Anda di halaman 1dari 14

EVIDANCE BASE PRACTICE

Disusun Oleh

CHELSY SONDAKH
2114202112
.
.
.
.
.
.
.
.
.

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
2021
EVIDENCE BASE PRACTICE
A. Konsep Evidence Base Practice
Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas,
tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu pasien.
Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu berdasar bukti empiris, sesuai
keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi.
1. Model EBP
Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki tahun 1994 dan
revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan Evidence Base
Practice Nursing.
a) Tahap persiapan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul,
kemudian menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang kuat.
b) Tahap validasi. Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik
bukti empiris, non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level setiap bukti
menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa berhenti di sini apabila tidak ada
bukti atau bukti yang ada tidak mendukung.
c) Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan. Pada tahap ini dilakukan sintesis
temuan yang ada dan pengambilan bukti yang bisa dipakai. Pada tahap ini bisa muncul
keputusan untuk melakukan penelitian sendiri apabila bukti yang ada tidak bisa dipakai.
d) Tahap translasi atau aplikasi. Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan melakukan
penelitian (individu, kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian,
menentukan strategi untuk melakukan diseminasi formal dan memulai melakukan pilot
projek.
e) Tahap evaluasi. Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal, terdiri
atas evaluasi formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi biaya.
Model IOWA
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa knowledge
focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas organisasi, maka baru
dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang tertarik dan
paham dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang ada.Apabila
bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba dan hasilnya harus
dievaluasi dan didiseminasikan.
2. Implikasi EBP Bagi Perawat
Peran perawat melayani penting dalam memastikan dan menyediakan praktik berbasis fakta.
Mereka harus terus-menerus mengajukan pertanyaan, “Apa fakta untuk intervensi ini?” atau
“Bagaimana kita memberikan praktik terbaik?” dan “Apakah ini hasil terbaik yang dicapai
untuk pasien, keluarga dan perawat?” Perawat juga posisi yang baik dengan anggota tim
kesehatan lain untuk mengidentifikasi masalah klinis dan menggunakan bukti yang ada untuk
meningkatkan praktik. Banyak kesempatan yang ada bagi perawat untuk mempertanyakan
praktik keperawatan saat itu dan penggunaan bukti untuk melakukan perawatan lebih efektif.
3. Pentingnya EBP
Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :
a) Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
b) Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan
c) Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan
d) Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan
e) Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian terbaru
f) Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk meningkatkan
kualitas perawatan pada pasien.
4. Hambatan Untuk Menggunakan EBP
Hambatan dari perawat untuk menggunakan penelitian dalam praktik sehari-hari telah dikutip
dalam berbagai penelitian, diantaranya (Clifford &Murray, 2001) antara lain :
a) Kurangnya nilai untuk penelitian dalam praktek
b) Kesulitand alam mengubah praktek
c) Kurangnya dukungan administrative
d) Kurangnya mentor berpengetahuan
e) Kurangnya waktu untuk melakukan penelitian
f) Kurangnya pendidikan tentang proses penelitian
g) Kurangnya kesadaran tentang praktek penelitian atau berbasis bukti
h) Laporan Penelitian/artikel tidak tersedia
i) Kesulitan mengakses laporan penelitian dan artikel
j) Tidak ada waktu dalam bekerja untuk membaca penelitian
k) Kompleksitas laporan penelitian
l) Kurangnya pengetahuan tentang EBP dan kritik dari artikel
m) Merasa kewalahan
B. Konsep Penelitian Keperawatan
Penelitian keperawatan melibatkan penyelidikan sistematis yang dirancang khusus untuk
mengembangkan, memperbaiki, dan memperluas pengetahuan keperawatan. Sebagai bagian dari
disiplin klinis dan professional, perawat memiliki bidang keilmuan yang unik, yang membahas
praktik keperawatan, administrasi, dan pendidikan. Perawat peneliti mengkaji masalah-masalah
yang menjadi perhatian khusus untuk perawat dan pasien, keluarga dan masyarakat yang mereka
layani.
    Metode penelitian keperawatan dapat kuantitatif, kualitatif, atau campuran (yaitu, triangulasi):
1. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti menggunakan objektif, data kuantitatif (seperti tekanan
darah atau denyut nadi) atau menggunakan instrument survey untuk mengukur pengetahuan,
sikap, kepercayaan atau pengalaman
2. Peneliti kualitatif menggunakan metode seperti wawancara atau analisis narasi untuk
membantu memahami fenomena tertentu
3. Pendekatan triangulasi menggunakan kedua metode kuantitatif dan kualitatif
Isu-Isu Yang Terkait Dengan EBP, Penelitian Keperawatan Dan Aplikasi Dalam Pelayanan
EBP, penelitian keperawatan dan aplikasi merupakan rangkaian proses yang saling
berkesinambungan. Sebelum melakukan penelitian keperawatan khususnya di area klinik,
dibutuhkan data-data atau bukti-bukti dari hasil penelitian terdahulu yang mendukung masalah
yang akan kita teliti. Hasil penelitian yang telah dilakukan, akan menjadi evindence dalam
pengambilan keputusan klinis, sehingga tindakan yang dilakukan sudah berdasar hasil penelitian
yang teruji.
1. Mengidentifikasi Masalah Praktik Klinis
Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah atau isu praktek klinis. Sebagai
konsekuensinya, ini adalah langkah yang paling sulit karena dibutuhkan banyak pemikiran
danu paya untuk menyempurnakan pernyataan masalah untuk mengembangkan bukti-praktik
keperawatan berdasar projects.
2. Pengumpulan dan Penilaian Bukti Evidance
Langkah ke dua adalah mengumpulkan dan menilai bukti, bukti empiris (penelitian) dan bukti
non empiris. Bukti nonempiris penting untuk mendukung perubahan praktik, sedangkan bukti
empiris adalah dengan evidence termasuk uji klinis, non eksperimental dan meta analisis.
Harus dibedakan studi penelitian yang sebenarnya dengan yang bukan penelitian.Jurnal
keperawatan sangat baik dimana mengarahkan pengarang untuk memberikan judul sehingga
pembaca dapat menemukan komponen penting dari sebuah artikel penelitian.Bukti non
empiris meliputi ulasan literatur yang diterbitkan, pendapat dari artikel dan protocol/pedoman
serta literature review penelitian yang dipublikasikan.
3. Membaca dan Analisa Penelitian Empiris
Langkah pertama adalah dengan melihat abstract untuk menyaring artikel yang relevan,
kemudian membaca hasil penelitian sehingga didapatkan suatu ide penelitian dan
pengaruhnya terhadap implikasi keperawatan.
4. Meringkas Bukti Evidance
Langkah ini sangat penting untuk keberhasilan peubahan praktik keperawatan yang kita
usulkan.Sintesis temuan pada kelompok studi penelitian empiris dianggap kredibel. Hal ini
dilakukan dengan melakukan analisis, pada analisis isi memeriksa temuan untuk dijadikan
tema.
5. Mengintegrasikan Evidance dan Referensi  Klinis
Tahap berikutnya yang perlu disintesis adalah keahlian klinis dan preferensi dari nilai-
nilai.Diperlukan seseorang yang memiliki keahlian klinis di bidang atau topic tertentu.
Dengan pendekatan multidisiplin akan memastikan analisis mendalam tentang hasil
penelitian yang dianalisis.

C. STANDAR PELAYANAN  INSTALASI GAWAT DARURAT


Kebijakan, Strategi, Tujuan dan Sasaran
1. Pengembangan dan penerapan standar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit,
dilaksanakan dalam upaya penurunan angka kematian dan kesakitan melalui peningkatan
mutu pelayanan keperawatan.
2. Pengembangan dan peningkatan kemampuan teknis dan manajerial tenaga keperawatan
dalam pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit untuk terwujudnya kompetensi yang
diperlukan di instalasi gawat darurat.
3. Penerapan stándar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit memerlukan
dukungan dari berbagai pihak terkait.
Strategi dalam Penerapan Stándar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
1. Mengoptimalkan       pendayagunaan       sumber daya        yang      ada     dan
pengembangannya
2. Meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial.
3. Meningkatkan kerjasama tim
4. Terpenuhinya sarana, prasarana, peralatan dan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan
sesuai standar
Tujuan Penerapan Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan  keperawatan gawat darurat di IGD sesuai standar.
Khusus :
 Adanya perencanaan pelayanan keperawatan gawat darurat.
 Adanya pengorganisasian pelayanan keperawatan gawat darurat
 Adanya pelaksanaan pelayanan keperawatan gawat darurat
 Adanya asuhan keperawatan gawat darurat
 Adanya pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat
 Adanya pengendalian mutu pelayanan keperawatan gawat darurat
Sasaran
Pengelola pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan : Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/
Kota, rumah sakit
 Pengelola pelayanan keperawatan di rumah sakit
 Tenaga keperawatan yang bertugas di instalasi gawat darurat
 Pengambil keputusan tingkat pusat dan daerah
 Organisasi profesi kesehatan
 Institusi pendidikan keperawatan dan institusi pendidikan kesehatan lainnya
Indikator Standar
Standar I :
Perencanaan Pelayanan Keperawatan Gawat darururat Di Rumah Sakit
1. Ketenagaan
Pernyataan :
Perencanaan ketenagaan perawat gawat darurat mencakup kebutuhan tenaga, peran dan
fungsi tenaga perawat gawat darurat serta memenuhi kualifikasi tenaga perawat gawat
darurat  berdasarkan kompetensi yang telah ditentukan.
Rasional :
Tenaga perawat yang sesuai dengan kebutuhan, peran dan fungsi serta memenuhi kualifikasi
kompetensi yang ditentukan akan dapat menjamin kualitas pelayanan gawat darurat di IGD
rumah sakit yang diberikan.
Kriteria Struktur :
Ada kebijakan pimpinan rumah sakit yang mengatur kualifikasi perawat yang bertugas di
instalasi gawat darurat:
a) Perawat Pelaksana
Kualifikasi :
Pendidikan D3 keperawatan dengan pengalaman klinik dua (2) tahun Ners dengan
pengalaman klinik 1 tahun di Rumah Sakit dan sudah tersertifikasi Emergency nursing
basic 2
Kompetensi  yang harus  dimiliki :
 Mampu menguasai basic assessment primary survey dan secondary survey.
 Mampu memahami triase dan retriase.
 Mampu memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan; pengkajian, diagnosa,
perencanaan, memberikan tindakan keperawatan, evaluasi dan tindak lanjut.
 Mampu melakukan tindakan keperawatan: live saving antara lain resusitasi dengan
atau tanpa alat, stabilisasi.
 Mampu memahami terapi definitif.
 Mampu menerapkan aspek etik dan legal.
 Mampu melakukan komunikasi terapeutik kepada pasien/ keluarga.
 Mampu bekerjasama didalam tim.
 Mampu melakukan pendokumentasian/ pencatatan dan pelaporan
b) Ketua Tim (Penanggung jawab Shift)
Seorang perawat yang bertanggung jawab dan berwenang terhadap tenaga pelaksana
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien di gawat darurat, yang
bertanggung jawab kepada kepala ruangan IGD
Kualifikasi Ketua Tim IGD Level III dan IV :
 D3 keperawatan dengan pengalaman lima (5) tahun di IGD dan sudah tersertifikasi
emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance lainnya
 Ners dengan pengalaman tiga (3) tahun di IGD dan sudah memiliki sertifikat
emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance lainnya
 S2 keperawatan dengan pengalaman satu (1) tahun di IGD dan sudah tersertifikasi
emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance lainnya
Kompetensi yang harus dimiliki :
 Memiliki kemampuan sebagai perawat pelaksana
 Mampu mengelola pelayanan asuhan keperawatan 
 Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan
Kualifikasi Ketua Tim IGD Level I dan II :
 D3 keperawatan dengan pengalaman kerja dua (2) tahun di IGD dan sudah memiliki
sertifikat emergency nursing basic 2
 Ners dengan pengalaman kerja satu (1) tahun di IGD dan sudah memiliki sertifikat
emergency nursing basic 2
Kompetensi yang harus dimiliki :
 Memiliki kemampuan sebagai perawat pelaksana
 Mampu mengelola  pelayanan asuhan keperawatan
 Mampu menjaga  mutu asuhan keperawatan
 Mampu melakukan triase
c) Perawat Kepala Ruangan
Perawat  profesional yang bertanggung jawab dan berwenang dalam mengelola
pelayanan keperawatan di instalasi gawat darurat dan secara operasional bertanggung
jawab kepada kepala IGD
Kualifikasi Kepala Ruangan IGD level III dan IV :
Minimal Ners, pengalaman sebagai perawat pelaksana tiga (3) tahun di IGD, pengalaman
menjadi ketua tim dua (2) tahun dan sudah memiliki sertifikat emergency nursing basic 2
dan pelatihan gawat darurat advance lainnya  serta pelatihan manajemen 
Kompetensi yang harus dimiliki dan dibuktikan dengan sertifikat :
 Memiliki kemampuan sebagai ketua tim
 Mampu menjamin tersedianya tenaga keperawatan yang kompeten di  rumah sakit
 Mampu mengorganisasi dan mengkoordinasi semua kegiatan keperawatan gawat
darurat  dan bencana
 Mampu membuat perencanaan dan melakukan pengembangan  keperawatan serta
pelayanan gawat darurat  
 Mampu melakukan kolaborasi dan koordinasi dengan tim dan tenaga kesehatan lain
 Mampu melakukan fungsi manajemen  dalam menggerakkan tim kesehatan  untuk
mencapai tujuan
 Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan
Kualifikasi perawat Kepala Ruangan IGD Level I dan II :
 Ners pengalaman kerja sebagai perawat pelaksana satu (1) tahun di IGD, pengalaman
sebagai ketua tim dua (2) tahun,  memiliki sertifikat   emergency nursing basic 2 dan
pelatihan manajemen
 D 3 keperawatan pengalaman kerja sebagai perawat pelaksana dua (2) tahun di IGD,
pengalaman sebagai ketua tim dua (2) tahun, memiliki sertifikat   emergency nursing
basic 2, dan pelatihan manajemen
Kompetensi yang dimiliki :
Kompetensi yang harus dimiliki dan dibuktikan dengan sertifikat :
 Memiliki kemampuan sebagai ketua tim
 Mampu menjamin tersedianya tenaga keperawatan yang kompeten di rumah sakit
 Mampu mengorganisasi dan mengkoordinasi semua kegiatan keperawatan gawat
darurat dan bencana
 Mampu melakukan pengembangan  keperawatan dan pelayanan kesehatan pada
umumnya
 Mampu melakukan kolaborasi dan koordinasi dengan tim dan tenaga kesehatan lain
 Mampu melakukan fungsi manajemen dalam menggerakkan tim kesehatan  untuk
mencapai tujuan
 Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan
d) Ada kebijakan pimpinan tentang perencanaan kebutuhan tenaga perawat mengacu pada
fungsi pelayanan instalasi gawat darurat rumah sakit,  berdasarkan pada  : rata-rata
jumlah pasien perhari, jumlah jam perawatan perhari  (tingkat beban kerja), serta jam
efektif perawat perhari serta kompleksitas dari kasus yang ditangani di instalasi  gawat
darurat (IGD) rumah sakit.
e) Semua perawat yang memberikan pelayanan keperawatan gawat darurat di IGD memiliki
Surat Tanda Registrasi (STR).
Kriteria Proses :
 Menyusun rencana kebutuhan tenaga perawat berdasarkan rata-rata jumlah pasien
perhari, jumlah jam perawatan perhari  (tingkat beban kerja), serta jam efektif
perawat perhari serta kompleksitas dari kasus yang ditangani di instalasi  gawat
darurat (IGD) rumah sakit
 Menjadi tim rekruitmen tenaga perawat yang memberikan pelayanan gawat darurat.
 Menyusun rencana program pengembangan SDM melalui pendidikan  dan pelatihan
berkelanjutan, program pengembangan profesi.
Kriteria Hasil :
 Tersedia tenaga keperawatan di gawat darurat sesuai kebutuhan yang ditetapkan
dengan kualifikasi yang dipersyaratkan.
 Adanya dokumen perencanaan kebutuhan tenaga perawat dan pengembangannya
 Adanya tenaga perawat yang terlibat dalam tim rekruitmen tenaga perawat di
pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit

Sarana, Prasarana dan peralatan IGD Rumah Sakit


2. Pernyataan :
Sarana, prasarana dan peralatan merupakan bagian yang akan memfasilitasi dan  mendukung 
semua    kegiatan pelayanan    keperawatan  gawat darurat di rumah sakit, sehingga dapat   
menjamin  terlaksananya  kegiatan dengan   lancar   dan terstandar. Sedangkan  pengelolaan 
sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik yang   tepat dan cepat, mendukung
terwujudnya   pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit yang berkualitas.
Rasional :
Tersedianya   sarana,  prasarana, peralatan   kesehatan dan   logistik, untuk    menjamin
terlaksananya pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit yang  berkualitas, efektif
dan efisien.
Kriteria Struktur :
 Adanya   kebijakan pimpinan rumah sakit  yang  mengatur sarana,   prasarana dan
peralatan kesehatan serta logistik dalam pelayanan gawat darurat di rumah sakit 
 Adanya standar sarana, prasarana dan peralatan kesehatan serta logistik 
 Adanya   mekanisme/ alur permintaan   penggunaan dan  pemeliharaan peralatan serta
logistik 
 Adanya perencanaan  sarana prasarana   dan peralatan yang melibatkan tenaga perawat.
 Adanya  area dekontaminasi pada IGD level IV dan IGD  rumah sakit di daerah berisiko
 Adanya tempat  penyimpanan sarana kesehatan dan logistik yang sesuai standar yang
berlaku
 Adanya   tenaga   yang   bertanggung jawab  dalam pemeliharaan dan tersedianya jadwal
pemeliharaan secara berkala.
 Adanya SPO  penggunaan dan pemeliharaan peralatan
 Adanya sistem isolasi untuk pasien infeksius (H1N1, H5N1, SARS)
Kriteria Proses :
 Menyusun rencana   kebutuhan sarana,    prasarana dan peralatan kesehatan dan logistik  
berdasarkan   spesifikasi yang dipersyaratkan di pelayanan  keperawatan gawat darurat
 Menjadi tim teknis dalam pengadaan sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik
di instalasi gawat darurat.
 Melaksanakan   pemantauan   terhadap   pemeliharaan   sarana,   prasarana serta peralatan
kesehatan dan uji fungsi (kalibrasi) secara teratur dan berkala.
 Melaksanakan sistem isolasi untuk pasien yang menderita penyakit sangat menular dan
mematikan (H1N1, H5N1, SARS)
Kriteria Hasil :
 Tersedianya sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik siap pakai sesuai
Kebutuhan
 Adanya dokumen inventaris  sarana, prasarana, peralatan kesehatan   dan logistic
 Adanya   dokumen frekuensi   pemakaian dan pemeliharaan  peralatan kesehatan secara
priodik/berkala
 Adanya dokumen hasil kalibrasi peralatan kesehatan
 Adanya  sistem isolasi untuk pasien yang menderita penyakit sangat menular dan
mematikan (H1N1, H5N1, SARS)

Standar II : Pengorganisasian Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat


Pernyataan :
Pengorganisasian pelayanan   keperawatan   gawat darurat di instalasi gawat darurat (IGD) harus
memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu. Pengorganisasian
pelayanan keperawatan gawat darurat didasarkan pada organisasi fungsional yang terdiri dari
unsur pimpinan dan unsur pelaksana, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan
terhadap pasien gawat darurat, dengan tujuan tercapainya  mutu pelayanan IGD Rumah Sakit
yang optimal.
Rasional :
Pengorganisasian yang baik di IGD Rumah Sakit dan tim yang handal menjamin kesinambungan
pelayanan yang  berkualitas, efektif dan efisien.
Kriteria Struktur :
 Adanya kebijakan pimpinan rumah sakit tentang pelayanan keperawatan gawat darurat yang
mencakup pembentukan organisasi, tatalaksana pelayanan di IGD dan Monitoring evaluasi.
 Adanya kebijakan pimpinan  rumah sakit tentang sistem rujukan pasien gawat darurat
 Adanya struktur organisasi dan hubungan tata kerja gawat darurat 
 Adanya  standar penetapan uraian tugas, tanggung jawab serta kewenangan perawat kepala
ruangan, ketua tim dan pelaksana  di gawat darurat.
 Adanya SPO penatalaksanaan  bencana baik internal dan eksternal
 Adanya kebijakan  pendelegasian kewenangan melakukan tindakan medik yang bukan live
saving diatur oleh kebijakan pimpinan rumah sakit setempat atau komite medik secara tertulis
Kriteria Proses :
 Melaksanakan tugas sesuai dengan uraian tugas, tanggung jawab dan kewenangan perawat 
dalam pelayanan IGD
 Melakukan koordinasi dengan anggota tim kesehatan lain   
 Melakukan koordinasi dengan tim keperawatan  di pelayanan IGD
 Melaksanakan asuhan sesuai dengan metode penugasan yang ditetapkan
 Melaksanakan penanganan bencana baik internal maupun eksternal sesuai SPO
 Melaksanakan  delegasi  kewenangan untuk melakukan tindakan medik yang bukan live
saving diatur oleh kebijakan pimpinan rumah sakit setempat atau komite medik 
Kriteria Hasil :
 Terlaksananya pelayanan keperawatan gawat darurat di IGD sesuai uraian tugas, tanggung
jawab dan kewenangan tertulis
 Terlaksananya koordinasi dengan anggota tim keperawatan dan anggota tim kesehatan lain
 Terlaksananya sistem rujukan pasien gawat darurat
 Terlaksananya penanganan bencana baik bencana internal maupun eksternal
 Terlaksananya  delegasi  kewenangan untuk melakukan tindakan medik yang bukan live
saving diatur oleh kebijakan pimpinan rumah sakit setempat atau komite medic

Standar III : Pelaksanan Pelayanan Keperawatan Gawat darurat


Pernyataan :
Bantuan yang diberikan pada pasien gawat darurat  bertujuan untuk penyelamatan nyawa dan
mencegah kecacatan menggunakan pendekatan proses keperawatan di IGD rumah sakit 
Rasional :
Pelaksanaan pelayanan keperawatan gawat darurat dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan gawat darurat dengan cepat, tepat, dan cermat sesuai standar untuk  penyelamatan
nyawa dan mencegah kecacatan.
Kriteria struktur :
 Ada kebijakan pimpinan rumah sakit tentang penerapan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) 
10 kasus kegawatdaruratan yang menyebabkan kematian serta  10 masalah utama
keperawatan gawat darurat.
 Ada kebijakan pimpinan rumah sakit tentang Standar Prosedur Operasional (SPO) gawat
darurat sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan keperawatan  gawat darurat.
 Ada standar asuhan keperawatan gawat darurat meliputi pengkajian, diagnosa/ masalah
keperawatan, perencanaan, intervensi dan evaluasi, minimal pada sepuluh (10) masalah
utama keperawatan gawat darurat.
 Ada Standar Prosedur Operasional (SPO) kegawatdaruratan klinis yang ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit
 Ada SPO manajerial yang berisikan alur pelayanan gawat darurat sehari-hari, bencana 
internal dan eksternal yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit
 Ada metode penugasan perawat yang ditetapkan (manajemen kasus/ primer) di pelayanan
gawat darurat.

Kriteria Proses:
 Melaksanakan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) pada  10 kasus kegawatdaruratan yang
menyebabkan kematian dan 10 masalah utama keperawatan gawat darurat.
 Melaksanakan pelayanan keperawatan  gawat darurat sesuai Standar Prosedur Operasional
(SPO).
 Melaksanakan asuhan keperawatan gawat darurat meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, intervensi dan evaluasi
 Melaksanakan SPO manajerial yang berisikan alur pelayanan gawat darurat sehari-hari,
bencana internal dan eksternal.
 Melaksanakan kolaborasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan tim kesehatan lain.
Kriteria Hasil :
 Semua perawat melaksanakan SPO Klinis maupun SPO Manajerial
 Ada dokumen/ catatan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan tiap pasien yang mencerminkan
penerapan SAK
 Perawat menangani pasien dan keluarganya secara komprehensif

Standar IV : Asuhan keperawatan Gawat Darurat


Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawat
daruratan, diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di IGD
rumah sakit . Proses keperawatan terdiri atas lima langkah meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, rencana tindakan keperawatan, intervensi keperawatan dan evaluasi.

Pengkajian  Keperawatan
Pernyataan :
Proses pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status kesehatan pasien gawat
darurat di  rumah sakit secara  sistematik, akurat, dan berkesinambungan.
Rasional:
Pengkajian primer dan sekunder terfokus, sistematis, akurat, dan berkesinambungan
memudahkan perawat untuk menetapkan masalah kegawatdaruratan pasien dan rencana tindakan
cepat, tepat, dan cermat sesuai standar.
Kriteria struktur :
 Ada format pengkajian yang baku  untuk  pengkajian keperawatan gawat darurat , di rumah
sakit.
 Ada petunjuk teknis penggunaan formulir pengkajian keperawatan gawat darurat di rumah
sakit
 Ada sistem triase yang dapat digunakan pada pengkajian keperawatan gawat darurat di rumah
sakit sehari-hari, baik bencana internal maupun eksternal.
 Ada alat untuk pengkajian keperawatan gawat darurat meliputi : jam dengan jarum detik,
stetoskop, termometer, tensimeter, pen light (lampu senter), defibrilator, pulse oxymetry, &
EKG.

Kriteria Proses :
Melakukan triase
Melakukan pengumpulan data melalui primary dan secondary survey pada kasus gawat darurat
di  rumah sakit, serta bencana internal dan eksternal.
a) Primary survey :
Airway atau dengan kontrol servikal.
Breathing dan ventilasi
Circulation dengan kontrol perdarahan
Dissability pada kasus trauma, “Defibrilation, Drugs, Differential Diagnosis” pada kasus non
trauma
Exposure pada kasus trauma, EKG , “Electrolite Imbalance” pada kasus non trauma
b) Secondary survey :
Pengkajian head to toe terfokus, adalah pengkajian komprehensif sesuai dengan keluhan
utama pasien.
 Melakukan re-triase
 Mengumpulkan data hasil dari pemeriksaan penunjang medik.
 Mengelompokkan dan menganalisa data secara sistematis.
 Melakukan pendokumentasian dengan menggunakan format pengkajian baku.
Kriteria hasil :
a) Adanya dokumen pengkajian keperawatan gawat darurat yang telah terisi dengan benar
ditandatangani, nama jelas, diberi tanggal dan jam pelaksanaan.
b) Adanya rumusan masalah / diagnosa keperawatan gawat darurat.

Masalah/ diagnosa keperawatan


Pernyataan :   
Masalah/ diagnosa keperawatan gawat darurat merupakan keputusan klinis perawat tentang
respon pasien terhadap masalah kesehatan aktual maupun resiko yang mengancam jiwa.
Rasional :
Masalah/ diagnosa keperawatan yang ditegakkan merupakan dasar penyusunan rencana
keperawatan dalam penyelamatan jiwa dan mencegah kecatatan. 
Kriteria struktur :
Ada daftar masalah/ diagnosa keperawatan gawat darurat.
Kriteria proses :
Menetapkan masalah/diagnosa keperawatan mencakup : masalah, penyebab, tanda dan gejala 
(PES/ PE) berdasarkan prioritas masalah.
Prioritas masalah keperawatan gawat darurat :
 Gangguan jalan nafas
 Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
 Pola nafas tidak efektif
 Gangguan pertukaran gas
 Penurunan curah jantung
 Gangguan perfusi jaringan perifer
 Gangguan rasa nyaman
 Gangguan volume cairan tubuh
 Gangguan perfusi serebral
 Gangguan termoregulasi

Kriteria hasil :
Ada dokumentasi masalah/ diagnosa keperawatan gawat darurat.
Perencanaan
Pernyataan :   
Serangkaian langkah yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah/ diagnosa keperawatan gawat
darurat berdasarkan prioritas masalah yang telah ditetapkan baik secara mandiri maupun
melibatkan tenaga kesehatan lain  untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rasional :
Rencana tindakan keperawatan gawat darurat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
tindakan keperawatan yang sistematis dan efektif.
Kriteria struktur :
 Adanya rumusan tujuan dan kriteria hasil
 Adanya rumusan rencana tindakan keperawatan
Kriteria proses :
 Menetapkan tujuan tindakan keperawatan penyelamatan jiwa dan pencegahan kecacatan
sesuai dengan kriteria SMART
 Menetapkan rencana tindakan dari tiap-tiap diagnosa keperawatan.
 Mendokumentasikan rencana keperawatan.
Kriteria hasil :
 Tersusunnya rencana tindakan keperawatan gawat darurat yang  mandiri dan kolaboratif.
 Ada rencana tindakan keperawatan didokumentasikan pada catatan keperawatan

Pelaksanaan tindakan keperawatan


Pernyataan :
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan
keperawatan gawat darurat.
Rasional :
Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan gawat darurat untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Kriteria Struktur :
 Ada rencana tindakan berdasarkan prioritas
 Ada standar asuhan keperawatan gawat darurat di rumah sakit baik sehari-hari maupun
bencana.
 Ada Standar Prosedur Operasional klinis
 Tersedia format tindakan keperawatan
 Ada kebijakan tentang informed consent disertai format yang baku.
 Ada kebijakan di  rumah sakit  tentang pendelegasian tindakan medis.
Kriteria Proses :
Melakukan tindakan keperawatan mengacu pada  standar prosedur operasional yang telah
ditentukan sesuai dengan tingkat kegawatan pasien, berdasarkan prioritas tindakan :
Pelayanan keperawatan  gawat darurat rumah sakit :
 Melakukan triase
 Melakukan tindakan penanganan masalah penyelamatan jiwa dan pencegahan kecacatan
 Melakukan tindakan sesuai   dengan masalah   keperawatan yang   muncul. Contoh: Jalan
nafas tidak efektif.

Mandiri
 Monitor pernafasan : rate, irama, pengembangan dinding dada, ratio inspirasi maupun
ekspirasi, penggunaan otot tambahan pernafasan, bunyi nafas, bunyi nafas abnormal dengan
atau tanpa stetoskop
 Melakukan pemasangan pulse oksimetri
 Observasi produksi sputum, jumlah, warna, kekentalan
 Lakukan jaw thrust (khusus pasien dengan dugaan cedera servikal), chin lift, atau head tilt
 Berikan posisi semi fowler, atau
 Berikan posisi miring aman
 Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif
 Berikan air minum hangat sesuai kebutuhan
 Lakukan phisioterapi dada sesuai indikasi
 Lakukan suction bila perlu
 Lakukan pemasangan Oro Pharingeal Airway (OPA), Nasopharyngeal Airway (NPA),
Laryngeal Mask Airway (LMA)

Kolaborasi
 Beri obat sesuai indikasi: bronchodilator, mukolitik, anti biotik, steroid
 Pemasangan endo tracheal tube (ETT)
 Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan keperawatan
 Mengutamakan prinsip  keselamatan pasien (patient safety), dan privacy 
 Menerapkan prinsip standar baku (standar precaution). 
 Mendokumentasikan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
·    Adanya dokumen tentang tindakan keperawatan serta respons pasien.
·    Ada dokumen tentang pendelegasian tindakan medis (standing order).

Evaluasi
Pernyataan :
Penilaian perkembangan kondisi pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan gawat darurat
mengacu pada kriteria hasil.
Rasional :
Hasil evaluasi menggambarkan tingkat keberhasilan tindakan keperawatan gawat darurat.
Kriteria Struktur :
 Ada tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan
 Adanya catatan perkembangan pasien dari tiap masalah/ diagnosa keperawatan
Kriteria Proses :
 Melakukan evaluasi terhadap respon pasien pada setiap tindakan yang diberikan (evaluasi
proses).
 Melakukan evaluasi dengan cara membandingkan hasil tindakan dengan tujuan dan kriteria
hasil yang ditetapkan (evaluasi hasil)
 Melakukan re-evaluasi dan menentukan tindak lanjut
 Mendokumentasikan respon klien terhadap intervensi yang diberikan.
Kriteria Hasil :
Ada dokumen hasil evaluasi menggunakan pendekatan SOAP pada tiap masalah/ diagnosa
keperawatan

Standar V : Pembinaan pelayanan Keperawatan Gawat Darurat


Pernyataan     :
Pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pembinaan terhadap manajemen
keperawatan, penerapan asuhan keperawatan, peningkatan pengetahuan serta keterampilan
keperawatan gawat darurat di RS dan berkesinambungan. 
Rasional    :
Pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat dapat meningkatkan profesionalisme perawat
sehingga menjamin tercapainya pelayanan keperawatan yang berkualitas
Kriteria Struktur :
 Adanya kebijakan pimpinan tentang pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat.
 Adanya mekanisme bimbingan teknis pelayanan keperawatan gawat darurat
 Adanya program peningkatan pengetahuan dan ketrampilan perawat gawat darurat ( formal
dan Informal )
 Adanya reward dan punishment (penghargaan dan sanksi) bagi perawat di  gawat darurat
Kriteria Proses :
 Merencanakan dan melaksanakan program bimbingan teknis, peningkatan kemampuan,
penerapan asuhan gawat darurat secara berkala.
 Melaksanakan pembinaan pelayanan pelayanan gawat darurat yang meliputi : manajemen
keperawatan, penerapan asuhan keperawatan, peningkatan pengetahuan serta keterampilan
keperawatan gawat darurat di RS dan berkesinambungan.
 Memberikan reward (jasa keperawatan) dan punishment (sanksi) sesuai ketentuan
 Melaksanakan pemantauan dan evaluasi kinerja secara periodik.
 Melaksanakan tindak lanjut hasil pembinaan.
 Melaksanakan pembinaan masalah etik profesi
Kriteria hasil :
 Adanya peningkatan kinerja yang dibuktikan dengan dokumen kinerja perawat.
 Adanya dokumen laporan penyelesaian masalah.
 Adanya dokumen bimbingan teknis terhadap pelayanan keperawatan gawat darurat.
 Adanya reward dan punishment.
 Adanya dokumen penanganan masalah etik profesi.

Standar VI : Pengendalian Mutu Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat


Pernyataan :
Pemantauan, penilaian pelayanan keperawatan serta tindak lanjutnya yang dilakukan secara terus
menerus untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan gawat darurat.
Rasional :
Pengendalian mutu pelayanan keperawatan menjamin keselamatan, menurunkan angka kematian
dan kecacatan  serta meningkatkan kepuasan pasien.
Kriteria Struktur :
 Adanya kebijakan pimpinan sarana kesehatan tentang program keselamatan pasien (Patient
safety).
 Adanya kebijakan tentang program pengendalian mutu keperawatan gawat darurat.
 Adanya indikator kinerja klinis pelayanan gawat darurat :
 Waktu tanggap pelayanan di gawat darurat ( response time )
 Angka kematian pasien ≤ 24 jam
 Kepuasan pelanggan
Kriteria Proses :
 Melaksanakan pemantauan mutu dengan menggunakan instrumen yang terstandar
 Melaksanakan upaya keselamatan pasien
 Mendokumentasikan upaya keselamatan pasien dan pengendalian mutu
 Menyusun program perbaikan kendali mutu pelayanan gawat darurat
Kriteria Hasil :
 Ada dokumen hasil pelaksanaan keselamatan pasien dan perawat.
 Ada dokumen hasil  evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien.
 Waktu tanggap pelayanan gawat darurat (response time) ≤ 5 menit
 Angka kematian pasien ≤ 24 jam ≤ dua perseribu dan kepuasan Pelanggan ≥ 70%

Anda mungkin juga menyukai