE) merupakan faktor penting dalam pendidikan klinis mahasiswa
keperawatan. Lingkungan pembelajaran klinik didefinisikan sebagai jalinan
interaksi di dalam lingkungan klinik yang memiliki pengaruh kuat terhadap
pembelajaran mahasiswa di klinik. Lingkungan klinik memiliki pengaruh yang
kuat terhadap proses belajar mahasiswa, karena memberikan bukti nyata
dan kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat secara aktif dalam
kegiatan klinik dan pembelajaran yang terintegrasi pada saat melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, membuat keputusan klinik dan
profesionalisme.
Banyak faktor dalam lingkungan klinis secara luas dengan
memperhatikan dimensi termasuk peralatan, pasien dan staf sebagai role
model, jumlah dan jenis kasus sebagai sumber belajar, standar praktik yang
digunakan termasuk standar alat dan bahan praktik, dan komitmen dan
kebijakan dari pimpinan lahan praktik.
Lingkungan belajar di rumah sakit merupakan konteks sosial yang unik
dengan kondisi khusus untuk pembelajar, kegiatan dan sumber belajar,
kesempatan untuk praktik aplikasi pengetahuan, evaluasi. Hutchinson (2003)
mengelompokkan variabel lingkungan belajar sebagai aspek yang dapat
berpengaruh terhadap proses belajar mahassiwa.

d.      Perencanaan pendidikan
Dalam mencapai praktik klinik   yang efektif   perlu adanya suatu sistem yang
mendukung seluruh rangkaian proses belajar mengajar yang efektif, di mana
suatu perencanaan pembelajaran praktik diawali dengan suatu siklus
pembelajaran klinik diantaranya pembelajaran teori di kelas, pembelajaran di
laboratorium, mengadakan pertemuan pra praktik klinik, pelaksanaan praktik
klinik, pertemuan pasca praktik klinik, dan evaluasi dan tindak lanjut.

Praktik Klinik Kebidanan


     Buku kebidanan dan kedokteran |Praktik Klinik Kebidanan merupakan
kegiatan yang dilaksanakan di program studi D-III Kebidanan dimana
kegiatan ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menerapkan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam praktik pada
tatanan klinik kebidanan.Setelah pembelajaran praktik klinik kebidanan I ini
diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada
kehamilan, persalinan, nifas, dan pada bayi baru lahir secara fisiologis.
Pembelajaran pada praktik klinik kebidanan I dilakukan di Rumah Sakit,
Bidan Praktik Mandiri (BPM) dan Puskesmas berbasis Pelayanan Obstetri
Neonatal Esensial Dasar (PONED), setelah pembelajaran praktik di
laboratorium ketrampilan klinik. Dalam pembelajaran praktik klinik kebidanan
ini pembimbing dapat menggunakan berbagai metode bimbingan sehingga
memungkinkan peserta didik dapat mencapai kompetensi yang
direncanakan.
Menurut Reilly dan Oerman sebagaimana dikutip dari hasil Sister
School Program (Laporan SPP, 2004), menyatakan bahwa pengalaman
pembelajaran praktik merupakan bagian penting dalam program pendidikan
kesehatan, sehingga peserta didik mendapat kesempatan untuk
mengembangkan kemampuannya baik di laboratorium ketrampilan klinik
maupun di lahan praktik atau dalam situasi nyata.

Pendahuluan Munculnya permasalahan pembelajaran yang dimaksud diatas tentu saja disebabkan berbagai hal
misalnya pembinaan yang kurang efektif dari supervisor, rendahnya hubungan kolegial guru melakukan tukar
pengalaman mengenai pembelajaran, terlalu sedikitnya informasi baru mengenai pembelajaran yang bisa
diakses oleh guru dan lain-lain. Semua permasalahan tersebut sebetulnya tidak perlu terjadi, jika
profesionalisme yang tinggi ada pada supervisor dan juga pendidik. Jika ada kemauan bersama untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran, maka permasalahan kesulitan mengajar bagi guru akan
dapat teratasi melalui kegiatan supervisi pembelajaran yang dilakukan oleh pengawas sekolah, kepala sekolah,
dan teman sejawat guru melalui kegiatan supervisi. Adapun sasaran utama supervisi pembelajaran adalah guru,
yaitu membantu guru dengan cara melakukan perbaikan situasi belajar-mengajar dan menggunakan
keterampilan mengajar dengan tepat.
Bantuan melalui kegiatan supervisi akan mampu untuk mengidentifikasi prilaku yang dapat diobservasi yang
mendasari konsep pembelajaran. Dalam hal ini supervisor membantu mahasiswa antara lain
(1) menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mengacu pada standar isi;
(2) memberikan contoh dan menjelaskan penggunaan model dan strategi pembelajaran;
(3) mengulang pertanyaan dan penjelasan jika siswa tidak memahaminya;
(4) membiarkan siswa mengajukan pertanyaan;
(5) mengucapkan kata-kata dengan jelas;
(6) hanya berbicara mengenai topik yang sedang diajarkannya;
(7) menggunakan kata-kata umum dan khusus berkaitan dengan mata pelajaran;
(8) menuliskan hal-hal penting di papan tulis;
(9) menghubungkan apa yang diajarkannya dengan kehidupan nyata; dan
(10) memberikan pertanyaan untuk mengetahui apakah siswa telah mengerti atau belum mengerti apa yang ia
ajarkan pada mereka.
1 1 Mukhtar, Orientasi supervisi Pendidikan, 2009, Jakarta, Gaung Persada hal 58 ISSN: 2579-7131
PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 67 Melalui pelaksanaan supervisi
pembelajaran yang dilakukan oleh supervisor, maka kondisi nyata di kelas tentang rendahnya mutu layanan
belajar dapat dilihat bersama. Rendahnya mutu layanan belajar di kelas dapat saja sebagai akibat antara lain dari
tata kelola sekolah yang tidak baik, pengawasan sekolah yang kurang berkualitas, rendahnya kualitas guru
dalam mengajar, minimnya fasilitas pembelajaran, yang kesemuanya itu berdampak negatif terhadap
keberhasilan sekolah. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka perlu ada upaya yang sungguhsungguh
membantu guru menggunakan strategi dan model pembelajaran serta keterampilan mengajar yang sesuai dengan
kebutuhan materi pembelajaran. Salah satu caranya adalah melalui kegiatan supervisi dengan pendekatan klinik
menggunakan fungsi sebagai pendiagnostik. Pendekatan klinis menggambarkan unsur-unsur dari sebuah
pertemuan antara supervisor dengan guru yang bersepakat dan berencana untuk melakukan observasi saat
mengajar. Teknik klinis ini dilakukan dengan memberi contoh-contoh bagaimana pertemuan adalah suatu
pertemuan yang produktif memecahkan masalah-masalah pembelajaran. Dengan demikian pada bagian ini
dibahas mengenai penerapan supervisi klinis untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Definisi Konsep
Supervisi Klinik Supervisi klinik sebagai suatu sistem instruksional yang menggambarkan perilaku supervisor
yang berhubungan secara langsung dengan guru atau kelompok guru untuk memberikan dukungan, membantu
dan melayani guru untuk meningkatkan hasil kerja guru dalam mendidik para siswa. Richard Waller
memberikan definisi supervisi klinis sebagaimana dikutip dalam John I. Bolla : “Clinical supervision may be
defined as supervision focused upon the improvement of instruction by means of systematic cycles of planning,
observation and intensive intellectual analysis of actual teaching performance in the interest of rational
modification”. 2 (sebagaimana supervise yang difokuskan pada perbaikan pengajaran dengan menjalankan
siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis intelektual yang intensif terhadap
penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk modifikasi yang rasional). Sedangkan Cogan (1973)
mendefinisikan supervisi klinik sebagai berikut. “The rational and practice designed to improve the teacher's
classroom performance. It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these data
and the relationships between teacher and supervisor from the basis of the program, procedures, and strategies 2
John. J.Bolla (1985). Supervisi Klinis. Jakarta : Departemen P dan K, Ditjen Pendidikan Tinggi (PPLPK) ISSN:
2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 68 designed to improve the
student's learning by improving the teacher's classroom behavior”3 . Bahwa supervisi klinik adalah upaya yang
dirancang secara rasional dan praktis untuk memperbaiki performansi guru di kelas, dengan tujuan untuk
mengembangkan profesional guru dan perbaikan pengajaran. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan
atas dasar analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru supervisor
merupakan dasar program, prosedur, dan strategi pembinaan perilaku, mengajar guru dalam mengembangkan
pembelajaran muridmurid. Cogan menekankan bahwa supervisi klinik adalah upaya bantuan secara langsung
yang diberikan supervisor kepada guru dengan cara melakukan observasi dan melakukan analisis hasil observasi
saat guru mengajar agar guru menjadi lebih efektif dalam melaksanakan tugas mengajar. Praktik supervisi klinik
dilandasi teori psikologi, belajar dan pembelajaran, kepemimpinan, teori motivasi, tepri organisasi, teori
komunikasi, administrasi dan manajemen. Semangat supervisi klinik menurut Acheson dan Gall, sukar
diungkapkan dalam kata-kata. Supervisi klnik adalah suatu proses yang interaktif, berkenaan dengan suatu gaya
mengajar guru yang berbeda. Agar proses supervisi klinik menjadi efektif maka antara supervisor dengan guru
bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan memiliki ide, emosi dan tindakan untuk pengembangan profesional
guru dari preservice atau inservice.
4 Teori yang melandasi supervisi klinik tersebut merupakan satu kerangka pengembangan dan praktik supervisi
klinik, sehingga ditemukan bagaimana cara mengajar yang efektif, menjadikan peserta didik belajar,
penggunaan model-model mengajar yang tepat, perubahan-perubahan model-model belajar sesuai kebutuhan
materi pelajaran. Berlandaskan teori tersebut bahwa proses-proses dari supervisi klinik konsisten dengan
pendekatan kemanusiaan dalam meningkatkan kualitas mengajar guru. Melalui penerapan supervisi klinik
model, strategi, metode, pendekatan dan teknik mengajar serta materi yang diajar secara konstan juga berubah
ke arah yang lebih baik dan berkualitas apalagi didukung peralatan yang cukup, dukungan material, fasilitas
belajar dan ruang phisik yang layak digunakan untuk belajar. Pada dasarnya perubahan itu memerlukan
keprofesionalan untuk mengembangkan pemahaman baru, keterampilan dan praktik. Dari landasan teori dan
pengalaman melakukan praktik supervisi klinik tersebut, dapat diyakini bahwa supervisi klinik adalah salah satu
kunci untuk memenuhi kualitas mengajar yang baik dan cara menjadikan peserta didik belajar menjadi lebih
baik dan berkualitas. Cogan menegaskan proses penyediaan bantuan oleh supervisor untuk guru, setelah
supervisor melakukan analisa hasil pengamatan pengajaran, umpan balik dari implementasi pengajaran yang
dilakukan oleh guru. 3 Cogan, M.L. 1973. Clinical Supervision. Boston: Hougton Mifflin hal 54 4 Acheson,
K.A. dan Gall, M.D. 1987. Techniques of Indonesia Clinical Supervision of Teachers. Second Edition. White
Plains. New York: Longman hal 3 ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April
2017 69 Dari hasil analisis tersebut akan ada pengembangan gagasan peningkatan untuk meningkatkan
dukungan pada guru. Sebagai pemimpin pembelajaran, maka guru perlu meningkatkan kualitas
kepemimpinannya untuk mengembangkan konsep yang kritis, teknis, dan kecakapan kemanusiaan. Sejarah dan
Perkembangan Supervisi Klinik Sejarah perkembangan Supervisi klinik mula-mula diperkenalkan dan
dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richart Weller di Universitas Harvard pada
akhir dasawarsa 1950an dan awal dasawarsa 1960an5 . Ada dua asumsi mendasari praktik supervisi klinik.
Pertama, pembelajaran merupakan aktivitas ,yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis
secara hati-hati. Melalui pengamatan dan analisis ini, seorang supervisor pendidikan akan dengan mudah
mengembangkan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang
profesionalismenya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara kesejawatan daripada cara yang otoriter6 .
Pada mulanya, supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model pendekatan dalam melakukan supervisi
pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktik mengajar. Dalam supervisi ini penekanannya pada
klinik yang diwujudkan dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan calon guru yang sedang
berpraktik. Karakteristik Supervisi Klinik Supervisi klinik mempunyai ciri-ciri khusus. Ciri-ciri yang dimaksud
adalah sebagai berikut: 1. Waktu untuk melaksanakan supervisi atas dasar kesepakatan. Sebab apa yang
dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran perlu dibahas dulu dalam pertemuan awal. Ini berarti supervisor
tidak dapat dating begitu saja melakukan supervisi terhadap guru yang sedang mengajar dalam kelas. 2.
Supervisi ini bersifat individual, artinya seorang guru disupervisi oleh seorang supervisor. 3. Guru yang
disupervisi dengan teknik supervisi klinis ini adalah guru yang kondisi atau kemampuannya sangat rendah. 4.
Ada pertemuan awal karena guru yang akan disupervisi memiliki banyak masalah atau banyak kelemahan dan
sangat mungkin ada beberapa kelemahan yang bersifat kronis, maka untuk memperbaiki tidak dapat dilakukan
sekaligus semua. Kasus-kasus yang diperbaiki harus satu per satu, masing-masing dengan cara tertentu. Dengan
demikian pertemuan awal mutlak dibutuhkan. 5 Krajewski, R.A. 1982 “Clinical Supervision : A Conpectual
Framework,” Journal of Research and Development of Indonesian Education. Volume 15. Athen, Georgia,
halaman 38-49. 6 Sergiovanni, T.J. 1987. The Pricipalship : A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn
and Bacon, Inc ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 70 5.
Dibutuhkan kerja sama yang harmonis antara guru yang disupervisi dengan supervisor. Kerja sama ini
dibutuhkan agar guru dapat dan mau mengeksplorasi diri, menceritakan secara terbuka tenang keadaan dirinya.
Eksplorasi ini dilakukan baik pada pertemuan awal maupun pada pertemuan balikan.
6. Hal-hal yang disupervisi adalah sesuatu yang spesifik, yang khas, dari sejumlah kelemahan yang dimiliki.
Kelemahan-kelemahan itu disusun berdasarkan ranking-nya, kemudian diadakan prioritas. Kasus-kasus
kelemahan itu kemudian diperbaiki lewat supervisi satu per satu.
7. Untuk memperbaiki kelemahan dibutuhkan hipotesis. Hipotesis ini dibuat sebelum proses supervisi
berlangsung. Hipotesis dibuat bersama antara guru dengan supervisor pada pertemuan awal.
8. Lama proses supervisi minimal dalam satu kali pertemuan guru mengajar dalam kelas. Kalau lebih dari satu
pertemuan dikhawatirkan guru menjadi payah, sehingga mengganggu konsentrasinya mengajar, yang berarti
supervisor akan mendapatkan data yang kurang tepat dalam proses supervisi itu.
9. Proses supervisi adalah seorang guru mengajar diobseravsi oleh seorang supervisor, tentang salah satu kasus
kelemahan guru bersangkutan, yang sudah disepakati sebelumnya.
10. Dalam proses supervisi, supervisor tidak boleh mengintervensi guru yang sedang mengajar. Tugas guru
mengajar dan mendidik dengan sebaik mungkin. Sementara itu tugas supervisor adalah mengobservasi secara
mendalam tentang perilaku guru yang bertalian dengan kasus yang sedang diperbaiki.
11. Ada pertemuan balikan. Sesudah supervisi selesai dilaksanakan maka diadakan pertemuan balikan untuk
menilai, membahas, dan mendiskusi hasil supervisi tadi. Guru diharapkan aktif mengevaluasi diri dan
merefleksi apa yang telah ia lakukan dalam mengajar. Kemudian guru bersama supervisor bekerja sama
membahas data tentang hasil supervisi itu sampai menemukan kesepakatan bersama.
12. Pada pertemuan balikan supervisor perlu memberikan penguatan kepada guru tentang hal-hal yang telah
berhasil ia perbaiki. Penguatan ini sangat besar artinya untuk mendorong guru memperbaiki diri secara
berkelanjutan.
13. Pertemuan balikan diakhiri dengan tindak lanjut bertalian dengan hasil-hasil supervisi tadi. Tindak lanjut ini
bisa berupa upaya menyempurnakan kasus lemah yang baru saja diperbaiki agar benar-benar baik dan bisa juga
berupa penanganan kasus kelemahan yang lain, apabila kasus yang diperbaiki tadi sudah dapat diterima atau
sudah memadai.
14. Karena supervisi klinis ini sifatnya sangat mendalam maka pada pertemuan . balikan ini diperbolehkan
dihadiri oleh guru-guru lain yang berminat untuk meningkatkan pengetahuan mereka.7 7 Made Pidarta,
Pemikiran tentang supervisi pendidikan, Jakarta bumi aksara, 1992 ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA:
Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 71

Tujuan Supervisi Klinik Pengawas sekolah maupun kepala sekolah yang malaksanakan supervisi klinis perlu
memahami secara jelas arah dan fokus supervisi klinik. Adapun fokus supervisi klinis adalah pebaikan cara guru
melaksanakan tugas mengajar menggunakan model dan strategi yang lebih interaktif dapat menjadikan peserta
didik belajar dan bukan mengubah kepribadian guru. Kemudian fokus supervisi klinis pada masalah mengajar
dalam jumlah keterampilan yang tidak terlalu banyak, mempunyai arti vital bagi pendidikan, berada dalam
jangkauan intelektual serta dapat diubah bila perlu. Hasil praktik supervisi klinik dengan arah dan fokus yang
jelas kemudian dilakukan analisis konstruktif dan memberi penguatan (reinforcement) terhada pola pola tingkah
laku yang berhasil dari "mencela" atau "menghukum" pola-pola atau tingkah laku yang belum sukses. Dalam hal
ini kegiatan supervisi klinik didasarkan bukti pengamatan dan bukan atas keputusan / penilaian yang tidak
didukung bukti nyata. Agar pelaksanaan supervisi klinis menjadi lebih fokus, maka pengawas sekolah
memahami secara jelas bahwa tujuan mengajar bagi guru adalah memberikan layanan belajar yang berkualitas.
Agar tujuan tersebut dapat dicapai, maka pengawas sekolah perlu menanamkan kepercayaan dan kesadaran
mengenai diri sendiri (self concerns) pada diri sendiri maupun pada guru binaannya. Dalam melaksanakan
supervisi klinik supervisor menciptakan hubungan dan bantuan, memahami kebutuhan dan "concern" guru,
membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan mengajar, mengobservasi dan menganalisa penampilan,
sebagai umpan balik supervisor menanggapi penampilan guru dan memberi saran dan nasehat. Menciptakan
hubungan baik menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan supervisi klinis, karena terjadi kesepakatan dan
komitmen bersama untuk meningkatkan kapasitas diri dalam mengajar. Hubungan baik ini akan membuat
komunikasi menjadi lancar dan pelaksanaannya dilakukan sesuai waktu yang disepakati. Hubungan baik juga
akan membangun komitmen bahwa pengajaran yang dilakukan harus berada pada standar kualitas yang tinggi,
hal ini dimaksudkan untuk memberi layanan belajar pada pesertadidik dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan
demikian diperkirakan hasil belajar dan kualitas lulusan juga menjadi lebih kompetitif. Mengacu pada
paradigma supervisi klinik tersebut, maka penting adanya persyaratan bagi supervisor untuk menjamin
pelaksanaannya sesuai standar yang dipersyaratkan.

Syarat sebagai supervisor dalam praktik supervisi klinis


(1) mempunyai keyakinan bahwa guru memiliki kemampuan atau potensi untuk memecahkan masalah sendiri
dan mengembangkan dirinya;
(2) berkeyakinan bahwa guru mempunyai kebebasan untuk memilih dan bertindak mencapai tujuan yang
diinginkan;
(3) memiliki kemampuan untuk menanyakan kepada orang lain dan dirinya sendiri tentang asumsi dasar serta
keyakinan atas dirinya;
(4) mempunyai komitmen dan kemampuan untuk membuat rekan gurunya merasa penting, dihargai, dan maju;
(5) memiliki kemauan dan kemampuan untuk dapat membina hubungan yang akrab dan hangat dengan semua
orang tanpa pandang bulu;
(6) memiliki kemampuan untuk mendengarkan serta keinginan untuk memanfaatkan pengalamanpengalaman
guru sebagai sumber membuatnya berusaha mencapai tujuan;
(7) memiliki antusiasme dan keyakinan atau supervisi klinis sebagai proses kegiatan yang terus menerus untuk
melayani pertumbuhan dan perkembangan pribadi serta profesi guru;
(8) mempunyai keterampilan dalam berkomunikasi, mengobservasi dan menganalisis tingkah laku guru
mengajar; dan
(9) mempunyai suatu komitmen untuk mengembangkan dirinya sendiri serta berkeinginan keras untuk terus
memperdalam supervisi.

Tujuan pokok dari supervisi klinis yang diharapkan menurut Cogan adalah menghasilkan guru yang
profesional dan bertanggung jawab secara profesi serta memiliki komitmen yang tinggi memperbaiki diri sendiri
atas bantuan orang lain8 . Acheson dan Gall mengatakan tujuan dari supervisi klinis adalah pengajaran efektif
dengan menyediakan umpan balik, dapat memecahkan permasalahan, membantu guru mengembangkan
kemampuan dan strategis, mengevaluasi guru, dan membantu guru untuk berprilaku yang baik sebagai upaya
pengembangan profesional para guru, dengan suatu penekanan pada meningkatkan kecakapan guru dalam
mengajar dalam sebuah ruangan kelas.

9 Kata kunci dari tujuan supervisi klinis ini adalah meningkatkan kualitas instruksional, yang pada gilirannya
dapat meningkatkan kualitas belajar peserta didik yang dilakukan melalui proses bantuan oleh supervisor
diberikan kepada guru baik atas rencana kerja supervisor maupun atas permintaan guru. Meningkatkan kualitas
instruksional melalui praktik supervisi klinis merupakan kebutuhan dasar keprofesionalan. Peningkatan kualitas
pembelajaran ini diperlukan sebab konteks praktik dapat mengubah kualitas layanan belajar secara konstan.

Tujuan supervisi klinis, juga menuntut secara kolektif hubungan antar guru dan supervisor di mana guru
mempunyai kendali dan tanggung jawab penuh tentang situasi belajar mengajar.10 Pada dasarnya tujuan umum
supervisi klinis adalah
(1) memberi tekanan pada proses "pembentukan dan pengembangan profesi";
(2) memberi respon terhadap pengertian utama serta kebutuhan guru yang berhubungan dengan tugasnya;
(3) menunjang pembaharuan pendidikan serta untuk "memerangi" kemerosotan;
(4) siswa dapat belajar dengan baik sehingga tujuan pendidikan dan pengajaran dapat tercapai secara maksimal;
dan
(5) kunci untuk meningkatkan kemampuan profesional guru.

Dari tujuan umum yang telah disebutkan di atas, maka dapat diperinci lagi ke dalam tujuan khusus sebagai
berikut:
1. Menyediakan bagi guru suatu feedback (balikan) yang obyektif dari kegiatan mengajar guru yang baru saja
dijalankan. Ini merupakan cermin agar guru dapat melihat apa sebenarnya yang mereka perbuat sementara
mengajar.
2. Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah mengajar.
3. Membantu guru mengembangkan keterampilan dalam menggunakan strategistrategi mengajar.
4. Sebagai dasar untuk menilai guru dalam kemajuan pendidikan, promosi jabatan atau pekerjaan mereka.
5. Membantu guru mengembangkan sikap positif terhadap pengembangan diri secara terus-menerus dalam karir
dan profesi mereka secara mandiri.

Peranan Dan Kualifikasi Supervisor


Peranan Supervisor Peranan utama seorang supervisor adalah menciptakan kerja sama yang memungkinkan
pertumbuhan keahlian dan kepribadian orang yang diajaknya bekerja sama. seorang supervisor diharapkan
melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1) Mendiagnosis dan menilai,
2) Merencanakan,
3) Memberi motivasi,
4) Memberi penghargaan dan melaporkan kemajuan.
Kualifikasi Supervisor Seorang supervisor yang baik harus memiliki beberapa syarat sebagai berikut:
a. Keyakinan, memiliki kemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri dan mengembangkan dirinya.
b. Mempunyai kebebasan untuk memilih dan bertindak mencapai tujuan yang diinginkannya.
c. Kemampuan menanyakan pada orang lain dan dirinya sendiri tentang asumsi dasar serta keyakinan akan
dirinya.
d. Komitmen dan kemauan membuat rekan gurunya merasa penting, dihargai dan maju.
e. Memiliki kemauan dan kemampuan untuk dapat membina hubungan yang akrab tanpa memandang bulu.
f. Kemampuan untuk mendengarkan serta keinginan untuk memanfaatkan pengalaman-pengalaman guru untuk
membuatnya berusaha mencapai tujuan.
g. Antusiasme dan keyakinan akan supervisi sebagai proses kegiatan yang terus menerus untuk melayani
pertumbuhan dan perkembangan pribadi serta profesi guru.
h. Keterampilan dalam berkomunikasi, mengobservasi, dan menganalisis tingkah laku guru ketika mengajar.
i. Komitmen untuk mengembangkan dirinya sendiri serta berkeinginan keras untuk terus memperdalam bidang
supervisi. Proses Supervisi Klinik Penjelasan konsep supervisi klinik dan beberapa hasil penelitiantentang
efektivitasnya membawa kita untuk meyakini betapa pentingnya supervisi klinik sebagai satu pendekatan dalam
mengembangkan pengajaran guru. Sudan seharusnyalah setiap supervisor pengajaran berusaha untuk
menerapkannya bagi guru-guru yang menjadi kawasan tanggung jawabnya. Pertanyaannya sekarang adalah,
bagaimana prosedurnya?.

Menurut Cogan, ada delapan kegiatan dalam supervisi klinik yang dinamainya dengan siklus supervisi klinik. Di
sini istilah siklus mengandung dua pengertian.
Pertama, prosedur supervisi klinik terdiri atas sejumlah tahapan yang merupakan proses yang
berkesinambungan.
Kedua, hasil pertemuan tahap akhir menjadi masukan untuk tahap pertama pada siklus berikutnya. Kedelapan
tahap yang dikemukakan oleh Cogan, yitu:
1) tahap membangun dan memantapkan hubungan guru dengan supervisor,
2) tahap perencanaan bersama guru, 3) tahap perencanaan strategi observasi,
4) tahap observasi pengajaran, 5) tahap analisis proses belajar mengajar,
6) tahap perencanaan strategi pertemuan,
7) tahap pertemuan, dan
7) tahap penjajakan rencana pertemuan berikutnya.

Menurut Mosher dan Purpel , ada tiga aktivitas dalam proses supervisi klinik, yaitu:
1) tahap perencanaan,
2) tahap observasi, dan
3) tahap evaluasi dan analisis.

Sedangkan menurut Oliva, ada tiga aktivitas esensial dalam proses supervisi klinik, yaitu:
1) kontak dan komunikasi dengan guru untuk merencanakan observasi kelas,
2) observasi kelas, dan
3) tindak lanjut observasi kelas.

Terakhir menurut Goldharnmer, ada lima dalam proses supervisi klinik, yang disebutnya dengan sequence of
supervison yaitu:
1) pertemuan sebelum observasi,
2) observasi,
3) analisis dan strategi,
4) pertemuan supervisi, dan
5) analisis sesudah pertemuan supervise

Demikianlah, walaupun berbeda deskripsi oleh para teoretisi di atas tentang langkah-langkah proses supervisi
klinik, namun sebenarnya langkah-langkah bisa dikembalikan pada tiga tahap esensial yang berbentuk siklus,
yaitu
(1) tahap pertemuan awal,
(2) tahap observasi mengajar, dan
(3) tahap pertemuan balikkan. Dalam makalah ini penulis lebih cenderung membagi siklus supervisi klinik
menjadi tiga tahap sebagaimana pendapat Mosher dan purpel di atas. Deskripsi demikian juga 13 Cogan, opcit
April 2017 75 dikemukakan oleh Acheson dan Gall17, Alexander Mackie College of Advance Education18 dan
Mantja19 ketiga tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Tahap Pertemuan Awal Tahap pertama dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan awal
(preconference). Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas, sehingga banyak juga
para teoretisi supervisi klinik yang menyebutnya dengan istilah tahap pertemuan sebelum observasi
(preobservation conference), Menurut Sergiovanni, tidak ada tahap yang lebih penting daripada tahap pertemuan
awal ini.20 Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan secara bersama-sama antara
supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil pertemuan awal ini adalah
kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan awal
ini tercipta kerja sama, hubungan kemanusiaan dan komunikasi yang baik antara supervisor dan guru.
Selanjutnya, kualitas hubungan yang baik antara supervisor dan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap
kesuksesan tahap berikutnya dalam proses supervisi klinik. Oleh sebab itu, para teoretisi banyak menyarankan
agar pertemuan awal ini dilaksanakan secara rileks dan terbuka. Perlu sekali diciptakan
kepercayaan guru terhadap supervisor, sebab kepercayaan guru ini akan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan
pertemuan awal ini. Kepercayaan ini berkenaan dengan keyakinan guru bahwa supervisor memperhatikan minat
atau perhatian guru. Pertemuan pendahuluan ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Dalam pertemuan awal
ini supervisor bisa menggunakan waktu 20 sampai 30 menit, kecuali; Jika guru rnempunyai permasalahan
khusus yang membutuhkan diskusi panjang. Pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan di satu ruang yang netral,
misalnya kafetaria, atau bisa juga di kelas.

Pertemuan di ruang kepala sekolah atau supervisor kemungkinannya akan membuat guru menjadi tidak bebas.
Secara teknis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pertemuan awal ini, yaitu:
a. Menciptakan suasana yang akrab dan terbuka,
b. Mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dikembangkan guru dalam pengajaran. c. Menerjemahkan perhatian
guru ke dalam tingkah laku yang bisa diamati,
d. Mengidentifikasi prosedur untuk memperbaiki pengajaran guru,
e. Membantuuru memperbaiki tujuannya sendiri,
f. Menetapkan waktu observasi kelas,
g. Menyeleksi instrumen observasi kelas, dan
h. Memperjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan direkam. Goldhammer, Anderson, dan
Krajewski mendeskripsikan satu agenda yang harus dihasilkan pada akhir pertemuan awal. Agenda tersebut
meliputi:
a. Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru tentang apa saja yang akan diobservasi,
meliputi:
1) tujuan instruksional umum dan khusus pengajaran,
2) hubungan tujuan pengajaran dengan keseluruhan program pengajaran yang diimplementasikan,
3) aktivitas yang akan di observasi,
4) kemungkinan perubahan format aktivitas, sistem, dan unsur-unsur lain berdasarkan persetujuan interaktif
antara supervisor dan guru,
5) deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang balikannya diinginkan guru. b. Menetapkan
mekanisme atau aturan-aturan observasi, meliputi:
1) waktu jadwal observasi,
2) lamanya observasi,
3) tempat observasi.
c. Menetapkan rencana spesifik untuk melaksanakan observasi, meliputi:
1) di mana supervisor akan duduk selama observasi?,
2) akankah supervisor menjelaskan kepada murid-murid mengenai tujuan observasinya? Jika demikian, kapan?
Sebelum ataukah setelah pelajaran?,
3) akankah supervisor mencari satu tindakan khusus?,
4) akankah supervisor berinteraksi dengan murid-murid?,
5) perlukah adanya material atau persiapan khusus?,
6) bagaimanakah supervisor akan mengakhiri observasi?

Tahap Observasi Pengajaran Tahap kedua dalam proses supervisi klinik adalah tahap observasi pengajaran
secara sistematis dan objektif. Perhatian observasi ini ditujukan pada guru dalam bertindak dan kegiatan-
kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru. Waktu dan tempat observasi mengajar ini sesuai dengan kesepakatan
bersama antara supervisor clan guru pada waktu mengadakan pertemuan awal. Observasi mengajar, mungkin
akan terasa sangat kompleks dan sulit, dan tidak jarang adanya supervisor yang mengalami kesulitan. Dengan
demikian, menuntut supervisor untuk menggunakan bermacam-macam keterampilan. Menurut Daresh, ada dua
aspek yang harus diputuskan dan dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan selama melaksanakan observasi
mengajar, yaitu menentukan aspek-aspek yang akan di observasi dan bagaimana cara mengobservasinva.
Mengenai aspek-aspek yang akan di observasi harus sesuai dengan hasil diskusi bersama antara supervisor dan
guru pada waktu pertemuan awal22. Oliva menegaskan sebagai berikut “If we follow through with the cycle of
clinical supervision the teacher and supervisor in the preobservation conference have decided on the specific
behaviours of teacher and students which the supervisor will observe. The supervisor concentrates on the
Sedangkan mengenai bagaimana mengobservasi juga perlu mendapatkan perhatian. Maksud baik supervisi akan
tidak berarti apabila usaha-usaha observasi tidak bisa memperoleh data yang seharusnya diperoleh. Tujuan
utama pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi yang nantinya akan digunakan untuk
mengadakantukar pikiran dengan guru setelah observasi terakhir, sehingga guru bisa menganalisis secara cermat
aktivitas-aktivitas yang telah dilakukannya di kelas. Di sinilah letak pentingnya teknik dan instrumen observasi
yang bisa digunakan untuk mengobservasi guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Sehubungan dengan
teknik dan instrumen observasi ini, sebenamya para peneliti telah banyak mengembangkan bermacam-macam
teknik yang bisa digunakan dalam mengobservasi pengajaran. Acheson dan Gall mereview beberapa teknik dan
menganjurkan kita untuk menggunakannya dalam proses supervisi klinik. Beberapa teknik tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Selective verbatim. Di sini supervisor membuat semacam rekaman tertulis, yang biasa disebut dengan
verbatim transcript. Sudah barang tentu tidak semua kejadian verbal harus direkam; dan sesuai dengan
kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada pertemuan awal, hanya kejadian-kejadian tertentu yang
harus direkam secara selektif. Transkrip ini bisa ditulis langsung berdasarkan pengamatan, dan bisa juga
menyalin dari apa yang direkam terlebih dahulu melalui tape recorder.
2. Rekaman observasional berupa seating chart. Di sini supervisor mendokumentasikan perilaku murid-murid
sebagaimana mereka berinteraksi dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung. Seluruh kompleksitas
perilaku dan interaksi dideskripsikan secara bergambar. Melalui penggunaan seating chart ini, supervisor bisa
mendokumentasikan secara grafts interaksi guru dengan murid, murid dengan murid, sehingga dengan mudah
diketahui apakah guru berinteraksi dengan semua murid atau hanya dengan sebagian murid, apakah semua
murid atau hanya sebagian murid yang terlibat dalam proses belajar mengajar.
3. Wide lens techniques. Di sini supervisor membuat catatan yang lengkap mengenai kejadian-kejadian di kelas
dalam cerita yang panjang lebar. Teknik ini bisa juga disebut dengan anecdotal record.
4. Checklists and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi mengajar data mengumpulkan data perilaku
belajar mengajar. Perilaku belajar mengajar ini sebelumnya telah diklasifikasikan atau dikategorisasikan.
Contoh yang paling baik dari prosedur ini dalam observasi supervisi klinik adalah Skala analisis interaksi
Dalam analisis ini, aktivitas kelas diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu pembicaraan guru,.
Pertemuan Balikan Tahap ketiga dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan balikan. Pertemuan
balikan ini dilakukan segera setelah melaksanakan observasi pengajaran. dengan terlebih dahulu dilakukan
analisis terhadap hasil observasi.

Tujuan utama pertemuan balikan ini adalah menindak lanjuti apa saja yang dilihat oleh supervisor, sebagai
observer, terhadap proses belajar mengajar. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini ditekankan pada
identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara perilaku guru dan murid yang direncanakan dan
perilaku aktual guru dan murid, serta membuat keputusan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya
dilakukan sehubungan dengan perbedaan yang ada. Pertemuan balikan ini merupakan tahap yang penting untuk
mengembangkan perilaku guru dengan cara memberikan balikan tertentu. Balikan ini harus deskriptif, spesiflk,
konkret, bersifat memotivasi, aktual, dan akurat, sehingga betul-betul bermanfaat bagi guru26.
Paling tidak ada lima manfaat pertemuan balikan bagi guru, yaitu:
1) guru bisa diberi penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi dalam karyanya,
2) isu-isu dalam pengajaran bisa dideflnisikan bersama supervisor dan guru dengan tepat,
3) supervisor, bila mungkin dan perlu, bisa berupaya mengintervensi guru secara langsung untuk memberikan
bantuan didaktis dan bimbingan,
4) guru bisa dilatih dengan teknik ini untuk melakukan supervisi terhadap dirinya sendiri, dan
5) guru bisa diberi pengetahuan tambahan untuk meningkatkan tingkat analisis profesional diri pada masa yang
akan datang. Tentunya sebelum mengadakan pertemuan balikan ini supervisor terlebih dahulu menganalisis
hasil observasi dan merencanakan apa yang akan dibicarakan dengan guru. Begitu pula, diharapkan guru
menilai dirinya sendiri. Setelah itu dilakukan pertemuan balikan ini. Dalam pertemuan balikan ini sangat
diperlukan adanya keterbukaan antara supervisor dan guru. Sebaiknya, pertama-tama supervisor menanamkan
kepercayaan pada diri guru bahwa pertemuan balikan ini bukan untuk menyalahkan guru melainkan untuk
memberikan masukan balikan. Oleh sebab inilah banyak teoretisi menganjurkan agar pertama-tama yang harus
dilakukan oleh supervisor dalam setiap pertemuan balikan adalah memberikan penguatan (reinforcement)
terhadap guru. Baru setelah itu dilanjutkan dengan analisis bersama setiap aspek pengajaran yang menjadi
perhatian supervisi klinik.
Beberapa langkah penting yang harus dilakukan selama pertemuan balikan, adalah sebagai berikut.
a. Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesannya terhadap pengajaran yang dilakukan, kemudian
supervisor berusaha memberikan penguatan (reinforcement).
b. Menganalisis pencapaian tujuan pengajaran. Di sini supervisor bersama guru mengidentifikasi perbedaan
antara tujuan pengajaran yang direncanakan dengan tujuan pengajaran yang dicapai. 26 Sergiovanni, opcit 27
Goldharmer, logcit ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 79
c. Menganalisis target keterampilan dan perhatian utama guru. Di sini supervisor bersama guru mengidentifikasi
target keterampilan dan perhatian utama yang telah dicapai dan yang belum dicapai. Bisa jadi pada saat ini
supervisor menunjukkan hasil rekaman observasi, sehingga guru mengetahui apa yang telah dilakukan dan
dicapai, dan yang belum sesuai dengan target keterampilan dan perhatian utama guru sebagaimana disepakati
pada tahap, pertemuan awal. Apabila dalam kegiatan observasi supervisor merekam proses belajar mengajar
dengan alat elektronika, misalnya dengan menggunakan alat syuting, sebaiknya hasil rekaman ini
dipertontonkan kepada guru sehingga ia dengan bebas melihat dan menafsirkan sendiri.
d. Supervisor menanyakan perasaannya setelah menganalisis target keterampilan dan perhatian utamanya.
e. Menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya selama proses supervisi klinik. Di sini supervisor
memberikan kesempatan kepada guru untuk menyimpulkan target keterampilan dan perhatian utamanya yang
telah dicapai selama proses supervisi klinik.
f. Mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan berikut sekaligus menetapkan rencana berikutnya.
Dalam pelaksanaan supervisi klinik sangat diperlukan iklim kerja yang kondusif, baik dalam pertemuan awal,
observasi pengajaran, maupun dalam pertemuan balikan.
Faktor yang sangat menentukan keberhasilan supervisi klinik sebagai satu pendekatan supervisi pengajaran
adalah kepercayaan (trust) pada guru bahwa tugas supervisor semata-mata untuk membantu mengembangkan
pengajaran guru. Upaya memperoleh kepercayaan guru ini memerlukan satu iklim kerja, yang oleh para teoritisi
disebut dengan istilah kolegial (collegial). Pelaksanaan supervisi klinik bisa dikatakan telah memiliki iklim
kolegial apabila antara supervisor dan guru bukan ... something that a ssuperordinate (an administrator or
supervisor for example) does to a teacher, but as a peer - to - peer activity. Di samping itu, untuk melaksanakan
supervisi klinik sangat diperlukan kesediaan supervisor dan guru untuk meluangkan waktunya. Setiap
pelaksanaan supervisi klinik akan memerlukan waktu yang lama. Lovell dan Wile menegaskan bahwa: “to
implement clinical supervision, it is essential that supervisors and teacher have time to participate Indonesia
various kinds of activities on a continuing basis. Time is needed for pre-observation conferences, observations
and analysis of teaching, and post-observation, feed-back and corrective procedures. Clinical observation
requires Indonesia-depth thinking and working together over an extended period of time”. 29 Variasi Supervisi
Klinik 28 Daresh,opcit h 218 29 Lowel & wiles, 1983 h 211 ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi
Islam Vol.12, No.1, April 2017
Supervisi klinik memiliki beberapa variasi. Variasi-variasi tersebut dikemukakan oleh Wallace sebagai berikut.
a. Supervisi langsung. Dalam proses supervisi ini supervisor langsung mengarahkan dan member petunjuk
kepada guru. Sesuai dengan perilaku dan keinginan supervisor.
b. Supervisi alernatif. Supervisor dalam supervisi ini menunjukkan beberapa alternatif tindakan dalam proses
pembelajaran, yang boleh dipilih salah satu oleh guru.
c. Supervisi kolaborasi. Supervisor bekerja sama dengan guru yang disupervisi untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang diketemukan dalam kelas.
d. Supervisi tidak langsung. Dalam supervisi ini supervisor memberi kebebasan kepada guru untuk membuat
atau mencari pemecahan terhadap kesulitan-kesulitan dalam kelas pada waktu membina siswa belajar.
e. Supervisi kreatif. Dalam supervisi seperti ini supervisor mengkombinasikan keempat variasi tersebut, atau
memanfaatkan pandangan-pandangan yang terjadi pada sector lain.
f. Supervisi mengeksplorasi atau menolong diri sendiri. Guru yang disupervisi pada jenis supervisi ini adalah
menolong dirinya sendiri atau mengeksplorasi diri sendiri, dengan memanfaatkan pengalamannya mengajar
dalam kelas. Dia mengobservasi dirinya sendiri, mengkritik, dan merefleksi diri sebagai seorang guru.30
Keenam urutan variasi supervisi klinis tersebut, dinyatakan sebagai urutan yang dimulai dari supervisi paling
tradisional ialah yang terpusat pada supervisor, kearah penyelidikan atau pemilihan oleh guru, dan diakhiri
dengan keputusan guru berdasarkan pengalamannya dalam praktikAgar menjadi lebih jelas, berikut diberikan
contoh untuk masing-masing variasi supervisi klinis tersebut. Pada supervisi langsung, supervisor member resep
tentang cara memperbaiki kesalahan guru. Dalam proses pembelajaran kalau guru tampak tidak memperhatikan
siswa dalam mengajar, ia langsung ditegur oleh supervisor agar sering-sering memperhatikan para siswa. Dalam
pelajaran menggambar misalnya, tampak bahwa guru terlalu lama memberi contoh tentang cara-cara
menggambar burung, sehingga seolah-olah yang terlatih adalah guru, kurang memberi waktu berlatih kepada
siswasiswa. Pemakaian waktu yang salah ini diberitahu oleh supervisor, agar guru membatasi diri member
contoh, waktu harus diberikan lebih banyak kepada para siswa untuk berlatih. Contoh supervisi alternatif,
misalnya guru kelas I SD menghadapi kesulitan dalam membimbing siswa belajar membaca dan menulis.
Walaupun jumlah siswa mengalami masalah itu hanya tiga orang, namun hal itu tetap menguras perhatian 30
Ajayi, Lasisi.2006. "Bridging the Gap between University Supervisors and Hispanic Students Interpretatian of
English Language Development Teaching Practices During Intern Fieldwork Supervision in Inner City Middle
Schools of Los Angeles".Education 126.4:678 (12). Diakses 12 Juni 2007 dari Thomson Gale Universitas
Negeri Surabaya http://find.galegroup.com ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.12,
No.1, April 2017 81 guru dalam upaya mengatasinya. Melihat keadaan ini supervisor mengemukakan tiga
alternative pemecahan, yaitu: (1) menambah waktu belajar khusus untuk mereka, (2) minta bantuan tenaga ahli
untuk mengajar ketiga siswa ini, dan (3) minta bantuan kepada orang tua siswa masing-masing untuk memberi
perhatian lebih besar kepada anak-anak ini terutama dalam pelajaran membaca dan menulis awal. Akhirnya guru
memilih alternative yang ketiga. Supervisi kolaborasi, adalah supervisi dengan melakukan kerja sama antara
guru dan supervisor dalam memecahkan masalah pembelajaran dalam kelas. Misalnya guru yang disupervisi
tidak mampu mengelola kelas, sehingga kelas tetap ribut tidak memperhatikan guru mengajar, walaupun guru
sudah beberapa kali mencoba mengubah strateginya dalam mengajar. Dalam pertemuan balikan setelah guru
selesai mengajar, kesulitan itu dibicarakan dan didiskusikan dengan supervisor. Dalam diskusi ini guru maupun
supervisor mengeluarkan pendapatnya masingmasing. Mereka memikirkan kemungkinan berhasil dan kurang
berhasilnya setiap alternative penyelesaian yang diketemukan. Akhirnya mereka sepakat mengelola kelas seperti
itu dilakukan dengan banyak atau sering member tugas kepada para siswa. Karena sibuk tentu mereka tidak
punya banyak kesempatan untuk bermainmain. Altematif ini dicoba pada pengajaran berikutnya. Contoh
supervisi tidak langsung, sebagai lawan dari supervisi langsung adalah sebagai berikut. Ketika guru yang
disupervisi mendapatkan kesulitan dalam pembelajarannya, supervisor tidak member resep untuk mengatasinya
seperti halnya pada supervisi langsung, melainkan member kesempatan mencari cara mengatasi kesulitannya.
Yang dilakukan oleh supervisor paling-paling memberi isyarat atau lambang-lambang yang dapat mengarahkan
pikiran guru dalam mengatasi masalah tersebut. Atau supervisor dapat juga mempengaruhi jalan pikiran guru
dengan pertanyaan-pertanyaan pancingan. Dalam supervisi kreatif, supervisor berkreasi atau berinovasi dalam
membimbing guru mengajar. Biasanya supervisor melihat situasi dan kemampuan guru itu mengajar. Setelah
memahami kondisi guru lalu supervisor mencoba metode pembimbingan yang baru dia kreasikan. Misalnya
dengan memberikan pendampingan kepada guru ketika mengajar. Artinya tiap kali guru melakukan kesalahan
sekecil apa pun segera ditegur oleh supervisor agar guru memperbaikinya. Kreasi ini dia ciptakan terinspirasi
oleh penataan pendampingan yang relative berhasil meningkatkan kualitas guru. Supervisi eksplorasi diri adalah
supervisi yang dilakukan dengan memberi kesempatan kepada guru yang disupervisi menilai dirinya sendiri
dalam melaksanakan pembelajaran dalam kelas. Contohnya, adalah ketika supervisor melihat guru yang
disupervisi memiliki kemampuan yang cukup maka supervisor memutuskan untuk melaksanakan supervisi
menilai diri sendiri. Dalam pertemuan balikan setelah proses supervisi selesai dilaksanakan supervisor
mempersilakan guru untuk menilai kinerjanya sendiri ketika mengajar tadi. Guru akan berpikir, mulai
mengingat-ingat apa yang dilakukan tadi, lalu ia ceritakan satu persatu aktivitasnya secara berturut-turut, disertai
dengan pendapatnya sendiri tentang kegiatannya. Di ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam
Vol.12, No.1, April 2017 82 sini guru menilai dirinya sendiri, dengan mengatakan masing-masing kegiatan tadi
apakah sudah baik, agak baik, atau kurang baik. Dalam hal ini supervisor juga menanyakan tentang cara-cara
memperbaiki kegiatan yang belum baik. Penutup Pengembangan supervisi klinik akan sangat efektif bilamana
dalam pelaksanaanya dilaksanakan dengan berorientasi pada sekolah unggulan atau sekolah yang dapat
menyediakan biaya pendidikan yang memadai, sehingga proses supervisi dapat dilaksanakan dengan tujuan
peningkatan kapasitas guru sekolah menjadi lebih profesional bukan untuk membantu guru yang lemah atau
bermasalah dalam mengajar, saya berpandangan bahwa guru seharusnya mendapatkan supervisi klinik yaitu
sejak menjadi calon guru, sebagaimana konsep awal lahirnya supervisi klinik yang dijelaskan diatas, dengan
harapan ketika menjadi guru sudah ada data supervisi klinik (semisal Medical Record dari Rumah sakit). Model
supervisi klinik kedepan harus berorientasi pada guru yang berprestasi dan dengan kemajuan teknologi digital,
permasalahan "mahalnya biaya supervisi klinik" dapat diatasi seperti alat untuk observasi cukup dengan
handycam atau dengan handphone berkamera, semua alat tersebut dapat dijangkau oleh semua orang. Sehingga
yang terpenting dalam supervisi klinik kedepan adalah pada kemauan yang kuat dari supervisor dan guru serta
kapasitas supervisor dalam menguasai teknologi digital. Model supervisi klinik ini lebih bertumpu pada
supervisor, oleh karena itu seorang supervisor harusnya dia adalah seorang ahli teknologi pendidikan. Sehingga
supervisi klinik dalam mengembangkan karier guru, layaknya mata kuliah tambahan dalam membangun profesi
guru. Sedangkan mengenai siklusnya fleksible mengikuti teori yang ada sebagaimana disebutkan diatas, Hal ini
harus didukung dengan pembiayaan dan sarana yang memadai, dan jika disuatu daerah tidak terdapat tenaga ahli
dalam teknologi pendidikan maka harusnya ada kebijakan untuk pendampingan supervisi klinik pada daerah
tersebut. Sebagai pilot project model supervisi klinik berorientasi pada guru berprestasi ini dapat dilakukan pada
sekolah sekolah bertaraf internasional (RSBI), hal ini seiring dengan tuntutan undang undang sisdiknas yang
mengamanahkan untuk setiap daerah ada rintisan sekolah bertaraf internasional. Daftar Rujukan Acheson, K.A.
dan Gall, M.D. Techniques of Indonesian Clinical Supervision of Teachers. Second Edition. White Plains. New
York: Longman. 1987. Alexander Mackie College of Advance Education. Supervision of Practice Teaching.
Primary Program, Sydney, Australia. 1981. Cogan, M.L. Clinical Supervision. Boston: Hougton Mifflin. 1973.
Daresh, J.C. Supervision as a Proactive Process. New york & London: Longman. 1989. Flanders, N.A.
Analyzing Teaching Behaviour. Reading, MA: Addison Wesley. 1970. ISSN: 2579-7131 PANCAWAHANA:
Jurnal Studi Islam Vol.12, No.1, April 2017 83 Flanders, N.A. "Interaction Analysis and Clinical Supervision,"
Journal of Research and Development of Indonesian Education. Volume 9 (2). Athens, Georgia, halaman 45-57.
1976. Garman, N.B. "The Clinical Approach to Supervision," dalam Thomas J. Sergiovanni (ed). Supervision of
Teaching. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development. 1982. Glikman, CD.
Developmental Supervision. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development. 1981.
Goldhammer, R. Clinical Supervision: Special Methods for the Supervision of Teaching. Second Edition. New
York: Holt, Rinehart and Winston. 1969. Lowel, JT and wiles, K. Supervision for better schools. New Jersey
Englewood Clifs. 1983. Krajewski, R.A. "Clinical Supervision : A Conceptual Framework, "Journal of Research
and Development of Indonesion Education. Volume 15. Athen, Georgia, halaman 38-49. 1982. Mantja, W.
Efektivitas Supervisi Klinik dalam Pembimbingan Praktek Mengajar Mahasiswa IKIP Malang. Tesis, FPS IKIP
Malang. 1984. Mantja, W. Supervisi Pengajaran Kasus Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar Negeri
Kelompok Budaya Etnik Madura di Kraton. Disertasi, FPS IKIP Malang. 1989. Mosher, J.T. dan Purpel, D.E.
Supervision : The Reluctant Profession. Boston: Houghton Mifflin. 1972. Oliva, P.F. Supervision for Today's
School. Second Edition, White Plains. New York: Longman. 1984. Pidarta, Made, Pemikiran tentang supervisi
pendidikan, Jakarta bumiaksara, 1992 Sergiovanni, T.J. The Principalship: A Reflective Practice Perspective.
Boston: Allyn and Bacon, Inc. 1987. Seorgiovanni, J., Burlingame, Martin, Coombs, Fred S., Thurston, Paul W.
Educational Governance and Administration. Englewood Cliffs, New Jersey:
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang dapat
meningkatkan kepuasan masyarakat, dalam penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Pasien atau
masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu
layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan dan
diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu,
tanggap dan mampu menyembuhkan keluhan.
Proses penilaian kinerja karyawan sering kali kurang berjalan
dengan optimal dan tidak jarang dilakukan sekedar sebagai formalitas
belaka. Hal ini terjadi antara lain karena para atasan (manajer/supervisor)
kurang dibekali dengan keterampilan untuk melakukan bimbingan.
Pengelolaan sumberdaya manusia di bidang kesehatan dikatakan baik
apabila pimpinan dan manajemen memiliki kemampuan dalam melakukan
pengawasan dan bimbingan serta memberikan perhatian secara penuh
terhadap apa yang ditugaskan dan apa yang menjadi tanggung jawab
bawahannya, memperbaiki apa yang perlu diperbaiki atas hasil kerja yang
telah dilakukan dengan cara yang lebih profesional. Salah satu metode
yang dapat digunakan oleh seorang manajer untuk melakukan bimbingan
adalah dengan coaching.
Bimbingan merupakan proses pembelajaran untuk mengembangkan
kapasitas seseorang, yang umum digunakan dalam bidang
profesionalisme seseorang dalam bidang pekerjaannya. Bimbingan juga
merupakan bentuk kegiatan untuk meningkatkan kinerja dalam
memberikan pelayanan profesional berdasarkan ilmu pengetahuan, sikap
dan keterampilan. Coaching banyak digunakan dalam manajemen untuk
meningkatkan kemampuan profesional individu-individu dalam rumah
sakit atau tempat pelayanan kesehatan. Seseorang yang melakukan
coaching disebut coach (fasilitator) dan orang yang dibimbing disebut
coachee (peserta). Tujuan yang diperoleh dari coaching pada umumnya
untuk meningkatkan kinerja individu itu sendiri. Orang yang melakukan
coaching terikat dalam satu kerjasama yang baik dengan coacheenya
sehingga melalui proses ini terjalin sebuah kedekatan dan saling
pengertian yang lebih mendalam. Coaching dapat dikatakan sebagai
suatu metode pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya dalam bidang kesehatan yang pada
akhirnya akan meningkatkan kualitas asuhan kesehatan yang diberikan
pada pasien.
Berdasarkan penjelasan tentang deskripsi pekerjaan tugas atasan
(manajer/supervisor) sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen maka dapat
dikategorikan bahwa salah satu dari fungsi tersebut adalah penggerakan
(actuiting) yaitu memberikan bimbingan pada bawahan untuk mencapai
standar operasional. Salah satu bentuk model keterampilan atasan dalam
melakukan bimbingan dikenal dengan coaching.
BAB II
MATERI

TEKNIK BIMBINGAN MENGGUNAKAN METODE COACHING

1. Pengertian
Pada masa yang lalu, coaching sebagai sarana pengembangan
muncul dari dunia olahraga menjadi suatu alat penting untuk
pengembangan pribadi dalam pekerjaan dan untuk mencoba mengkaji
dalam pilihan hidup. Coaching juga tumbuh dalam bidang kehidupan,
pasarnya sendiri bahkan lebih beragam, berkisar dari coach yang bekerja
dalam bidang kesehatan seperti penghentian merokok, manajemen stres
dan diet, sampai gaya hidup. Pada bidang kesehatan ini para coach
secara khusus dilatih dengan latar belakang pelayanan kesehatan atau
psikologi. Dalam bidang kesehatan coaching merupakan alternatif untuk
konseling (Passmore, 2010).
Coaching merupakan proses untuk mencapai suatu prestasi kerja
dimana ada seorang yang mendampingi, memberikan tantangan,
menstimulasi dan membimbing untuk terus berkembang sehingga
seseorang bisa mencapai suatu prestasi yang diharapkan. Seseorang
yang melakukan coaching disebut coach dan orang yang dicoaching
disebut coachee. Proses coaching akan sangat menolong seseorang untuk
mengaktualisasikan dirinya, yaitu untuk mencapai satu titik dimana dia
tidak hanya dapat mengetahui keberadaannya saat itu tetapi juga
mengetahui potensi kemampuan yang seharusnya dapat dicapai. Orang
yang melakukan coaching terikat dalam satu kerjasama yang baik dengan
coacheenya sehingga melalui proses ini terjalin satu kedekatan dan saling
pengertian yang lebih mendalam (Riandi & Supriatno, 2009).
Proses coaching sering diartikan sebagai sarana untuk membantu
mengatasi dan memecahkan masalah pada individu, memberikan
motivasi dan dukungan semangat dalam melaksanakan tugasnya.
Kesempatan untuk peningkatan kerja bisa diperoleh melalui keterampilan.
Untuk memperoleh bantuan yang nyata dapat diberikan dari dukungan
individu atau organisasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
seorang fasilitator dalam melakukan bimbingan:
a. Apa hasil yang diharapkan atau yang diinginkan
b. Bagaimana cara mengukurnya
c. Perubahan apa yang diperlukan untuk memenuhi harapan atau hasil
yang diinginkan
Fasilitator harus menentukan apakah peserta mampu memenuhi
harapan atau hasil yang diinginkan. Terkait dengan waktu dan usaha yang
diperlukan untuk tujuan tersebut juga harus ditentukan dengan
menggunakan panduan kinerja (Mercurio, 2008).

2. Tujuan Coaching
Tujuan yang umum diperoleh dari coaching adalah dapat
meningkatkan kinerja individu dan organisasi, keseimbangan yang lebih
baik antara pekerjaan dengan kehidupan, motivasi yang lebih tinggi,
pemahaman diri yang lebih baik, pengambilan keputusan yang lebih baik
dan peningkatan pelaksanaan manajemen perubahan.
Beberapa tujuan coaching:
a. Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara individual
b. Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman
pembelajaran dengan bimbingan dan mengembangkan profesional
peserta
c. Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan
yang diberikan fasilitator dan pada saat yang sama mempersiapkan
keterampilan peserta dalam mengambil tanggung jawab dan pekerjaan
mendatang
d. Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi mereka

3. Proses Coaching
Proses coaching adalah untuk menetapkan dan menjelaskan arah
dan tujuan serta untuk mengembangkan rencana-rencana kerja untuk
mencapai tujuan. Selain itu dijelaskan juga satu pengertian mengenai hal-
hal yang penting dalam kehidupan bahwa kita diberikan kemampuan
untuk mengambil dan melaksanakan tanggung jawab yang telah
diberikan dan membangun serta melakukan setiap rencana kerja. Secara
sederhana proses coaching akan membantu untuk menciptakan visi yang
terbaik dan terbaru yang dimiliki dalam rangka mencapai suatu
keberhasilan. Dimana keberhasilan adalah saat kita dapat mencapai
tujuan secara kontinyu.
Coaching dan mentoring terkadang sulit dibedakan tetapi pada dasarnya
berbeda, seorang mentor mempunyai pengalaman dan pengetahuan di
bidang khusus, dimana kemudian bertindak sebagai penasihat, konselor,
pemandu, pembimbing, tutor ataupun guru. Hal ini berbeda dengan peran
coach yang tidak memberikan nasihat, tetapi lebih kepada membantu
coachee untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang ada
dalam dirinya, kemudian memfasilitasi coachee untuk dapat menjadi
penasihat bagi dirinya sendiri.

Perbedaan Coaching dan Mentoring


  Coaching Mentoring
Tingkat Formalitas Lebih Formal. Kontrak Kurang formal.
atau aturan dasar Kebanyakan diantara
ditetapkan, sering dua pihak.
melibatkan orang
ketiga
Lama Kontrak Jangka Waktu lebih Jangka waktu lebih
pendek. Umumnya panjang. Umumnya
antara 4 dan 12 tidak disebutkan
pertemuan yang jumlah pertemuan
disepakati, antara 2 dengan hubungan,
sampai 12 bulan. biasanya dijalani 3
sampai 5 taahun.

Fokus Lebih fokus pada Lebih fokus pada karir.


kinerja. Umumnya Umumnya fokus pada
fokus lebih besar pada masalah karir jangka
ketrampilan jangka panjang, memperoleh
pendek dan kinerja pengalaman yanng
tepat dan pemikiran
jangka panjang.
Tingkat Bidang Lebih generalis. Lebih ke bidang
Pengetahuan Umumnya coach pengetahuan.
memiiki pengetahuan Umumnya mentor
bidang terbatas memiliki pengetahuan
tentang organisasi atau
bidang bisnis.

Pelatihan Lebih kepelatihan lebih kepelatihan


membangun hubungan. Manajemen. Umumnya
Umumnya coach mentor memiliki latar
memiliki latar belakang belakang di manajemen
psikologi, psikoterapi senior.
atau SDM.
Fokus Fokus Ganda. Fokus tunggal.
Umumnya ada dua Umumnya fokus pada
fokus yaitu kebutuhan kebutuhan individu.
individu dan kebutuhan
organisasi.

Orang yang sedang di coaching atau coachee, akan diarahkan untuk


membahas secara terperinci dimulai dari tujuan evaluasi pekerjaan saat
itu, siapa dan bagaimana keberadaan coachee, apa dan dimana yang
menjadi prioritas dan coachee akan diarahkan untuk menyadari untuk
membuat satu keputusan tentang masa depan. Melalui bantuan seorang
personal coach maka seorang coachee akan semakin mempertajam
kehidupan personalnya dan dia akan lebih efektif di dalam menyelesaikan
segala persoalan kehidupannya.
Proses coaching pada intinya adalah suatu percakapan, dialog
antara seorang peserta dengan orang yang membimbing (fasilitator).
Penerapan konteks pendekatan hasil (result oriented) yang produktif,
seorang coach akan melibatkan si coachee untuk membicarakan sesuatu
yang sudah diketahui. Pada kenyataannya seorang coachee suah memiliki
semua jawaban terhadap semua pertanyaan, apakah itu sudah
ditanyakan atau belum ditanyakan. Dapat disimpulkan bahwa proses
coaching juga meningkatkan proses berpikir dari yang dibimbing.
Seorang coach akan membantu coachee di dalam suatu proses
pembelajaran, tetapi coach bukanlah seorang guru dan tidak perlu untuk
mengetahui bagaimana mengerjakan sesuatu dengan lebih baik daripada
yang dikerjakan coachee. Tetapi yang terpenting adalah seorang coach
akan lebih mengobservasi mengenai pola, menetapkan tahap-tahap
tindakan atau action yang lebih baik yang akan dikerjakan. Dimana proses
ini melibatkan proses pembelajaran melalui berbagai teknik coaching
seperti:
a. Mendengarkan
b. Refleksi, menanyakan pertanyaan dan menyediakan informasi
c. Seorang coach akan menolong coachee untuk menjadi seorang yang
mampu mengoreksi dirinya sendiri dan membangkitkan diri sendiri.
Sehingga dia dapat belajar untuk memperbaiki sikap dan tingkah lakunya,
membangkitkan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawabannya.

Dalam proses coaching, fasilitator melaksanakan hal berikut ini:


a. Menjelaskan keterampilan dan interaksi yang akan dilakukan kepada
peserta yang dibimbing
b. Memeragakan keterampilan dengan cara yang sistematis, efektif,
dengan menggunakan alat bantu latihan seperti model anatomic atau
boneka
c. Mengamati secara saksama simulasi ulang oleh peserta pada tatanan
seperti kondisi nyata

Langkah-langkah dalam coaching, yaitu:


a. Sebelum praktik sebaiknya peserta mengadakan pertemuan untuk
mereview kegiatan, termasuk langkah-langkah yang perlu mendapat
penekanan
b. Fasilitator merencanakan skenario pembelajaran secara rinci dan
menyiapkan seluruh instrumen bimbingan termasuk instrumen evaluasi
c. Instrumen evaluasi disampaikan dan dibahas bersama dengan
peserta
d. Fasilitator menyiapkan ruangan pelatihan beserta kelengkapannya.
Apabila materi yang akan dilatihkan berupa keterampilan dalam bidang
kesehatan maka sarana prasarana pembelajaran disiapkan semirip
mungkin dengan keadaan nyata di lapangan
e. Pelajari kemampuan dasar yang telah dimiliki oleh setiap peserta,
sehingga fasilitator dapat memusatkan dan menyesuaikan bimbingan
dengan kemampuan yang telah dimiliki agar bimbingan berjalan secara
efektif dan efisien
f. Fasilitator merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses
bimbingan dan memberikan umpan balik sesuai dengan tingkat
pencapaian kompetensi setiap peserta
g. Peserta melakukan redemonstrasi, fasilitator mengamati dan
memberikan umpan balik saat mereka melakukan langkah-langkah
kegiatan. Peserta mencoba kembali tanpa bimbingan, fasilitator
memberikan umpan balik dan penguatan
h. Umpan balik harus disampaikan sesegera mungkin dan lebih sering
dilakukan pada awal latihan kemudian berkurang secara bertahap sesuai
dengan tingkat perkembangan masing-masing peserta. Umpan balik
menggunakan penuntun belajar atau check list yang telah disiapkan
i. Setelah peserta dinilai kompeten yaitu dapat melakukan prosedur
secara mandiri dengan benar di dalam pembelajaran laboratorium atau
simulasi, selanjutnya peserta diberikan kesempatan untuk melakukan
prosedur nyata di lahan kepada klien yang sebenarnya dengan
pengawasan dan bimbingan. Fasilitator melakukan evaluasi terhadap
penampilan atau kinerja peserta
j. Apabila bimbingan berupa manajemen, maka setelah pembelajaran
laboratorium maka dilanjutkan pula pada pembimbingan di lapangan
misalnya penyusunan SOP, perencanaan pelayanan di ruang perawatan,
memimpin rapat koordinasi, melakukan monitoring dan evaluasi,
melakukan supervisi kepada staf keperawatan
k. Bimbingan dilakukan sampai peserta dinilai kompeten dalam
melaksanakan keterampilan
l. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk
melakukan refleksi dan fasilitator menyampaikan umpan balik dalam
melaksanakan praktik
m. Hasil evaluasi penampilan peserta digunakan sebagai salah satu
bahan untuk menetapkan tingkat kompetensi atau keberhasilan peserta
sesuai dengan standar pelatihan yang telah ditetapkan

4. Teknik Coaching
a. Tahap Orientasi
Tahap ini merupakan tahap perkenalan dan tahap pengkondisian agar
tercipta suasana yang saling mempercayai.
b. Tahap Klarifikasi
Pada tahap ini dilakukan analisis permasalahan. Masalah yang akan
dipecahkan diuraikan sehingga jelas mana permasalahan utama dan juga
permasalahan mana yang akan dipecahkan terlebih dahulu.
c. Tahap Pemecahan (Perubahan)
Pada tahap ini coachee dengan bantuan coach berusaha mencari solusi
terhadap permasalahan yang dihadapi. Coach berusaha memberikan
saran dan alternatif-alternatif, namun coachee sendirilah yang harus
mengembangkan solusi permasalahan yang dihadapi.
d. Tahap Penutup
Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap apa yang telah dicapai
coachee dari proses coaching. Hal-hal yang pada tahap pendahuluan
disepakati untuk diubah atau diperbaiki akan dinilai apakah tujuan
tersebut telah tercapai atau belum.

Teknik yang efektif bisa digunakan untuk mempercepat proses


pembelajaran, teknik yang terbaik adalah dengan memiliki koneksi
dengan coachee dan dengan teknik yang sederhana seperti
mendengarkan, mengajukan pertanyaan, mengklarifikasi dan memberi
umpan balik merupakan teknik-teknik dasar utama dalam coaching.

Beberapa cara untuk mengaktifkan teknik coaching seperti:


a. Menjadi Contoh (Lead by Example)
Artinya secara sederhana adalah lakukan apa yang kau katakan. Coach
tidak bisa meminta coachee untuk datang tepat waktu, apabila dia sendiri
selalu datang terlambat. Orang-orang akan mengikuti instruksi kita atau
rekomendasi kita jika kita telah menjadi contoh yang baik.
b. Pendengar yang Aktif (Active Listening)
Orang-orang pada umumnya sangat senang untuk berbicara. Mereka akan
membicarakan permasalahan mereka, tentang kehidupan, tentang karir
mereka, tentang anak-anak mereka dan mereka akan membicarakan
mengenai semua yang ada dalam kehidupan mereka. Seorang coach akan
bisa membangun suatu kepercayaan dengan coachee dengan menjadi
seorang pendengar yang aktif yang mau memberikan perhatian pada saat
mereka berbicara. Dengan perlakuan ini orang-orang akan merasa
dihargai. Namun begitu, harus dipastikan coach tahu mengendalikan
pembicaraan-pembicaraan yang tidak relevan sehingga pembicaraan
menjadi produktif.
c. Alat-alat Peraga (Visual Aids)
Dapatkah kita mengikuti penjelasan mengenai langkah-langkah yang
cukup banyak yang harus dikerjakan dengan hanya mendengarkan
instruksi saja? Kalau saya terus terang tidak bisa. Seseorang akan lebih
cepat proses pembelajarannya dengan memberikan penjelasan dengan
menggunakan alat-alat peraga yang bisa langsung dilihat seperti ilustrasi,
gambar, data-data statistik dan lain sebagainya.
d. Dibuat Sederhana (Keep it Simple)
Pada suatu program coaching, tidak perlu dijelaskan segala hal secara
panjang lebar. Untuk mempercepat proses pembelajaran harus digunakan
bagian yang sederhana dimana coachee dapat dengan mudah mengerti.
e. Langsung kepada Sasaran (Get Straight to the Point)
Bagian ini sangat membantu pada saat proses coaching dilakukan dengan
adanya keterbatasan waktu. Daripada memberikan pendahuluan yang
terlalu panjang dan membosankan, lebih baik langsung menuju sasaran
sehingga dapat menghemat waktu.

5. Keuntungan Coaching
a. Dapat mendorong kemampuan masing-masing individu sesuai
dengan minatnya
b. Dapat menilai masing-masing peserta dengan berbagai metode
penilaian termasuk observasi
c. Dapat mengikuti lebih dekat setiap perkembangan peserta
d. Coaching lebih pada pendekatan personal dibanding dengan training
kelompok
e. Peserta merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk
melakukan keterampilan yang baru dipelajari karena bimbingan
berlangsung terus menerus dan personal

6. Kemampuan melakukan Coaching


Kompetensi dalam coaching dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:
a. Kompetensi menjaga hubungan
Para coach harus mampu menunjukkan bahwa adanya keterbukaan, jujur
dan menghargai orang lain.
b. Menjadi efektif
Para coach harus memiliki kepercayaan diri untuk dapat bekerja dengan
para coachee dan memiliki kesadaran diri.
c. Melakukan coaching
Para coach harus mampu berpegang pada metodelogi yang jelas, cakap
dalam mengaplikasikan metode serta alat-alat dan teknik-teknik yang
relevan serta selalu hadir dalam setiap sesi coaching.

Kemampuan yang harus dimiliki untuk melakukan coaching yaitu sebagai


berikut:
a. Fasilitator harus dapat membimbing secara efektif an sungguh-
sungguh kepada setiap peserta
b. Fasilitator dituntut memiliki kemampuan observasi, analisis dan
diagnosis yang tajam terhadap masalah pelatihan atau pembelajaran
c. Fasilitator dituntut memiliki kemampuan dan fleksibilitas yang tinggi
terhadap materi yang dilatihkannya
d. Melakukan bimbingan dan komunikasi secara asertif
e. Memiliki daya empati dan peka terhadap kebutuhan peserta
f. Mampu menjadi pendengar yang baik
g. Terbuka untuk menerima pendapat
BAB III
KESIMPULAN

Dalam bidang kesehatan coaching merupakan alternatif untuk


konseling. Coaching merupakan proses untuk mencapai suatu prestasi
kerja dimana ada seorang yang mendampingi, memberikan tantangan,
menstimulasi dan membimbing untuk terus berkembang sehingga
seseorang bisa mencapai suatu prestasi yang diharapkan. Seseorang
yang melakukan coaching disebut coach dan orang yang dicoaching
disebut coachee. Proses coaching akan sangat menolong seseorang untuk
mengaktualisasikan dirinya, yaitu untuk mencapai satu titik dimana dia
tidak hanya dapat mengetahui keberadaannya saat itu tetapi juga
mengetahui potensi kemampuan yang seharusnya dapat dicapai. Orang
yang melakukan coaching terikat dalam satu kerjasama yang baik dengan
coacheenya sehingga melalui proses ini terjalin satu kedekatan dan saling
pengertian yang lebih mendalam. Tujuannya adalah dapat meningkatkan
kinerja individu dan organisasi, keseimbangan yang lebih baik antara
pekerjaan dengan kehidupan, motivasi yang lebih tinggi, pemahaman diri
yang lebih baik, pengambilan keputusan yang lebih baik dan peningkatan
pelaksanaan manajemen perubahan. Coaching dan mentoring itu
berbeda, seorang mentor mempunyai pengalaman dan pengetahuan di
bidang khusus, dimana kemudian bertindak sebagai penasihat, konselor,
pemandu, pembimbing, tutor ataupun guru. Hal ini berbeda dengan peran
coach yang tidak memberikan nasihat, tetapi lebih kepada membantu
coachee untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang ada
dalam dirinya, kemudian memfasilitasi coachee untuk dapat menjadi
penasihat bagi dirinya sendiri. Teknik yang efektif bisa digunakan untuk
mempercepat proses pembelajaran, teknik yang terbaik adalah dengan
memiliki koneksi dengan coachee dan dengan teknik yang sederhana
seperti mendengarkan, mengajukan pertanyaan, mengklarifikasi dan
memberi umpan balik merupakan teknik-teknik dasar utama dalam
coaching. Keuntungan coaching adalah dapat mendorong kemampuan
masing-masing individu sesuai dengan minatnya, menilai masing-masing
peserta dengan berbagai metode penilaian termasuk observasi, mengikuti
lebih dekat setiap perkembangan peserta, coaching lebih pada
pendekatan personal dibanding dengan training kelompok, peserta
merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk melakukan
keterampilan yang baru dipelajari karena bimbingan berlangsung terus
menerus dan personal.

ILUSTRASI METODE PEMBELAJARAN


Mahasiswa D3 Kebidanan tingkat 2 semester III yang sedang
menjalankan praktik klinik kebidanan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang di Ruang Dewi Khunti dan mempunyai target memberikan
asuhan masa nifas dengan kebutuhan pemantauan pada ibu masa nifas.
Mahasiswa tersebut belum pernah melakukan tindakan tersebut. Untuk
mencapai target asuhan yang dibutuhkan oleh mahasiswa tersebut,
bimbingan diberikan dengan menggunakan metode bimbingan
mentorship dengan teknik bimbingan pre conference, coaching, dan post
conference.
Pertama-pertama pembimbing melakukan pre conference yaitu
menyamakan persepsi tentang masa nifas dan langkah-langkah yang
perlu ditekankan dalam tindakan nanti. Pada pre conference ini
pembimbing juga bisa mengenal dan mempelajari sampai mana
kemampuan dasar peserta bimbingannya. Pembimbing menyiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan target yang akan dicapai
peserta bimbingan, yaitu berupa ruangan, perlengkapan alat-alat yang
diperlukan dan alat peraga pasien berupa boneka atau phantom. Semua
diatur sehingga menyerupai atau semirip mungkin dengan keadaan nyata
yang ada di lapangan. Kemudian meminta peserta bimbingan untuk
redemonstrasi dan pembimbing mengamati dan memberikan umpan balik
saat mereka melakukan langkah-langkah kegiatan. Ketika peserta
bimbingan melakukan kesalahan dalam tindakannya maka pembimbing
bisa langsung menegur dan memperbaiki kesalahannya tersebut. Peserta
mencoba kembali tanpa bimbingan, pembimbing memberikan umpan
balik dan penguatan. Umpan balik harus disampaikan sesegera mungkin
dan lebih sering dilakukan pada awal latihan kemudian berkurang secara
bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing peserta.
Umpan balik menggunakan penuntun belajar atau check list yang telah
disiapkan. Setelah peserta dinilai kompeten yaitu dapat melakukan
prosedur secara mandiri dengan benar di dalam pembelajaran
laboratorium atau simulasi ini, selanjutnya peserta diberikan kesempatan
untuk melakukan prosedur nyata di lahan kepada pasien yang sebenarnya
dengan pengawasan dan bimbingan. Pembimbing melakukan evaluasi
terhadap penampilan atau kinerja peserta. Hasil evaluasi penampilan
peserta digunakan sebagai salah satu bahan untuk menetapkan tingkat
kompetensi atau keberhasilan peserta sesuai dengan standar pelatihan
yang telah ditetapkan. Bimbingan dilakukan sampai peserta dinilai
kompeten dalam melaksanakan keterampilan. Pada post conference,
pembimbing memberikan kesempatan kepada peserta untuk
mengungkapkan bagaimana perasaan peserta setelah melakukan
tindakan dan melakukan refleksi, pembimbing menyampaikan umpan
balik dalam melaksanakan praktik.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 2008. Materi Pelatihan Bimbingan (Coaching). Pusdiklat SDM


Kesehatan bekerja sama dengan Dit. Bina Pelayanan Keperawatan
Mercurio, N. 2008. Mastering Individual Effectiveness Through the
Coaching Process. Toronto: The Canadian Manager
Murwani, A. 2009. Pengaruh Metode Coaching dan Motovasi terhadap
Kompetensi Melakukan Pemasangan Endotrakeal Tube pada Mahasiswa
STIKES Suya Global. Yogyakarta. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015
dari http://pasca.uns.ac.id
Palimirma. 2009. Coaching – Metode Bimbingan yang Efektif. Diakses
pada tanggal 10 Februari 2015 dari www.manajementfile.com/journal
Passmore. 2010. Excellence in Coaching. Jakarta: PPM Manajemen
Pohan, S.I. 2008. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC
Riandi, Widodo, dan Supriatno, 2008. Developing of Video – Based
Coaching Package. Result the Second Year Research Project. Jakarta:
PMIPA UPI
Swanburg, 2008. Pengantar Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan
untuk Perawat Klinis. Jakarta: EGC
Thorne, K. 2009. Peran Pelatih dalam Perubahan Manusia dan Organisasi.
Jakarta: Gramedia
World Health Organization. 2008. Materi Pelatihan Bimbingan (Coaching):
Pelatihan Keterampilan Manajerial SPMK
TUGAS
Analisa Metoda pembelajaran klinik model Coaching bagi mahasiswa
kebidanan
Ada 3 skill utama yg harus dimiliki seorang coach yaitu ;
1. Skill mendengarkan dengan baik ketika menemukan masalah
2. Skill mendefinisikan masalah dengan baik,agar menemukan
penyebab sebenarnya
3. Skill memfasilitasi dan berupaya penemuan solusi
Kelebihan metoda pembelajaran ini adalah
1. Dapat mendorong kemampuan masing masing individu sesuai
dengan minatnya
2. Dapat menilai masing masing peserta dengan berbagai metode
penilaian termasuk observasi
3. Dapat mengikuti lebih dekat setiap perkembangan mahasiswa
4. Coaching lebih pada pendekatan personal dibanding dengan
kelompok
5. Mahasiswa merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk
melakukan ketrampilan yang baru dipelajari karena bimbingan
berlangsung terus menerus dan personal
Kekurangan metoda pembelajaran ini adalah
1. Tidak memberikan peluang adanya sentuhan humanis
2. Jika coach tidak kompeten akan memberikan pengarahan yg jusru
salah
3. Menurunkan rasa percaya diri bila mahasiswa tidak bisa melakukan
tindakan yang dicontohkan coaching

Anda mungkin juga menyukai