TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
Konsep EBN
2.2.1 Pengertian Evidence Based Nursing (EBN)
Evidence Based Nursing didefinisikan sebagai sintesis dan penggunaan
temuan ilmiah (hasil penelitian) dari suatu penelitian randomized control trial
(Estabrook, 2004 dalam Wood dan Haber, 2006). Menurut Sackeett, et al (2009)
EBN adalah sebagai suatu sintesis dan penggunaan temuan ilmiah dari berbagai jenis
penelitian termasuk randomized control trial, penelitian deskriptif, informasi dari
laporan kasus dan pendapat pakar. Pendapat lain dari Dharma (2011) mendefinisikan
EBN sebagai suatu integrasi (lebih dari 1 penelitian) dari bukti hasil penelitian
terbaik yang telah melalui tahapan telaah dan sintesis yang digunakan sebagai dasar
dalam praktik keperawatan dan memberikan manfaat bagi penerima layanan
keperawatan.
2.2.2 Tujuan Evidence Based Nursing (EBN)
Dharma (2011) berpendapat penggunaan hasil penelitian pada tatanan praktik
keperawatan bertujuan :
a. Memberikan landasan yang objektif dan rasional dalam praktik keperawatan
Fenomena yang didapat dari pengalaman klinik masih harus dibuktikan terlebih
dahulu kebenarannya secara ilmiah dan fakta ilmiah. Inilah yang kemudian
dijadikan dasar dalam praktik keperawatan (evidence based nursing practice).
Perawat yang memiliki pengalaman kemudian melakukan tindakan keperawatan
aatas dasar fakta ilmiah akan menghasilkan suatu asuhan keperawatan yang
berkualitas.
b. Memberikan bukti bahwa praktik keperawatan dilandasi oleh penerapan prinsipprinsip ilmiah (scientific method) yang relevan dan terkini (up to date). Dengan
menerapkan evidence base nursing practice atau praktik keperawatan dilandasi
bukti ilmiah, memberikan bukti bahwa praktik keperawatan dilandasi oleh dasar
ilmu pengetahuan yang kuat yang didapat melalui penelitian.
c. Melatih kemampuan perawat untuk berpikir kritis dan rasional terhadap suatu
fenomena/masalahpenerapan EBN secara tidak langsung akan melatih
kemampuan berpikir kritis dan rasional seorang perawat dalam menghadapi
suatu masalah/fenomena. Ketika menghadapi suatu masalah atau menemukan
suatu fenomena perawat mengeksplorasi berbagai sumber ilmiah untuk
mengetahui gambaran permasalahan/fenomena dan mencari solusi yang tepat
untuk mengatasi masalah tersebut.
d. Sebagai salah satu ciri dan praktik keperawatan professional
Evidence Based Nursing practice merupakan suatu cara untuk membuktikan
bahwa perawat adalah professional.
e. Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
Tujuan akhir dari penerapan EBN adalah meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan. EBN merupakan suatu cara untuk mencapai indicator-indikator
kualitas pelayanan keperawatan.
f. Sebagai dasar untuk menyusun pertanyaan penelitian berikutnya
Efektifitas penerapan hasil penelitian dalam praktik keperawatan diketahui
melalui evaluasi proses dan evaluasi hasil. Hasil evaluasi dijadikan landasan
untuk menyusun pertanyaan penelitian berikutnya untuk topik yang relevan
2.2.3 Tahapan Evidence Based Nursing (EBN)
Secara umum terdapat 4 komponen dalam penerapan EBN menurut Dharma
(2011) meliputi :
a.
b.
c.
d.
dukungan dari pimpinan dari pihak lain yang terkait. Dukungan dari penentu
kebijakan dan pihak yang terkait langsung dengan penerapan EBN sangat
diperlukan untuk keberhasilan kegiatan EBN. Beberapa criteria yang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan topik EBN antara lain :
a) Prioritas masalah bagi profesi keperawatan dan institusi
Identifikasi terlebih dahulu skala prioritas bagi pengembangan profesi
keperawatan dan institusi, kemudian pertimbangkan topik EBN berdasarkan
skala prioritas ini.
b) Pentingnya masalah
Pentingnya masalah sangat relative, tergantung kepentingan dan maslah
yang dihadapi oleh institusi
c) Keterlaksanaan pada beberapa area keperawatan
Topik EBN akan semakin baik jika diterapkan pada berbagai area
keperawatan
d) Pengaruh terhadap peningkatan kualitas pelayanan keperawatan, penurunan
lama perawatan, biaya perawatan dan peningkatan kepuasan pasien
e) Peran multidisiplin terkait dengan topik dan kemampuan membentuk
kerjasama antar disiplin
f) Minat dan komitmen staf terhadap topik yang akan dipilih
g) Ketersediaan bukti penelitian dan referensi untuk mendukung topik yang
akan dipilih
Tugas awal dari tim EBN adalah menyusun pertanyaan EBN. Topik yang
sebelumnya ditetapkan kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan klinik
(pertanyaan EBN). Pertanyaan yang jelas akan mempermudah tim dalam
menspesifikkan tipe pasien, jenis intervensi, outcome dan desain penelitian yang
relevan dijadikan sebagai rujukan (Alderson, Green dan Higgins, 2003 dalam
Wood dan Harber, 2006). Metode yang dapat digunakan untuk merumuskan
pertanyaan EBN adalah metode yang dikenal dengan istilah PICO (university
Of Illionis Chicago, 2003). Isitilah ini merujuk pada singkatan, yaitu :
P : Patient/population/problem (gambaran sekelompok pasien yang memiliki
masalah)
I : Intervention/treatment (Intervensi atau prosedur utama)
C : Comparasion Intervention/treatment (Intervensi alternative/ standar yang
dibandingkan dengan intervensi utama)
O : Outcome (hasil yang diharapkan)
3. Mengumpulkan hasil penelitian yang relevan
Untuk menjawab pertanyaan EBN dan menentukan intervensi yang paling tepat
diterapkan pada kasus, diperlukan eksplorasi berbagai referensi. Beberapa
referensi yang dapat digunakan sebagai sumber EBN antara lain : publikasi hasil
penelitian di jurnal elektronik (CINAHL, EBSCO, PROQUEST, MIDLINE).
4. Melakukan kritik jurnal (criticial appraisal)
Kritik jurnal merupakan tahapan penting dalam EBN. Pada tahap ini hasil
penelitian yang akan dijadikan rujukan ditelaah kelayakannya dan dianalisis
apakah menggambarkan fakta sebenarnya. Suatu hasil penelitian layak untuk
dijadikan EBN atas dasar pertimbangan berikut ini :
a) Kualitas evidence
Dinilai berdasarkan agregat peringkat kualitas suatu penelitian dan dalam
rentang mana bias dapat diminimalisir dari suatu penelitian.
b) Kuantitas evidence
Kuantitas evidence menunjukkan besarnya kemaknaan klinik (effect size)
dari suatu hasil penelitian, jumlah penelitian yang mendukung evidence,
jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian dan power penelitian
tersebut.
c) Konsistensi evidence
Konsistensi evidence mengukur sejauh mana tingkay kemiripan setiap hasil
penlitian yang dijadikan sebagai evidence. Semakin mirip hasil dari
pada hasil spesifik yang ingin dicapai dari intervensi baru. Kriteria waktu
juga perlu dijelaskan dalam tujuan khusus sebagai salah satu criteria
pencapaian tujuan. Kriteria waktu pencapaian tujuan disesuaikan dengan
hasil penelitian yang mendukung.
b) Mengumpulkan data dasar
Sebelum menerapkan EBN dalam
unit
percontohan,
tim
perlu
tidak
dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam rangsangan
akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat akan meningkatkan aktifitas
subtansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu sehingga katifitas
sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rasa nyeri terhambat juga.
Rangsangan serat besar ini dapat langsung merangsang ke korteks serebri dan
hasil persepsinya akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat
eferen dan reaksinya mempengaruhi aktifitas sel T. Rangsangan pada serat
kecil akan menghambat aktifitas substansi gelatinosa dan membuka pintu
mekanisme sehingga aktifitas sel T meningkat yang akan menghantarkan ke
otak.
4. Teori tranmisi dan inhibisi. Adanya stimulus pada nociceptor memulai
tranmisi impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impulsimpuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem supresif (Hidayat,
2008).
C. Fisiologi Nyeri
Nyeri selalu di kaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan
receptor. Reseptor yang di maksud adalah nosiceptor,yaitu ujung-ujung saraf
bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang kuat. Munculnya nyeri
dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulu-stimulus tersebut dapat berupa
biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik (Prasetyo, 2010).
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas, dingin.
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan,jepitan,atau
metastase. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
Dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan
dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Serabut saraf ini terletak dan
tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan tertentu. Nyeri yang disebabkan
faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab
a) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka
operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.
b) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan
periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali lagi
nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan,
artinya rasa nyeri tersebut terus-menerus tersa makin lama semakin
meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan (Asmadi,
2010).
Tabel 1 Perbedaan Nyeri Akut Dan Nyeri Kronis
Karakteristik
Awitan
Nyeri Akut
Mendadak
Nyeri Kronis
Terus
menerus/intermittent
Durasi
Respon otonom
enam bulan)
Takikardia,tekanan
Tidak
dapat
respon
penurunan
Cemas,
gelisah,
tersinggung/marah
menarik diri
Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor
fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu mempunyai pengalaman
yang
memfokuskan
perhatiannya
pada
nyeri
dapat
akan
lebih
mudah
bagi
individu
tersebut
untuk
melakukan
tindakan-tindakan
yang
diperlukan
untuk
Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiri dari makna nyeri dan suku.
a) Makna Nyeri
Skala pengukuran nyeri menurut Agency for Healt Care and Research
(AHCPR) untuk manajemen nyeri akut dan dikaji pada saat sekarang atas
indikasi operasi, prosedur medis, dan trauma (Smeltzer dan Bare, 2002) terdiri
dari :
1. Skala Anologue Visual / Visual Analogue Scale (VAS)
Visual Analogue Scale (VAS) adalah cara yang paling banyak
digunakan untuk menilai nyeri (Passero & MacCafferi, 2007 ; Nilsons, 2008
; Black & Hawks, 2009). Skala linier ini menggambarkan secara visual
gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami oleh pasien. Rentang nyeri
diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada setiap
sentimeternya. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau
pernyataan deskripsif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri (no pain)
sedangkan ujung yang lainnya mewakili rasa nyeri yang terpara yang
mungkin terjadi (worst possible pain). Skala dapat dibuat vertical atau
horizontal. Manfaat utama VAS adala mudah dan sederhana
dalam
(Nilssons, 2008 ; Rospond, 2008) karena selain angka 0 10. Sama seperti
VAS, NRS juga sangat muda digunakan dan merupakan skala ukur yang
sudah valid (Brunelili, et.al, 2010). Penggunaan NRS direkomendasikan
untuk penilaian nyeri post operasi pada pasien berusia diatas 9 tahun. NRS
dikembangkan dari VAS dapat digunakan dan sangat efektif untuk pasienpasien pembedahan, post anastesi awal dan sekarang digunakan secara rutin
untuk pasien-pasien yang mengalami nyeri di unit post operasi (Rospond,
2008 ; Black & Hawsk, 2009 ; Brunelli, et.al, 2010).
Pada penelitian ini menggunakan NRS sebagai skala pengukuran
untuk menilai nyeri pasien post operasi. Reliabilitas NRS telah dilakukan
ujinya oleh Brunelli, et.al. (2010), dengan membandingkan instrument NRS,
VAS, dan VRS untuk mengkaji nyeri pada 60 pasien. Asil uji Cohens
Kappa untuk instrument NRS adala 0,86 (sangat baik). Instrument
pengukuran NRS adala seperti gambar di bawah ini :
mempunyai
efek
yang
kurang
baik.
Sedangkan
metode
nonfarmakologi lebih murah, simple, efektif dan tanpa efek yang merugikan.
Relaksasi, pergerakan dan perubahan posisi, massage, hidroterapi, terapi
panas/dingin, musik akupresur, aromaterapi merupakan beberapa teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri (Arifin, 2008).
Metode nonfarmakologi dibagi menjadi tiga komponen yang saling
berinteraksi sehingga mempengaruhi respon terhadap nyeri menurut Melzack,
yaitu strategi motivasi-afektif (interpretasi setral dari pesan yang berada diotak
panas
dapat
meningkatkan
aliran
darah
yang
dapat
6. Hipnosis
Efektif menurunkan nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu
pereda nyeri terutama dalam periode sulit.
Berdasarkan uraian dari teori diatas ada 6 jenis metode nonfarmakologi
yang digunakan untuk mengurangi nyeri. Karena sesuai dengan judul, peneliti
mengambil 1 dari 6 jenis tersebut yaitu Teknik Distraksi.
2.3.3 Teknik Distraksi
A. Definisi
Distraksi adalah tehnik pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulasi yang lain. Distraksi diduga dapat menurunkan nyeri, menurunkan
persepsi nyeri dengan stimulasi sistem kontrol desendens, yang mengakibatkan
lebih sedikit stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi
tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input
sensori selain nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Priharjo (1966 dalam Hartanti 2005) distraksi adalah metode
untuk mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien akan
lupa terhadap yang dialami, salah satunya dengan cara mendengarkan musik.
Distraksi merupakan metode pengalihan perhatian klien ke hal lain dan
dengan demikian menurunkan kewaspadaan klien terhadap nyeri, bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri sehingga nyeri berkurang. Teknik distraksi
bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu yang singkat, serta
untuk mengatasi nyeri intensif yang hanya berlangsung beberapa menit (Potter &
Perry, 2006).
Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan menonton sampai
menggunakan aktifitas fisik dan mental yang sangat kompleks. Kunjungan dari
keluarga dan teman- teman sangat efektif dalam meredakan nyeri. Orang lain
mungkin akan mendapatkan peredaan nyeri melalui permainan dan aktifitas yang
membutuhkan konsentrasi. Tidak semua pasien mencapai peredaan nyeri melalui
distraksi, terutama mereka yang mengalami nyeri hebat. Dengan nyeri hebat klien
mungkin tidak dapat berkonsentraksi cukup baik untuk ikut serta dalam aktivitas
mental atau fisik yang kompleks (Young & Koopsen, 2007).
menonton
televisi,
membaca
koran,
melihat
dari 5 jenis teknik tersebut. Salah satu teknik distraksi adalah terapi
mendengarkan musik bertujuan untuk menurunkan nyeri pada post operasi.
C. Distraksi Pendengaran
1. Definisi Terapi Musik
Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik ,
b. Gunakan earphone supaya tidak menganggu klien atau staf yang lain dan
membantu klien berkonsentrasi pada musik.
d. Apabila nyeri klien rasakan akut, kuatkan volume musik. Apabila nyeri
berkurang, kurangi volume