Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MANAJMENT PATIENT SAFETY

DI SUSUN OLEH :
WINDA LESTARI
TINGKAT : I.A
NIM : PO.71.20.2.19.035

DOSEN PEMBIMBING : Lisdahayati, SKM.M.PH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga Kami dapat menyelesaikan tugas MANAJMENT PATIENT SAFETY
Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas Mata kuliah
MANAJMENT PATIENT SAFETY . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada IBU., selaku dosen mata kuliah MPS

yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan

sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membagi sebagian pengetahuannya sehingga Kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Ogan Ilir, 07 MEI 2020

 WINDA LESTARI

2
PEMBAHASAN

Konsep Evidence Base Practice

    Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang
jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat
individu pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu berdasar bukti
empiris, sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi.
1.    Model EBP
·    Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki tahun 1994 dan
revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan Evidence Base
Practice Nursing.
1)    Tahap persiapan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul,
kemudian menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang kuat.
2)    Tahap validasi. Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik
bukti empiris, non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level setiap bukti
menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa berhenti di sini apabila tidak ada
bukti atau bukti yang ada tidak mendukung.
3)    Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan. Pada tahap ini dilakukan
sintesis temuan yang ada dan pengambilan bukti yang bisa dipakai. Pada tahap ini bisa
muncul keputusan untuk melakukan penelitian sendiri apabila bukti yang ada tidak bisa
dipakai.
4)    Tahap translasi atau aplikasi. Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan
melakukan penelitian (individu, kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk
penelitian, menentukan strategi untuk melakukan diseminasi formal dan memulai
melakukan pilot projek.
5)    Tahap evaluasi. Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal,
terdiri atas evaluasi formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi biaya.
·    Model IOWA
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa knowledge
focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas organisasi, maka baru
dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang tertarik
dan paham dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang

3
ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba dan hasilnya
harus dievaluasi dan didiseminasikan.
2.    Implikasi EBP Bagi Perawat
Peran perawat melayani penting dalam memastikan dan menyediakan praktik berbasis
fakta. 
Mereka harus terus-menerus mengajukan pertanyaan, “Apa fakta untuk intervensi ini?”
atau “Bagaimana kita memberikan praktik terbaik?” dan “Apakah ini hasil terbaik yang
dicapai untuk pasien, keluarga dan perawat?” Perawat juga posisi yang baik dengan
anggota tim kesehatan lain untuk mengidentifikasi masalah klinis dan menggunakan bukti
yang ada untuk meningkatkan praktik. Banyak kesempatan yang ada bagi perawat untuk
mempertanyakan praktik keperawatan saat itu dan penggunaan bukti untuk melakukan
perawatan lebih efektif.
3.    Pentingnya EBP
Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :
1)    Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
2)    Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan
3)    Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan
4)    Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan
5)    Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian terbaru
6)    Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk meningkatkan
kualitas perawatan pada pasien.
4.    Hambatan Untuk Menggunakan EBP
Hambatan dari perawat untuk menggunakan penelitian dalam praktik sehari-hari telah
dikutip dalam berbagai penelitian, diantaranya (Clifford &Murray, 2001) antara lain :
1)    Kurangnya nilai untuk penelitian dalam praktek
2)    Kesulitand alam mengubah praktek
3)    Kurangnya dukungan administratif
4)    Kurangnya mentor berpengetahuan
5)    Kurangnya waktu untuk melakukan penelitian
6)    Kurangnya pendidikan tentang proses penelitian
7)    Kurangnya kesadaran tentang praktek penelitian atau berbasis bukti
8)    Laporan Penelitian/artikel tidak tersedia
9)    Kesulitan mengakses laporan penelitian dan artikel
10)    Tidak ada waktu dalam bekerja untuk membaca penelitian

4
11)    Kompleksitas laporan penelitian
12)    Kurangnya pengetahuan tentang EBP dan kritik dari artikel
13)    Merasa kewalahan
Konsep Penelitian Keperawatan
    Penelitian keperawatan melibatkan penyelidikan sistematis yang dirancang khusus untuk
mengembangkan, memperbaiki, dan memperluas pengetahuan keperawatan. Sebagai
bagian dari disiplin klinis dan professional, perawat memiliki bidang keilmuan yang unik,
yang membahas praktik keperawatan, administrasi, dan pendidikan. Perawat peneliti
mengkaji masalah-masalah yang menjadi perhatian khusus untuk perawat dan pasien,
keluarga dan masyarakat yang mereka layani.
    Metode penelitian keperawatan dapat kuantitatif, kualitatif, atau campuran (yaitu,
triangulasi): 
1.    Dalam penelitian kuantitatif, peneliti menggunakan objektif, data kuantitatif (seperti
tekanan darah atau denyut nadi) atau menggunakan instrument survey untuk mengukur
pengetahuan, sikap, kepercayaan atau pengalaman
2.    Peneliti kualitatif menggunakan metode seperti wawancara atau analisis narasi untuk
membantu memahami fenomena tertentu
3.    Pendekatan triangulasi menggunakan kedua metode kuantitatif dan kualitatif
Isu-Isu Yang Terkait Dengan EBP, Penelitian Keperawatan Dan Aplikasi Dalam
Pelayanan
    EBP, penelitian keperawatan dan aplikasi merupakan rangkaian proses yang saling
berkesinambungan. Sebelum melakukan penelitian keperawatan khususnya di area klinik,
dibutuhkan data-data atau bukti-bukti dari hasil penelitian terdahulu yang mendukung
masalah yang akan kita teliti. Hasil penelitian yang telah dilakukan, akan menjadi
evindence dalam pengambilan keputusan klinis, sehingga tindakan yang dilakukan sudah
berdasar hasil penelitian yang teruji. 
1.    Mengidentifikasi Masalah Praktik Klinis
Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah atau isu praktek klinis. Sebagai
konsekuensinya, ini adalah langkah yang paling sulit karena dibutuhkan banyak pemikiran
danu paya untuk menyempurnakan pernyataan masalah untuk mengembangkan bukti-
praktik keperawatan berdasar projects. 
2.    Pengumpulan dan Penilaian Bukti Evidance
Langkah ke dua adalah mengumpulkan dan menilai bukti, bukti empiris (penelitian) dan
bukti non empiris. Bukti nonempiris penting untuk mendukung perubahan praktik,

5
sedangkan bukti empiris adalah dengan evidence termasuk uji klinis, non eksperimental
dan meta analisis. Harus dibedakan studi penelitian yang sebenarnya dengan yang bukan
penelitian.Jurnal keperawatan sangat baik dimana mengarahkan pengarang untuk
memberikan judul sehingga pembaca dapat menemukan komponen penting dari sebuah
artikel penelitian.Bukti non empiris meliputi ulasan literatur yang diterbitkan, pendapat
dari artikel dan protocol/pedoman serta literature review penelitian yang dipublikasikan.
3.    Membaca dan Analisa Penelitian Empiris
Langkah pertama adalah dengan melihat abstract untuk menyaring artikel yang relevan,
kemudian membaca hasil penelitian sehingga didapatkan suatu ide penelitian dan
pengaruhnya terhadap implikasi keperawatan.
4.    Meringkas Bukti Evidance
Langkah ini sangat penting untuk keberhasilan peubahan praktik keperawatan yang kita
usulkan.Sintesis temuan pada kelompok studi penelitian empiris dianggap kredibel. Hal ini
dilakukan dengan melakukan analisis, pada analisis isi memeriksa temuan untuk dijadikan
tema. 
5.    Mengintegrasikan Evidance dan Referensi  Klinis
Tahap berikutnya yang perlu disintesis adalah keahlian klinis dan preferensi dari nilai-
nilai.Diperlukan seseorang yang memiliki keahlian klinis di bidang atau topic tertentu.
Dengan pendekatan multidisiplin akan memastikan analisis mendalam tentang hasil
penelitian yang dianalisis.
2.3    STANDAR PELAYANAN  INSTALASI GAWAT DARURAT
    Kebijakan, Strategi, Tujuan dan Sasaran
1.    Pengembangan dan penerapan standar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah
sakit, dilaksanakan dalam upaya penurunan angka kematian dan kesakitan melalui
peningkatan mutu pelayanan keperawatan. 
2.    Pengembangan dan peningkatan kemampuan teknis dan manajerial tenaga
keperawatan dalam pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit untuk terwujudnya
kompetensi yang diperlukan di instalasi gawat darurat.
3.    Penerapan stándar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit memerlukan
dukungan dari berbagai pihak terkait.
       Strategi dalam Penerapan Stándar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
1.    Mengoptimalkan       pendayagunaan       sumber daya        yang      ada     dan
pengembangannya
2.    Meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial.

6
3.    Meningkatkan kerjasama tim 
4.    Terpenuhinya sarana, prasarana, peralatan dan Sumber Daya Manusia (SDM)
kesehatan sesuai standar
Tujuan Penerapan Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan  keperawatan gawat darurat di IGD sesuai standar.
Khusus :
·    Adanya perencanaan pelayanan keperawatan gawat darurat.
·    Adanya pengorganisasian pelayanan keperawatan gawat darurat
·    Adanya pelaksanaan pelayanan keperawatan gawat darurat
·    Adanya asuhan keperawatan gawat darurat
·    Adanya pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat
·    Adanya pengendalian mutu pelayanan keperawatan gawat darurat
Sasaran
·    Pengelola pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan : Dinas Kesehatan Provinsi,
Kabupaten/ Kota, rumah sakit
·    Pengelola pelayanan keperawatan di rumah sakit 
·    Tenaga keperawatan yang bertugas di instalasi gawat darurat
·    Pengambil keputusan tingkat pusat dan daerah
·    Organisasi profesi kesehatan
·    Institusi pendidikan keperawatan dan institusi pendidikan kesehatan lainnya
    Indikator Standar
    Standar I :
    Perencanaan Pelayanan Keperawatan Gawat darururat Di Rumah Sakit
1.    Ketenagaan 
Pernyataan :
Perencanaan ketenagaan perawat gawat darurat mencakup kebutuhan tenaga, peran dan
fungsi tenaga perawat gawat darurat serta memenuhi kualifikasi tenaga perawat gawat
darurat  berdasarkan kompetensi yang telah ditentukan.
Rasional :
Tenaga perawat yang sesuai dengan kebutuhan, peran dan fungsi serta memenuhi
kualifikasi kompetensi yang ditentukan akan dapat menjamin kualitas pelayanan gawat
darurat di IGD rumah sakit yang diberikan.
Kriteria Struktur :

7
·    Ada kebijakan pimpinan rumah sakit yang mengatur kualifikasi perawat yang bertugas
di instalasi gawat darurat:
1)    Perawat Pelaksana
Kualifikasi :
Pendidikan D3 keperawatan dengan pengalaman klinik dua (2) tahun Ners dengan
pengalaman klinik 1 tahun di Rumah Sakit dan sudah tersertifikasi Emergency nursing
basic 2 
Kompetensi  yang harus  dimiliki :
o    Mampu menguasai basic assessment primary survey dan secondary survey.
o    Mampu memahami triase dan retriase.
o    Mampu memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan; pengkajian, diagnosa,
perencanaan, memberikan tindakan keperawatan, evaluasi dan tindak lanjut.
o    Mampu melakukan tindakan keperawatan: live saving antara lain resusitasi dengan atau
tanpa alat, stabilisasi.
o    Mampu memahami terapi definitif.
o    Mampu menerapkan aspek etik dan legal.
o    Mampu melakukan komunikasi terapeutik kepada pasien/ keluarga.
o    Mampu bekerjasama didalam tim.
o    Mampu melakukan pendokumentasian/ pencatatan dan pelaporan 
2)    Ketua Tim (Penanggung jawab Shift)
Seorang perawat yang bertanggung jawab dan berwenang terhadap tenaga pelaksana
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien di gawat darurat, yang
bertanggung jawab kepada kepala ruangan IGD
Kualifikasi Ketua Tim IGD Level III dan IV :
o    D3 keperawatan dengan pengalaman lima (5) tahun di IGD dan sudah tersertifikasi
emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance lainnya 
o    Ners dengan pengalaman tiga (3) tahun di IGD dan sudah memiliki sertifikat
emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance lainnya 
o    S2 keperawatan dengan pengalaman satu (1) tahun di IGD dan sudah tersertifikasi
emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance lainnya 
Kompetensi yang harus dimiliki :
o    Memiliki kemampuan sebagai perawat pelaksana 
o    Mampu mengelola pelayanan asuhan keperawatan  
o    Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan

8
Kualifikasi Ketua Tim IGD Level I dan II :
o    D3 keperawatan dengan pengalaman kerja dua (2) tahun di IGD dan sudah memiliki
sertifikat emergency nursing basic 2 
o    Ners dengan pengalaman kerja satu (1) tahun di IGD dan sudah memiliki sertifikat
emergency nursing basic 2
Kompetensi yang harus dimiliki :
o    Memiliki kemampuan sebagai perawat pelaksana 
o    Mampu mengelola  pelayanan asuhan keperawatan 
o    Mampu menjaga  mutu asuhan keperawatan
o    Mampu melakukan triase
3)    Perawat Kepala Ruangan
Perawat  profesional yang bertanggung jawab dan berwenang dalam mengelola pelayanan
keperawatan di instalasi gawat darurat dan secara operasional bertanggung jawab kepada
kepala IGD
Kualifikasi Kepala Ruangan IGD level III dan IV :
Minimal Ners, pengalaman sebagai perawat pelaksana tiga (3) tahun di IGD, pengalaman
menjadi ketua tim dua (2) tahun dan sudah memiliki sertifikat emergency nursing basic 2
dan pelatihan gawat darurat advance lainnya  serta pelatihan manajemen  
Kompetensi yang harus dimiliki dan dibuktikan dengan sertifikat :
o     Memiliki kemampuan sebagai ketua tim
o    Mampu menjamin tersedianya tenaga keperawatan yang kompeten di  rumah sakit
o    Mampu mengorganisasi dan mengkoordinasi semua kegiatan keperawatan gawat
darurat  dan bencana 
o    Mampu membuat perencanaan dan melakukan pengembangan  keperawatan serta
pelayanan gawat darurat   
o    Mampu melakukan kolaborasi dan koordinasi dengan tim dan tenaga kesehatan lain
o    Mampu melakukan fungsi manajemen  dalam menggerakkan tim kesehatan  untuk
mencapai tujuan
o    Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan
Kualifikasi perawat Kepala Ruangan IGD Level I dan II :
o    Ners pengalaman kerja sebagai perawat pelaksana satu (1) tahun di IGD, pengalaman
sebagai ketua tim dua (2) tahun,  memiliki sertifikat   emergency nursing basic 2 dan
pelatihan manajemen 
o    D 3 keperawatan pengalaman kerja sebagai perawat pelaksana dua (2) tahun di IGD,

9
pengalaman sebagai ketua tim dua (2) tahun, memiliki sertifikat   emergency nursing basic
2, dan pelatihan manajemen 
Kompetensi yang dimiliki :
Kompetensi yang harus dimiliki dan dibuktikan dengan sertifikat :
o    Memiliki kemampuan sebagai ketua tim
o    Mampu menjamin tersedianya tenaga keperawatan yang kompeten di rumah sakit
o    Mampu mengorganisasi dan mengkoordinasi semua kegiatan keperawatan gawat
darurat dan bencana 
o    Mampu melakukan pengembangan  keperawatan dan pelayanan kesehatan pada
umumnya 
o    Mampu melakukan kolaborasi dan koordinasi dengan tim dan tenaga kesehatan lain
o    Mampu melakukan fungsi manajemen dalam menggerakkan tim kesehatan  untuk
mencapai tujuan
o    Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan 
4)    Ada kebijakan pimpinan tentang perencanaan kebutuhan tenaga perawat mengacu
pada fungsi pelayanan instalasi gawat darurat rumah sakit,  berdasarkan pada  : rata-rata
jumlah pasien perhari, jumlah jam perawatan perhari  (tingkat beban kerja), serta jam
efektif perawat perhari serta kompleksitas dari kasus yang ditangani di instalasi  gawat
darurat (IGD) rumah sakit.
5)    Semua perawat yang memberikan pelayanan keperawatan gawat darurat di IGD
memiliki Surat Tanda Registrasi (STR).
Kriteria Proses :
o    Menyusun rencana kebutuhan tenaga perawat berdasarkan rata-rata jumlah pasien
perhari, jumlah jam perawatan perhari  (tingkat beban kerja), serta jam efektif perawat
perhari serta kompleksitas dari kasus yang ditangani di instalasi  gawat darurat (IGD)
rumah sakit
o    Menjadi tim rekruitmen tenaga perawat yang memberikan pelayanan gawat darurat.
o    Menyusun rencana program pengembangan SDM melalui pendidikan  dan pelatihan
berkelanjutan, program pengembangan profesi.
Kriteria Hasil :
o    Tersedia tenaga keperawatan di gawat darurat sesuai kebutuhan yang ditetapkan
dengan kualifikasi yang dipersyaratkan.
o    Adanya dokumen perencanaan kebutuhan tenaga perawat dan pengembangannya
o    Adanya tenaga perawat yang terlibat dalam tim rekruitmen tenaga perawat di

10
pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit
2.    Sarana, prasarana dan peralatan IGD Rumah Sakit
Pernyataan :
Sarana, prasarana dan peralatan merupakan bagian yang akan memfasilitasi dan 
mendukung  semua    kegiatan pelayanan    keperawatan  gawat darurat di rumah sakit,
sehingga dapat    menjamin  terlaksananya  kegiatan dengan   lancar   dan terstandar.
Sedangkan  pengelolaan  sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik yang   tepat
dan cepat, mendukung terwujudnya   pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit
yang berkualitas.
Rasional :
Tersedianya   sarana,  prasarana, peralatan   kesehatan dan   logistik, untuk    menjamin
terlaksananya pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit yang  berkualitas,
efektif dan efisien.
Kriteria Struktur :
·    Adanya   kebijakan pimpinan rumah sakit  yang  mengatur sarana,   prasarana dan
peralatan kesehatan serta logistik dalam pelayanan gawat darurat di rumah sakit  
·    Adanya standar sarana, prasarana dan peralatan kesehatan serta logistik  
·    Adanya   mekanisme/ alur permintaan   penggunaan dan  pemeliharaan peralatan serta
logistik  
·    Adanya perencanaan  sarana prasarana   dan peralatan yang melibatkan tenaga perawat.
·    Adanya  area dekontaminasi pada IGD level IV dan IGD  rumah sakit di daerah
berisiko
·    Adanya tempat  penyimpanan sarana kesehatan dan logistik yang sesuai standar yang
berlaku 
·    Adanya   tenaga   yang   bertanggung jawab  dalam pemeliharaan dan tersedianya
jadwal pemeliharaan secara berkala.
·    Adanya SPO  penggunaan dan pemeliharaan peralatan
·    Adanya sistem isolasi untuk pasien infeksius (H1N1, H5N1, SARS)
Kriteria Proses :
·    Menyusun rencana   kebutuhan sarana,    prasarana dan peralatan kesehatan dan
logistik   berdasarkan   spesifikasi yang dipersyaratkan di pelayanan  keperawatan gawat
darurat
·    Menjadi tim teknis dalam pengadaan sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik
di instalasi gawat darurat.

11
·    Melaksanakan   pemantauan   terhadap   pemeliharaan   sarana,   prasarana serta
peralatan kesehatan dan uji fungsi (kalibrasi) secara teratur dan berkala.
·    Melaksanakan sistem isolasi untuk pasien yang menderita penyakit sangat menular dan
mematikan (H1N1, H5N1, SARS)
Kriteria Hasil :
·    Tersedianya sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik siap pakai sesuai
Kebutuhan 
·    Adanya dokumen inventaris  sarana, prasarana, peralatan kesehatan   dan logistik
·    Adanya   dokumen frekuensi   pemakaian dan pemeliharaan  peralatan kesehatan secara
priodik/berkala
·    Adanya dokumen hasil kalibrasi peralatan kesehatan
·    Adanya  sistem isolasi untuk pasien yang menderita penyakit sangat menular dan
mematikan (H1N1, H5N1, SARS)
    Standar II : Pengorganisasian Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat 
    Pernyataan :
    Pengorganisasian pelayanan   keperawatan   gawat darurat di instalasi gawat darurat
(IGD) harus memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.
Pengorganisasian pelayanan keperawatan gawat darurat didasarkan pada organisasi
fungsional yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur pelaksana, yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaan pelayanan terhadap pasien gawat darurat, dengan tujuan tercapainya 
mutu pelayanan IGD Rumah Sakit yang optimal. 
Rasional :
Pengorganisasian yang baik di IGD Rumah Sakit dan tim yang handal menjamin
kesinambungan pelayanan yang  berkualitas, efektif dan efisien.
Kriteria Struktur :
·    Adanya kebijakan pimpinan rumah sakit tentang pelayanan keperawatan gawat darurat
yang mencakup pembentukan organisasi, tatalaksana pelayanan di IGD dan Monitoring
evaluasi.
·    Adanya kebijakan pimpinan  rumah sakit tentang sistem rujukan pasien gawat darurat
·    Adanya struktur organisasi dan hubungan tata kerja gawat darurat  
·    Adanya  standar penetapan uraian tugas, tanggung jawab serta kewenangan perawat
kepala ruangan, ketua tim dan pelaksana  di gawat darurat. 
·    Adanya SPO penatalaksanaan  bencana baik internal dan eksternal
·    Adanya kebijakan  pendelegasian kewenangan melakukan tindakan medik yang bukan

12
live saving diatur oleh kebijakan pimpinan rumah sakit setempat atau komite medik secara
tertulis
Kriteria Proses :
·    Melaksanakan tugas sesuai dengan uraian tugas, tanggung jawab dan kewenangan
perawat  dalam pelayanan IGD
·    Melakukan koordinasi dengan anggota tim kesehatan lain    
·    Melakukan koordinasi dengan tim keperawatan  di pelayanan IGD 
·    Melaksanakan asuhan sesuai dengan metode penugasan yang ditetapkan
·    Melaksanakan penanganan bencana baik internal maupun eksternal sesuai SPO
·    Melaksanakan  delegasi  kewenangan untuk melakukan tindakan medik yang bukan
live saving diatur oleh kebijakan pimpinan rumah sakit setempat atau komite medik  
    Kriteria Hasil :
·    Terlaksananya pelayanan keperawatan gawat darurat di IGD sesuai uraian tugas,
tanggung jawab dan kewenangan tertulis 
·    Terlaksananya koordinasi dengan anggota tim keperawatan dan anggota tim kesehatan
lain
·    Terlaksananya sistem rujukan pasien gawat darurat
·    Terlaksananya penanganan bencana baik bencana internal maupun eksternal
·    Terlaksananya  delegasi  kewenangan untuk melakukan tindakan medik yang bukan
live saving diatur oleh kebijakan pimpinan rumah sakit setempat atau komite medik
       Standar III : Pelaksanan Pelayanan Keperawatan Gawat darurat
    Pernyataan :
Bantuan yang diberikan pada pasien gawat darurat  bertujuan untuk penyelamatan nyawa
dan mencegah kecacatan menggunakan pendekatan proses keperawatan di IGD rumah
sakit  
Rasional : 
Pelaksanaan pelayanan keperawatan gawat darurat dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan gawat darurat dengan cepat, tepat, dan cermat sesuai standar untuk 
penyelamatan nyawa dan mencegah kecacatan.
Kriteria struktur :
·    Ada kebijakan pimpinan rumah sakit tentang penerapan Standar Asuhan Keperawatan
(SAK)  10 kasus kegawatdaruratan yang menyebabkan kematian serta  10 masalah utama
keperawatan gawat darurat.
·    Ada kebijakan pimpinan rumah sakit tentang Standar Prosedur Operasional (SPO)

13
gawat darurat sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan keperawatan  gawat darurat.
·    Ada standar asuhan keperawatan gawat darurat meliputi pengkajian, diagnosa/ masalah
keperawatan, perencanaan, intervensi dan evaluasi, minimal pada sepuluh (10) masalah
utama keperawatan gawat darurat.
·    Ada Standar Prosedur Operasional (SPO) kegawatdaruratan klinis yang ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit
·    Ada SPO manajerial yang berisikan alur pelayanan gawat darurat sehari-hari, bencana 
internal dan eksternal yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit
·    Ada metode penugasan perawat yang ditetapkan (manajemen kasus/ primer) di
pelayanan gawat darurat. 
    Kriteria Proses:
·    Melaksanakan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) pada  10 kasus kegawatdaruratan
yang menyebabkan kematian dan 10 masalah utama keperawatan gawat darurat. 
·    Melaksanakan pelayanan keperawatan  gawat darurat sesuai Standar Prosedur
Operasional (SPO) 
·    Melaksanakan asuhan keperawatan gawat darurat meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, intervensi dan evaluasi 
·    Melaksanakan SPO manajerial yang berisikan alur pelayanan gawat darurat sehari-hari,
bencana internal dan eksternal.
·    Melaksanakan kolaborasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan tim kesehatan
lain 
    Kriteria Hasil :
·    Semua perawat melaksanakan SPO Klinis maupun SPO Manajerial   
·    Ada dokumen/ catatan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan tiap pasien yang
mencerminkan penerapan SAK 
·    Perawat menangani pasien dan keluarganya secara komprehensif 

    Standar IV : Asuhan keperawatan Gawat Darurat


        Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan
kegawat daruratan, diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan
keperawatan di IGD rumah sakit . Proses keperawatan terdiri atas lima langkah meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan, intervensi keperawatan
dan evaluasi.
1.    Pengkajian  keperawatan

14
Pernyataan :
Proses pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status kesehatan pasien
gawat darurat di  rumah sakit secara  sistematik, akurat, dan berkesinambungan.
Rasional:
Pengkajian primer dan sekunder terfokus, sistematis, akurat, dan berkesinambungan
memudahkan perawat untuk menetapkan masalah kegawatdaruratan pasien dan rencana
tindakan cepat, tepat, dan cermat sesuai standar.
Kriteria struktur :
·    Ada format pengkajian yang baku  untuk  pengkajian keperawatan gawat darurat , di
rumah sakit.
·    Ada petunjuk teknis penggunaan formulir pengkajian keperawatan gawat darurat di
rumah sakit
·    Ada sistem triase yang dapat digunakan pada pengkajian keperawatan gawat darurat di
rumah sakit sehari-hari, baik bencana internal maupun eksternal.
·    Ada alat untuk pengkajian keperawatan gawat darurat meliputi : jam dengan jarum
detik, stetoskop, termometer, tensimeter, pen light (lampu senter), defibrilator, pulse
oxymetry, & EKG. 
Kriteria Proses :
·    Melakukan triase
·    Melakukan pengumpulan data melalui primary dan secondary survey pada kasus gawat
darurat di  rumah sakit, serta bencana internal dan eksternal.
1.    Primary survey :
Airway atau dengan kontrol servikal.
Breathing dan ventilasi
Circulation dengan kontrol perdarahan
Dissability pada kasus trauma, “Defibrilation, Drugs, Differential Diagnosis” pada kasus
non trauma
Exposure pada kasus trauma, EKG , “Electrolite Imbalance” pada kasus non trauma
2.    Secondary survey :
Pengkajian head to toe terfokus, adalah pengkajian komprehensif sesuai dengan keluhan
utama pasien.
o    Melakukan re-triase
o    Mengumpulkan data hasil dari pemeriksaan penunjang medik.
o    Mengelompokkan dan menganalisa data secara sistematis.

15
o    Melakukan pendokumentasian dengan menggunakan format pengkajian baku.
Kriteria hasil :
·    Adanya dokumen pengkajian keperawatan gawat darurat yang telah terisi dengan benar
ditandatangani, nama jelas, diberi tanggal dan jam pelaksanaan.
·    Adanya rumusan masalah / diagnosa keperawatan gawat darurat.
2.    Masalah/ diagnosa keperawatan
Pernyataan :    
Masalah/ diagnosa keperawatan gawat darurat merupakan keputusan klinis perawat tentang
respon pasien terhadap masalah kesehatan aktual maupun resiko yang mengancam jiwa.
Rasional :
Masalah/ diagnosa keperawatan yang ditegakkan merupakan dasar penyusunan rencana
keperawatan dalam penyelamatan jiwa dan mencegah kecatatan.  
Kriteria struktur :
Ada daftar masalah/ diagnosa keperawatan gawat darurat.
Kriteria proses :
Menetapkan masalah/diagnosa keperawatan mencakup : masalah, penyebab, tanda dan
gejala  (PES/ PE) berdasarkan prioritas masalah.
Prioritas masalah keperawatan gawat darurat :
·    Gangguan jalan nafas
·    Tidak efektifnya bersihan jalan nafas 
·    Pola nafas tidak efektif 
·    Gangguan pertukaran gas
·    Penurunan curah jantung 
·    Gangguan perfusi jaringan perifer
·    Gangguan rasa nyaman 
·    Gangguan volume cairan tubuh 
·    Gangguan perfusi serebral
·    Gangguan termoregulasi 
Kriteria hasil :
Ada dokumentasi masalah/ diagnosa keperawatan gawat darurat.
3.    Perencanaan
Pernyataan :    
Serangkaian langkah yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah/ diagnosa keperawatan
gawat darurat berdasarkan prioritas masalah yang telah ditetapkan baik secara mandiri

16
maupun melibatkan tenaga kesehatan lain  untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rasional :
Rencana tindakan keperawatan gawat darurat digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan tindakan keperawatan yang sistematis dan efektif.
Kriteria struktur :
·    Adanya rumusan tujuan dan kriteria hasil 
·    Adanya rumusan rencana tindakan keperawatan
Kriteria proses :
·    Menetapkan tujuan tindakan keperawatan penyelamatan jiwa dan pencegahan
kecacatan sesuai dengan kriteria SMART 
·    Menetapkan rencana tindakan dari tiap-tiap diagnosa keperawatan
·    Mendokumentasikan rencana keperawatan.
Kriteria hasil :
·    Tersusunnya rencana tindakan keperawatan gawat darurat yang  mandiri dan
kolaboratif.
·    Ada rencana tindakan keperawatan didokumentasikan pada catatan keperawatan
4.    Pelaksanaan tindakan keperawatan
Pernyataan :
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan yang telah diidentifikasi dalam rencana
asuhan keperawatan gawat darurat.
Rasional :
Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan gawat darurat untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Kriteria Struktur :
·    Ada rencana tindakan berdasarkan prioritas
·    Ada standar asuhan keperawatan gawat darurat di rumah sakit baik sehari-hari maupun
bencana. 
·    Ada Standar Prosedur Operasional klinis 
·    Tersedia format tindakan keperawatan
·    Ada kebijakan tentang informed consent disertai format yang baku.
·    Ada kebijakan di  rumah sakit  tentang pendelegasian tindakan medis.
    Kriteria Proses :
·    Melakukan tindakan keperawatan mengacu pada  standar prosedur operasional yang
telah ditentukan sesuai dengan tingkat kegawatan pasien, berdasarkan prioritas tindakan :

17
Pelayanan keperawatan  gawat darurat rumah sakit :
1)    Melakukan triase
2)    Melakukan tindakan penanganan masalah penyelamatan jiwa dan pencegahan
kecacatan
3)    Melakukan tindakan sesuai   dengan masalah   keperawatan yang   muncul. Contoh:
Jalan nafas tidak efektif.
o    Mandiri 
a.    Monitor pernafasan : rate, irama, pengembangan dinding dada, ratio inspirasi maupun
ekspirasi, penggunaan otot tambahan pernafasan, bunyi nafas, bunyi nafas abnormal
dengan atau tanpa stetoskop
b.    Melakukan pemasangan pulse oksimetri 
c.    Observasi produksi sputum, jumlah, warna, kekentalan
d.    Lakukan jaw thrust (khusus pasien dengan dugaan cedera servikal), chin lift, atau head
tilt
e.    Berikan posisi semi fowler, atau
f.    Berikan posisi miring aman
g.    Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif
h.    Berikan air minum hangat sesuai kebutuhan
i.    Lakukan phisioterapi dada sesuai indikasi
j.    Lakukan suction bila perlu
k.    Lakukan pemasangan Oro Pharingeal Airway (OPA), Nasopharyngeal Airway (NPA),
Laryngeal Mask Airway (LMA)
o    Kolaborasi
a.    Beri obat sesuai indikasi: bronchodilator, mukolitik, anti biotik, steroid
b.    Pemasangan endo tracheal tube (ETT)
·    Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan keperawatan
·    Mengutamakan prinsip  keselamatan pasien (patient safety), dan privacy  
·    Menerapkan prinsip standar baku (standar precaution).  
·    Mendokumentasikan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
·    Adanya dokumen tentang tindakan keperawatan serta respons pasien.
·    Ada dokumen tentang pendelegasian tindakan medis (standing order).
5.    Evaluasi
Pernyataan : 

18
Penilaian perkembangan kondisi pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan gawat
darurat mengacu pada kriteria hasil.
Rasional :
Hasil evaluasi menggambarkan tingkat keberhasilan tindakan keperawatan gawat darurat.
Kriteria Struktur :
·    Ada tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan 
·    Adanya catatan perkembangan pasien dari tiap masalah/ diagnosa keperawatan
Kriteria Proses :
·    Melakukan evaluasi terhadap respon pasien pada setiap tindakan yang diberikan
(evaluasi proses).
·    Melakukan evaluasi dengan cara membandingkan hasil tindakan dengan tujuan dan
kriteria hasil yang ditetapkan (evaluasi hasil) 
·    Melakukan re-evaluasi dan menentukan tindak lanjut
·    Mendokumentasikan respon klien terhadap intervensi yang diberikan.
Kriteria Hasil :
Ada dokumen hasil evaluasi menggunakan pendekatan SOAP pada tiap masalah/ diagnosa
keperawatan 
Standar V : Pembinaan pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
Pernyataan     :
Pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pembinaan terhadap manajemen
keperawatan, penerapan asuhan keperawatan, peningkatan pengetahuan serta keterampilan
keperawatan gawat darurat di RS dan berkesinambungan.  
Rasional    :
Pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat dapat meningkatkan profesionalisme
perawat sehingga menjamin tercapainya pelayanan keperawatan yang berkualitas 
Kriteria Struktur :
·    Adanya kebijakan pimpinan tentang pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat.
·    Adanya mekanisme bimbingan teknis pelayanan keperawatan gawat darurat
·    Adanya program peningkatan pengetahuan dan ketrampilan perawat gawat darurat
( formal dan Informal )
·    Adanya reward dan punishment (penghargaan dan sanksi) bagi perawat di  gawat
darurat
Kriteria Proses :
·    Merencanakan dan melaksanakan program bimbingan teknis, peningkatan kemampuan,

19
penerapan asuhan gawat darurat secara berkala.
·    Melaksanakan pembinaan pelayanan pelayanan gawat darurat yang meliputi :
manajemen keperawatan, penerapan asuhan keperawatan, peningkatan pengetahuan serta
keterampilan keperawatan gawat darurat di RS dan berkesinambungan.
·    Memberikan reward (jasa keperawatan) dan punishment (sanksi) sesuai ketentuan
·    Melaksanakan pemantauan dan evaluasi kinerja secara periodik.
·    Melaksanakan tindak lanjut hasil pembinaan.
·    Melaksanakan pembinaan masalah etik profesi
Kriteria hasil :
·    Adanya peningkatan kinerja yang dibuktikan dengan dokumen kinerja perawat.
·    Adanya dokumen laporan penyelesaian masalah.
·    Adanya dokumen bimbingan teknis terhadap pelayanan keperawatan gawat darurat.
·    Adanya reward dan punishment.
·    Adanya dokumen penanganan masalah etik profesi.
    Standar VI : Pengendalian Mutu Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
    Pernyataan :
Pemantauan, penilaian pelayanan keperawatan serta tindak lanjutnya yang dilakukan
secara terus menerus untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan gawat darurat.
Rasional :
Pengendalian mutu pelayanan keperawatan menjamin keselamatan, menurunkan angka
kematian dan kecacatan  serta meningkatkan kepuasan pasien.
Kriteria Struktur :
·    Adanya kebijakan pimpinan sarana kesehatan tentang program keselamatan pasien
(Patient safety).
·    Adanya kebijakan tentang program pengendalian mutu keperawatan gawat darurat.
·    Adanya indikator kinerja klinis pelayanan gawat darurat :
1)    Waktu tanggap pelayanan di gawat darurat ( response time )
2)    Angka kematian pasien ≤ 24 jam
3)    Kepuasan pelanggan
Kriteria Proses :
·    Melaksanakan pemantauan mutu dengan menggunakan instrumen yang terstandar
·    Melaksanakan upaya keselamatan pasien
·    Mendokumentasikan upaya keselamatan pasien dan pengendalian mutu
·    Menyusun program perbaikan kendali mutu pelayanan gawat darurat 

20
Kriteria Hasil :
·    Ada dokumen hasil pelaksanaan keselamatan pasien dan perawat.
·    Ada dokumen hasil  evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien.
·    Waktu tanggap pelayanan gawat darurat (response time) ≤ 5 menit
·    Angka kematian pasien ≤ 24 jam ≤ dua perseribu dan kepuasan Pelanggan ≥ 70%

21
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan konsep Evidence Based Practice di atas, dapat


disimpulkan bahwa ada 3 faktor yang seacara garis besar menenentukan tercapainya
pelaksanaan praktek keperawatan yang lebih baik yaitu, penelitian yang dilakukan
berdasarkan fenomena yang terjadi di kaitkan dengan teori yang telah ada, pengalaman
klinis terhadap sustu kasus, dan pengalaman pribadi yang bersumber dari pasien. Dengan
memperhatikan factor-faktor tersebut, maka di harapkan pelaksanaan pemeberian
pelayanan kesehatan khususnya pemberian asuhan keperawatan dapat di tingkatkan
terutama dalam hal peningkatan pelayanan kesehatan atau keperawatan, pengurangan biaya
(cost effective) dan peningkatan kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan. Namun
dalam pelaksanaan penerapan Evidence Based Practice ini sendiri tidaklah mudah,
hambatan utama dalam pelaksanaannya yaitu kurangnya pemahaman dan kurangnya
referensi yang dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan penerapan EBP itu sendiri.

B. SARAN

Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang baik,


serta mengambil keputusan yang bersifat klinis hendaknya mengacu pada SPO yang dibuat
berdasarkan teori-teori dan penelitian terkini. Evidence Based Practice dapat menjadi
panduan dalam menentukan atau membuat SPO yang memiliki landasan berdasarkan teori,
penelitian, serta pengalaman klinis baik oleh petugas kesehatan maupun pasien.

22
DAFTAR PUSTAKA

Kelee. 2011. Nursing Research & Evidence-Based Practice.

Aryani, F. 2008. Pendekatan Evidence Practice bagi Helping Professionalis. Universitas


Negeri Makasar.

Yeni, C., K. 2008. Evidence Based Nursing. Diakses tanggal 9 Juli 2012, dari:
yenibeth.wordpress.com/2008/03/05/evidence-based.

Nusalam. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta : Selemba Medika.

23

Anda mungkin juga menyukai